Thursday, October 20, 2022

JANGAN PERGI 04

 

JANGAN PERGI  04

(Tien Kumalasari)                   

 

Radit melangkah ke belakang, menepuk bahu bibik yang sedang mengangkat cerek dari atas kompor.

“Adduuuh, Mas Radit !” teriaknya, lalu buru-buru meletakkan cerek di lantai begitu saja.

“Kalau air mendidih itu numpahin badan bibik, bagaimana?” keluhnya sambil merengut. Tapi bibik surut kebelakang, melihat wajah Radit muram, bahkan serem, seakan ingin menerkamnya.

“Ada apa sih Mas,” katanya dengan nada rendah, sedikit takut melihat sorot mata Radit.

“Bibik taruh di mana foto yang ada di meja aku?” tanya Radit, tanpa senyum.

Bibik mengerutkan keningnya.

“Foto apa ya Mas?”

“Foto pacar aku, yang ada di atas meja. Bibik lupa ya, kalau di atas meja di samping tempat tidur aku itu selalu ada foto terpampang?”

“Foto … ooh, foto non Listi?”

“Iya, Bibik taruh di mana foto itu? Mengapa Bibik berani sekali memindahkan foto itu?” tanya Radit dengan mata benar-benar memancarkan api, membuat bibik ketakutan.

“Manaa?” Radit yang biasanya lemah lembut mendadak menjadi singa galak yang siap menelan mangsanya.

“Bb … bukan bibik Mas … bukan bibik …” kata bibik ketakutan sambil lebih mundur lagi kebelakang, takut kalau benar-benar Radit menelannya bulat-bulat.

“Bukan Bibik? Jadi siapa? Mengapa foto itu tak ada di tempatnya? Mana Bik? Bibik pasti tahu kan?” Bibik mundur lagi selangkah.

“Itu … it..tuu … “ tangan bibik menunjuk ke arah gudang?”

“Apa? Di gudang? Tempat barang-barang rongsokan itu?” teriak Radit.

Bibik hanya mengangguk, dia sudah mepet di depan kulkas dan kalau ingin mundur lagi tak akan bisa.

“Mengapa bibik taruh di gudang?”

“Bbukan ssaa … saya Mas, bukan …” bibik menggoyang-goyangkan tengannya, benar-benar ketakutan.

“Kalau bukan Bibik, lalu siapa? Bukankah Bibik yang menggantikan seprei, tadi?”

“Beb … benar … tap pi .. bibik tidak memindahkan foto itu, hanya membersihkan saja. Tahu-tahu, ibu membawanya ke belakang dan melemparkannya ke gudang,” kata bibik yang mulai lancar berbicara karena sudah mengatakan yang sebenarnya.

Radit melangkah ke gudang, masuk ke dalamnya, dan dengan marah dia memungut foto kekasihnya teronggok di atas kardus barang-barang bekas, kemudian membawanya keluar. Sebelah tangannya meraih serbet yang tersampir di kursi dapur, lalu dipergunakannya untuk membersihkan pigura yang agak kotor.

Radit mendekap foto itu di dadanya, lalu melangkah kembali ke kamar. Sebelum masuk ke kamar, dia berpapasan dengan ibunya.

“Mengapa Ibu membuang foto ini?” tegur Radit dengan wajah masam.

“Ya ampun Dit, ibu sedih kamu masih terus menerus mengingat dia. Dia sudah meninggalkan kamu, tak semestinya kamu terus memujanya,” kata ibunya lembut.

“Radit sudah tahu apa yang Radit lakukan, tapi Radit tidak suka Ibu menyingkirkan foto ini. Dia menemani Radit setiap malam.”

“Itulah yang ibu tidak suka Dit. Kamu harus bisa melupakannya. Kalau foto itu tak ada lagi, perlahan kamu pasti akan bisa melupakan dia. Mira gadis yang baik dan terpelajar, mengapa kamu tidak mencoba memperhatikannya?”

Wajah Radit bertambah gelap mendengar ibunya menyebut nama Mira. Dia tidak suka Mira. Gadis itu tidak tahu malu. Beberapa hari yang lalu, hari masih pagi, dan tiba-tiba ban motornya kempes di depan rumah, lalu minta Radit mengantarnya ke kampus. Radit dengan terpaksa melakukannya, hanya karena kasihan.

Radit melanjutkan langkahnya, masuk ke dalam kamar dan meletakkan foto itu kembali di atas nakas, setelah mendekapnya erat di dadanya.

