ADA MAKNA 12
(Tien Kumalasari)
Emmi dan Emma saling pandang, dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Ternyata tidak gampang ketemu dengan sang ayah kandung. Jauh-jauh dicari, ketemu rumahnya, ternyata orangnya sakit.
Bergegas keduanya menuju mobil, di mana sang ayah dan adiknya sedang menunggu.
Rupanya orang yang tadi memberi tahu sudah berbicara dengan ayahnya.
“Ayahmu sakit dan dirawat. Kita ke rumah sakit sekarang,” kata Ardi.
Tanpa menunggu perintah, keduanya masuk kembali ke dalam mobil. Rasa sedih bergayut. Sang ayah sakit. Bertahun tak ketemu, ketika ketemu sang ayah sakit.
“Jangan sedih, ayahmu seorang dokter. Dia pasti bisa menjaga dirinya,” hibur Ardi ketika melihat kedua anaknya tampak sedih.
“Memangnya ayah Guntur sakit apa sih Mbak?” Nuri ikut-ikutan bertanya.
“Entahlah,” jawab Emmi singkat. Kan mereka belum ketemu, mana bisa tahu sakitnya? Tapi berita tentang sakit dan harus opname itu membuat mereka gelisah. Pasti bukan sakit biasa. Separah apa?
Pertanyaan demi pertanyaan menghantui benak mereka, terutama bagi Emmi dan Emma. Ardi tak henti menghiburnya, agar mereka tak merasa gelisah. Walau begitu, mereka tak bisa menghilangkan perasaan resah itu, dan terus diam di sepanjang perjalanan.
“Padahal tadi kita lewat rumah sakitnya. Tahu begitu langsung mampir.”
“Bapak bukan ahli nujum, mana mungkin bisa tahu?” celetuk Nuri enteng, membuat Ardi tertawa.
“Kalian lapar? Kita mampir makan dulu ya?”
“Nanti saja Pak, setelah pulang,” jawab Emma.
Ketika mobil Ardi sudah diparkir di halaman rumah sakit, Emmi dan Emma mendahului masuk ke dalam. Mereka langsung menemui petugas untuk menanyakan di ruang mana dokter Guntur dirawat.
Tapi keterangan dari petugas itu membuat mereka semakin cemas.
“Pak dokter Guntur baru pagi tadi di kirim ke Semarang untuk menjalani operasi, karena peralatan di sini kurang memadai."
“Apa? Operasi apa?” pekik keduanya hampir bersamaan.
“Saya kurang tahu, coba Mbak tanyakan kepada petugas yang ada diloket itu.”
Mereka setengah berlari bertanya kepada petugas yang ditunjuk. Lalu tak lama kemudian mereka menuju keluar dengan lunglai.
Ardi yang menyusul merasa heran melihat sikap keduanya.
“Bukan di sini, dirawatnya?”
“Dibawa ke rumah sakit di Semarang.”
“Apa? Kenapa?” tanya Ardi terkejut.
“Serosis, katanya akan menjalani operasi di sana,” jawab Emmi pelan.
“Ya Tuhan … tapi coba bapak bicara dengan dokter yang menanganinya, agar jelas semuanya,” kata Ardi yang kemudian bergegas ke arah ruang dokter. Emmi dan Emma mengikutinya. Tapi keterangan dokter yang menangani adalah sama.
“Dokter Guntur harus menjalani operasi, kalau hal itu memungkinkan. Hanya saja beliau agak sulit. Tampaknya dia menolak untuk dioperasi. Tapi semoga saja di sana ada yang bisa membujuknya. Kasihan, dokter Guntur tidak punya keluarga,” kata dokter itu. Hati Emmi dan Emma serasa teriris. Tidak punya keluarga, sedangkan dirinya adalah anaknya.
Ardi merangkul keduanya sambil menepuk punggungnya, lalu mengajaknya keluar.
“Ya sudah, kita langsung ke sana ya, jangan cemas. Ayahmu kan sudah ditangani. Berdoalah agar semuanya baik-baik saja.”
Mereka masuk ke dalam mobil, melihat Nuri menyandarkan kepalanya di jok sambil memejamkan mata.
