CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48
(Tien Kumalasari)
Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, bagaimana dia bisa berjualan di tempat itu, sementara kabarnya dia sudah pulang kampung?
“Satria! Kenapa bengong? Sini, mborong selendang batikku. Untuk ikat kepala, untuk dililitkan di leher kalau udara sedang dingin, atau kain batik untuk bahan baju?”
“Sinah?”
“Iya, aku Sinah. Aku yakin kamu tidak akan melupakan aku. Seperti aku juga selalu mengingat kamu,” kata Sinah yang masih seperti dulu, kurang memiliki rasa malu.
“Tapi maaf, aku sedang tergesa-gesa.”
“Hei, jangan begitu Satria,” tiba-tiba Sinah mengejarnya, meninggalkan kotak dagangannya begitu saja.
“Apa maksudmu ini? Aku sedang tergesa-gesa.”
“Beli roti, tergesa karena lapar? Kasihan sekali,” kata Sinah sambil cengar-cengir.
Satria kesal sekali. Tidak di sini, tidak di sana, kelakuannya selalu menyebalkan.
“Aku pilihkan yang ini Sat, ini tebal, menghilangkan rasa lapar. Ini isinya daging, enak lhoh.”
“Tidak … tidak, ini bukan untuk aku, biarkan aku memilih sendiri.”
“Ya ampun, bukan untuk kamu? Kenapa tergesa-gesa? Aku pikir kamu kelaparan. Untuk siapa sih?”
“Temanku ….” Satria sudah memilih beberapa, lalu diserahkan kepada penjaga toko.
“Teman siapa?”
“Pacarku.”
“Pacar? Kalau aku tidak salah ingat, kamu pernah bilang pacarmu jauh di pulau seberang.”
“Sekarang sudah pulang. Permisi, aku duluan.”
“Heiii, Satriaa, tunggu dulu, aku belum bicara sesuatu.”
Satria terpaksa berhenti. Kalau dia nekat melangkah, lalu si tidak tahu malu itu berteriak-teriak memanggil, bisa-bisa dirinya dikira copet, lalu digebugin orang sepasar.
“Ada apa?”
“Di mana sih rumahmu? Kamu tahu, aku berjualan di kota ini sudah sebulan lebih. Berpindah-pindah lokasi, karena aku berharap bisa mengetahui, di mana sebenarnya kamu berada.”
“Untuk apa?”
“Satria, kamu kan sudah tahu bahwa aku berharap bisa menemani kamu setelah kamu selesaikan kuliah kamu, aku sabar menunggu kok.”
“Apa maumu? Kamu sudah tahu kalau aku sudah punya kekasih, kamu masih saja bermimpi,” katanya sambil meninggalkan Sinah yang wajahnya menjadi muram. Tapi tiba-tiba Sinah menjerit.
“Heiii, itu punyaku … maliing … punyaku ….”
Rupanya ada orang melarikan kotak berisi dagangan milik Sinah. Membuat Sinah menjerit-jerit. Pencuri itu menyeberang jalan untuk menyelamatkan diri, dan Sinah tanpa menoleh kiri kanan, langsung mengejarnya. Sebuah mobil mengerem sampai mengeluarkan derit kencang, dan Sinah jatuh tak sadarkan diri, diiringi teriakan-teriakan orang sekitar.
Satria gagal menstarter sepeda motornya dan terpaksa berhenti. Ia kembali menstandartkan motornya lalu berlari mendekat ke arah korban. Bagaimanapun kesalnya terhadap Sinah, tapi ini menyangkut nyawa seseorang. Untunglah pengendara mobil yang menabrak mau turun lalu memanggil ambulans agar membawanya ke rumah sakit. Satria mengucapkan terima kasih.
“Anda suaminya?” tanya pemilik mobil.
“Bukan … bukan, saya baru ketemu dia, tapi saya kenal dia.”
“Saya minta maaf, dia menyeberang tiba-tiba, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, jadi yah … beginilah.”
Sementara itu setelah polisi dan ambulans datang maka Sinah dilarikan ke rumah sakit. Tentu saja Satria harus mengantarnya, bersama pengendara mobil itu, bukan karena dia terlibat dengan adanya kecelakaan itu, tapi hanya karena rasa simpati.
Rasa kesal dan kasihan campur aduk di dalam hati Satria. Kesal karena pembicaraan yang tidak karuan, kasihan karena si bawel itu sudah jatuh tertimpa tangga. Dagangan sekotak hilang, raga tertabrak mobil.
