Tuesday, February 14, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 19

 

SETANGKAI BUNGAKU  19

(Tien Kumalasari)

 

Pratiwi menunggu sampai Ardian tiba didekatnya, barulah menyapa.

“Kok Mas Ardian ada di sini?”

“Iya, lagi pengin jalan-jalan. Lha kalian mau belanja apaan? Mau masuk ke toko komputer itu?”

Pratiwi tersipu. Sesungguhnya dia hanya baru ingin melihat-lihat.

“Cuma melihat-lihat kok mas.”

“Yang kamu mau masuk itu, jualan laptop bekas.”

“Iya. Laptop bekas saja belum tentu terbeli. Sekali lagi baru ingin melihat-lihat saja.”

“Beli laptop untuk Nano?”

“Iya Mas, nggak tahu tuh, sekolah sekarang, masih SMP sudah harus punya laptop.”

“No, nggak usah beli. Di rumah ada laptop tidak terpakai. Bukan baru sih, tapi masih bagus. Nanti bisa diservis dulu karena lama tidak dipakai.”

“Maksudnya, harus beli punya mas Ardian?” tanya Nano polos.

Ardian tertawa.

“Tidak, memangnya aku jualan laptop? Laptop itu gratis untuk kamu.”

“Apa? Benarkah?” Nano bersorak kegirangan.

“Jangan Mas, biar Nano menabung dulu, nanti keterusan selalu membuat repot orang lain,” kata Pratiwi sungkan, sambil menarik adiknya ke arah toko, nekat ingin melihat-lihat. Tapi dengan cekatan Ardian memegang tangan Nano.

“Pratiwi, punyaku tidak terpakai, karena untuk bekerja, bapak telah menyediakan yang baru. Dari pada tidak terpakai, biar saja dipakai Nano.”

Nano menatap kakaknya yang tampak keberatan.

“Tiwi, mengapa kamu ini? Itu laptop tidak terpakai, tapi masih layak pakai. Ayolah.”

“Saya selalu menyusahkan orang lain.”

“Siapa yang merasa susah karena kamu? Tidak, ayo pulang, ikut aku sekalian ke rumah, lalu kembali kemari untuk menservis laptopnya,” kata Ardian sambil masih memegangi tangan Nano.

“Kami berboncengan naik sepeda Mas,” kata Pratiwi.

“Baiklah, segera pulang, lalu ke rumahku, ya No."

“Bagaimana Mbak?” Nano ragu-ragu karena belum mendapat persetujuan kakaknya.

“Ayolah Tiwi, sungguh itu barang yang tidak terpakai. Daripada membuang-buang uang,” kata Ardian sambil menatap Tiwi lekat-lekat.

“Terima kasih banyak,” akhirnya kata Tiwi

“Nah, ayo pulang, lalu Nano ke rumah setelahnya ya,” kata Ardian sambil melepaskan tangan Nano.

Pratiwi mengangguk, lalu menghampiri sepedanya, kembali memboncengkan adiknya, menuju pulang.

“Beruntung ya Mbak, kita tidak usah membeli,” kata Nano saat berada di boncengan kakaknya.

“Jangan merasa senang karena sebuah pemberian. Diberi seseorang itu adalah beban,” kata Prafiwi tandas.

“Apa maksudnya?”

“Memang kita diberi, memang kita tidak usah mengeluarkan uang, tapi kita punya beban kebaikan yang diberikan orang lain kepada kita.”

“Lalu mengapa tadi kita tidak menolaknya?”

“Menolak juga bukan sesuatu yang baik, selama si pemberi memberikannya dengan tulus.”

“Lalu apa yang harus kita lakukan?”

“Mensyukuri semua itu sebagai sebuah anugerah, tapi jangan bersorak karena mendapatkannya. Nanti bisa keterusan, selalu mengharapkan pemberian. Itu tidak baik.”

Nano terdiam, tampak merenungi apa yang dikatakan kakaknya. Pratiwi terlalu baik, tapi tidak suka mendapat pemberian. Ia hanya harus bersyukur, tapi tidak suka mengharapkan memberian berikutnya. Itu sebabnya dia ingin mencoba pekerjaan yang ditawarkan Ratih, agar tidak selalu mendapatkan belas kasihan.