“Kita makan dulu ya, aku lapar,” keluhnya tanpa membuka matanya.
Tapi ketika merasa bahwa kedua kakaknya kembali masuk ke mobil, Nuri membuka matanya dengan heran.
“Kok sudah?” tanyanya heran.
“Ayah Guntur dibawa ke rumah sakit di Semarang.”
“Lhoh, nggak ketemu lagi?” tanya Nuri polos.
“Kita ke Semarang sekarang.”
“Kelihatannya Nuri lapar, kita makan dulu saja Pak,” kata Emmi yang walaupun perasaannya gundah, tapi ia tahu bahwa sejak pagi mereka hanya makan saat sarapan. Ia juga mendengar Nuri mengeluh lapar.
“Bagaimana? Langsung atau makan dulu?”
“Langsung saja Pak, kasihan ayah Guntur,” kata Nuri tiba-tiba. Tampaknya dia tak tega melihat wajah pucat kakak-kakaknya yang pastinya gelisah mendengar kondisi ayahnya.
“Tidak, katanya kamu lapar?” tanya Emmi.
“Nggak, aku bercanda,” kata Nuri sambil tersenyum.
“Kita mampir beli roti saja untuk mengganjal perut, ya,” kata Ardi.
“Nah, nggak apa-apa Pak, supaya cepat sampai, makan roti di mobil, ya kan Mbak?” kata Nuri sambil menatap Emmi.
“Ya, nggak apa-apa. Nanti kamu ikut turun supaya bisa memilih mana yang kamu suka.”
***
Wahyu sedang mengotak atik ponselnya, merasa kesal karena tidak tersambung dengan yang sedang ingin dihubunginya.
“Dua-duanya tidak bisa? Yang satu malah sudah memblokir nomorku,” gerutunya.
“Kamu menghubungi siapa?” tiba-tiba Wanda muncul di dekatnya.
“Dua-duanya, tapi yang satu malah memblokir nomor Wahyu.”
“Dua-duanya siapa maksudmu? Kalau Tia, ibu masih bisa menerima, tapi gadis yang anak Kinanti itu, tidak. Mengapa kamu masih menghubunginya? Bukankah ibu sudah mengatakan latar belakang dia dan keluarganya?”
“Malah nomor Wahyu sudah diblokir sama dia.”
“Sombong amat. Kita juga nggak butuh dia kan? Untuk apa kamu menghubunginya?”
“Hanya mau minta maaf karena kemarin_”
“Kenapa minta maaf?” Wanda langsung memotong ucapan Wahyu sebelum selesai.
“Kan kemarin suasananya nggak enak, dan sepertinya dia mau bicara entah apa, gitu.”
“Itu tidak perlu kamu tanyakan. Kalau dia butuh, pasti dia menghubungi. Repot amat. Lagipula nomormu sudah diblokir. Pasti dia cemburu melihat Tia di dekatmu lalu memblokir nomormu. Biarkan saja, mengapa kamu peduli sama dia? Ada gadis baik-baik dan sudah punya pekerjaan mapan, urus saja Tia, jangan sampai kamu melepaskannya.”
“Dia juga tidak bisa dihubungi.”
“Barangkali sibuk. Sini, ibu minta nomornya, nanti ibu bantu menghubungi dia. Tiap hari harus ditelpon, supaya tidak terlepas.”
Wahyu memberikan nomor kontak Tia, lalu Wanda mencoba menghubungi, tapi tetap tidak bisa tersambung.
“Ponselnya tidak aktif, nanti saja dihubungi lagi,” kata Wanda setelah tidak bisa menghubungi juga.
Wahyu masih termenung. Sebenarnya ia lebih menyukai Emmi, tapi tampaknya sang ibu sangat membenci ibunya. Wahyu agak kecewa mendengar perlakuan Kinanti yang membuat sang ibu harus bercerai dengan suaminya. Dan itu membuat ibunya sangat membenci dia. Padahal sejauh ini menurutnya Emmi adalah gadis yang baik.
Kemudian ia kembali menelpon Tia. Hari Minggu begini biasanya dia mengobrol berlama-lama, entah dengan Emmi, ataupun dengan Tia. Tapi dengan kecewa dia menutup ponselnya karena belum juga berhasil menghubunginya.