Tapi Satria agak merasa lega karena di penabrak terus menungguinya dan bertanggung jawab atas semuanya, termasuk biaya rumah sakit yang entah berapa nanti besarnya. Menurut yang didengarnya, luka yang diderita Sinah memang tak seberapa, hanya saja memerlukan rawat inap untuk pemeriksaan yang lebih teliti. Ketika si penabrak menanyakan di mana keluarganya, Satria juga tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Tapi ia berjanji akan mengabarinya. Satria tahu kalau Dewi pasti bisa memberikan keterangan tentang keluarga Sinah karena Sinah dulu adalah pembantunya.
Kemudian Satria meminta pamit, dengan alasan masih punya urusan yang tidak dapat ditinggalkannya. Satria juga meninggalkan nomor kontaknya kalau ada sesuatu yang dibutuhkan dari dirinya, walau sebenarnya dia tidak memperhatikan larinya Sinah waktu itu, karena lebih dulu dia meninggalkannya.
Tapi sebelum meninggalkannya mereka saling memperkenalkan nama. Penabrak yang masih tergolong muda itu bernama Andra.
***
Begitu Satria datang, dilihatnya Dewi sedang bermain-main di taman dengan seorang anak kecil. Melihat Satria datang, Dewi segera menggandeng Aryo, diajaknya untuk menyambut.
“Satria, kamu dari mana?”
“Aku menelpon kamu sejak tadi tapi kamu tidak mengangkatnya. Harusnya ada kuliah, kamu bolos ya?” kata Satria sambil duduk di atas sebuah bangku di taman itu.
“Iya, maaf, sedang ada adik-adikku nih, jadi lupa masuk kuliah.”
“Adik-adikmu?”
“Oh ya, kamu tidak tahu? Ini calon anaknya mas Listyo.”
“Aku kok bingung, tadi kamu bilang adik-adik kamu, sekarang bilang dia itu calon anaknya pak Listyo?”
“Kamu kan tahu, kalau mas Listyo itu mau menikah dengan seorang wanita yang sudah punya anak dua? Ya ini, salah satu anaknya mas Listyo nanti, yang satu masih bayi, belum bisa diajak main.”
“Kalau begitu dia keponakan kamu dong, bukan adik kamu.”
“Dia adik aku, karena anak ayahandaku.”
“Apa? Jadi … calon istri pak Listyo itu … “
“Ya … ya, kamu benar,” kata Dewi yang tidak ingin membahas masalah Arum bekas istri siapa, dan tampaknya Satria sudah mengerti.
“Aku tadi ketemu Sinah. Harusnya sudah dari tadi aku sampai di sini.”
“Sinah? Sinah anak mbok Manis? Sinah teman sekolah kita itu? Sinah pembantu aku dulu?”
“Iya. Aku hanya mengenal seorang Sinah. Ya dia itu.”
“Dia ada di sini?”
Lalu Satria menceritakan awal ketemu Sinah yang sedang berjualan batik, kemudian sampai terjadinya kecelakaan itu.
“Kok aneh. Dia jualan batik di kota ini?”
“Aku tidak sempat ngomong banyak, dan memang tak ingin banyak bicara sama dia. Kan kamu tahu sendiri, Sinah itu seperti apa. Ketika sedang omong-omong itu tiba-tiba dia berteriak karena kotak dagangan dia dilarikan orang.”
“Terjadi kecelakaan karena dia mengejar orang yang melarikan dagangannya?”
“Dia tertabrak mobil dan pingsan, tapi karena si penabrak ternyata bertanggung jawab, lalu aku tinggalkan mereka. Toh aku tidak begitu memperhatikan kejadiannya, hanya tiba-tiba mendengar jeritan banyak orang, lalu aku mendekat dan ternyata dia Sinah.
“Lalu bagaimana ya keadaan Sinah? Aku harus memberi tahu mbok Manis karena dia adalah biyungnya.”
“Menurut yang aku dengar, dia hanya pingsan karena terkejut, dan luka yang diderita hanyalah luka luar. Walau begitu dokter meminta agar Sinah dirawat inap untuk memastikan bahwa keadaannya baik-baik saja.”
“Aku akan mengabari mbok Manis.”
“Bagus sekali, tadi si penabrak juga menanyakan alamat keluarga Sinah.”
