Saturday, July 16, 2022

KEMBANG CANTIKKU 23

 

KEMBANG CANTIKKU  23

((Tien Kumalasari)

 

Heru menatap perempuan yang tergolek itu dengan tatapan tak berkedip. Wajahnya sangat cantik, tertidur dengan lelapnya, dengan mulut sedikit ternganga. Selimut yang hanya menutupi separuh badannya, menampakkan sebagian tubuhnya dibagian atas. Heru menelan ludahnya, tapi kemudian dia segera keluar dari kamar itu lalu menutupkan pintunya. Tapi sebelum pintu itu tertutup, terdengar desahan pelan perempuan itu.

“Maaas.”

Heru tak peduli, ia keluar dari kamar, menuju ke arah depan, lalu duduk di teras.

“Ternyata bapak bohong. Katanya ada urusan bisnis, tapi membawa perempuan cantik ke rumah ini,” gumamnya kesal.

Tapi mengingat posisi tidur perempuan itu, dada Heru masih terasa berdegup kencang. Ia masih sangat muda. Belum pernah bersentuhan dengan perempuan. Ia juga belum pernah tertarik dengan perempuan. Kali ini, seperti sebuah hentakan kuat menendang dadanya, ketika melihat perempuan cantik itu tergolek pulas dengan mulut sedikit ternganga, dan tubuh tidak sepenuhnya tertutupi.

Heru mengusap wajahnya dengan tangannya, berusaha menghilangkan bayangan yang mengganggunya.

“Siapa dia? Wanita simpanan bapak? Keterlaluan. Kurang cantik apa ibuku sehingga bapak masih berselingkuh dengan perempuan lain? Ia masih tampak muda. Jangan bilang wanita itu bukan siapa-siapa, atau bahkan hanya seseorang yang numpang tidur di rumah ini. Dia tidak sekedar tidur. Dia tergolek kelelahan, dan tidur dengan posisi yang sangat tidak sopan. Aku yakin ada apa-apa diantara wanita itu dan bapak,” gumamnya.

Saat itu tiba-tiba ibunya menelpon.

“Heru …”

“Ya Bu.”

“Kamu sudah ketemu bapak?”

“Ini, sedang di rumah bapak.”

“Oh, di rumah baru?”

“Iya Bu, tapi … “

“Tapi apa?”

Mulut Heru ingin mengatakan tentang apa yang dilihatnya, tapi ditahannya. Ia tak ingin ibunya terluka.

“Tapi apa Her?”

“Ini Bu, bapak sedang keluar, entah kemana, Heru sedang menunggu.”

“Baiklah, ibu sedang cemas ini, keadaan nenek kamu sangat tidak baik, ini masih di  ICU,” kata sang ibu sedih.

“Ibu sabar ya, semoga nenek segera membaik.

“Kalau sudah ketemu ayahmu, segera ajak kemari ya, nenek sangat menyayangi ayahmu, beliau terus menanyakannya.”

“Baiklah Bu.”

Heru menutup ponselnya dengan sedih.

“Kemana sih bapak, kok lama sekali? Apa aku bertanya saja pada wanita itu? Tapi, ya ampuun, mataku ternoda sudah, karena melihat pemandangan itu. Apa sekarang aku harus mengulanginya? Hiih. Ini mengerikan,” gumam Heru.

Tapi kemudian ia berdiri, dan melangkah menuju pintu. Ia butuh keterangan tentang ayahnya. Di rumah itu tidak ada pembantu. Kalau Purnomo datang barulah dia dipanggil untuk membersihkan rumah dan memenuhi permintaan Purnomo, setelahnya dia pulang. Jadi Heru tidak berusaha mencarinya untuk bertanya pada sang pembantu. Satu-satunya yang bisa diharapkan hanyalah bertanya pada wanita itu.

Heru sudah sampai di depan kamar itu, dengan gemetar dia mengetuk pintunya pelan. Tak ada jawaban. Apakah wanita itu tidur sangat pulas?

Heru mengetuk semakin keras.

“Aduh, bagaimana ini. Ini sangat mendesak. Nenek masuk ICU. Kalau terjadi apa-apa dan aku tidak membawa bapak menemui nenek dan ibu, pasti ibu akan sedih.

Lalu Heru membuka pintunya pelan. Dan memang Qila masih tergolek dalam nyenyak yang mendebarkan bagi yang melihatnya.

Heru memalingkan wajah, dan berdehem keras. Karena tak ada reaksi dari wanita yang ingin dibangunkannya, maka Heru mengambil sebuah tutup gelas yang ada dimeja, kemudian membantingnya keras. Denting nyaring itu barulah bisa membuat Qila bergerak.