“Mengapa kamu pergi? Mengapa aku tidak pernah bisa melupakan kamu?” bisiknya, lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.

***

Setelah bertemu Radit, bu Listyo menuju dapur.

“Kok dia tahu bahwa foto itu ada di gudang?” tanya bu Listyo pada bibik.

“Ya ampun Bu, saya takut sekali, mas Radit marah-marah, sampai saya tuh merasa mau diterkam, gitu.”

“Kenapa marahnya sama kamu?”

“Lha mas Radit kan mengira bahwa saya yang menyingkirkan foto itu, daripada saya diterkam, saya tunjukkan saja ke arah gudang.”

“Aku sedih memikirkan Radit. Orang sudah pergi, nggak jelas, maunya masih memandangi fotonya terus. Ada gadis cantik yang suka sama dia, ee … dia melengos saja.”

“Lha iya sih Bu, mas Radit itu kan ganteng, gagah, dokter pula, pasti banyak gadis-gadis yang mengejarnya.”

“Dia tuh nggak pernah peduli pada gadis-gadis itu. Masa sih harus menunggu Listi terus. Listi itu pergi begitu saja, tanpa kabar, tanpa alasan jelas. Bodoh sekali Radit kalau masih memikirkannya.”

“Cinta kok bisa sampai segitunya ya Bu,”kata bibik sambil menghidangkan minuman di depan majikannya.

“Itulah yang membuat aku sedih Bik. Dicarikan jodoh, nggak pernah cocok, didatangi gadis-gadis cantik, nggak pernah peduli, dilirik saja tidak,” kata bu Listyo sambil menghirup teh hangatnya.

“Semoga segera ketemu jodohnya Bu. Bukankah jodoh itu tidak usah dicari, nanti akan datang sendiri, entah bagaimana caranya,” hibur bibik.

***

Sejak kejadian itu, Radit selalu mengunci kamarnya setiap sebelum pergi. Radit sendiri tidak tahu, mengapa dia sangat mendambakan Listi, dan selalu berharap pada suatu hari akan kembali.

Kerinduan itu selalu ditumpahkannya pada Ratri, guru cantik yang wajahnya sangat mirip Listi. Jatuh cinta kah Radit pada Ratri? Entahlah, Radit juga tidak bisa menjawabnya. Dia hanya merasa tenang dan nyaman apabila sudah bertemu dan berbincang dengan Ratri.

Malam itu dengan seijin bu Cipto, Radit mengajak Ratri jalan-jalan. Sejauh ini Ratri tidak tahu apa sebenarnya yang terkandung di hati Radit terhadapnya. Hanya berteman biasa, atau lebih dari itu? Ratri hanya merasa senang setiap kali bersamanya, dan selalu berdebar setiap kali Radit memandangnya.

Mereka berdua sedang menikmati makan malam di sebuah restoran. Duduk berhadapan dan terkadang saling pandang dengan perasaan yang entah bagaimana, tidak disadari oleh keduanya.

“Aku memenuhi janjiku,” kata Radit.

“Janji apa?”

“Janji mengajak kamu makan di luar.”

“Ooh.Iya …”

Ratri tersenyum.

“Mengapa Mas Radit melakukan semua ini?”

Radit tak menjawab. Matanya menerawang jauh ke depan, diantara orang-orang yang sedang menikmati makan malam, tapi bukan mereka yang dipandangnya. Pertanyaan Ratri membuatnya teringat kekasih hatinya yang pergi entah kemana.

“Mas Radit memikirkan apa?” tanya Ratri yang merasa heran melihat sikap Radit.

Radit menatap Ratri. Bayangan Listi ada di wajah itu. Tapi ketika tersenyum, bayangan itu hilang. Ratri sangat terlihat manis kalau tersenyum. Itu berbeda dengan senyuman Listi. Dimana ya perbedaannya, tapi Radit merasa Ratri lebih tulus. Apakah berarti Listi tidak tulus dalam memberikan senyuman kepadanya?

“Kamu bertanya apa?”

“Mas Radit memikirkan apa, kok seperti sedang melamunkan sesuatu?”

“Memikirkan seorang gadis,” katanya sambil menatap tajam Ratri.

“Oh, pacar Mas Radit?”

“Pacar?”

“Gadis itu, yang sedang mas pikirkan.”

Radit tertawa.

