Saturday, June 28, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49

(Tien Kumalasari)

 

Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tidak tega membiarkannya naik becak sendiri selalu mengantarnya. Mbok Manis yang kehilangan jejak Sinah, keluar dengan wajah murung. Dewi heran melihat mbok Manis geleng-geleng kepala ketika mendekatinya.

“Belum boleh pulang ya Mbok?”

“Malah sudah pulang duluan,” kata mbok Manis kesal. Ia merasa, Sinah tak pernah bisa diatur. Sudah tahu bahwa simboknya akan datang menjemput, malah sudah pergi duluan.

“Pulang ke mana?”

“Saya tidak tahu, dia itu memang susah diatur. Saya mengatakan akan menjemput dan mengantarkannya pulang kampung, tapi dia sudah kabur duluan.”

“Barangkali dia tak ingin merepotkan simboknya, jadi pulang kampung sendiri.”

“Tidak mungkin. Sinah tidak pernah suka pulang ke desanya. Dia lebih suka hidup di kota, dan bersikap seperti gadis-gadis kota pada umumnya.”

“Lalu ke mana kira-kira dia pergi?”

“Dia sudah kehilangan semuanya. Barang dagangan dan uang. Kemarin dia bilang akan menunggu uang dulu. Entah uang dari mana.”

“Barangkali orang yang menabrak akan memberinya uang, lalu mempergunakan uang itu untuk berusaha berdagang lagi.”

“Saya selalu kesal kalau memikirkan dia. Satu-satunya anak perempuan tapi yang sangat susah diatur.”

“Jadi simbok tidak tahu ke mana dia pergi? Dia tidak mengatakan di mana dia tinggal selama ini?”

“Tidak, atau belum, Den Ajeng, maksud saya akan mengajaknya bicara ketika saya menjemputnya ini.”

“Kalau begitu ayo kita pulang dulu saja. Simbok tidak usah terlalu memikirkan. Sinah sudah dewasa, sudah tahu apa yang harus dilakukannya.”

Ketika mereka akan naik ke atas becak, tiba-tiba Satria datang dan berteriak memanggil namanya.

“Dewi?”

“Satria, kamu mau bezoek Sinah?”

“Mau menemui pembantu pak Andra, orang yang menabrak Sinah.”

“Namanya pak Andra? Tapi mana dia? Sinah juga sudah pergi. Simboknya mau nyamperin, dia sudah kabur entah kemana.”

“Dia sudah pergi? Bersama pembantu pak Andra?”

“Entahlah, aku tidak tahu. Begitu mbok Manis datang, Sinah sudah tidak ada.”

“Tadi pak Andra menelpon saya, dia mengatakan kalau sudah membayar semua biaya rumah sakit. Kecuali itu dia sudah memberikan sejumlah uang seperti yang diminta Sinah. Dia mengatakan bahwa sebenarnya dia sudah menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya, tapi Sinah masih minta sejumlah uang yang katanya untuk berdagang, demi melanjutkan hidupnya. Pak Andra memberikannya hanya karena merasa kasihan. Dia memberikannya melalui pembantunya. Sebenarnya aku diminta untuk datang supaya menjadi saksi bahwa dia sudah melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya, ternyata aku terlambat karena ada kelas pagi ini.”

“Anak saya memang keterlaluan. Maaf kalau jadi merepotkan den Satria,” kata mbok Manis sedih.

“Tidak apa-apa Bu, lagian saya bukan den, panggil saja saya Satria.”

“Tidak apa-apa, besok kalau sudah menjadi suami den ajeng Dewi pasti saya tidak boleh memanggil sembarangan.”

“Doakan saja ya bu Manis?”

“Mbok Manis,” mbok Manis juga membetulkan panggilannya.

“Sudahlah hanya soal panggilan saja. Sekarang aku mau pulang dulu Sat, siang ini aku ke kampus. Tapi sekarang harus mengantarkan pulang mbok Manis dulu.”

“Saya bisa pulang sendiri, Den Ajeng.”

“Tidak, nanti simbok hilang, susah cari gantinya.”

“Den Ajeng ada-ada saja, masak tua bangka begini bisa hilang?”

“Kalau dilarikan cowok ganteng bagaimana?”

“Kalau cowoknya seperti den Satria ini saya mau, Den Ajeng,” canda mbok Manis yang membuat Dewi dan Satria terkekeh.

“Aku ikut ke rumah kamu, kita bisa bareng berangkat ke kampus, kata Satria pada akhirnya.

***

Hari-hari terus berlalu, baik Dewi maupun Saraswati, bahkan mbok Randu sendiri selalu menghibur mbok Manis, agar tidak terlalu bersedih memikirkan Sinah. Sudah tahu bagaimana kelakuan Sinah, dipikirpun juga malah akan lebih memberatkan perasaan.