“Maas? Ada apa?” bisiknya lirih karena merasa yang datang adalah Purnomo.

“Mana ayahku?” suara Heru tanpa menoleh ke arahnya.

 Suara yang keras dan terasa asing itu membuat Qila kemudian bangkit. Ia meraih pakaian yang terserak di lantai, kemudian mengenakannya.

“Kamu siapa?”

“Aku mencari ayahku,” kata Heru dingin.

Qila turun dari pembaringan, dan berjalan mendekati Heru.

“Kamu anaknya mas Purnomo? Ya ampuun, bagaimana ada orang setampan kamu,” kata Qila pelan sambil memegang pipi Heru.

Heru mundur selangkah, dan terpaksa memandangi wanita cantik yang berdiri di hadapannya.

“Tampan, siapa namamu?” tanyanya sambil tersenyum.

“Dimana ayahku?” kata Heru keras.

“Ya ampun, wajahmu begitu lembut, kenapa suaramu keras sekali?” kata Qila sambil maju mendekati Heru, tapi Heru kembali mundur, sampai tubuhnya bersandar pada pintu yang setengah terbuka karena Heru memang tidak menutupnya.

“Aku butuh ayahku karena sesuatu hal yang mendesak,” kata Heru dingin.

“Sayang, ayahmu sedang keluar sebentar untuk membeli makanan. Duduklah dulu, ayo aku temani,” katanya sambil meraih tangan Heru. Tapi Heru mengibaskannya dengan marah.

Ketika ia melirik keatas meja di depan sofa, ia melihat ponsel ayahnya tergeletak di sana. Pantas saja sejak tadi ditelponnya tak juga bisa tersambung.

“Siapa kamu ini sebenarnya?” tanya Heru dengan tatapan kesal. Pertanyaan yang seharusnya tak diucapkan karena sudah pasti dia adalah wanita ayahnya.

“Sayang, aku teman ayahmu. Ayolah kamu juga berteman denganku,” kata Qila masih dengan senyuman memikat. Qila adalah penggila pria tampan. Tak tahan hatinya setiap melihat wajah tampan. Rasanya selalu ingin menggodanya.

Heru tak tahan lagi, ingin keluar dari kamar, tapi tiba-tiba ayahnya muncul di depan pintu.

“Apa yang kamu lakukan?” tegurnya tak senang ketika melihat Heru ada di kamarnya, dan Qila menyambutnya dengan tersenyum-senyum menggoda.

“Heru menyusul kemari, karena ibu yang menyuruhnya,” kata Heru sambil berjalan keluar.

Purnomo mengikutinya.

“Bukankah aku sudah bilang bahwa besok akan menyusul ke sana?”

“Nenek masuk ICU, ibu panik dan berharap Bapak ada di sampingnya.”

Purnomo terdiam. Keadaan mertuanya rupanya tidak bisa diabaikan. Bagaimanapun dia memang adalah menantu kesayangannya.

“Tunggu di sini sebentar,” kata Purnomo yang kemudian kembali masuk ke dalam kamar.

“Qila, kamu di sini dulu ya, jangan pergi ke mana-mana.”

“Mas mau kemana?”

“Mertuaku sakit, aku harus kesana bersama Heru.”

“O, si tampan itu namanya Heru?”

Purnomo tak menanggapi senyuman Qila. Ada rasa cemburu mendengar Qila memuji-muji anaknya. Tapi kemudian ia berganti pakaian rapi.

“Aku di sini sendirian dong?”

“Tidak lama, akan aku usahakan nanti malam sudah kembali. Aku membawa banyak makanan, aku akan memanggil pembantu agar melayani dan menemani kamu ketika aku pergi.”

“Jangan lama-lama ya,” katanya manja sambil bergelayut di leher Purnomo.

“Secepatnya aku akan kembali,” katanya sambil mencium kening Qila, kemudian keluar dari kamar.

***

 Heru dan Purnomo melajukan mobilnya menuju sebuah rumah sakit di Jogya. Sebenarnya agak gelisah memikirkan sakit sang nenek, tapi penasaran tentang ayahnya yang membawa perempuan ke rumah barunya membuatnya ingin bertanya.

“Heru kaget ketika masuk ke kamar Bapak,” katanya mengawali kediaman diantara mereka.

“Mengapa kamu tiba-tiba masuk?” sesal Purnomo.

“Heru mengira Bapak ada di dalam. Biasanya Heru juga begitu kan?”

