SEPENGGAL KISAH 14
(Tien Kumalasari)
Mimi kebingungan. Mungkinkah Damar kekamar mandi? Tidak ada. Mimi
melaporkan lenyapnya Damar pada suster jaga. Semua mencari cari tapi
Damar tak ditemukan disekitar rumah sakit itu. Mimi menelpon ayahnya,
lalu ia keluar. Hanya satu yang akan dilakukannya yaitu mencari Damar
dirumah sakit dimana Asri dirawat.
Pak Marsam duduk dibangku
diluar zal, sementara Asri masih terlelap didalamnya. Barangkali
pengaruh bius sa'at operasi itu masih berpengaruh pada tubuhnya. Tapi
pak Marsam lega karena operasi itu berjalan lancar. Ia juga lega karena
Bowo telah membayar seluruh biaya operasi itu. Tapi hati pak Marsam
tercekat. Dengan apa ia mengembalikan uang majikannya. Walau Bowo
mengatakan bahwa ia tak perlu memikirkan uang itu, tapi tetap saja ia
merasa terbebani.
"Pak Marsam tak perlu memikirkan uang itu. Kami hanya membantu meringankan beban pak Marsam.
Kata2 itu masih terngiang ditelinganya.
"Bagaimana aku tidak harus memikirkannya?" desisnya lirih.
Tiba2 pak Marsam terkejut. Seorang perempuan cantik berdiri
dihadapannya dan dengan penuh kemarahan perempuan itu menuding kearah
mukanya. Pak Marsam ingat, itu perempuan yang marah2 tadi pagi dan
sekarang datang lagi. Bagaimana ia bisa masuk kedalam rumah sakit
sementara jam bezoek sudah berakhir ber jam2 yang lalu?
"Kau sembunyikan dimana tunanganku?"
"Nak, aku tidak tau apa maksudmu. Bagaimana kau bisa masuk kemari pada tengah malam begini?"
"Itu bukan urusanmu. Dimana tunanganku?"
"Mengapa kau mencarinya disini? Tidak ada siapa2 yang datang kemari sejak tadi." Pak Marsam mencoba bersabar.
"Jangan bohong!"
Seorang suster jaga mendekat ketika mendengar suara gaduh.
"Ma'af mbak, ini tengah malam dan pasien sedang istirahat. "
"Aku mencari tunanganku yang pasti bersembunyi disini."
"Tidak mungkin ada orang asing masuk kemari kecuali pasien dan
keluarganya." Dan kalaupun ada pasti pada sa'at jam bezoek tadi."
Mimi terdiam. Jam bezoek biasanya berakhir pada jam 7.00 malam. Dan Damar pergi menjelang tengah malam.
"Sekarang silhkan keluar sebelum saya panggilkan satpam untuk memaksa anda."
Tegas kata2 suster itu dan Mimi pun segera berlalu dengan benak penuh tanda tanya. Kemana Damar pergi kalau tidak menemui Asri?
Pak Marsam merasa bingung. Perempuan yang mengaku tunangan Damar ber
kali2 mengganggu pikirannya. Ia ingin menanyakan pada Asri.. apa
sebenarnya yang terjadi, tapi nanti kalau Asri sudah boleh pulang
kerumah.
Pagi itu Asri sudah bangun. Perawat sudah membersihkan
tubuhnya dan menggantikan pakaiannya. Asri memandang kesekeliling ..
mengapa kamarnya sebagus ini? Apakah bapaknya sanggup membayar biaya
yang pasti tidak sedikit apalagi dengan kondisi kamar sebagus ini? Ruang
itu ber ac ada televisi .. ini pasti ruang kelas satu.
Asri mencoba bangkit tapi selang infus masih tersangkut di tangannya.
Tiba2 pak Marsam masuk dan dibelakangnya ada sosok laki2 yang dikenalnya. Bowo anak majikannya.
Asri segera menemukan jawab atas semua pertanyaan yang tadi mengganggunya. Pasti pak Prasojo yang telah membantu ayahnya.
"Asri, bagaimana keadaanmu?"tanya Bowo lembut.
"Baik mas.." Asri memandangi ayahnya untuk meyakinkan apa yang diperkirakannya.
"Asri, mas Bowo yang telah mengurus semuanya. Bapak tak punya kekuatan apa2."
"Terimakasih mas, ini sangat berlebihan. Saya ingin dipindahkan kekamar yang kelas bawah saja."
"Tidak perlu Asri, karena kalau keadaanmu baik2 saja besok pagi kau sudah boleh pulang."
Asri terdiam. Matanya berkaca kaca.
"Jangan sedih, semuanya bisa kita bicarakan nanti."
Tiba2 seorang perempuan menyelonong masuk. Dia lagi, Mimi.
"Mana dia? Kau sembunyikan dimana tunanganku?"
"Apa maksudmu Mimi?"
"Jangan pura2 tidak tau Asri, jangan harap kau bisa merebutnya dariku."
Pak Marsam yang tak tahan atas perlakuan Mimi segera menarik tangan Mimi.
"Jangan lancang dan berkali kali mengganggu anakku. Asri sudah punya tunangan."hardik pak Marsam
"Apa?" Mimi mendelik.
"Ya. Akulah tunangan Asri." Tiba2 Bowo mengejutkan semua orang.
#adalanjutannyaya#
No comments:
Post a Comment