***

Ardian sudah sampai di rumah, masuk ke gudang mencari laptop yang lama sudah tidak dipakainya. Ia membawanya keluar, dan membersihkannya dari debu.

Roy heran melihatnya.

“Apa yang kamu lakukan Ar? Untuk apa itu?”

“Kan sudah lama tidak aku pakai, coba di servis dulu, kalau masih bagus akan aku berikan pada Nano.”

“Nano adiknya Pratiwi?”

“Iya.”

“Tadi main ke sana? Katanya mau beli buku bacaan.”

“Aku ketemu, ketika Pratiwi dan Nano sedang mencari laptop bekas. Nano membutuhkannya, tapi tampaknya uangnya belum cukup. Aku ingat masih punya ini. Masih bagis sih, tapi karena lama tidak dipakai, barangkali harus di servis lagi. Semoga masih bisa.”

“Sudah lama sekali. Bagaimana kalau nggak bisa dipakai lagi?”

“Gampang, di sana dijual macam-macam merk laptop bekas. Kasihan, Pratiwi pasti agak berat menyandang beban sekolah anak jaman sekarang. Kebutuhannya macam-macam, padahal tidak semua orang mampu memenuhinya kan?”

“Iya sih.”

“Kamu mau ke mana? Kok dandan rapi banget? Ini sudah mau maghrib.”

“Mau keluar, nanti setelah maghrib.”

“Ke mana?”

“Mau tahu saja.”

Ardian tertawa mengetahui Roy tampak merahasiakan kepergiannya.

“Tapi kayaknya aku tahu deh,” goda Ardian.

“Jangan sok tahu,” sergah Roy sambil menjauhi kakaknya.”

“Ke rumah Ratih kan?” teriak Ardian. Tapi Roy sudah masuk ke dalam kamarnya.

“Siapa Ratih?” tanya Sasmi yang baru saja keluar dari belakang.

“Itu Bu, adiknya Aira.”

“O, sekarang Roy dekat sama dia?”

“Sepertinya begitu Bu, wajahnya mirip Aira.”

“Karena itu, maka Roy suka?”

“Entahlah, dia penuh rahasia. Pada Ardian juga tidak mau berterus terang.”

Sasmi tertawa, ada rasa senang menyadari anak-anaknya beranjak dewasa. Kalaupun jatuh cinta pada seseorang, semoga tidak salah dalam memilih.

“Ibu senang kan, akhirnya Roy benar-benar tertarik pada seseorang. Baru kali ini saya melihatnya begitu."

“Iya, senang. Bagaimana yang namanya Ratih? Cantikkah?”

“Cantik, cerewet, tapi baik. Dia berbeda dengan almarhumah kakaknya yang manja dan kolokan.”

“Iya, ibu pernah dengar, Roy tidak suka pada almarhumah, kok sekarang suka sama adiknya?”

“Barangkali ada perbedaan perangai yang menarik untuk dia.”

“Semoga tidak salah pilih. Tapi bagaimana dengan kamu? Bukankah kamu lebih tua dan harus juga segera menemukan gadis yang kamu suka?”

Ardian hanya tertawa, tak menjawab apapun.

“Ardian, kenapa tertawa?”

“Belum ada Bu. Sabar ya?” kata Ardian yang kemudian juga menjauhi ibunya. Rupanya dia belum menemukan gadis yang bisa dipamerkan kepada ibunya, atau barangkali juga belum yakin akan apa yang ada di dalam hatinya.

***

Ratih baru saja selesai shalat ketika ponselnya berdering. Dari Sony.

“Ada apa?” sapa Ratih singkat.

“Waduh, kok jawabnya galak banget.”

“Aku kan memang galak? Katakan ada apa, aku mau jalan jalan.”

“Sama siapa?”

“Mau tahu saja.”

“Baiklah, ikut senang mendengarnya, semoga dia ganteng seperti aku.”

“Iih, jauh lebih ganteng dong,” canda Ratih.

“Masa sih, ada orang yang lebih ganteng dari aku?”

