Tuesday, June 10, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 33

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  33

(Tien Kumalasari)

 

Si Yu segera memasukkan belanjaannya ke dalam keresek, hanya sayur untuk sayur bening, lima potong tahu dan tempe, dan beberapa bumbu. Ketika membayar belanjaan itu si Yu berpikir tentang seorang wanita cantik yang keluar setelah wanita yang agak lebih tua, yang turun sebelumnya.

“Bukankah … bukankah dia … yang datang ke rumah ibu, lalu marah-marah itu? Kelihatannya dia juga seorang pembantu. Dan wanita yang tampak anggun itu majikannya? Aduh, mengapa setelah turun dari mobil mereka berjalan ke arahku? Apakah mereka akan masuk ke terminal? Mau bepergian? Bagaimana ini kalau sampai wanita itu melihatku, mengenaliku, lalu bertanya tentang bu Arum?” gumam si Yu dalam hati.

Ia maju dan melengos ke arah lain. Ketika betul-betul ketemu orang yang mengenalinya, karena gugup ia malah lupa menutupkan selendang ke wajahnya.

“Eh, kamu … ?”

Si Yu terkejut, ia menarik selendangnya ke arah wajah, tapi wanita yang adalah mbok Manis itu keburu mengenalinya. Sebenarnya si Yu tidak usah takut, keberadaan Arum tak mungkin akan dibocorkan kepada Adisoma. Tapi mana si Yu tahu hubungan antara mereka dan majikannya?

Si Yu pura-pura tidak mendengar, ia memandang ke arah lain sambil terus melangkah. Tapi mbok Manis tak berhenti hanya melihatnya. Ia berjalan dan berhenti tepat di hadapan si Yu.

“Kamu pembantunya den Arum itu kan?”

“Eh … Ibu, kaget saya.”

“Kamu tidak lupa sama saya kan?”

“Ti … tidak, tapi … jangan bertanya tentang bu Arum … saya … saya tidak mengerti. Sungguh,” kata si Yu yang belum-belum sudah ketakutan.

“Tidak apa-apa, tadi hanya merasa seperti pernah bertemu saja,” kata mbok Manis sambil tersenyum.

“Ayo Mbok, jangan sampai nemu bis yang penuh, kita harus cari yang barisan depan,” sela Saraswati yang sedang bersama Mbok Manis.

Si Yu segera berlalu dengan cepat, seperti orang dikejar setan. Padahal Saraswati dan mbok Manis tidak akan peduli Arum pergi ke mana.

Tiba-tiba Tangkil yang tadi mengantarkan dan sedang memarkir mobilnya di luar terminal mendekati mereka. Untunglah dia tak mengenali si Yu karena ia sudah menutup sebagian wajahnya dengan selendang, dan ia berjalan tanpa menoleh-noleh lagi. Seandainya Tangkil tau ... si Yu pasti tertangkap basah.

“Mana kopernya Mbok, biar dua-duanya saya yang membawa.”

“Lha iya, aku kira kamu hanya menurunkan den ayu, lalu pulang.”

“Tidak, den mas menyuruh saya mengantarkan sampai den ayu naik bis, soalnya den ayu kan tidak mau saya antarkan dengan mobil,” kata Tangkil sambil mengambil dua kopor yang semula mau dibawa mbok Manis.

“Iya Tangkil, aku tidak mau merepotkan den masmu itu lagi, jadi aku naik bis saja. Lagipula kasihan, kamu kan banyak pekerjaan.”

“Sebenarnya tidak apa-apa, kan den mas sudah mengijinkan.”

“Biarkan saja, saya harus belajar untuk hidup sederhana, tidak kemana-mana harus naik mobil atau kereta.”

“Baiklah. Itu bisnya Den Ayu, kelihatannya masih kosong.”

“Tolong kamu duluan Kil, cari tempat duduk di depan untuk saya.”

“Baik,” kata Tangkil sambil mempercepat jalannya.

***

Si Yu masuk ke rumah dengan napas terengah-engah, membuat Arum keheranan.

“Kamu dikejar apa sih Yu?”

“Waduh, hampir saja ketahuan,” kata si Yu sambil menutup pintu depan, setelah longak-longok dan yakin tak ada yang mengikutinya.

“Ketahuan apa? Kamu tidak nyopet kan?”

“Ya ampun Bu, masa saya nyopet. Biar miskin saya ini jujur lho Bu.”

“Iya, aku percaya kok. Minum sana dulu, supaya lebih tenang.”

Arum duduk di kursi depan, ada televisi tapi ia tak ingin menyalakannya. Sudah dibantu diberi tempat berteduh, mau enak-enak menonton televisi, menambah beban listrik, mana Arum bisa melakukannya. Si kecil Sekar tertidur setelah minum susu ibunya. Aryo sedang bermain mobil-mobilan, permainan miliknya yang dibawakan oleh si Yu dari rumah.