Bukan tanpa sebab Tia mematikan ponselnya. Sikap Wanda yang telah memfitnah Kinanti membuatnya sangat kesal. Sikap yang ditunjukkan Wanda sudah jelas, menggambarkan bahwa dia bukan wanita baik-baik. Wanita yang justru merusak rumah tangga orang, justru menceritakan keadaan yang sebaliknya. Bukankah itu sebuah kejahatan?
Kalau dia melanjutkan hubungannya dengan Wahyu, maka dia harus menjadikan Wanda orang dekatnya, atau kalau mungkin mereka berjodoh, Wanda akan menjadi mertuanya? Tidak. Gambaran yang pertama kali dilihatnya, membuatnya menilai bahwa Wanda berperilaku tidak terpuji. Jadi lebih baik ia melupakan Wahyu. Apalagi sang ayah tampaknya juga kurang menyukainya, walau tidak dikatakannya terang-terangan.
***
Hari itu untuk membunuh sepi, Kinanti pergi belanja sendirian. Keperluan dapur juga sudah menipis. Ia sudah mencatat semua yang diminta bibik. Tak perlu mencari teman belanja seperti biasanya, karena ia merasa jenuh sendirian.
Menurut perhitungan, pasti Ardi dan anak-anaknya sudah sampai di tempat yang dituju. Tapi Kinanti heran, belum ada yang mengabarinya, baik Ardi maupun anak-anaknya.
Kinanti ingin menghubungi, tapi sungkan. Kalau mereka sedang bersama Guntur, tidak enak rasanya kalau dia menelpon, karena itu lebih baik dia menunggu. Ia belanja, sambil memikirkan ingin masak apa bibik keesokan harinya.
Tiba-tiba ketika ia sedang meraih brokoli, seseorang juga sedang meraihnya. Hanya tinggal sebiji, jadi mereka seperti berebut. Tapi Kinanti mengalah, terpaksa melepaskannya, sambil mengangguk ke arah orang disampingnya.
“Silakan diambil, saya tidak jadi. Saya memilih_” kata-katanya terhenti ketika melihat siapa yang hampir berebut brokoli dengan dirinya.
“Mas Suryawan?”
“Kinanti?”
“Kok masih belanja sendiri?” tak urung Kinanti terpaksa menanyakannya. Anak-anaknya sudah besar, mengapa masih belanja sendiri?
Suryawan tampak tersipu. Garis-garis ketuaan tampak jelas di wajahnya. Ia tidak seganteng dan segagah dulu. Tapi masih bersemangat belanja sendiri?
“Terkadang masih ingin memasak, sekali-sekali.”
“Anak-anak kan sudah besar?”
“Benar, pembantu juga ada, tapi keinginan memasak sendiri kadang-kadang masih timbul. Tadi anak-anak jalan-jalan sama Tia, aku memilih belanja untuk memasak besok.”
“Menyenangkan sekali. Saya malah tidak pintar memasak,” jawab Kinanti yang dengan terpaksa menyempatkan diri untuk sedikit mengobrol.
“Mengapa belanja sendiri?” tanya Suryawan.
“Anak-anak juga sedang jalan-jalan sama ayahnya, jadi saya belanja sendiri.”
“Ya sudah, saya sudah selesai, teruskan belanjanya,” katanya sambil mendorong troli belanjaan ke arah kasir.
Sebenarnya Suryawan agak gelisah. Sudah sejak putus hubungan, dia tak pernah ingin bertemu Kinanti lagi. Kemarin ketika Tia mengajaknya bicara tentang Kinanti, sebenarnya dia enggan menanggapi. Tapi ketika ada cerita yang memutar balikkan kenyataan, terpaksa dia mengatakan apa yang sebenarnya. Tak disangka, hari itu ia benar-benar bertemu.
Ia bergegas ke arah kasir dan berharap tidak bertemu Kinanti lagi. Wanita yang masih tetap kelihatan cantik itu sebenarnya tak pernah dilupakannya. Rasa cintanya dipendam dalam-dalam di dasar hati. Tapi mengapa harus bertemu? Tak urung sebelum meninggalkan kasir dia menoleh lagi ke arah di mana dia meninggalkan Kinanti, tapi ternyata wanita itu tak lagi tampak di tempatnya semula.