“Sok deh. Memangnya kamu ganteng?”

“Ganteng lah. Oh ya, bagaimana kabarnya Pratiwi, sudah ada jawabannya?”

“Kirimkan alamat kantor kamu, berikut siapa yang harus ditemui. Sepertinya dia tertarik.”

“Bagus. Aku sudah tahu bahwa kamu pintar merayu.”

“Eh, aku sama sekali tidak merayu, aku hanya menginformasikan, keputusannya terserah dia, Padahal sesungguhnya aku berharap agar dia tidak menerimanya.”

“Jahat sekali kamu. Sama sahabat sendiri tega ya.”

“Ini bukan masalah tega. Sebenarnya aku meragukan ketulusan hati kamu.”

“Hm, berani sumpah disambar geledek deh.  Aku berniat baik. Ingin menolong. Kok kamu selalu tidak percaya sih?”

“Ya sudah, kirimkan saja nama perusahaan, alamat, dan siapa HRD nya, atau siapa yang harus ditemui.”

“Baiklah, tuan putri, akan hamba kirimkan sekarang,” kata Sony riang.

Ratih tak peduli ketika pesan Sony terkirim, karena pembantunya mengatakan bahwa makan malam sudah siap.

Ketika ia beranjak ke ruang makan, dilihatnya ayah ibunya sudah duduk menunggu.

“Makan dulu Tih, apa kamu mau pergi?”

“Nanti akan jalan sama mas Roy.”

“Kok anak bapak semua suka pada Roy sih?”

“Hanya berteman,” kata Ratih singkat.

“Lho, ini simbok kok masak macam-macam? Ada sup, kok ada sayur apa nih, lodeh daun singkong?” kata bu Juwono.

“Iya Bu, itu Ratih bawa dari rumah mbak Pratiwi, enak lhoh masakan dia.”

“Ini? Masa sih?” tanya bu Juwono yang langsung menyendok sayur lodehnya.

“Enakkah?” tanya pak Juwono.

“Enak tuh, hm … enak, harusnya ada ikan asin di sini.”

“Kalau nanti masih sisa, suruh simbok besok beli ikan asin.”

“Sisa dong, ini banyak benar. Cobain Pak,” kata bu Juwono.

Ratih tersenyum senang, karena ayah ibunya menyukai sayur masakan Pratiwi yang dibawanya.

“Ratih, kamu harus belajar memasak juga, supaya besok di sayang suami.”

“Baiklah, besok aku mau belajar memasak sama mbak Pratiwi.”

“Mengapa tidak belajar sama ibumu saja? Masakan ibumu juga begini lho,” kata pak Juwono sambil mengacungkan jempolnya.

“Iya, Ratih tahu. Tapi kalau Ratih pulang kuliah, biasanya ibu sudah selesai memasak.”

“Akan ada waktu, ketika kamu ingin belajar. Ibu ingin, kamu menjadi istri yang sempurna. Cantik, setia, pintar memasak dan pintar mengurus rumah tangga.”

“Terima kasih Ibu,” kata Ratih yang menikmati makan malamnya dengan lahap.

“Besok pagi, simbok akan memasak pecel untuk sarapan.”

“O, iya, simbok bilang kamu membawa sayuran.”

“Ratih beli dari mbak Pratiwi tadi.”

“Ibu lupa, Pratiwi jualan sayur ya.”

“Iya, tapi nanti kalau jadi, dia akan bekerja di kantornya mas Sony.”

“Oh sudah berdiri kantornya? Kemarin dulu pernah bilang kalau mau buka cabang di kota ini. Nggak tahunya sudah berdiri?”

“Dan Pratiwi mau bekerja di sana?”

“Belum pasti Bu, kalau mbak Tiwi mau.”

“Kasihan gadis itu,” celetuk bu Juwono.

“Iya Bu. Dia sangat baik hati. Ratih suka main ke rumahnya. Ibunya yang tuna netra, kalau memijit enak sekali.”

“Benarkah? Ibu pengin dong dipijit.”

“Kata mbak Tiwi, ibunya sudah dilarang memijit, kasihan, sudah tua.”