Tak lama kemudian Si Yu kembali setelah minum. Belanjaannya masih terserak di lantai, di dekat Arum duduk.

“Saya ketemu ibu-ibu yang dulu datang ke rumah itu.”

“Ibu-ibu yang mana?”

“Itu lho Bu, yang marah-marah sama Ibu. Sudah agak tua sih, tapi masih galak.”

“O, itu mbok Manis?”

“Nah, iya. Saya dengar Ibu memanggilnya begitu.”

“Ketemu di mana?”

“Saya sudah selesai belanja, terkejut ketika tiba-tiba melihat dia. Saya nggak sempat menutupi wajah saya dengan selendang. Tiba-tiba juga dia memanggil saya. Rupanya dia tidak lupa sama saya.”

“Dia bilang apa?”

“Dia hanya bilang, kamu pembantunya den Arum? Gitu. Saya jawab iya, tapi jangan tanya saya di mana dia, saya tidak tahu, lalu saya pergi meninggalkan mereka. Sebentar-sebentar saya menoleh ke belakang, takut dikejar, ternyata dia tidak mengejar saya.”

“Mbok Manis sama siapa?”

“Sama seorang wanita, cantik, tapi sudah tidak muda lagi sih. Ibu-ibu muda, pakai kain dan kebaya, rambutnya digelung apik.”

“O, itu den ayu Saraswati.”

”O, masih den ayu juga? Tadi yang namanya mbok Manis itu menyebut ibu dengan den Arum.”

“Den ayu Saraswati itu istrinya Adisoma.”

“O walah, untung saya bisa kabur, Bu. Coba ketahuan, lalu mereka datang kemari, pasti Ibu akan memarahi saya gara-gara tidak menutupi wajah saya setelah belanja.”

Arum tertawa mendengar ocehan si Yu. Ia tahu bahwa Saraswati tak mungkin mau menunjukkan di mana dia berada, kalaupun dia tahu. Tapi dia tidak mengatakan apa-apa pada si Yu.

“Ya sudah saya masak dulu ya Bu, tahu tempe digoreng saja ya.”

“Ya, terserah kamu, nanti aku bantu setelah aku tidurkan Sekar.”

Ibu di sini saja, nanti kalau mas Aryo main-main, di situ ada buku-buku yang kelihatannya buku penting. Dia sedang suka menarik barang-barang.”

“Ya sudah, aku awasi Aryo sambil bersih-bersih saja.”

“Tadi sebenarnya di rumah pak Listyo ada yang bersih-bersih.”

“Dua hari sekali dia datang, tadi sudah ketemu aku, mau membersihkan pavilyun ini, tapi aku melarangnya. Mosok kita yang menempati kok dia yang membersihkan.”

“Kelihatannya pak Listyo juga tidak pulang sejak kemarin.”

“Dia kan bilang kalau jarang pulang? Ya sudah, kamu masak sana, aku tidurkan Sekar dulu.”

***

Sulistyo adalah dosen tetap di sebuah universitas negri. Ia jarang pulang karena merangkap menjadi dosen di beberapa universitas swasta yang ada di kota itu.

Siang hari itu dia sedang duduk di kantornya, sambil merenung. Tiba-tiba saja dia teringat ibu muda bernama Arum dengan dua anaknya. Wajah ibu muda yang tampak kuyu itu menggambarkan sebuah penderitaan yang sudah lama menderanya. Tak bisa dimengerti bagaimana tiba-tiba Listyo jatuh iba melihatnya, dan membiarkan keluarga kecil itu berada di pavilyun rumahnya.

“Penderitaan apa yang sedang disandangnya, sementara dia masih memiliki bayi yang masih berumur tiga harian ketika bertemu itu. Katanya dia baru bercerai dari suaminya, dan tampaknya ingin menjauhinya. Apakah suaminya begitu kejam dan selalu menyiksanya sehingga Arum meminta cerai, atau suaminya punya selingkuhan sehingga membuat Arum kecewa?” gumam Sulistyo sambil terus memikirkannya.

Sulistyo kemudian heran kepada dirinya sendiri, mengapa ia selalu memikirkan Arum? Dua hari dia tidak pulang karena acara mengajar sangat padat. Kecapekan kalau harus bolak balik. Besok pagi barangkali dia baru akan pulang.

“Selamat siang Pak,” tiba-tiba seorang mahasiswanya muncul setelah mengetuk pintu.

“Siang, Satria, ada apa?”

“Buku Bapak tertinggal di meja.”

“Buku apa? O, itu, bahan kuliah yang tadi. Maaf, aku sedang bingung, eh, bukan bingung, sedang agak kurang enak badan,” kata Listyo sekenanya.

“Rupanya Bapak sedang memikirkan pacar?” goda Satrio yang memang sangat dekat dengan dosen yang satu itu. Dia termasuk mahasiswa cerdas yang disukai banyak dosen di sana.

Sulistyo tertawa.

“Sedang memikirkan sesuatu, tapi bukan pacar kok.”

“Pasti seorang gadis.”

“Janda.”

“Apa? Mengapa Bapak memikirkan seorang janda? Dia istimewa? Cantik?”

Sulistyo terkekeh geli.

“Dia memang cantik, aku sedang memikirkannya.”

“Bapak jatuh cinta?”

“Ah, entahlah, mungkin tidak. Aku hanya kasihan. Bertemu dia dalam keadaan membawa anaknya, yang satu masih berumur tiga hari, seperti sedang melarikan diri dari sesuatu. Entah itu apa.”

“Banyak kejadian memilukan terjadi di dunia ini. Tapi kalau Bapak perduli, berarti pasti ada sesuatu.”

“Tidak juga. Kebetulan bertemu, lalu merasa kasihan, apa tidak boleh?”

“Lalu ke mana sekarang mbak janda itu?”

“Di rumahku.”

”Apa? Bapak malah sudah membawanya ke rumah.”

“Dia sedang pergi tanpa tujuan, sementara ada bayi merah dalam gendongannya. Siapa tidak merasa kasihan, coba?”

“Selama ini banyak mahasiswa mengejar Bapak, tapi Bapak tidak peduli. Lalu ketemu janda dengan dua anak, tiba-tiba Bapak peduli?”

“Ini hanya karena kasihan. Sudahlah, jangan meledek aku lagi. Aku juga baru pertama kali itu bertemu, dan entah mengapa aku merasa kasihan. Kamu nggak ada kelas?”

“Nggak ada, saya sudah mau pulang. Bapak tidak pulang?”

“Nanti sore saya masih harus mengajar, mungkin akan pulang besok. Kamu mau ikut?”

“Tidak bisa Pak, besok ada tugas yang harus saya kerjakan.”

“Tugas kuliah?”

“Bukan, ini soal pekerjaan.”

“Oh, syukurlah. Kamu benar-benar luar biasa. Bisa kuliah tanpa kendala, sambil bekerja pula.”

“Saya butuh uang untuk biaya kuliah, saya bukan anak orang berada. Beda dengan bapak yang pernah kuliah di luar negri.”

“Ini kan hanya masalah keberuntungan. Sudah, ayo temani aku makan siang. Kamu sedang sibuk karena banyak pesanan?”

“Tidak juga.”

“Sedang mau kencan dengan pacar, mumpung ada waktu?”

“Tidak juga,” jawab Satria sambil tertawa.

“Kamu belum punya pacar?”

“Pacar saya jauh.”

“Jauh itu di mana?”

“Di pulau seberang,” kata Satria sekenanya.

“Kamu kenal dengan gadis luar pulau?”

“Tidak, kami sekota, bahkan teman semasa SMA. Tapi dia sedang ada pekerjaan di sana. Besok saja, kapan-kapan saya mau cerita tentang dia pada Bapak.”

“Ya sudah, ayo temani aku makan saja.”

“Baiklah.”

Satria dan Listyo memang akrab. Walau dosen dan mahasiswanya, tapi mereka bergaul seperti teman. Listyo lebih tua dari Satria pastinya, tapi mereka merasa cocok sehingga sering pergi bersama kalau Listyo sedang tidak pulang ke Solo. Atau barangkali karena berasal dari kota yang sama jadi mereka kenal lebih dekat.

***

Ketika Tangkil membawa mobilnya memasuki halaman, dilihatnya Adisoma sedang duduk di serambi depan. Wajahnya kusut. Tangkil bisa mengerti, sang bendoro lagi banyak pikiran. Sang istri pulang ke Jogya, sang selir kabur entah kemana.

Setelah memarkir mobilnya di garasi, ia menghadap sang bendoro, yang menatap kedatangannya tanpa ekspresi.

“Den ayu sudah berangkat naik bis, Den Mas.”

“Dasar keras kepala, diantar pakai mobil tidak mau, memilih naik bis yang pastinya berjubel dengan penumpang lain.”

“Kalau naik mobil lalu yang mengantar Den Mas, pasti mau. Kalau saya, ya jelas tidak mau.”

“Apa maksudmu? Kamu tidak tahu bagaimana dinginnya sikap Saraswati setiap bicara dengan aku. Mana mungkin dia mau kalau aku mengantarnya? Biarkan saja, aku sendiri sedang banyak pikiran saat ini.”

“Belum ada kabar tentang den Arum?”

“Siapa yang akan mengabari aku?”

“Barangkali saja ada.”

“Dia sudah pergi, barangkali akan sulit untuk aku menemukannya. Tapi aku tidak akan berhenti. Dia mana bisa menghidupi dua anak sekaligus dengan kehidupan yang layak? Mereka anak-anakku, mana mungkin aku membiarkan mereka terlunta-lunta? Jadi setiap hari aku harus berusaha mencarinya.”

“Barangkali dia sudah berada di luar kota, entah di mana.”

“Itulah yang membuat aku bingung. Bagaimanapun kedua anak itu adalah darah daging Adisoma. Kamu tahu kan?”

***

Ketika Listyo dan Satria selesai makan, Listyo akan mengantarkan Satria kembali ke kampus, karena motor Satria ada di sana.

“Saya jalan kaki saja Pak, merepotkan kalau Bapak harus mengantar saya.”

“Apa kamu lupa, aku masih harus mengajar sore ini?”

“Oh, maaf. Kebetulan kalau begitu.”

Tapi sebelum masuk ke mobilnya, Listyo melihat sebuah becak yang akan melewati tempatnya berdiri. Listyo terkejut, karena mengenal siapa yang ada di dalam becak itu.

“Bibi?”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

46 comments:

  1. πŸ₯§πŸŽ‚πŸŽπŸ°πŸ₯§
    Alhamdulillah CeJeDePeeS_33 sudah tayang bersamaan kekalahan timnas dengan jepang *0 - 6*
    Terima kasih bu Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.
    πŸ₯§πŸŽ‚πŸŽπŸ°πŸ₯§

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh di Pulau Seberang sudah tayang.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " Cintaku Jauh di Pulau Seberang 33 "sudah tayang
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  4. Alhamdulillah terimakasih Bunda Tien Cerbung "Cintaku Jauh di Pulau Sebrang"sudah tayang,Semoga Bunda Tien dan Kel selalu sehat dan ada dlm lindungan Allah SWT Aamiin Yaa Rabbal Alaamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Wiwin

      Delete
  5. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda dan pak Tom Tien selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  6. πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    Cerbung CJDPS_33
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲. Salam seroja😍
    πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·πŸ„πŸŒ·

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari

      Delete
  7. Bundaaa terima ksih cerbungnya..slmt mlm dan salam seroja..tetap aduhai unk bunda sekeluargaπŸ™πŸ₯°❤️🌹

    ReplyDelete
  8. Terima kasih Bunda Tien... semoga selalu sehat aamiin YR'A

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Yulian

      Delete
  9. Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Cintaku Jauh di Pulau Seberang eps 33" sampun tayang, Semoga bu Tien dan Pak Tom beserta amancu selalu sehat, segar ceria, bahagia dan dlm lindungan Allah SWT aamiin yra 🀲🀲

    Salam hangat dan aduhai aduhai bun 🩷🩷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibuSri
      Aduhai 2x

      Delete
  10. Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan pak Tom Widayat sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah
      Aduhai hai hai

      Delete
  11. Terpikir oleh Listyo, janda muda dan cantik di rumahnya. Mungkin dari rasa kasihan akan berubah menjadi sayang dan cinta...
    Terus bertemu dengan Saraswati-kah, dan terjadi komunikasi yang menuntun pembicaraan kepada Arum.
    Salam sukses mbak Tien yang aduhai semoga selalu sehat bersama keluarga, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun pakLatief

      Delete
  12. Hooo.....aduhai....Listyo dan Satria berteman akrab sbg dosen dan mhsw, di jalan melihat Saraswati. Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat wal'afiat....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Reni

      Delete
  13. Terima kasih Bunda, cerbung Cintaku Jauh Di Pulau Seberang 33...sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin

    Rasa kasihan nya Listyo, dapat timbul jatuh hati ini. Semoga sifat asli nya tdk kelihatan.
    Dulu Listyo wkt mendekati Dewi, kelihatan kasar lan cluthak...😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  14. Alhamdulillah, matursuwun Bu, sehat2 selalu nggih Bu

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillaah CJDPS-33 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
    Aamiin YRA🀲

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ting

      Delete
  16. Listyo dosen nya Satria, Satria kekasih Dewi, wah bisa seru ini... Ketemu Saraswati sama mbok Manis, yg mengenali Satria dari foto yang diperlihatkan oleh Sinah. ...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah , maturnuwun Bu Tien,ceritanya bagus, semoga akhir cerita yg bahagia semua.sehat dan bahagia buat panjenengan Bu Tien dan keluarga, Semangat untuk menulis cerbung ya Bu...❤️



    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yas Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibuTatik

      Delete
  18. Waah...makin seru nih...ternyata Satria mahasiswanya Listyo? Ibu Tien memang piawai sekali mengatur alur cerita. Dan yg dipanggil "Bibi", apakah den ayu Saraswati? Wkwk...ga lama lagi Dewi pasti muncul sesuai rencananya mau kiah, dsb.🀭

    Terima kasih, ibu Tien. Salam sehat selalu.πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...