MAWAR HITAM 20
(Tien Kumalasari)
Andira heran, tiba-tiba ayahnya tertarik membeli sebuah usaha rumah makan? Ia menatap sang ayah dengan pandangan lucu. Ia sudah bisa duduk, dan mengambil cemilan segenggam yang dipilihnya sendiri dari tangan simbok yang akan menyimpannya di sebuah kotak makanan.
“Aku serius, bicara sama kamu.”
“Maksud Bapak, sebuah restoran bernama Mawar Hitam, dijual?”
“Ada tulisannya di depan. Jadi memang rumah makan itu mau dijual. Aku sudah mencatat nomor yang harus dihubungi. Kalau kamu suka, aku akan membelinya.”
“Andira teringat, pemilik rumah makan itu bernama Mawar, orangnya cantik, dan anehnya, wajahnya mirip Sinah.”
“Mirip Sinah?” pak Sunu tertawa.
“Benar Pak, tadinya aku sama simbok mengira kalau dia memang Sinah, ternyata bukan.”
“Aneh sekali. Wajahnya mirip Sinah?”
“Iya, awalnya aku juga merasa aneh, tapi kan banyak sekali wajah mirip di dunia ini?”
“Iya benar, mungkin hanya mirip. Tapi bagaimana dengan pertanyaan bapak tadi? Kamu berminat, mengelola sebuah rumah makan?”
“Andira belum memikirkannya, nanti Andira akan bilang pada mas Andra dulu.”
“Baiklah, sebaiknya segera kamu beri jawaban, takutnya keburu dibeli orang lain.”
“Iya, Pak.”
“Sekarang bapak mau pergi dulu, ibumu menunggu untuk makan siang. Nanti aku kirimkan yang untuk Andra dan simbok seperti biasanya.”
“Mas Andra paling sudah makan di kantor.”
“Siapa tahu dia ke rumah sakit,” kata pak Sunu sambil melangkah menjauh, keluar dari ruang rawat itu.
Andira tersenyum sambil mengunyah cemilan, ketika memikirkan tawaran sang ayah.
“Bagaimana menurutmu Mbok? Mengelola sebuah rumah makan?”
“Terserah nyonya saja. Kalau memang suka, segera beritahu tuan besar, jangan sampai tahu-tahu sudah dibeli orang lain,” sahut simbok.
“Nanti aku malah lupa diet, karena makan terus. Bukankah rumah makan selalu tersedia makanan yang pastinya enak-enak semua?”
“Nyonya ada-ada saja, kalau niatnya mau diet, ya jangan tergoda oleh makanan enak.”
“Iya juga sih Mbok, tapi terkadang tangan dan mulut tidak bisa sejalan.”
“Maksudnya bagaimana, Nyonya?”
“Mulutnya pengin berhenti makan, tapi tangannya sibuk mengambil makanan, itu namanya tidak sejalan, tidak kompak.”
“Semua itu kan tergantung seberapa besarnya niat Nyonya untuk menjadi langsing, jangan biarkan tangannya ikut menggoda.”
“Lha seperti ini Mbok, mulutku maunya berhenti, tapi tahu-tahu tanganku sudah bergerak sendiri.”
“Kalau begitu biar simbok bawa saja makanan ini dan saya masukkan ke kotak makanan yang akan dibawa pulang besok.
“Jangan semua dong Mbok, sisakan barang setoples di meja ini.”
“Ya ampun Nyonya. Setoples itu banyak lho.”
“Nggak apa-apa Mbok, empingnya itu saja. Di sini.”
“Kalau habis setoples nanti Nyonya jangan sambat-sambat lagi ya, setoples itu banyak lhoh.”
“Sudahlah Mbok, ternyata kamu lebih cerewet dari ibuku sendiri.”
Simbok hanya tersenyum, tapi tak mampu menghindari perintah sang nyonya majikan.
***
Pak Sunu tiba-tiba menelpon Listyo, membuat Listyo terkejut. Ia menunggu di kantornya karena pak Sunu akan datang. Dulu pak Sunu pernah menjadi dosennya, dan dia juga sangat baik kepada para mahasiswanya.
Ketika pak Sunu benar-benar datang, Listyo menyambutnya dengan penuh hormat.
“Bahagia sekali melihat Bapak sekarang ini. Angin apa yang membawa Bapak teringat kepada mahasiswa Bapak yang bandel ini?”