“Sayang sekali, ibumu itu suka sekali pijit,” celetuk pak Juwono.

“Selamat malam,” sebuah suara tiba-tiba saja terdengar dari arah pintu.

“Mas Bondan?” teriak Ratih.

Suasana menjadi heboh ketika Bondan tiba-tiba datang lalu ikut  nimbrung makan malam bersama keluarganya.

“Ini hari apa, kok kamu pulang?”

“Ada tugas ke Semarang, lalu mampir ke rumah, besok sore baru kembali ke Jakarta,” kata Bondan.

“Senangnya, besok antar aku jalan-jalan ya,” kata Ratih riang.

"Enak saja. Segera cari pacar, supaya kamu tidak selalu meminta aku untuk menemani kamu jalan,” goda Bondan.

“Hiih, jahat banget sama adiknya.”

Bondan tertawa. Sesungguhnya dia sangat menyayangi satu-satunya adik yang tersisa, setelah Aira tak ada.

“Baiklah, jangan ngambeg dong, mau kemana, nanti mas antarkan.”

“Aku tuh kalau main, paling ke rumah Mbak Tiwi.”

“Nah, itu aku suka.”

“Apa maksudmu suka?”

“Suka ngaterin kamu. Kenapa sih?”

Ketika itu tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Ratih yang kebetulan sudah selesai makan kemudian beranjak keluar dengan cepat.

“Siapa tamunya?” tanya Bondan.

“Tadi bilang mau keluar sama Roy,” jawab ibunya.

“Roy?”

“Iya, itu dulu temannya Aira.”

“O, ya ampun, dulu bilang nggak suka sama Roy.”

Ayah dan ibunya tertawa. Ketika Bondan mau keluar menemui, ibunya melarangnya.

“Biarkan saja. Jangan mengganggu adik kamu, nanti dia marah.”

“Mereka pacaran?”

“Nggak tahu. Mungkin baru berteman. Tadi bilang hanya berteman.”

“Semoga dia baik. Tapi Bondan sebaiknya keluar, nanti dikira sombong,” kata Bondan yang segera keluar.

Roy terkejut melihat Bondan keluar.

“Selamat malam. Ini Mas Bondan bukan?”

“Iya, saya baru saja datang,” katanya sambil menyalami Roy dengan hangat.

Mereka berbincang hangat, sehingga Ratih lupa mengatakan tentang Pratiwi yang ingin bekerja seperti yang pernah ditawarkan.

***

Hampir tengah malam ketika Pratiwi akhirnya menerima pesan dari Ratih, yang mengatakan tentang nama perusahaan dan alamatnya, serta apa yang harus dilakukannya.

Pratiwi sibuk menulis lamaran yang akan dibawanya besok setelah berjualan.

“Wi, apa kamu belum tidur?” suara ibunya dari dalam kamar. Barangkali mendengar suara-suara ketika Pratiwi sedang menulis lamaran dan menyiapkan apa yang dibutuhkannya.

“Iya Bu, belum tidur.”

“Ini sudah malam kan?”

Pratiwi yang tak ingin ibunya keluar, kemudian meletakkan kertas yang sedang ditelitinya lagi. Ia masuk ke kamar ibunya, dan melihat ibunya sedang berbaring.

“Ada apa Bu? Ibu butuh sesuatu?”

“Tidak, ibu mendengar suara-suara, dan bertanya, apakah kamu masih terjaga.”

“Iya, Tiwi sedang membuat lamaran kerja.”

“Kamu jadi, akan melamar pekerjaan itu?”

“Coba-coba dulu Bu, barangkali cocok, dan mendapat penghasilan lebih baik.”

“Pikirkan lagi semuanya masak-masak, tentang baik buruknya, dan untung ruginya. Jangan melakukan sesuatu hanya karena iming-iming gaji besar.”

"Pratiwi juga baru akan mencoba, nanti bagaimana."

“Baiklah, kalau sudah selesai, tidurlah. Ini sudah malam.”

***

Selesai berjualan, setelah berdandan rapi, ia sudah berada di depan sebuah kantor. Ia membaca papan nama yang tertulis di kantor itu. MEGAH PERKASA.

