SETANGKAI BUNGAKU
34
(Tien Kumalasari)
Roy menatap Ardian dengan heran, karena setelah
menerima telpon, Ardian tampak diam seperti memikirkan sesuatu.
“Ada apa?”
“Sony kabur dari rumah sakit.”
“Kok bisa? Bukankah biarpun di rumah sakit, tapi seorang
tahanan polisi akan tetap dijaga?”
“Entah bagaimana, tapi aku justru memikirkan Pratiwi.”
“Maksud kamu, kejadian ini akan membahayakan
keselamatan Pratiwi?”
“Mungkin. Sekarang juga aku mau ke sana.”
“Kalau aku ikut, apakah mengganggu?” tanya Roy.
“Kamu ngomong apa, memangnya aku mau ngapain?”
“Barangkali sekalian kamu mau menyatakan cinta, kalau
ada aku kan jadi pengganggu?” goda adiknya.
“Ada-ada saja. Ayuk sekarang, kalau mau ikut.”
“Bawa mobil?”
“Ya enggak lah, cuma ke situ, masa harus bawa mobil?”
“Baiklah, tunggu sebentar, aku ganti baju.”
Ardian tak habis pikir, bagaimana seorang tahanan yang
luka kakinya, yang katanya retak atau patah, kemudian bisa melarikan diri? Pasti
ada yang membantu, tak mungkin dia melakukannya sendiri.
***
Pratiwi heran, Susana tak mau pulang, dan nekat ingin
menginap di rumahnya, sementara rumahnya bukan rumah yang pantas untuk menerima
tamu se level Susana, yang pastinya terbiasa tidur di kamar mewah, ber AC, wangi.
Sementara kamarnya hanyalah sebuah bilik kecil, dengan kasur yang tipis, karena
berpuluh tahun tidak diganti. Jangankan bau wangi, Pratiwi malah khawatir
kamarnya bau apak karena Nano sering tidur di kamar itu, dengan keringat
bercucuran sehabis main atau kegiatan apa pun yang dilakukan.
“Mengapa menatap aku seperti itu, Pratiwi? Kamu tidak
mengijinkan aku ikut tidur di rumah kamu?” tanya Susana.
Pratiwi dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bukan Bu, bukan tidak mengijinkan. Ibu kan melihat
sendiri bagaimana rumah saya, dan tadi juga masuk ke kamar saya untuk shalat.
Tidak memadai kan? Benarkah Ibu ingin tidur di sini?”
“Aku sedang kacau. Di rumah aku sendirian, sedangkan
bersama kamu, aku merasa tenang dan nyaman.”
“Benarkah? Nanti tidur di kamar saya? Ibu tidak akan
mengeluh, atau kecewa?”
“Pratiwi, aku kan sudah melihat semuanya. Kalau tidak
boleh tidur di kamar, biarlah aku tidur di kursi panjang itu,” katanya sambil
menunjuk kursi tua yang biasa dipergunakan keluarga yu Kasnah untuk bersantai.
“Eh, jangan Bu. Kursi itu kan hanya kayu, yang
pastinya keras. Ibu tidurlah di kamar saya, kalau memang mau. Saya akan tidur
di kamar Nano.”
“Nggak mau, aku mau tidur ditemani kamu. Kan aku sudah
bilang bahwa aku sedang tak ingin sendirian. Kalau kamu menyuruh aku tidur
sendirian, sama saja aku tidur sendirian di rumah aku. Aku sedang benar-benar
kacau, dan butuh teman.”
Pratiwi menatap Susana dengan perasaan iba. Wajah
cantik itu memang tampak sedang sangat gelisah. Kegembiraan ketika banyak teman
tadi sirna sudah. Begitu Bondan dan Ratih pulang, Susana kembali tampak
gelisah, apalagi ketika ia duduk sendiri sementara dirinya sibuk di dapur.
“Tetap tidak boleh?” Susana mengulang permintaannya.
“Boleh Bu, aduh, tentu saja boleh. Saya hanya takut
Ibu merasa tidak nyaman berada di kamar saya.”
“Baiklah, terima kasih banyak telah meringankan beban
pikiran aku dengan mengijinkan aku tinggal. Mungkin selama beberapa hari.”