***
Tak lama kemudian Sinah memang siuman. Hal pertama yang membuatnya heran adalah adanya seorang laki-laki yang berdiri di samping tempat tidurnya.
“Mana Satria?”
“Satria? Laki-laki tadi?”
“Sampeyan siapa?”
“Aku Andra, orang yang telah menabrak Mbak tadi.”
”Oo, kamu? Mengapa sampeyan menabrak saya?”
“Saya kaget, tiba-tiba Mbak menyeberang, sementara saya sudah dekat. Walau begitu saya akan bertanggung jawab. Saya akan menanggung semua biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan Mbak sampai sembuh.”
“Sampeyan orang kaya?”
“Bukan kaya, tapi saya punya uang kalau hanya untuk pengobatan ini.”
“Sampeyan kan punya mobil?”
“Ada. Kenapa?”
“Luka saya ini membuat saya cacat. Lihat wajah saya, dihiasi perban, ditempel plester di sana-sini, tangan saya juga terluka. Apa sampeyan tahu, wajah bagi seorang wanita itu harus sangat dipelihara. Kalau saya cacat bagaimana?”
“Maaf Mbak, ini bukan sepenuhnya kesalahan saya. Didepan polisi saya sudah mengatakan akan bertanggung jawab. Kalau Mbak masih ingin menuntut, kita bawa saja ini ke pengadilan.”
“Lho … lho … lho, sampeyan jangan begitu. Saya juga tidak mau ribut, toh luka saya sampeyan sudah bersedia membiayai pengobatannya. Tapi kan saya kehilangan barang dagangan saya juga.”
“Siapa yang menghilangkannya? Urusan saya hanya tabrak menabrak, tidak tahu menahu tentang barang dagangan yang hilang,” Andra mulai kesal.
Dan tiba-tiba Sinah menangis terisak-isak, membuat Andra heran.
“Memang sial saya ini. Barang dagangan hilang, wajah menjadi cacat, kesakitan pula.”
“Mengapa Mbak menangis? Saya tidak menghilangkan barang dagangan Mbak.”
“Tolonglah saya.”
“Apa lagi yang harus saya lakukan?”
“Hidup saya dari dagangan saya itu, apakah sampeyan tega membiarkan saya menjadi gelandangan karena tak punya apa-apa?”
“Lalu saya harus apa?”
“Beri saya uang untuk saya kembali bekerja, tolong.”
“Urusan saya masih banyak. Nanti asisten saya akan mengurusnya,” kata Andra yang merasa kesal karena perempuan yang sudah ditolongnya serasa semakin ngelunjak. Andra merasa lebih baik masalah diselesaikan dan dia tak mau lagi berurusan dengan Sinah.
***
Sinah yang merasa putus asa karena penabraknya belum tentu mau menuruti kemauannya, kemudian merasa bingung. Tiba-tiba mbok Manis muncul dihadapannya. Sinah heran, dari mana simboknya tahu kalau dia ada di rumah sakit itu?
“Sinah, apa yang kamu lakukan di sini?” kata mbok Manis yang merasa khawatir melihat kepala Sinah dibalut perban dan ada luka-luka juga pada pipinya.
“Kok simbok tahu aku di sini?”
“Aku tanya sama kamu, apa yang kamu lakukan di tempat ini? Bukankah aku menyuruh kamu pulang ke kampung dan mengelola kebun bersama simbahmu?”
“Simbok ini aneh, melihat anaknya terluka, bukannya sedih atau prihatin, malah marah-marah,” kata Sinah sambil menangis.
“Kamu terluka itu kan salah kamu sendiri? Simbok memang khawatir. Tapi kamu kan salah? Kamu menyeberang jalan tanpa menoleh.”
“Kok Simbok bisa tahu semuanya?”
“Apa yang kamu lakukan di sini, jawab dulu pertanyaan simbok.”
“Aku mencari uang Mbok.”
“Mengapa di sini? Apa di kampung tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan uang? Simbok sudah mengajari kamu bagaimana mendapatkan uang kalau kamu pulang kampung. Berdagang sayuran dari kebun sendiri, bukankah itu juga uang?”
“Sinah tidak cocok. Sinah maunya bekerja di kota.”
“Kamu kerja apa?”
“Dagang batik kecil-kecilan, tapi dagangan itu hilang dicuri orang ketika aku sedang bicara sama Satria.”