Ia sudah sampai di lobbi dan sudah memanggil taksi, tapi tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Tia.
“Bapak di mana?”
“Kamu di mana?” Suryawan balas bertanya, bukannya menjawab pertanyaan anaknya.
“Kami sudah pulang, tapi Bapak tak ada di rumah. Kata bibik, Bapak jalan-jalan sendiri.”
“Bapak belanja.”
“Belanja apaan?”
“Belanja sayur. Besok pengin sekali memasak kesukaan kalian.”
“Ya ampuun. Bapak ada-ada saja. Sudah lama sekali tidak memasak, mengapa tiba-tiba ingin?”
Suryawan tertawa.
“Memang ingin. Masa nggak boleh?”
“Baiklah, ini di mal biasanya kan? Bapak Tia jemput saja.”
“Aku memanggil taksi.”
“Jangan. Tia jemput. Tunggu sebentar,” katanya sambil menutup ponsel tanpa menunggu jawaban sang ayah.
Tapi taksi yang dipesan Suryawan sudah datang. Masa dibatalkan? Kasihan kan? Dan Suryawan nekat masuk ke dalam taksi. Lagi pula kalau harus menunggu Tia, jangan-jangan malah ketemu Kinanti lagi.
***
Kinanti sudah selesai belanja. Lumayan banyak, karena untuk keperluan seminggu sekalian. Ia berhenti di lobi. Ia menelpon taksi, lalu tiba-tiba ia melihat seorang gadis naik ke lobi dan tanpa disadari, kunci mobilnya terjatuh.
“Nak, ada yang jatuh,” kata Kinanti sambil memungut dompet kunci itu. Tia berhenti.
“Oh, maaf. Terima_” Tia menghentikan ucapannya. Ia seperti pernah melihat wanita ini, waktu makan-makan saat ulang tahun Feri, adiknya. Ia juga masih ingat tentang dia yang hampir menjadi ibu sambungnya. Kok bisa ada di sini, sementara dia sedang mencari ayahnya? Jangan-jangan ayahnya berkencan dengan cinta lamanya ini.
“Tante?”
“Kamu … siapa ya?”
“Saya Tia.”
“Tia …. “ Kinanti mengingat-ingat nama itu. Waktu di rumah makan, Kinanti tidak begitu memperhatikan. Tapi nama itu pernah diingatnya. Ia ingat, tadi Suryawan juga menyebut nama Tia. Apakah ….
“Ayah saya, Suryawan,” kata Tia yang kemudian membuatnya ingat semuanya.
“Suryawan? Tadi ,,, tadi … belanja sendirian,” kata Kinanti agak gugup.
“Iya, saya sedang menjemputnya. Di mana ya?”
“Barangkali sudah pulang. Kami bertemu hanya sekilas, lalu dia buru-buru pergi. Tapi … ya ampun Tia, kamu sudah besar dan semakin cantik.”
Tia tersipu.
“Saya sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta.”
“Bukan main, selamat ya.”
“Bapak mana ya?” kata Tia sambil menelpon ayahnya, kemudian dengan kesal Tia mendapat jawaban bahwa sang ayah sudah sampai di rumah.
Kinanti melongok ke arah jalanan, untuk melihat barangkali taksi yang dipanggil sudah datang.
“Bapak ternyata sudah sampai di rumah. Tante mau pulang? Saya antar?”
“Tidak, Tia. Tante sudah memanggil taksi. Tuh, sudah datang,” katanya sambil turun dari lobi ketika melihat taksinya datang.
***
Ardi mengikuti kedua anaknya masuk ke dalam rumah sakit yang dimaksud, lalu ia meninggalkannya ketika Emmi dan Emma memasuki sebuah ruangan, setelah bertanya-tanya. Ia tak ingin mengganggu pertemuan ayah dan anak itu. Lebih baik ia mengajak Nuri keluar sebentar untuk makan, karena sudah lama anak gadisnya menahan rasa lapar gara-gara kasihan melihat kedua kakaknya tampak bersedih.