“Baiklah, lain kali jangan lakukan.”

“Siapa sebenarnya dia?”

“Seorang teman.”

“Teman yang cantik, yang dibiarkan tidur seranjang, dan_”

“Kita sesama laki-laki Heru,” kata Purnomo yang enggan membicarakannya.

“Apa maksud Bapak? Kita sesama laki-laki?”

“Kamu bukan anak kecil lagi.”

“Dan karena itu Heru harus membiarkan Bapak menghianati cinta ibu?”

“Bapak tidak berkhianat. Bapak juga mencintai ibu kamu.”

“Wanita itu ….”

“Dia hanya teman wanita.”

“Bebas melakukan apa saja?”

“Kan aku sudah bilang. Kita sesama lelaki. Kamu sudah dewasa, pasti tahu lah.”

“Tidak, Heru tidak tahu.”

“Heru, ada kalanya seorang lelaki menginginkan sesuatu yang lain.”

“Wanita lain, maksudnya?”

“Seperti itu salah satunya.”

“Salah satunya?”

“Terkadang wanita, terkadang hiburan yang lain, yang bukan hanya selalu menuruti kehendak pasangan dalam hidup kita.”

“Berarti Heru juga boleh melakukannya?”

“Jangan Heru.”

“Heru juga lelaki.”

“Jadilah lelaki baik.”

“Berarti Bapak tidak baik?”

“Ya.”

“Mengapa Bapak boleh, dan Heru tidak?”

“Semua orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.”

“Dan tidak memberikan contoh yang baik bagi anaknya?”

“Ini sebuah contoh yang tidak baik, yang tidak boleh ditiru oleh anaknya.”

“Heru tidak mengerti.”

“Lebih baik kamu tidak mengerti. Jadi diam dan tetaplah ini menjadi rahasia kita berdua.”

“Bapak menyakiti ibu.”

“Bapak tidak berkhianat. Dia hanyalah seorang perempuan lain. Berbeda dengan ibumu.”

“Apa bedanya?”

“Bersama seorang istri, adalah cinta. Bersama perempuan lain, itu nafsu.”

“Bolehkah ibu melakukan hal yang sama? Bermain dengan pria lain, bersenang-senang di belakang Bapak?”

“Tidak. Tidak boleh.”

“Bapak curang.”

“Bapak kan sudah bilang bahwa bapak bukan lelaki baik.”

Heru mendengus sebal. Apa yang dikatakan ayahnya adalah ungkapan seorang lelaki yang mau menang sendiri.

“Akan sampai kapan Bapak menyimpan wanita itu dalam rumah kita?”

“Ada saatnya ketika makan buah, maka akan tertinggal hanya kulitnya, lalu kita membuangnya. Ada saatnya kita menikmati roti dan tertinggal hanya bungkusnya, maka kita akan membuangnya.”

Heru terdiam dan merasa semakin sebal.

“Ada saat di mana semesta akan membalas perlakuan Bapak yang semena-mena.”

“Kamu mengutuk ayahmu sendiri?”

“Tidak. Heru masih terlalu muda untuk mengetahui semua itu, tapi Heru percaya bahwa Bapak telah melukai hati ibu, dan juga wanita itu, nantinya, ketika Bapak sudah menganggap bahwa yang tersisa hanyalah kulit yang tak berasa apapun. Alangkah malangnya ….”

Purnomo terdiam. Ia tak ingin berdebat dengan anaknya. Qila akan lama bersamanya. Ibarat buah, dia adalah daging yang amat manis. Bahkan dia rela menyesap dan mengunyah kulitnya sekalipun. Ia masih terlena oleh kenikmatan yang menyelimuti hatinya dengan permainan cinta seorang Qila.

***

Hari itu Wisnu sudah kembali masuk ke kantor. Ada rasa sepi ketika masuk ke dalam ruang kerjanya, dan tak ada seorangpun di sana.

Meja di mana istrinya selalu duduk dan membantu mengurus segalanya, tak ada lagi. Tak akan ada selamanya, karena Wisnu bertekat akan melupakannya.

Hari itu juga ia sudah mengutus seorang stafnya untuk mengurus perceraiannya.

Ketika ia termangu, seseorang masuk. Dia staf dari bagian keuangan yang memberikan laporan. Tapi sebelum dia pergi, ia mengatakan sesuatu.

“Bapak sudah mendengar berita tentang pak Purnomo?”

Wisnu tercekat. Ia tak ingin mendengar apapun tentang Purnomo yang sudah jelas dilihatnya sedang ada di kamar istrinya di hotel itu.