“Nggak, aku bercanda ….”

“Nggak lucu ah.”

“Kok tersenyum? Pasti lucu dong.”

“Aku kan murah senyum?”

“Itu benar ….” Kata Radit, tulus.

“Jadi pertanyaanku belum terjawab dong.”

“Pertanyaan yang mana? Kamu banyak tanya sih?”

“Nggak tuh. Nggak banyak. Hanya dua dan semuanya belum terjawab.”

“Nanti kamu akan tahu jawabnya.”

“Kapan?”

“Nanti.”

“Nanti malam?”

“Lhoh, boleh ya aku datang nanti malam dan memberi jawaban?”

“Iih … mas Radit tuh.”

“Baiklah, hidangan sudah tersedia, lebih baik segera disantap, supaya kita tidak pulang terlalu malam, nanti ibu bertanya-tanya, lalu aku dikira menculik kamu.”

“Memang mudah, menculik aku?”

“Kayaknya sih … mudah deh …”

“Mudah?”

“Buktinya bisa aku bawa kemari, aku ajak makan, sambil bercanda. Aku senang sekali lhoh. Kalau kamu mau diculik, aku mau kok.”

Lalu keduanya tertawa-tawa, menikmati makan malam yang entah enak atau tidak rasa masakannya, tapi hati senang, dan itu membuat apa saja yang masuk ke dalam mulut jadi  terasa enak. Tapi canda itu terhenti ketika sebuah pesan masuk ke ponsel Radit.

“Dari bu Dewi,” gumamnya, lalu membaca pesan itu.

“Dia minta siang besok aku bisa datang ke sekolah, setelah jam pelajaran selesai,” katanya setelah membaca. Kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku bajunya.

Ratri tak berkomentar, paling juga masalah pembangunan yang sudah dimulai sejak seminggu lalu.

***

“Tadi kemana saja?” tanya bu Ciptp ketika sedang menikmati sepiring lontong opor oleh-oleh dari Radit dan Ratri.

“Hanya jalan-jalan, lalu makan. Mas Radit takut ibu khawatir kalau jalan kelamaan.”

“Berarti nak Radit itu orangnya baik. Mengerti tata krama membawa anak gadis orang.”

“Iya, dia baik.”

“Besok kalau mencari suami, harus yang baik seperti nak Radit. Ganteng, baik, pengertian,” kata bu Cipto.

“Ibu ada-ada saja, mana ada perempuan mencari suami? Yang ada ya laki-laki dong yang mencari istri.”

“Maksud ibu, kalau ada yang mau mengambil kamu sebagai istri, harus yang baik seperti nak Radit.”

“Doakan ya Bu. Tapi saat ini Ratri belum memikirkan soal itu,” jawab Ratri, yang berharap agar ibunya tidak mengatakan bahwa tampaknya Radit menyukainya. Hal itu akan membuat dirinya terganggu. Iya kalau iya, kalau tidak? Ratri tidak ingin berharap terlalu tinggi, agar kalau jatuh, jatuhnya tidak terasa sakit.

“Kamu sudah dewasa.”

“Ratri masih ingin melayani Ibu, belum memikirkan suami.”

“Nanti jadi perawan tua lhoh.”

“Doakan yang terbaik untuk Ratri ya Bu.”

“Iya, ibu pasti akan selalu berdoa untuk kamu. Kalau kamu hidup tenang, bahagia, pasti ibu juga akan bahagia.”

“Iya Bu.”

“Kamu tidak makan, masih ada tuh, lontongnya, sama sayurnya.”

“Ratri sudah kenyang, tadi makan di sana. Biar Ratri masukkan kulkas saja, besok bisa untuk sarapan.”

“Ya sudah, terserah kamu kalau begitu.”

Ratri bersyukur, ibunya benar-benar tidak mengatakannya.

***

“Dari mana Dit? Nggak capek kamu, seharian bekerja, malamnya pergi lagi,” tanya bu Listyo ketika Radit baru saja masuk ke dalam rumah.

“Makan bersama teman Bu.”

“Seorang gadis?”

“Ya.”

“Syukurlah. Apa dia cantik?”

“Cantik.”

“Senang mendengarnya. Apa kamu menyukai dia?”

“Ibu ada-ada saja.”

“Ibu senang kalau kamu menyukai seorang gadis. Ibu ingin segera punya menantu, lalu menimang cucu.”