“Angin segar pastinya. Kamu punya mahasiswa bernama Satria?”
“Ya, Bapak mengenalnya?”
“Dia bekerja di perusahaan Andra Kusuma, dia anakku. Tepatnya, anak menantu.”
“Oh ya? Alhamdulillah, ternyata Satria bekerja di perusahaan milik Bapak.”
“Kami berbincang sebentar dengan Satria, lalu aku tahu bahwa dia mahasiswamu. Bagaimana dia, menurutmu? Aku baru mengenalnya, karena kebetulan aku datang ke kantor Andra, dan dia baru saja mengumumkan adanya manager keuangan yang baru, dan ternyata bekas mahasiswa kamu.”
“Satria anak baik. Dia dari keluarga sederhana, dan berjuang sendiri untuk menyelesaikan kuliahnya. Jadi dia bekerja setelah kuliah, sehingga tidak menyusahkan orang tuanya yang ada di Solo.”
“Dia dari Solo?”
“Dia pintar, indeks prestasi hampir empat. Luar biasa bagi seorang mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.”
“Sekilas aku tahu kalau dia baik. Semoga bisa menjadi karyawan tetap yang bisa diandalkan.”
“Dia tak akan mengecewakan. Dia pintar, santun dan pintar membawa diri.”
“Syukurlah, senang mendengarnya.”
“Bapak ada di sini ternyata? Bukankah Bapak tinggal di Jakarta setelah pensiun?”
“Anakku, istri Andra ada di rumah sakit. Ia jatuh beberapa hari yang lalu, tulang lututnya cedera, sehingga harus dioperasi.”
“Ikut prihatin Pak, semoga putri Bapak segera pulih.”
“Aamiin. Terima kasih. Tapi besok pagi dia sudah boleh pulang. Omong-omong anakmu sudah berapa?”
“Sudah tiga Pak, yang besar masih SD, yang paling kecil belum sekolah.”
“Berarti kamu menikah belum lama? Dulu kamu kan terkenal play boy?”
Listyo terbahak.
“Biasa saja Pak, hanya suka bergaul.”
“Dan berganti-ganti pacar. Semoga setelah punya keluarga kamu sudah sembuh.”
“Sudah sembuh total Pak, benar-benar kapok bermain-main yang nggak jelas, karena sesungguhnya saya ini susah jatuh cinta.”
“Semoga bahagia selamanya.”
“Terima kasih Pak. Maaf, Bapak suka minuman dingin?” Listyo menawarkan.
“Tidak, tidak usah menyuguhkan apapun. Tadi aku mau nyamperin istri yang ada di rumah anakku untuk makan siang, tapi aku ingat akan menghubungi kamu, jadi aku mampir dulu. Soalnya setelah Andira, anakku itu sembuh, aku harus segera kembali ke Jakarta,” kata pak Sunu sambil berdiri.
“Buru-buru sekali, saya masih kangen berbincang dengan Bapak.”
“Semoga ada kali lain yang lebih baik untuk kita kembali berbincang. Waktuku tidak banyak.”
Saat itu ponsel pak Sunu berdering. Pak Sunu mengangkatnya.
“Tuh kan, istriku sudah menunggu, sampai jumpa, Listyo,” kata pak Sunu sambil melangkah keluar, dan menerima telpon dari sang istri.
Listyo bersyukur, Satria bekerja di perusahaan milik pak Sunu, yang sudah terkenal di kota itu, bahkan memiliki cabang dimana-mana.
***
Pak Sunu segera menjemput sang istri yang sudah lama menunggu.
“Bapak ke mana saja? Aku menelpon Andira, katanya Bapak sudah pergi agak lama,” katanya dalam perjalanan menuju rumah makan.
“Tadi tuh aku kenalan sama manager keuangan yang baru di kantor Andra, ternyata dia bekas mahasiswa Listyo. Ibu ingat Listyo?”
“Mahasiswa Bapak yang sering datang ke rumah itu?”
“Iya. Aku tadi mampir ke kampusnya, hanya omong-omong sebentar. Ketika Ibu menelpon, aku sudah pamit sebenarnya.”
“Ya sudah, kirain ke mana, kok lama sekali datangnya.”
“Nggak ke mana-mana, hanya ketemu Listyo sebentar.”
“Kita mau makan di mana Pak?”
“Ada rumah makan namanya Mawar Hitam. Kita ke sana ya, agak jauh dari rumah sih, tapi ini hampir sampai.”
“Mengapa namanya Mawar Hitam? Serem amat.”
“Bapak juga nggak tahu, tapi sebenarnya ada yang menarik, mengapa bapak ingin ke sana.”
“Apanya yang menarik? Pelayannya cantik-cantik?”
“Bukan, dari mana aku tahu kalau pelayannya cantik-cantik? Aku kan belum pernah ke sana. Aku tuh tertarik, karena rumah makan itu sebenarnya mau dijual.”
“Mau dijual, tapi masih buka? Dari mana Bapak tahu kalau rumah makan itu mau dijual?”
“Ada tulisannya di depan.”
“Bapak ingin membelinya? Untuk apa Pak? Usaha Bapak sudah ada, bahkan Bapak sudah segan mengelolanya. Sekarang untuk apa ingin usaha rumah makan?”
“Barangkali Andira mau.”
“Anak itu tidak suka buka usaha. Ketika Bapak menawarkan kerja di kantor suaminya saja dia kelihatan ogah-ogahan.”
“Tadi aku sudah mengatakan pada Andira, biar dia pikirkan.”
“Menurut aku sih, itu kurang kerjaan. Lebih baik Andira fokus berusaha agar punya anak. Aku akan mencari dokter terbaik. Andra bukan benar-benar mandul, hanya ada kendala yang entah apa. Nanti kita bicarakan lebih lanjut. Aku sudah ingin sekali punya cucu lhoh Pak.”
“Ya sudah, nanti kita bicarakan lagi. Lagipula kalau seandainya kita beli rumah makan itu, bukan berarti Andira harus selalu berada di sana. Bisa kita serahkan kepada orang lain yang bisa dipercaya.”
“Huh, Bapak selalu begitu. Kurang kerjaan,” gerutu sang istri. Pak Sunu hanya tersenyum. Dia seorang pekerja keras sejak muda. Setiap ada peluang usaha selalu menjadi hal yang menarik baginya.
***
Bagus masih berada di rumah makan langganan, di mana dia dan Sinah selalu mengadakan pertemuan. Sinah sudah mengatakan semuanya, membuat Bagus mengangguk-angguk, karena merasa bisa melakukannya dengan mudah.
Sinah berjanji akan secepatnya memberi informasi yang jelas, agar Bagus bisa segera mulai melakukan ‘tugasnya’.
“Apakah nanti kita akan jalan sampai malam?”
“Tidak, aku harus menemui suami aku. Ada hal penting yang akan aku bicarakan dengannya.”
“Tentang uang?”
“Lebih dari itu. Nanti kamu akan tahu.”
“Tapi aku sudah kangen sama kamu.”
“Jangan macam-macam untuk saat ini, ada yang lebih penting dari sekedar bersenang-senang. Aku juga akan mencari informasi tentang apa yang harus kamu lakukan, secepatnya. Kamu harus bersiap setiap saat aku akan mengabari kamu.”
“Aku pasti bersiap setiap saat.”
“Kalau begitu kamu pulang dulu saja, aku tidak bisa mengantarkan kamu, karena aku harus kembali ke rumah makan.”
“Bukankah kamu mengatakan bahwa rumah makan kamu akan kamu jual?”
“Aku sudah bosan, beberapa hari terakhir rumah makanku sepi, karena ada rumah makan baru yang barangkali lebih menarik.”
“Kamu harus mencari cara untuk lebih bisa menarik pelanggan, misalnya ada hiburan berupa musik atau apa.”
“Tidak perlu, aku sudah bosan. Pada dasarnya aku ini bukan pengusaha, jadi ya begini ini, aku ingin bekerja kantoran.”
“Apa? Kalau kamu bekerja kantoran, pasti kita tidak bisa sering bertemu.”
“Kamu bukan hanya suka bertemu aku, yang kamu sukai uangku, ya kan?”
Bagus terkekeh.
”Aku tidak bohong, kamu sangat menarik. Aku tidak hanya suka uangmu, tapi juga jatuh cinta pada kamu.”
“Huh, makan tuh cinta.”
Sinah mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan sejumlah uang kepada Bagus.
“Ini, ongkos kamu pulang, aku tidak bisa mengantarmu.”
“Tambahin dong.”
“Itu dulu saja, kalau nggak mau ya nggak jadi.”