“Tidak begitu besar, bagaimana bisa menawarkan gaji tinggi? Tapi kan belum tentu juga kantornya kecil lalu perusahaan ini kecil. Mungkin  hanya kantor cabang.

Pratiwi menyandarkan sepedanya di tembok kantor satpam, yang disapa dengan ramah oleh satpam di kantor itu.

“Selamat siang, Mbak.”

”Selamat siang, saya ingin ketemu ibu Susana.”

“Oh, silakan masuk, ini Mbak Pratiwi?”

Pratiwi mengangguk.

“Mbak sudah ditunggu. Ruang kerjanya yang paling depan.”

“Terima kasih.”

Pratiwi heran, bahkan satpam sudah tahu namanya, dan pasti juga sudah tahu apa kepentingannya.

***

Besok lagi ya.

 

 

38 comments:

  1. Replies
    1. Pa Bambang jaga gawang, diikuti jeng Mimiet, jeng Nani, kakek Habi di jam yang sama.


      Maturnnuwun bu Tien SB Eps 19 sdh tayang. Semoga brsuk tayang hasil, sebab besuk ada agenda Zoom meeting, pada pukul 19.45 sd 22.00 WIB.
      Dimana bu Tien sebagai BINTANG TAMU.

      Delete
  2. πŸŒΉπŸŒΏπŸŒΉπŸŒΏπŸ¦‹πŸŒΏπŸŒΉπŸŒΏπŸŒΉ
    Alhamdulillah SB 19 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    πŸŒΉπŸŒΏπŸŒΉπŸŒΏπŸ¦‹πŸŒΏπŸŒΉπŸŒΏπŸŒΉ

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  4. Terima ksih mbakyu Tienkumalasari SBnya, salam SeRoJa selalu untuk jenengan & kelg tercinta, wassalam dari Gn3, Tanggamus, LampungπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ

    Reply

    ReplyDelete
  5. Maturnuwun Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete

  6. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~19 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...
    .

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 19 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.... trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Kok sudah ditunggu... berarti sudah ada 'bocoran' Tiwi akan datang. Kalau peka, mestinya Tiwi bertanya ini itu yang mengarah siapa boss-nya. He he he he...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah SB-19 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selali.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  16. Maturnuwun ibu Tien,semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Heran juga sang ibu kenapa anak-anaknya suka sama Roy, Bondan pun ingin tahu perubahan adek cantiknya yang tinggal satu, walau sebenarnya dia sendiri ada kerinduan untuk jumpa dengan Pratiwi, bukan kah Ratih pernah bilang kalau memilih, mending pilih Ardian kakak Roy.
    Biarkan jangan ganggu Ratih katanya berteman sama Roy, Bondan hanya mau menyapa Roy saja.
    Berhasilkah Bondan bertemu Pratiwi, Ratih tahu dimana Pratiwi berada.
    Susana pun tahu cuma akal akalan saja jadi hrd, terlihat settingan ruang kerja ada yang nggak beres, siapa berani protes sama bos.
    Ah mungkin mereka tahu karena Ratih, hm ruang kerja begitu dingin sempit cuma pintu masuk; tanpa cendela ventilasi yang cukup, masuk ruang kerja suara luar ruangan tak terdengar lagi, kedap suara, sehatkah, ah mungkin biar tenang merangkum data yang dikerjakan.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke sembilan belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  18. Ini Pratiwi hrsnya udah bs baca sikon

    Kl masuk aj blum kok lingkup udah mengenal

    Andai bs merenung InshaAllah selamat
    Ini seh harapanku aj
    πŸ™πŸ™πŸ™πŸ«’

    ReplyDelete
  19. Trims Bu Tien dan semoga selalu sehat dan bahagia

    ReplyDelete
  20. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat bu Tien semuanya

    Nah Bondan sdh drg ,,,
    Pratiwi jgn bingung ya 🀭

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun ibu Tien,semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Terima ksih bunda SBnya..makin seruuu..smg Pratiwi slmet dri jebakan yg blm jls dri si Soni..slm sht sllu unkbundaπŸ™πŸ˜πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete