Saturday, December 15, 2018

SEPENGGAAL KISAH 81

Hati Damar berdebar. Seperti maling ia menengok kekanan dan kekiri, juga kebelakang karena kamar Mimi dan bayinya ada dibelakang  dimana ia berdiri .Dibukanya setiap tumpukan map2 yang ada disetiap rak. Map kuning itu tidak ditemukannya. Damar bingung, mungkinkan sudah diganti sampulnya? Berisi apakah sebenarnya map itu? Mengapa ada nama ayahnya disitu? Damar masih membuka buka, ketika sebuah suara mengejutkannya.

"Mas Damar..."

Hamapir terjengkang ketika Damar menoleh kebelakang. Dilihatnya Tumi membawa nampan berisi secawan kopi.

"Saya buatkan kopi ketika melihat mas Damar masih terjaga."

Tumi meletakkannya diatas meja. Damar menutup pintu almari, lalu duduk dengan hati berdebar debar. Apakah Tumi mencurigai apa yang dilakukannya?

"Kok bu Tumi juga belum tidur?" Damar menyeruput kopi yang masih panas, pelan2.

"Saya biasa tidur malam mas," 

"Terimakasih telah membuatkan minum."

Damar kembali mennyeruput kopinya. Bu Tumi duduk dibawahnya.

"Duduklah diatas bu Tumi,"

"Nggak apa2 mas, enakan duduk begini. Mau ditambah lagi kopinya?" Tanya bu Tumi ketika melihat minuman itu telah habis .

"Nggak bu, sudah cukup."

Karena bu Tumi duduk disitu, Damar urung melanjutkan niyatnya. Oh ya, mungkin bu Tumi tau tentang surat dari suaminya yang diberikan perawat padanya, Damar kemudian mencoba bertanya, barangkali ada titik terang yang bisa didapatkannya.

"Kalau mas Damar tidak ingin sesuatu lagi, saya mau tidur," Bu Tumi bersiap untuk bangkit, tapi Damar menahannya.

"Sebentar bu, dulu itu, waktu pak Manto meninggal, seorang perawat memberikan sepucuk surat untuk aku.  .. apakah bu Tumi tau apa isinya?"

"Lhah, itu kan sudah pernah bu Surya tanyakan, saya tidak tau mas, bahkan kapan menulis suratnyapun saya tidak tau."

"Oh, gitu ya, sebenarnya saya merasa bahwa pak Manto menyimpan sebuah ahasia, yang ada hubungannya dengan meninggalnya kedua orang tua saya."

"Benar mas, dia sering berkata bahwa merasa bersalah terhadap pak Marsudi almarhum. Tapi saya tidak pernah diberitau kesalahan apa itu. Terakhir kalinya mas Manto menyuruh aya menaburkan bunga dipusara pak Marsudi, dan bilang mohon dima'afkan, gitu."

"Mungkinkah kedua orang tua saya meninggal secara tidak wajar? Tidak sekedar karena kecelakaan?"

"Nah, itulah yang juga saya pikirkan mas, setelah terjadinya kecelakaan itu, mas Manto sering bilang menyesal.. menyesal.. begitu. Tapi kok ya nggak mau cerita kenapa.."

Malam itu Damar tak menemukan apapun, kecuali tanda tanya yang semakin memenuhi benaknya.

Tapi hari berikutnya, ketika bu Surya dan Mimi pergi belanja, Damar menemukan sesuatu. Ia leluasa membuka almari yang telah dilihatnya semalam.. Ada berkas2 yang dia tidak mengerti maksudnya, tapi ada sebuah map tipis yang ketika dibuka adalah sebuah setifikat, oh ada beberapa sertifikat.. dan ada nama ayahnya. Damar mengambil map tipis itu dan dimasukkannya kedalam kopernya. Besok dia pulang, dan berharap apa yang dibawanya akan ada artinya nanti.

Damar mengunci kembali almari itu dan mengembalikan kuncinya ketempat semula. Kemudian ia menuju kekamar bayi karena didengarnya si kecil menangis. Bu Tumi berlari lari tapi sudah kedahuluan Damar menggendong orok cantik itu.

"Kamu tidak berdosa, tidak berhak menerima kekesalan saya. Jadilah anak baik, jadilah anak yang membanggakan.." bisik Damar. Tangis bayi itu berhenti, dan Damar mengulurkannya pada bu Tumi yang sudah siap dengan sebotol susu.

Begitu Damar kembali, Ongky juga langsung terbang ke Jakarta pada keesokan harinya. Pak Darman yang datang sebelum kepergian Ongky, memeriksa surat2 yang ditemukan Damar diapartemen pak Surya.

"Lha.. ini surat2 asli semua, ini sertifikat rumah di Jl. Anggrek 5, ini asli milik Marsudi. Ini dokumen2 penting, asli milik Marsudi, yang aku beli sudah atas nama yang lain.

Damar terkejut. Rumah yang ia tinggali sejak kecil sampai ia kemudian dibawa ke Amerika adalah milik ayahnya, berarti miliknya juga, perusahaan yang katanya dibeli dari pak Surya oleh pak Darman itu juga miliknya. Astaga, sejahat itukah pak Surya pada ayahnya?

"Aku akan segera mengurusnya. Kabarnya sa'at ini ia ada di Indonesia."

Sebulan sudah berlalu dari kembalinya Damar dari Amerika. Damar masih berkutat dengan pekerjaannya. Kenyataan bahwa perusahaan ini adalah milik ayahnya, membuat ia lebih bersemangat dalan menjalankan tugasnya. Damar sangat terharu, sedikit demi sedikit hal yang berhubungan dengan almarhum ayahnya terkuak. Tiba2 ia juga berfikir, jangan2 terjadinya kecelakaan itu juga karena dibuat oleh tangan2 jahat.

Merinding bulu kuduk Damar, berlinang air matanya. :"Bapak, ibu.. semoga Allah memberikan tempat yang mulia untukmu, mengampuni segala dosamu. dan semoga segala yang tertutupi akan segera terkuak.

Tiba2 telpon genggamnya berdering. Dari bu Surya, hm.. ada apa lagi, Damar ingin mengabaikannya tapi tak sampai hati.

"Hallo..."

"Hallo... Damar..." itu suara bu Surya, menangis .. Damar berdebar debar.

"Hallo tante, ada apa?"

"Damar..." 

"Ya tante, ada apa?"

"Om mu ditangkap polisi..."

Damar tercengang.

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...