SEPENGGAL KISAH 32
Dewi menghela nafas. Bersaing dalam pendidikan.. ia menang.. bersaing.dalam wajah.. hm.. memang Asri cantik.. tapi ia terlalu lugu dan menurutnya sangat tidak menarik .. terlalu sederhana.. Tapi bersaing merebut hatinya Bowo .. itulah yang Dewi tidak yakin. Apakah Bowo berselera serendah itu? Bukankah Dewi lebih pantas duduk disamping Bowo? Tapi ini kan masalah hati..
Kembali Dewi menghela nafas. Sesungguhnya ia tak mau bersaing dengan perempuan seperti Asri.
"Apa dia lupa ya" tiba2 bu Harlan sudah duduk dihadapan anak gadisnya.
"Siapa yang lupa bu? Lupa tentang apa?"
"Itu..bu Prasojo.. bukankah ulang tahunnya sudah kemarin?"
"Memangnya kenapa kalau ulang tahunnya kemarin?"
"Dia itu mau mengundang kita. Kok kemarin nggak nelpon kemari."
"Ya sudahlah bu.. kalau kita tidak diundang kan ya nggak apa2."
"Mungkin dia lupa. Biar aku telpon dia."
"Jangan bu.. malu ah."
"Lho.. dia itu kan mau mendekatkan kamu sama nak Bowo.. ya di pesta ulang tahun itu sa'at yang tepat."
"Aku nggak mau bu.. sudah.. lupakan saja dia.
Bu Harlan terkejut mendengar kata2 anaknya.
"Aku tidak mau bersaing dengan Asri. Aku mau cari pekerjaan lain saja."
"Dasar bodoh. Kalau kamu berhasil merebut hati Bowo maka kamu juga akan mendapatkan pekerjaan itu."
"Aku tidak ingin lagi. Sikap mas Bowo terhadapku tidak ramah sama sekali. Ia malah menunjukkan kemesraannya dengan Asri."
Sebuah mobil behenti didepan rumah. Perempuan setengah baya yang masih cantik keluar dari dalam mobil itu.
Bu Harlan tertawa ramah.. "Hallow mbakyu... kok nggak telpon.dulu.."
"Nggak apa2.. cuma mampir."
Dewi mendekat dan menyalami tamunya.
"Apa kabar cantik?"
"Baik tante."
Mereka duduk diruangan tamu dan tertawa tawa renyah. Dewi merasa agak kurang senang melihat suasana itu, setidaknya setelah ia kehilangan separuh harapannya untuk mendapatkan pekerjaan di kantor Bowo. Ketika ia menyajikan minuman.. bu Prasojo memintanya duduk bersama mereka.
"Dengar Dewi.. Bowo sesungguhnya tidak pacaran sama Asri."
Tapi Dewi lebih percaya pada apa yang dilihatnya beberapa hari yang lalu ditoko itu. Ia tak menjawab apapun.
"Bowo bilang sendiri kok. Mana mungkin Bowo mau sama anak sopirnya sendiri.. dia itu hanya kasihan pada kehidupannya yang miskin."
Dewi tersenyum. Mungkin benar apa yang dikatakan bu Prasojo. Tapi mungkin juga salah.
"Dan so'al pekerjaan itu.. bersabarlah.. suamiku dan Bowo sedang mencarikan posisi yang tepat untuk kamu"
Sore itu pak Marsam sedang duduk diberanda rumah bersama Asri. Pak Marsam senang karena Asri sudah bekerja selama hampir 4 bulan dan tampaknya majikannya selalu memuji muji pekerjaannya.
Tiba2 sebuah mobil berhenti dan pak Marsam tergopoh menyambutnya karena bu Prasojo keluar dari dalam mobil itu.
"Ibu.. apa bapak memanggil saya ?"
Bu Prasojo sama sekali tak menunjukkan wajah ramah.
Hati pak Marsam berdebar. Asri yang menyusul kedepan mengulurkan tangan untuk menyalaminya, tapi bu Prasojo menolaknya. Ia mengulurkan sebuah tas plastik dan diberikannya untuk Asri. "Aku hanya ingin memberikan ini untuk kamu." Kamudian bu Prasojo berlalu dan memacu mobilnya pergi dari sana.
Asri membuka bungkusan itu dengan berdebar.
"Akhir2 ini sikap bu Prasojo agak aneh," gumam pak Marsam.
Asri sudah membuka bungkusan itu dan melihat isinya. Asri sangat terkejut.
#adalanjutannya#
No comments:
Post a Comment