“Mertunya, sakit keras di sebuah rumah sakit di Jogya.”

Wisnu mengangkat wajahnya. Sebenarnya Wisnu dan keluarga Purnomo itu bersahabat dekat, hingga sampai ke keluarganya. Ibu mertua Purnomo sangat dikenalnya, saat dia  mengunjungi rumahnya yang di Jogya.

Itu sebabnya berita tentang sakitnya juga membuatnya prihatin.

“Sakit apa?” tanya Wisnu.

“Saya kurang tahu Pak, kabarnya jantung. Hari ini masuk ke ICU.

“Oh, terima kasih telah memberi tahu.”

Wisnu termangu. Ia ingin sekali membezoeknya, tapi enggan kalau nanti bertemu dengan Purnomo.

“Semoga beliau baik-baik saja,” bisiknya perlahan, kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Tapi kemudian dia menghubungi bagian personalia melalui interkom.

“Ya, Pak.”

“Segera pasang iklan, aku butuh sekretaris.”

“Sekretaris?” ia mengulang kata bosnya karena tidak yakin apa yang didengarnya.

“Ya, sekretaris. Kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan,” kata Wisnu tandas.

“Baik Pak.”

***

Pak Kartiko senang ketika melihat Nano pulang. Tapi ada rasa kecewa ketika Nano tidak datang bersama Wahyudi.

“Mana Wahyudi No?”

“Dia … masih belum pulang Pak.”

“Apa sakitnya parah?”

“Dia sedang dalam pemulihan kesehatannya. Sepertinya dia bisa sedikit mengingat masa lalunya.”

“Betulkah? Jadi dia ingat siapa dirinya? Apa dia mengatakan akan segera kembali pada keluarganya?” kata pak Kartiko yang rasa senangnya masih bercampur rasa kecewa mengingat Wahyudi akan kembali pada keluarganya.

“Belum seluruhnya Pak, masih sepotong-sepotong,” jawab Nano yang sudah mengatur jawabannya apabila pak Kartiko bertanya, agar tidak menceritakan tentang pemukulan terhadap Wahyudi oleh Wisnu.

"Apakah dia akan lama?"

"Semoga tidak Pak."

“Pak Udi manaaa?” tiba-tiba Mila berteriak ketika melihat Nano.

“Pak Udi masih sakit, Mila,” jawab Nano.

“Culuh inum obat,” perintahnya, membuat pak Kartiko dan Nano tersenyum geli.

“Baiklah, nanti pak Nano suruh pak Udi minum obat ya.”

Mila pun merasa puas, kemudian kembali lari ke dalam untuk bermain-main.

“Pak, ibu mau melihat Wahyudi sebentar ya,” tiba-tiba kata bu Kartiko, yang tidak jadi berbohong dengan berpura-pura mau belanja seperti rencana semula, karena pak Kartiko terlihat sudah bisa menerima keadaan Wahyudi yang menurutnya dirawat untuk memulihkan ingatannya.

“Apa Nano tidak capek?”

“Tidak Pak, saya akan mengantarkan ibu dulu,” jawab Nano.

“Terserah kamu saja, tapi jangan lama-lama,” pesan pak Kartiko.

***

“Kamu ingat aku, Yudi?” tanya bu Kartiko ketika sudah sampai di rumah sakit, dan bertemu Wahyudi yang masih terbaring dengan kepala terbalut perban.

Wahyudi tampak tersenyum, lalu mengangguk.

“Syukurlah, aku senang keadaan kamu membaik.”

Tiba-tiba Wahyudi melambaikan tangan, menyuruh Nano mendekat.

“Ada apa?” tanya Nano.

“Aku mau melihat foto itu.”

“Foto yang ada Qila dan mas Sapto?” tanya Nano sambil mengambil ponselnya.

“Coba kamu lihat, wanita ini aku sudah mengingatnya,” katanya sambil menunjuk ke arah foto Retno yang tidak sepenuhnya menghadap kedepan. Dari sampingpun juga tampak tidak jelas. Nano tersenyum ketika Wahyudi mengatakan bahwa dia mengingatnya.

“Ini? Siapa coba? Kan wajahnya tidak jelas?” kata Nano.

“Tapi aku mengingatnya. Tubuhnya tinggi semampai. Pasti dia.”

“Siapa?”

“Dia Retno.”

***

Besok lagi ya.