“Hanya makan bersama, ibu mikirnya sampai ke cucu,” kata Radit sambil tersenyum.

Bu Listyo tak menjawab. Ada rasa kecewa mendengar jawaban Radit. Berarti hati Radit belum beralih dari Listi. Itu membuatnya prihatin.

“Tadi Mira juga lama menemani ibu di sini.”

Radit hanya melirik ibunya sekilas, kemudian berjalan ke arah kamarnya.

“Anak itu. Gadis secantik Mira masih juga tidak bisa menarik hatinya, tetap menunggu Listi, sampai kapan? Ya kalau kembali, kalau tidak …?” gumam bu Listyo kesal. Radit mendengarnya, tapi tak menjawab apapun.

Di kamar, Radit sedang memikirkan perasaan hati yang sebenarnya dirasakan. Apakah dia masih mencintai Listi, atau mencintai Listi yang lain? Yang wajahnya mirip, tapi lebih lembut dan tampak tulus, biarpun sederhana.

Terngiang kembali kata-kata ibunya, apakah dia akan tetap menunggu Listi? Sampai kapan? Bagaimana kalau dia tidak kembali? Lalu Radit berpikir lagi, dia setengah mati memuja Listi, apakah Listi juga cinta pada dirinya? Kalau cinta, mengapa pergi?

Radit memijit kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. Ia bangkit, meraih foto itu,  menatapnya dengan sendu, kemudian memasukkannya ke dalam laci, lalu tidur.

***

Siang itu pelajaran sudah usai. Gempita sorak anak-anak yang keluar dari kelas memekakkan telinga. Ratri tersenyum melihatnya. Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat menyenangkan. Masa dimana tak ada beban, yang ada hanyalah gembira. Ia tersenyum ketika sebelum murid-muridnya keluar, menyalaminya satu persatu.

“Selamat siang Bu.”

“Siang nak, hati-hati di jalan ya.”

Ucapan-ucapan rutin yang selalu terdengar saat mengiringi mereka.

Ratri masuk ke ruang guru, untuk mengambil tas-nya. Ia bersiap pulang, tapi ketika melihat ruang kepala sekolah, dilihatnya Dewi masih duduk di kursinya sambil mengotak-atik ponselnya.

Ratri melongok kedalam dan menyapa.

“Bu Dewi belum pulang?”

“Sebentar lagi Bu Ratri, pak Radit meminta bertemu saya siang ini, setelah pelajaran usai,” katanya sambil tersenyum manis.

Ratri mengangguk, lalu melanjutkan langkahnya. Ia ingat, semalam Radit mengatakan bahwa bu Dewi ingin ketemu. Kok tadi dia bilang bahwa pak Radit yang ingin ketemu ya. Ada perasaan aneh menyelinap. Kenapa bu Dewi berbohong?

Ratri sudah sampai di gerbang sekolah ketika tiba-tiba sebuah mobil masuk, membuat dirinya harus minggir ke belakang gerbang. Tiba-tiba mobil itu berhenti.

“Ratri? Mau pulang? Ternyata Radit yang menyapanya.

“Oh, Mas Radit, mau menemui bu Dewi?”

“Iya, entah ada keperluan apa. Tunggu dulu, nanti aku antar pulang.”

“Tidak usah Mas, barangkali ada pembicaraan penting.”

Radit turun dari mobil.

“Tidak, kamu harus ikut, nanti kita pulang sama-sama.”

Tatapan mata itu menghunjam ke arah ulu hatinya, membuatnya tak berdaya, dan tak memiliki pilihan lain, kecuali mengikuti kemauannya. Dia akan menunggu diluar saja nanti, supaya tidak mengganggu.

***

Besok lagi ya.

51 comments:

  1. Siapakah juara 1;di episode 04 JANGAN PERGI, malam ini???
    Yogja, Sragen, Bojonegoro, Jakarta apa Kuta Bali???
    atau.....
    Bandung???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat Bandung juara 1
      Trimakasih bu Tien Jangan Pergi 04 telah tayang. Aduhai

      Delete
    2. Matur nuwun Mbak Tien sayang. Salam Aduhai

      Delete
    3. Assalamualsikum wrwb ,, aduhai,, bunda,
      Mana bisa kuta juara?? Masih nunal nunul ,,
      Aduh jangan2 bu Dewi jatuh cinta juga dengan sang dokter??

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Jangan Pergi tayang

    ReplyDelete
  3. Hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sehat selalu salam kangen

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ..