"Semoga gubug sederhana ini bisa membuat ibu merasa
nyaman."
“Ini istana yang penuh suka cita dan cinta. Aku mau
bilang sama ibu, agar ibu juga mengijinkan aku menginap di sini, mungkin untuk
beberapa hari.”
Pratiwi memegang tangan Susana, meremasnya lembut.
“Semoga segala kesedihan Ibu segera berlalu.”
Susana berlinang air mata, mendengar ketulusan hati
Pratiwi.
***
Begitu sampai di rumah, pak Juwono langsung memanggil
Bondan. Wajahnya tampak tak suka. Ia bahkan menyuruh Bondan duduk di depannya,
hanya dengan isyarat tangan.
“Ada apa Pak?”
“Kamu tahu Sony, kan?”
“Ya, tentu saja Bondan tahu.”
“Ada peristiwa yang membuat ayahnya kemudian menelpon
bapak. Ia bertanya banyak tentang Sony. Tapi bapak kan tidak mengerti. Bapak
juga tidak mengerti, ketika ternyata Sony membuka cabang kantornya di kota ini,
yang ternyata hanya untuk mengejar seorang gadis. Apa itu benar?” tanya pak
Juwono sambil memandang tajam anaknya.
“Benarkah Bapak tidak tahu tentang kantor cabang yang
dibuka Sony di kota ini?”
“Tidak, sama sekali tidak. Sony tidak bicara apapun
sama bapak, padahal biasanya, kalau dia ingin melakukan sesuatu, selalu minta
pertimbangan bapak terlebih dulu. Ayahnya menegur aku, dikira bapak tahu, lalu
di permasalahkan, kenapa tidak mencegahnya. Bagaimana mencegah, tahu saja
tidak? Bapak tahu beberapa kali Sony kemari, tapi untuk mengurus usahanya di
kota lain yang dekat-dekat sini, lalu mampir, mengajak Ratih jalan, hanya itu
yang bapak tahu.”
“Bondan juga tidak tahu.”
“Kamu terlibat dalam perkelahian itu kan? Sehingga
Sony ditahan polisi?”
“Bondan hanya membantu teman. Sony ingin berbuat jahat
terhadap Pratiwi. Ada anak buah Sony yang berhasil mencegahnya sehingga
peristiwa kejahatan Sony tidak terjadi.”
“Apa kamu bilang? Siapa yang tadi kamu sebut? Pratiwi?”
“Ya. Memang Pratiwi yang dikejar-kejar Sony, hanya
untuk diperkosa.”
“Diperkosa? Aku mendengar Sony punya banyak teman wanita,
mengapa harus memperkosa seorang perempuan bernama Pratiwi? Bukankah itu
Pratiwi teman Aira?”
“Iya, Pak.”
Lalu Bondan menceritakan semua yang terjadi. Yang
dilakukan Sony dengan menawarkan pekerjaan, setelah dia bersusah payah
mendirikan cabang, hanya untuk menjerat Pratiwi. Sampai kemudian Sony ditangkap
polisi karena anak buahnya melaporkannya.
“Yang kamu maksud anak buah itu kan namanya Susana?”
“Benar.”
“Dia kekasih Sony?”
“Dia tangan kanannya. Dan sangat dipercaya. Tapi
Susana tidak menyetujui keinginan Sony untuk melakukan pelecehan terhadap
Pratiwi. Itu sebabnya dia justru membantu Pratiwi, lalu melaporkannya pada
polisi.”
“Dengan keadaan tubuh luka parah, kaki patah, dia ditahan
polisi.”
“Ya. Ternyata ayahnya sudah tahu?”
“Dia bahkan sudah menyuruh anak buahnya untuk membuat
Sony kabur dari rumah sakit.”
“Apa? Sony kabur?”
“Dia memiliki banyak anak buah. Nyatanya mereka bisa
melakukannya.”
“Bukankah ada polisi jaga?”
“Anak buahnya mengaku kerabat dekat, meminta ijin
untuk membezoek. Dia pura-pura cacat kaki, masuk dengan menggunakan kursi roda.
Dan dengan suka rela menukar dirinya dengan Sony.”
“Maksudnya, kemudian dia pura-pura menjadi Sony yang
terbaring sakit, dan membiarkan Sony keluar dari rumah sakit itu dengan kursi roda?”
“Itulah yang kabarnya dilakukannya. Perbuatan licik
itu ketahuan setelah perawat memeriksa dan ternyata yang terbaring bukan Sony.”
“Ya Tuhan. Jangan-jangan Sony akan melanjutkan niat
jahatnya.”
“Mengapa kamu tidak pernah cerita pada bapak tentang
kejadian itu?”
“Maaf Pak, Bondan memang tidak mengatakan pada Bapak
tentang kejadian itu. Tapi Ratih tahu semuanya. Kami semua kasihan pada
Pratiwi.”
“Aku tidak mengerti, anak-anak muda melakukan hal-hal
diluar nalar akal sehat.”
“Apakah anak buahnya yang bernama Marsam juga ikut
kabur?”
“Tidak. Hanya Sony, dan polisi sedang memburunya. Kamu
harus hati-hati, karena kamu terlibat dalam peristiwa itu dan ikut melawan
Sony. Dia punya anak buah, dan mereka bisa melakukan apa saja.”
“Saya justru menghawatirkan Susana.”
“Siapa itu?”
“Anak buah Sony tadi, kan Bapak sudah menyebutkan
namanya?”
“Oh, dia. Karena sudah melawannya, dan melaporkannya
pada polisi?”
“Pastinya begitu. Saya harus mengabari dia.”
“Hei, mengapa kamu peduli sama dia? Bapak
mengatakannya sama kamu, agar supaya kamu berhati-hati. Atau lebih baik kamu
segera kembali ke Jakarta saja.”
“Jangan begitu Pak. Kalau ada orang lain yang berada
dalam bahaya juga, kita harus mengingatkannya kan?”
“Bapak hanya ingin kamu berhati-hati.”
Bondan tak menjawab. Ia mencoba menghubungi Susana,
tapi berkali-kali ditelponnya, tidak juga tersambung. Bondan menjadi gelisah.
***
“Bu Susana, saya senang bu Susana bisa berbaur dengan
keluarga saya yang serba kekurangan ini. Tapi juga sungkan, pastinya ini
berbeda dengan rumah bu Susana sendiri, bukan?” kata yu Kasnah sambil ikut
menikmati ubi goreng yang dibuat Susana.
“Tidak Bu, bagi saya ini menyenangkan.”
“Mengapa tiba-tiba Bu Susana suka menginap di sini?”
“Karena saya menemukan ketenangan. Di rumah saya
merasa kesepian.”
“Pasti sedang ada masalah kan?”
“Iya Bu, tapi Ibu tidak usah khawatir, semuanya akan
baik-baik saja. Suatu hari nanti saya akan menceritakan semuanya pada Ibu.”
“Baiklah, saya mencoba mengerti.”
“Terima kasih, Bu.”
“Ini kok tiba-tiba ada ubi goreng? Di mana belinya?”
“Tiwi lupa, waktu belanja kemarin beli ubi. Untunglah
bu Susana melihatnya, kemudian menggorengnya.”
“Kamu itu masih muda, kok ya sering lupa.”
“Soalnya setelah belanja, langsung Tiwi taruh di
dapur, lalu sibuk dengan urusan lainnya.”
“Pratiwi, besok kamu belanja ke pasar, bukan?” tanya
Susana.
“Iya Bu, soalnya saya besok akan mulai berjualan sayur
lagi.”
“Aku ikut ya, nanti aku akan membantu kamu berjualan.”
“Bu Susan, jualan sayur itu kotor, dan bau.”
“Nggak apa-apa. Sekarang aku tahu, bahwa hidup harus
dinikmati, dari hal yang paling susah, sampai ke hal yang menyenangkan,” jawab
Susana enteng.
“Apa nak Susana juga tidak lagi bekerja?”
“Iya Bu, setelah Pratiwi keluar, saya juga ingin
keluar.”
“Kok mengikuti Pratiwi sih.”
“Karena kami bersahabat.”
“Nanti Pratiwi akan jualan sayur, dan bu Susan akan
membantu?”
“Iya. Sambil berpikir, saya harus bekerja apa. Jadi
saya akan belajar dari Pratiwi.”
“Bu Susan bisa saja. Saya yang harus belajar dari bu
Susan.”
“Tapi ngomong-ngomong, jangan panggil saya bu Susan
lagi dong. Ini bukan di kantor kan? Panggil aku Susan, begitu. Ibu juga, saya
adalah Susana, bukan bu Susana.”
“Ya nggak enak Bu, masa saya memanggil ibu dengan
menyebut nama saja.”
“Ya sudah, Mbak Susan. Awas ya, jangan membantah.”
“Saya boleh memanggil nak Susan?” sambung yu Kasnah,.
“Iya dong Bu. Itu lebih manis kedengarannya.”
Mereka masih menikmati ubi gorengnya, ketika tiba-tiba
mendengar ketukan pintu. Nano yang tadinya diam mendengarkan pembicaraan mereka,
langsung berlari ke arah depan.
“Ada mas Ardian sama mas Roy,” teriak Nano.
Pratiwi langsung berdiri, dan menyambut ke depan.
“Apa kabar Pratiwi?” sapa Ardian.
“Baik Mas, kok tumben nih.”
“Iya, pengin jalan-jalan saja. Juga pengin tahu
keadaan Pratiwi setelah tidak lagi bekerja kantoran,” sambung Roy.
“Saya sangat baik dan merasa tenang. Ayo silakan duduk,
Mas.”
“Sepertinya lagi ramai di dalam.”
“Iya Mas, ada Mbak Susana.”
“Susana … yang … itu?” tanya Ardian.
“Yang menyelamatkan saya pertama kali. Dia mau
menginap di sini.”
“Oh ya?”
“Sebentar, saya panggilkan, biar dia senang,” kata
Pratiwi sambil berdiri, lalu beranjak ke belakang. Ketika keluar, dia sudah
bersama Susana.
“Ini mbak Susana,” kata Pratiwi mengenalkan Susana
pada Roy.
Mereka bersalaman lalu saling menyebutkan nama.
“Kalau mas Ardian sudah kenal kan?”
“Iya, kenal dong Tiwi, dia kan salah satu pahlawan
kamu,” goda Susana, membuat Ardian kemudian saling pandang dengan Pratiwi, lalu
Pratiwi tersenyum manis.
“Iya, mas Ardian salah satu pahlawanku, di samping mas
Bondan.”
“Tuh kan, Bondan tidak lupa disebut,” kata batin
Ardian, sedikit ada rasa sakit. Cuma sedikit.
“Aku juga punya Srikandi, ya mbak Susana ini. Ya kan
Mbak?” katanya kemudian kepada Susana.
“Sebenarnya kedatangan kami kemari adalah karena ingin
memberi tahu, bahwa Sony kabur dari rumah sakit,” kata Ardian tiba-tiba.
Pratiwi dan Susana sangat terkejut.
“Kabur?” tukas keduanya, serentak.
“Entah bagaimana caranya, pokoknya dia kabur. Dan itu
berarti, kalian harus berhati-hati,” kata Ardian lagi.
“Apakah itu berarti ancaman buat aku?” kata Pratiwi
khawatir.
“Mungkin aku,” sambung Susana.
“Mengapa Mbak Susan?”
“Karena aku yang menggagalkan maksud buruknya, dan
juga yang melaporkannya pada polisi.”
“Kalau begitu Mbak tidak usah pulang dulu.”
“Ya, nanti kita pikirkan bagaimana caranya agar kita
selamat dari ancaman dia,” kata Susana.
“Kalau dia kabur, berarti ke mana Mbak, pasti Mbak
tahu dong, apa dia punya rumah di sini, atau tempat yang sering dikunjungi?”
tanya Roy.
“Dia tidak mungkin pulang ke rumahnya, atau ke tempat
yang sering dikunjungi, karena polisi pasti bisa segera menangkapnya. Aku tidak
tahu dia lari ke mana.”
“Baiklah, itu urusan polisi. Yang penting, kalian
harus berhati-hati."
***
Bondan yang penasaran karena tak berhasil menghubungi
Susana, kemudian langsung mengambil mobil dan menuju ke rumah Susana.