“Sinah bukan anak kecil Mbok, dia sudah tahu apa yang harus dilakukan, dan bagaimana konsekuensinya tentang apa yang dilakukannya itu,” kata Saraswati.

“Iya Den Ayu, akhirnya saya juga merasa kalau lebih baik saya tidak usah memikirkannya lagi.”

“Simbok doakan saja agar dia menemukan yang terbaik dalam hidupnya.”

“Baik, Den Ayu. Sekarang saya akan membersihkan kamar den Listyo, sudah sejak kemarin saya ingin mengganti alas tidurnya belum kesampaian.”

“Tidak usah buru-buru Mbok, Listyo sedang bersama keluarganya untuk membicarakan  pelaksanaan pernikahan dengan Arum, jadi masih agak lama dia kembali tidur di sini, atau bahkan sudah tidak lagi. Kemarin dia sepertinya ingin membeli saja rumah yang pernah dia sewa, untuk hidup bersama anak istrinya.”

“Saya ikut senang Den Ayu, akhirnya den Listyo menemukan jodohnya.”

“Iya Mbok, aku juga. Nanti ketika mereka menikah, kita ke Solo ya Mbok.”

“Nanti kita akan bersama-sama menunggui mereka menikah,” tiba-tiba Adisoma sudah ada diantara mereka, lalu duduk di samping Saraswati.

“Kapan Kangmas datang, aku tidak mendengar suara mobil.”

“Tangkil menurunkan aku di depan, dia langsung mengisi bahan bakar.”

Melihat Adisoma datang, mbok Manis segera undur diri untuk membuatkan minuman. Lagi pula tidak enak mendengar pembicaraan mereka, kalau saja meraka akan membicarakan sesuatu yang sangat pribadi. Tapi mbok Manis merasa lega karena tak lagi tampak ada kemarahan di wajah Adisoma.

“Kalau ada es, aku mau minuman dingin ya Mbok,” perintah Adisoma yang sudah tahu pasti mbok Manis akan mengambilkan minum untuk dirinya.

“Baik, Den Mas.”

“Ada apa Kangmas datang kemari?”

“Diajeng, aku datang untuk mengunjungi istriku, apa tidak boleh?”

Saraswati agak terkejut. Adisoma berkata sangat manis. Cara menatapnya juga berbeda. Saraswati memalingkan wajahnya. Adisoma berbaik-baik padanya, karena merasa tidak mungkin mendapatkan Arum lagi, bukan? Ingin Saraswati mencibir, karena ia tahu, itu adalah semu.

“Diajeng, seseorang yang tersesat, tidak harus melanjutkan langkahnya di jalan yang menyesatkan itu. Hal terbaik yang harus dilakukan adalah kembali ke tempat asal. Dari tempat asal itu nanti akan ketahuan, mana yang harus dilewatinya. Pasti bukan jalan sesat yang tadi diambilnya. Apakah Diajeng bisa mengerti apa yang barusan aku katakan?”

“Intinya adalah … karena Kangmas tidak bisa mendapatkan Arum, maka Kangmas kemudian berbaik-baik padaku?”

“Diajeng, aku dengan tulus ingin meminta maaf, mengapa kamu salah mengartikan maksud kedatanganku?”

“Bukankah aku pernah mengatakan bahwa Kangmas sudah aku maafkan?” 

“Cabutlah gugatan cerai itu, aku tidak ingin bercerai dari Diajeng.”

Saraswati terdiam. Sesungguhnya dia sudah melakukannya, ketika Dewi ‘memarahinya’ atas gugatan cerai itu. Tapi dia tidak mengatakannya.

“Percayalah, aku tidak ingin bercerai dari Diajeng, dan sudah mengatakannya sejak lama, bahkan sejak Diajeng masih di rumah, bukan?”

“Kangmas terus menerus mencari Arum, bahkan tidak peduli biarpun aku pulang kemari.”

“Bukan Arum. Lebih kepada anak-anak itu.”

“Silakan diminum, Den Mas,” kata mbok Manis sambil meletakkan dua gelas minuman dingin, kemudian berlalu begitu saja.

“Mbok, siapkan makan siang juga, barangkali tamu kita mau makan siang di sini,” kata Saraswati. Mbok Manis langsung mengiyakan dan berlalu.

“Diajeng, mengapa aku kamu sebut tamu? Apa kamu tidak lagi menganggap aku sebagai suami kamu?” kata Adisoma pilu. Wajahnya muram. Tangan yang tadinya menyentuh gelas minuman, ditariknya kembali.

Saraswati diam. Rasa tinggi hati tiba-tiba muncul, padahal tidak demikian perasaan yang ada. Ada malu yang membumbuinya, membuat tak ingin mundur atau merubah pendiriannya.

“Diajeng, kalau memang Diajeng tidak mau lagi menganggap aku sebagai suami kamu, baiklah. Aku pulang saja,” kata Adisoma sambil berdiri.

Saraswati terkejut. Ada peperangan di dalam batin, antara ingin menghentikan, dan rasa tinggi hati serta malu. Ia menatap suaminya yang sudah membalikkan tubuhnya dan melangkah keluar. Gelas yang tadi hampir diraihnya, utuh tak tersentuh. Saraswati mulai khawatir, rasa tinggi hati itu tiba-tiba runtuh.

“Kangmas, berhenti dulu.”

Adisoma menghentikan langkahnya, menoleh sejenak.

“Kangmas belum jadi minum, kan sudah dibuatkan mbok Manis.”

“Aku tidak jadi haus,” katanya sambil kembali melangkah.

“Kangmas, kita belum selesai bicara. Berhentilah dulu.”

“Bicara apa lagi?”

“Banyak hal yang harus kita bicarakan.”

“Bukankah nanti hasilnya akan sama? Kamu dengan kekeras kepalaanmu itu tidak akan mengubah pendirianmu.”

“Aku sudah berubah. Tolong duduklah kembali.”

Adisoma merasa ada senyuman tersungging dibibirnya sendiri. Yang keras sudah melunak. Benarkah? Walau begitu Adisoma membalikkan tubuhnya, dan Saraswati tersenyum lega yang tidak ditutup-tutupi. Adisoma melihat senyum itu, lalu ia duduk dan meraih gelas minumannya.

“Apa yang akan kamu bicarakan? Kalau dari urusan agama itu nanti memanggilku lagi, aku tidak akan datang, agar prosesnya cepat selesai.”

Adisoma melihat senyuman itu lagi.

“Aku sudah mencabut gugatan itu sejak lama,” kata Saraswati yang ikutan meraih gelas minumannya, dan meneguknya sedikit.

Adisoma meletakkan gelasnya, dengan minuman yang tinggal separuh. Matanya berbinar.

“Benarkah?”

Saraswati mengangguk.

“Apakah itu tandanya Diajeng tak ingin bercerai denganku?”

“Apakah aku perlu menjawabnya?”

“Diajeng, kalau begitu ayo pulang ke rumah kita.”

“Aku sudah nyaman di sini.”

“Kalau kamu istriku, bukankah kamu harus mengikuti suami kamu di mana dia tinggal?”

“Beri aku waktu, agar bayang-bayang kegetiran itu sirna.”

“Ada kanjeng rama,” tiba-tiba Dewi masuk ke ruang tamu dan berteriak ketika melihat ayahandanya.

“Sejak kedatangan kamu, kamu tidak bermaksud menyalami ayahandamu ini, apalagi memeluknya.”

“Mohon maaf Kanjeng Rama,” kata Dewi yang segera bersimpuh di hadapan ayahandanya lalu mencium lututnya. Mata Adisoma berlinang-linang.

“Waktu Dewi pulang ke Solo, Kanjeng Rama tidak pulang, sampai kemudian Dewi menyusul kanjeng ibu ke sini. Lalu ketika Kanjeng Rama datang suasananya sangat tidak memungkinkan. Mohon maaf, tapi sebenarnya Dewi sangat kangen pada Kanjeng Rama, walaupun ada juga rasa kecewa mendengar banyak peristiwa yang tidak mengenakkan.”

“Maafkanlah ayahandamu ini,” kata Adisoma sambil mengelus kepala Dewi.

“Lupakan saja semuanya, Dewi senang kalau Kanjeng Rama dan Kanjeng Ibu rukun kembali.”

“Kamu dari kuliah? Siapa yang mengantarmu? Sepertinya ada suara sepeda motor berhenti, lalu tak lama kemudian kamu masuk.”

“Diantar teman. Kakak kelas Dewi.”

“Laki-laki?”

“Iya.”

“Mengapa mengantarkan anak perempuan tidak masuk lalu bertemu orang tuanya?”

“Satria terburu-buru karena setelah kuliah dia harus bekerja.”

“Satria? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu.”

“Dulu teman Dewi sewaktu SMA.”

“Orang Solo?”

“Apakah Kanjeng Rama akan marah kalau Dewi dekat dengan orang biasa?”

“Dia orang biasa? Aku lupa-lupa ingat.

“Tapi sudah menjadi istimewa bagi Dewi.”

Barangkali belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya, tak ada rona marah pada wajahnya.

“Apakah Kanjeng Rama marah?”

“Den Ayu, makan siang sudah siap,” tiba-tiba kata mbok Manis.

“Ayo kita makan dulu. Dewi, cuci kaki tanganmu dulu.”

“Jawab dulu, Kanjeng Rama, apakah Kanjeng Rama marah?”

“Kita lihat saja nanti. Bukankah kalian masih kuliah?”

Tak ada penolakan, bahkan ketika Adisoma tahu bahwa Dewi melanjutkan kuliah. Tampaknya semuanya akan aman-aman saja.

***

Tak urung ada resepsi pernikahan antara Sulistyo dan Arum, walau tadinya Arum menolak ada keramaian.

Bahkan den mas tumenggung Ranu berdua menghadirinya, dan Satria serta Dewi menjadi sepasang mengiring pengantin.

Aryo yang didandani dengan pakaian Jawa tampak lucu, berlarian ke sana kemari.

Bukan hanya sepasang pengantin yang ganteng dan cantik yang menarik perhatian, tapi sepasang pengiring yang tampak berseri-seri tak luput dari decak kagum para tamu karena mereka juga merupakan pasangan yang serasi.

Tapi diluar sana, sepasang mata dari perempuan yang hadir tak diundang, menatap pasangan pengiring itu dengan mata menyala.

***

Besok pagi hadir lagi ya, dengan judul yang berbeda.

------------------------------T A M A T----------------------------------------

 

Tungguin, MAWAR HITAM ------------------

 

43 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....
    Episode 49 sdh hadir dan TAMAT, semua berbahagia......

    Terimakasih bu Tien, sehat selalu dan selalu sehat.
    Aamiin...🤲🤲🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun mas Kakek

      Delete
  3. 🌻🦋🌻🦋🌻🦋🌻🦋
    Alhamdulillah 🙏💐
    Cerbung CJDPS_49
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🤲. Salam seroja😍
    🌻🦋🌻🦋🌻🦋🌻🦋

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata episode 49 ini Tamat, alhamdulillah semua bahagia, mendapatkan pasangannya masing2. Hanya 1 tamu tak diundang yg merah padam krn kemarahan n rasa cemburu... 🤦🤭

      Delete
    2. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  4. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 49" sampun tayang, Semoga bu Tien selalu sehat dan Pak Tom bertambah sehat dan semangat serta selalu dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🤲🤲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri
      Aduhai aduhai

      Delete
  5. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Dan pak Tom sehat kembali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  6. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 49 " sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  7. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  8. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 49...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Ciamik..semuanya sdh bersatu dan hati lebur jadi satu...😁

    Terima kasih atas tayangan cerbung nya nggeh Bunda, yang dapat menghibur hati kita semua 🙏☂️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  9. Maturnuwun Bu Tien, CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG~49 sudah hadir, semoga panjenengan tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga tercinta.
    Aamiin YRA 🤲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Djodhi

      Delete
  10. Matur nuwun Bu Tien, siap menunggu Mawar Hitam. Semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  11. MAWAR HITAM... terdengar agak menyeramkan. Apa Sinah ya yang tidak mau menyadari kedudukannya.
    Menunggu dengan sabar, aksi Sinah yang masih mengharapkan Satria.
    Salam sukses mbak Tien yang Aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  12. Alhamdulillah CJDPS 49 sdh tayang, mks ya bun, selamat mlm smg sll sehat, pak Tom jg smg cpt sehat kembali ya bun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Supriyati

      Delete
  13. Itu tamu yg tidak diundang pasti Sinah hahaha.
    Tks mbak Tien sudah happy ending.
    Salam seroja dari Neni Tegal

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, akhir cerita yg membuat para pembaca ikut bahagia, semoga segera tayang cerbung baru yg ceritanya lebih menarik, maturnuwun Bu Tien bacaan dpt menjadi hiburan murah untuk pembaca setia, Sehat dan bahagia bersama Kel tercinta...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tatik

      Delete
  15. Terimakasih bunda Tien, sudah Tamat tetapi masih bersambung besok.... Salam sehat selalu bunda Tien sekeluarga.... Aduhaaii

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, bisa mengikuti sampai tamat walau kadang tak pas... Salam sehat mbakyu biar bisa selalu menemani kita... Barokallah di tunggu Mawar Hitamnya

    ReplyDelete
  17. Sinah dengan mata menyala?..
    Menyala dengan arti yang sebenarnya bukan menyala yang berarti bersinar seperti istilah sekarang yang disalahartikan...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  18. Terima ksih bunda cerbungnya dansdh tamat..slmt hari minggu erlibur bersm kel..salam sht sll unk bunda dan bpk..🙏🥰❤️🌹

    ReplyDelete