    ReplyDelete
  6. Terima kasih untuk
    Pak Djoni
    Ibu Mundjiati Habib
    Ibu Sri Hastuti
    Ibu Ave
    Ibu Rery Wijaya Laksmi
    Yang telah bersedia membaca cerbung says di NovelToon
    Memberi like dan komentar.
    Semoga segala kebaikan mendapatkan kurnia berlimpah. Aamiin

    ReplyDelete
  7. Juga ibu I'in Jogya.
    Terima kasih banyak atas komennya di Noveltoon

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  9. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah dah tayang, matur nuwun Bunda Tien.
    Mugi ta sah sehat salam Aduhai.

    ReplyDelete
  11. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete

  12. Alhamdulillah JANGAN PERGI~04 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  13. Sugeng daluuu... mbak Tien
    Sehat selalu njiih.... Salam kangen dr Surabaya, 😘❤️

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah JP 04 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, Salam sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Tampaknya bu Dewi juga naksir pada Radit. Masih single ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Matur suwun bunda Tien , semoga selalu sehat
    Salam Aduhaiiii dari bumi Arema Malang

    ReplyDelete
  17. Makasih, bu Tien 💖💖
    Mas Radit memang aduhaii 😍😍

    ReplyDelete
  18. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg JP 04 telah hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Sabar Ratri, cintamu baru mau mulai bersemi sudah ada rintangan2 mungkin ibu Dewi Kepala sekolahmu ada hati kpd Radit. Percayalah Radit tetap menyukaimu...

    ReplyDelete
  19. Makasih bunda tayangannya.. salam sehat lanjut ceritanya

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah jangan pergi sudah tayang, met mslam bu tien ..salam sehat

    ReplyDelete
  21. Luruhkah Radityo; dapat saran dari ibunya, bahkan Bu Listyo mengungkapkan rasa syukur dan senang ketika Radityo bilang habis kencan bersama seorang gadis.

    Tuh kan seminggu sudah berjalan tapi Radityo nggak nongol ngecek atawa apalah, nah gantian Dewi ada hati sama Radityo, nah lho ketahuan; Dewi membelithuki Ratri, bilang pak Radityo mau bertemu sama Dewi.
    Ratri maunya nunggu diluar saja, eh sama Radityo di pegang tangan Ratri bergandengan masuk keruang kepsek, nah lho nyesek nggak lihat pemandangan gitu.
    Buyar deh skenario yang dirancang Dewi untuk ngajak ngobrol dan mungkin sampai makan siang bersama Radityo.

    Lagian ngapain nungguin ngebangun sekolahan kan sudah diserahin anemer, biar nanti pihak sekolah bilang aja kurang gimana, Radityo kan dokter, ya nggak tahu soal bangunan, Dewi halu deh.

    Radityo orangnya juga nggak sok; penyandang dana bolak balik nongol petentang petenteng ngawasin yang lagi kerja, buang buang waktu.

    Begitulah bunyinya, tapi nggak diterusin soalnya kakinya nggak bertanduk.

    ADUHAI

    mié råndå piyé, jaré srondal srondol maraké dongkol.😁


    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi(mbuh bumbuné piyé kuwi) yang ke empat sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  22. Terima kasih, ibu Tien...mulai muncul konfliknya nih...salam sehat.🙏😀

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Radityo jgn bikin harapan palsu ya 🤣🤭
    Salam sehat wal'afiat ,,salam aduhaii bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  24. Terima kasih bu Tien nih br buka baca mau solat baca dulu biar gak penasaran

    ReplyDelete
  25. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Salam sehat dan bajagia selalu..

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah Jangan Pergi Eps 04 sudah hadir menghibur. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari. Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  27. Ha..ha..Bu Dewi mau cari kesempatan nih.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, semoga Ratri berjodoh sama Radit... duo RR
    Sumonggo bu Tien sajalah. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah Matur nuwun Bunda Tien
    Salam hangat buat semuanya

    ReplyDelete
  30. Sebelum tidur nunggu lanjutannya dulu ah

    ReplyDelete
  31. Matur nuwun bunda Tien...tp tp 🙏

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah.
    Matur nuwun Bunda Tien. Cerbung panjenengan saget damel kanca nglembur nilai PTS.
    Salam Aduhai saking Jember Jawa Timur. Utaminipun SMPN 2 BALUNG JEMBER

    ReplyDelete