Begitu dia menghentikan mobilnya, dia melihat jendela
samping rumah itu terbuka. Bondan merasa senang, berarti Susana ada di rumah.
Bondan langsung memencet bel tamu, tapi kemudian ia
melihat korden di sibakkan, lalu seorang laki-laki keluar dari pintu. Bondan
terkejut.
“Sony?”
***
Besok lagi ya.
π₯¬πΉπ₯¬πΉπ₯¬πΉπ₯¬πΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah *eSBeKa_34 sdh hadir ditengah-tengah kita.*
Terima kasih bu Tien, salam hormat, tetap sehat dan produktif.
Tetap ADUHAI......
π₯¦π·π₯¦π·π₯¦π·π₯¦π·
Weeeh...Kakek juara 1
DeleteBalapan karung
Mtnuwun mbak Tien
Maturnuwun
ReplyDeleteSuwun
ReplyDeleteKakek lagi...
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Alhamdulillah gasik.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdulillah.... gasik
ReplyDelete⚘π⚘ππ¦π⚘π⚘
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 34 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Salam sehat, bahagia
dan tetap Aduhai...
⚘π⚘ππ¦π⚘π⚘
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Pratiwi sdh hadir..
ReplyDeleteWaaduuh..ternyata Sony pindah ke rmh Susana setelah kabur dari RS..
Bondan terkejut melihat Sony ada di rmh Susana .. Apa yg akan Bondan dilakukan?? Tambah serruuu..
Tunggu bsk lg
Semoga bunda sehat selalu..
Salam Aduhaii...
Matur nuwun bunda Tien...π
ReplyDeleteSony sembunyi di rumah Susana, terus ada teman apa tidak ya... Mungkin bahaya justru bagi Bondan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhmdllh... terima kasih... makin serruu
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah TerimaKasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdullilah SB sdh tayang..mksih bunda..slmt mlm dan slmt istrhat salam seroja dri skbmiππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteYah rupanya kronologinya malah pak Yuwono lebih tahu, tentang pelarian itu.
ReplyDeleteWaduh
Bondan yang mengira Susana ada di rumah, malah ada penampakan Sony dibalik bayangan dalam rumah Susana, kemakan tuh Bondan.
bisa bisa Sony nyuruh anak buahnya memberi pelajaran pada Bondan dengan alasan salah target biar kesanya nggak sengaja, padahal sudah kesamber. Bengep.
Asyik
Baku pukul lagi, ada kesempatan ngasih tahu Ratih nggak, kalau ada kesempatan rame nich, Susana lihat ada telpon tak terjawab dari Bondan, nelpon balik; eh la kok yang nerima Sony waow padahal sudah terlanjur ber bunga bunga ngomong di rumah Pratiwi waduh.
Lihat perubahan muka Susana, jangan jangan dirumah nya.
Trus gimana tuh, haish, umyeg mesthi. Heboh deh. Bondan jadi sandera?!
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke tiga puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu sdh datang
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat .....
Alhamdulillaah tagang gaes ... Makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah SB-34 sdh hadir
ReplyDeleteSemakin seru ceitanya, semoga Ayahnya Sony ditangkap polisi jg karena membantu kabur anaknya.
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien..
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...terima kasih bu Tien...salam aduhai dari Surabaya
ReplyDeleteWaah bakal seru ini,
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat dari mBantul
Wouww makin mantap ceritanya..Salam sehat selalu utk Bu Tienππ
ReplyDeleteAduh... Susana dalam bahaya..untung dia menginap di rumah Pratiwi. Kalo nggak aduh... Soni sudah lari kesana. Tuhan masih melindungi Susana. Pratiwi juga harus hati2 tu. Bahaya mengancam.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSusan lagi kacau & galau, sampai lupa kalau Sony pasti punya kunci rumah Susan. Mungkin dibantu ambilkan oleh anak buahnya jg...atau dibongkar?π€
ReplyDeleteBahaya nih terutama Pratiwi dan Susana. Bondan juga
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu aduhai
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat
TOP
ReplyDeleteTrims Bu Tien sehat selalu
ReplyDelete