36 comments:

  1. Replies
    1. Yes.....
      selamat jeng Susi juara 1

      Delete
    2. Jeng Susi Juara 1......Yessss



      Alhamdulillah tayang gasik
      Mtnuwun mbk Tien

      Delete
  2. Bbrp saat td cb buka blm tayang... Tyt dpt no. 2.. mksh mb Tien sdh tayang gasik🤗

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun bunda, tak kira blm mulai nyerat merga ana tamu pa Yowa nganti sore....... Jebule wis tayang.
    Sugeng dalu & tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah..yg ditunggu sdh tayang..
    Terimakasih bunda Tien..
    Salam sehat selalu..
    Selamat malam dan selamat beristirahat ya bunda.. Love you 🌹🌹💓🥰

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah Kace sdh tayang gasik.. trmksh mb Tien...slm seroja selalu utk kita semua🤗

    ReplyDelete
  7. tadi ngetik sambil deg-degan mo balapan dg bu Nani dan Kakek Habi jadi lupa bilang matur nuwun ke Mbak Tien ☺️🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  8. Alhamdullilah..tayang cepat KC nya..terima kasih bunda Tien..slm sehat sll dan slmt mlm🙏😍😂

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Gasik
    Matur nuwun bu...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.. gasik.. maturnuwun bu Tien🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 23 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun, bu Tien. Selamat malming semua

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sudah tayamg KC 23
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  14. Terima kasih bunda Tien... Salam sehat dan bahagia selalu...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien
    Wahyudi mulai mengingat ,,,😊
    Salam sehat wal'afiat untuk semua bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, sudah tayang
    Terimakasih bu Tien, salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Mungkin bu Kartiko tahu siapa Retno, jadi akan membantu mengingatkan lebih banyak hal kepada Wahyudi.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah.. Terima kasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat sellalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ..sdh banyak kemajuan Wahyudi..Dan Qila jahat jugaa yaa dasar ..Terima kasih ya Bu Tien

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah KC23 sudah tayang.
    Terimakasih mbak Tien, Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbungnya sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat dari Tangerang..

    ReplyDelete
  23. Terimakasih KC23nya mbak Tien,
    Saya gak usah ikut balapanlah, yang penting bisa ngikutin baca saja dah bersyukur. Salam aduhai mbak Tien.
    5 buku novel juga sudah sampai semua.🙏

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun bunda Tien..KC 23 telah tayang..buat sangu malming ni bun...🙏

    ReplyDelete
  25. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  26. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  27. Sudahlah
    nggak perlu² banget apalagi penasaran banget, itu cuma penampilan, bisa dikatakan mempesona toh sudah diingatkan, lha kalau Heru mau sambil berlari itukan karena ikutan dalam pepatah.
    Jadi tahu ada kebohongan gitu aja.
    Toh kamu juga baru menemukan salah satu, mesthi nya ada salah dua, tiga dan seterusnya.

    Namanya tarik menarik, kalau ingat dulunya menarik apalagi sampai kehati ya ada juga, tapi kalau sudah sampai hati tinggal hati-hatilah, sadar nggak kalau bagian kecil dari dunia yang nggak tahu sampai kapan berakhir itukan Wahyudi yang sampai merogoh kocek buat cita-cita buat yang tersayang tapi ada sesuatu yang mesthi dipahami yang harus dengan ikhlas melepas semua demi perjalanan hidup yang harus ditempuh.
    Itu suratan, nggak tahu surat untuk siapa dari siapa, syukuri aja
    La wong yang tiap saat mbopong galon aja ngakui lho kaya Wisnu tuh kan, tampang pas pasan gitu juga masih boleh memilih sekretaris dengan segala syarat kriterianya.
    Memang jadi pentholan itu selalu terlihat tinggal mau ngapain penthol itu maunya.
    Penthal penthol apa seeh , maksudé pemimpin gitu tå, boos gitulah yang bertanggung jawab beberapa kk yang harus di biayai kehidupannya, boos samber gelap ya dapatnya gelap gelapan dapat masalah gelagapan.
    Kan ada satpam buat njagain, ya jangan diandalkan mereka cuma njagain kantor secara fisik saja itupun kalau nggak bisa ngatasi juga lari, bilang aja kalah jumlah.
    Nggak tahu kapan daftar yang diingat Wahyudi di buktikan, la masih di suruh istirahat sambil mengingat alamat rumah nya.
    Untung saja bertemu orang baek², lebih bisa mengerti kesulitannya.
    Biasanya gitu kalau jalannya baik baik saja, ketemunya kebaikan.
    Kalau cenanangan yå krengkangan tenan. gitu?


    Terimakasih Bu Tien,
    Kembang cantikku yang ke dua puluh tiga sudah tayang.
    Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah. Mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...