Emmi mengetuk pintu, lalu masuk ke dalam. Di sebuah tempat tidur, seorang laki-laki terbaring sambil menutup matanya. Wajahnya pucat dan tampak ringkih.
Dengan hati-hati keduanya mendekat. Wajah itu sangat jauh bedanya dengan foto yang dilihatnya di album kuno. Tapi ada gurat yang menandakan kesamaannya dengan foto itu, sehingga mereka yakin, bahwa itu adalah ayahnya.
Mendengar suara orang mendekat, Guntur membuka matanya.
Ia mengerutkan alisnya melihat dua gadis cantik berdiri di depannya.
“Apakah Bapak adalah ayahku?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteNuwun jeng Ning
DeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien AaeM_12 sudah dihadirkan.
Salam.SEROJA
Waduh kalah cepet sama bu Nuning... Mana Kung Latief, nTe Sari Usman, nTe Iin M.....???
DeleteSik...Sik...sarungku ketlisut.
DeleteSami2 mas Kakek
DeleteADUHAI
Matur sembah nuwun Mbak Tien
ReplyDeleteAda Makna 12 sudah tayang
Salam sehat tetap semangaat..dan tetap
ADUHAI ..๐๐ฅฐ๐๐
Sami2 jeng Ning
DeleteSalam ADUHAI.dari Solo
๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐
ReplyDeleteAlhamdulillah ๐๐
Cerbung ADA MAKNA_12
sudah tayang
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien & kelg
sehat terus, banyak berkah
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam seroja ๐๐
๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐๐ธ๐
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Susi
Aduhai
Alhamdulilah, maturnuwun bu Tien " Ada Makna 12 " sampun tayang, Semoga bu Tien sekeluarga sll sehat, selamat berbuka puasa dan selamat menjalankan ibadah Teraweh. aamiin yra ๐คฒ๐คฒ
ReplyDeleteSalam hangat dan aduhai aduhai bun ๐ฉท๐ฉท
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai 2x
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 12 "
ReplyDelete๐ท๐น ๐๐๐Semoga Bunda selalu sehat wal afiat ๐คฒ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Salamah
MANTAP ditunggu lanjutannya
ReplyDeleteYuuuk
DeleteNuwun
MAKASIH MBAK TIEN MET SORE DAN MET BERBUKA PUASA
ReplyDeleteSami2 mas Bambang.
DeleteSeneng aku dikomen
Alhamdulillah ADA MAKNA~12 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien ๐
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA ๐คฒ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Slmt mlm bundaqu..terima ksih Ada Makna 12 nya..๐slmy mlksnkn ibadah taraweh dan slm seroja unk bunda sekel๐ฅฐ๐๐น
ReplyDeleteSami2 ibu Fatida
DeleteSalam aduhai
Matur nuwun, Bu Tien. Semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Anik
Alhamdulillah tayang gasik
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
Matur suwun bu Tien.
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteEng ing eng...Kinanti sudah ketemu dengan Suryawan dan Tia...gimana akhirnya ya?๐ค๐
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...salam hormat.๐๐ป
Sami2 ibu Nana
DeleteSalam hangat
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 12* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... nggak sabar dialog lanjutannya besok๐๐น๐น๐น๐น๐น
Sami2 jeng Susi
DeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya ๐ค๐ฅฐ๐
ReplyDeleteSenang kah atau malu kah Guntur menerima anak-anak yang cantik
Penasaran
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu selalu sehat wal'afiat....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Trm ksh bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Handayaningaih
Sakitnya Guntur parah ya, mudah mudahan dengan motivasi kedua anak kandungnya segera sembuh.
ReplyDeleteWanda kehilangan Tia, mungkinkah dapat diraih kembali... Wahyu lebih memilih Emma, mudah mudahan tidak sakit hati dan jadi nekat.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
Alhamdulillah, ADA MAKNA (AM),12 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Uchu
Maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Ratna
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak crigis
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Komariyah
DeleteBanyak cerita yang akan berkembang dalam seri ini...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Sami2 Mas MERa
Delete