“Dasar tidak tahu diuntung. Kalau begitu setelah sembuh kamu harus pulang ke kampung. Aku akan mengantarkan kamu sampai di depan simbahmu.”
“Tunggu aku mendapatkan uang dulu Mbok.”
“Dari mana kamu akan mendapatkan uang lagi? Bukankah dagangan kamu sudah hilang?”
“Nanti pasti dapat, simbok jangan khawatir.”
Tapi nyatanya, dua hari setelahnya, ketika mbok Manis kembali ingin menjemput Sinah, ternyata Sinah sudah pergi entah ke mana.
***
besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah CeJeDePeeS_38 malam ini sudah tayang, walau dlm kesibukkan merawat suami, bu Tien tetap berkarya. Semoga mas Widayat cepat recoverynya. Aamiin.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien sdh menghadirkan Adisoma, Listyo, Aruk, Saraswati dll
48 Keek....πππ
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun mas Kakek
Nuwun pak Apip
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Cintaku jauh di Pulau Seberang sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteππΎππΎππΎππΎ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ
Cerbung CJDPS_48
sampun tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, tetap
smangats berkarya &
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai ππ¦
ππΎππΎππΎππΎ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun jeng Sari
Terimakasih Bu Tien....
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu...
Aamiin....
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Apip
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteSinah² msh blm tersadarkan.... terima kasih Mbu Tien, sht sllu bersama kluarga trcnta
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Zimi
Suwun Bu Tien CJDPS nya
ReplyDeleteSehat” sll Ibu n smoga Pak Tom enggal Dhangan
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun Mbah Wi
Dewi sudah mantap dengan Satria, Listyo sudah mendapat restu orang-tua, baiknya Sinah dijodohkan dengan Andra saja. He he he...
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Latief
Terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung udah tayang
Semoga bunda sehat walafiat bahagia bersama keluarga tercinta
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Aduhai hai hai
Terima kasih Bu Tien smuga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Yati
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 48 " sudah tayang
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah di dlm RS msh juga setia utk kita
ReplyDeleteMksh bunda sehat selalu doaku
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun wuk
Alhamdulillah,terimakasih Bu Tien, πSinah masih ambisi ingin bersama Satria ,tapi bersyukur Satria tetap setia pd Dewi, cerita selanjutnya lebih seru dan menarik pembaca,......Sehat2 dan bahagia selalu Bu Tien, tetap menulis cerbung lanjutanya....telah ditunggu Leh pembaca2 setia..
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Tatik
Alhamdulilah , maturnuwun bu Tien. Semoga bu Tien selalu sejat dan pak Tom juga bertambah sehat. Salam hangat dan aduhai aduhai bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai
Karya Bunda Tien luar biasa saya jadi candu kalo belum tayang lanjutannya, terimakasih Bun sehat selalu πππ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Nurruz
Mks bun *CJDPS* 48 sdh tayang....mks bgt bun padahal bunda lagi sibuk nungguin pak Tom, tpi msh jg nulis cerbung untuk menghibur kami.
ReplyDeleteSakli lagi mks ya bun....selamat mlm, smg bpk cepat sehat, bunda jg jaga kesehatan ya
Aamiin Yaa Robbal'alamiin.
DeleteMatur nuwun ibu Supriyati
Ealah Sinah....Sinah.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat....
Matur nuwun Bunda Tien. Semoga selalu sehat dan barokalloh
ReplyDeleteTerima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 48...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin
Sinah ..msh berangan angan mendapatkan cinta nya Satria. Dia tdk mau hidup di desa krn sepi, klu di kampung kan rame.
Bagaimana agar Sinah sadar diri ya π
Alhamdulillaah, Masyaa Allaah luar biasa Bu Tien ,. Sehat wal'afiat ya
ReplyDeleteSemoga pak Tom Widayat semakin membaik & sehat wal'afiat serta kembali beraktifitas. Aamiin Ya Rabbal 'aalamiin ππ€π₯°ππΏπΈ
Sinaaah kembali berulah... bikin gemes, dikasih sambel aja kali ya ππ€
Revisi : klu di kota kan rame...
ReplyDeletekasih sambal terasi aja Bu...terasi nya yang banyak ya, agar bau nya tidak hilang..hilang..π
ReplyDeleteKalau kami menyebutnya, Sinah itu "mada" (bandel)...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Alhamdulillah, salam sehat bahagia selalu Bu Tienππ
ReplyDelete