“Tiba-tiba kamu pelit,” gerutu Bagus, tapi Sinah tidak mempedulikannya. Ia langsung berdiri, lalu keluar menghampiri mobilnya setelah membayar makanannya.
***
Pak Sunu dan istrinya sudah menikmati makan di rumah makan Mawar Hitam.
“Biasa saja. Menurut Ibu apakah ini enak?”
“Benar, biasa saja. Tapi pelayannya menarik, ganteng dan cantik. Seragamnya warna hitam.”
Ketika menambah pesanan minuman, pak Sunu bertanya kepada pelayan itu.
“Rumah makan ini mau dijual ya?”
“Ya Pak.”
“Siapa pemilik rumah makan ini?”
“Bu Mawar.”
“O, namanya Mawar, pantas rumah makannya namanya ada Mawarnya. Tapi kok hitam ya? O, karena dia suka warna hitam? Semua karyawan pakaiannya serba hitam. Setiap hari hitam?”
“Benar Pak.”
“Bagaimana supaya aku bisa ketemu pemiliknya sekarang?” tanya pak Sunu yang kemudian kakinya ditendang pelan oleh sang istri, karena ternyata suaminya benar-benar berminat membeli.
“Saat ini bu Mawar sedang keluar. Ada nomor kontak yang tertera, kalau Bapak ingin menghubunginya.”
“O, nomor kontak itu milik bu Mawar?”
“Benar Pak. Tapi lihat, kelihatannya bu Mawar sudah pulang.”
Pak Sunu dan bu Sunu menoleh ke arah mobil yang berhenti tepat di depan rumah makan, dan melihat seorang wanita berbaju hitam turun dari sana.
“Itu kan Sinah?” teriak bu Sunu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng In
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Mawar Hitam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteeMHa_20 sudah hadir.....
Hayo jadi dibeli pak Sunu nggak, ya? Rumah Makan Wawar Hitam???
Terima kasih bu Tien, semoga bu Tien dan pak Tom sehat selalu dan selalu sehat.
Aamiin π€²π€²π€²
Tetap ADUHAI.
π€π€π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun mas Kakek
ADUHAI
Matur suwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteAlhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " MAWAR HITAM 20 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Mawar Hitam episod 20" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan juga Pak Tom bertambah sehat dan semangat, semoga kel bu Tien selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra π€²π€²
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun π©·π©·
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Alhamdulillah Mawar Hitam sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat.
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibΓΉ Endah
Aduhai hai hai
πͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»π
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung eMHa_20
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€². Salam seroja
πͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Aduhai
Mks bun MH 20 sdh tayang.....selamat mlm salam sehat tetap semangat, smg bunda dan pak Tom sll sehat aamiin yra
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
Alhamdulillah MAWAR HITAM~20 sudah hadir.. maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan beserta keluarga tetap sehat wal'afiat.
ReplyDeleteAamiin YRA π€²
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung * MAWAR HITAM 20
* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Hamdallah sampun tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, MAWAR HITAM(MH) 20 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Terima kasih Bunda, cerbung Mawar Hitam 20...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Nah loh...Sinah kamu ketahuan. Kamu bukan Mawar tapi Sinah...kata pak Sunu dan bu Sunu...gantian kamu yang sutris ya..cari alasan π
Andra kamu.... jangan bimbang dan ragu...ya...kata Koes Plus..π
Mertua mu sdh punya 'kartu kelemahan' nya Sinah π€
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ...
❤️πΉπΉπΉπΉπΉπΉ
Sami2 ibu Susi
DeleteWah... Ibu salah, saya Mawar, yang punya rumah makan ini. Banyak kok, orang keliru saya dikira Sinah. Padahal nama saya Sinah. He he he..
ReplyDeleteApa perintah kepada Bagus ya, mudah mudahan gagal mencelakai Dewi.
Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Lhaaaa Sinah hampir terbuka kedoknya, semoga rencana Sinah yg jahat bersama bagus gagal, dan satria bahagia bersama Dewi, satria yg sll dikejar Sinah, salam hangat kagem Bu Tien,sehat dan bahagia selalu, pembaca dibuat penasaran ya Bu Tien.... Maturnuwun π
ReplyDeleteSami2 ibu Tatik
DeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat bahagia dari Yk...
ReplyDeleteApa lagi skenario yang akan dimainkan Sinah ketika ketemu Pak Sunu?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...