KEMBANG CANTIKKU 19
(Tien Kumalasari)
Wisnu tertegun, berhenti melangkah. Ada rasa tak enak
mendengar Wahyudi menyebut nama Qila. Rasa curiga kembali menyeruak. Benarkah
hanya istrinya yang mengejar Wahyudi dan Wahyudi tak pernah menyukainya? Kenapa
dia menyebut-nyebut nama istrinya saat sadar? Wisnu melangkah keluar, membuat
heran Nano yang sedang menunggu di luar pintu.
“Kok hanya sebentar Pak? Apa ternyata dia belum
sadar?”
“Aku terkejut. Dia menyebut-nyebut nama Qila, benarkah
dia tak ada perasaan apa-apa terhadap Qila?”
Lalu Nano tiba-tiba mengerti apa yang terjadi. Ditariknya tangan Wisnu dan diajaknya duduk dulu. Hal ini harus segera
dijelaskan supaya Wisnu tidak menduga buruk terhadap Wahyudi.
“Aku bingung, kamu memuja-mujanya setinggi langit.
Kenyataannya bagaimana?” kesalnya.
“Saya ingin mengatakan, bahwa Wahyudi mempunyai
hubungan batin atau apa, dengan yang bernama Qila.”
Wisnu menatap Nano yang duduk di sebelahnya. Ingin
mengatakan sesuatu tapi Nano menghalanginya.
“Bapak jangan marah dulu. Dalam suasana kehilangan
ingatan, Wahyudi sering mengigau, menyebut nama Qila. Tadinya saya terkejut,
mengira Wahyudi menyukai istri Bapak. Tapi kemudian dia mengatakan, bahwa dia
selalu dihantui oleh sebuah mimpi.”
“Mimpi apa? Tentang wanita bernama Qila dan itu
adalah_”
“Bukan istri Bapak. Qila di dalam mimpinya adalah
seorang gadis kecil yang katanya rambutnya di kepang dua. Mimpi itu selalu
datang, dan hanya itu yang selalu diingatnya bahkan selalu disebutkan dalam
igauannya.”
“Jadi … Qila yang dimaksud adalah Qila dalam mimpinya,
yang adalah seorang gadis kecil?”
“Benar Pak.”
“Ya Tuhan, aku hampir saja meledak lagi,” keluhnya.
Tadi, secara tidak sengaja, saya melihat seorang gadis
kecil dengan rambut berkepang dua, yang kelihatannya dari rumah sakit ini dan
mau pulang. Ayah dan ibu gadis itu berteriak-teriak memanggil nama anak itu
dengan sebutan Qila. Saya sempat memotretnya, siapa tahu ini ada hubungannya
dengan Wahyudi, soalnya namanya Qila rambutnya dikepang dua, seperti dalam mimpi Wahyudi.”
Nano mengeluarkan ponselnya, dan menunjukkan foto
seorang gadis kecil yang dikejar laki-laki yang pastinya adalah ayahnya. Wisnu
menatapnya heran.
“Gadis kecil ini namanya Qila?”
“Begitulah dia dipanggil.”
“Kenapa, kalau memang kamu mencurigainya, kamu tidak
mendekatinya dan bertanya, apakah dia mengenal seorang laki-laki bernama
Wahyudi, begitu?”
“Saya ingin mengejarnya, tapi kemudian dokter
memanggil saya, dan mengatakan tentang akan dilakukannya operasi itu.”
“Aduh, sayang sekali.”
“Ketika awal periksa kemari, Wahyudi pernah bilang,
bahwa dia melihat gadis kecil seperti dalam mimpinya.”
“Oh ya? Jadi dia pernah bertemu? Kok tidak ada
kelanjutannya setelah pertemuan itu?”
“Dia hanya melihat, saat gadis itu sudah hampir masuk
ke dalam mobil. Dia berteriak ketika mobil itu sudah berlalu.”
“Belum saatnya bertemu. Tapi mengapa Qila bolak-balik
ke rumah sakit ini? Apa dia sakit?”
“Entahlah, saya juga punya pertanyaan yang sama dengan
Bapak.”
“Sayang sekali. Ya sudah, aku mau masuk lagi,” kata
Wisnu sambil berdiri dan melangkah masuk ke dalam ruang ICU, kali ini Nano
mengikutinya.
Wahyudi tampak membuka matanya yang masih tampak
bengkak. Mulutnya berkomat kamit yang setelah didekati, dia masih juga menyebut
nama Qila.
“Wahyudi …” bisik Wisnu.
“Aku sudah ingat sekarang … aku mengingatnya …”
bisiknya dengan suara yang terkadang jelas, terkadang tidak.
“Wahyudi, apa yang kamu ingat?” kata Wisnu pelan.
“Qila, yang semula diculik … dia anaknya Retno … istri
Sapto … “
Nano hampir saja memberikan ponselnya agar Wahyudi
melihatnya, tapi kemudian Wahyudi terkulai lemas sambil memejamkan kembali
matanya.
Wisnu menggenggam tangannya erat, tapi Wahyudi
bergeming.
“Suster,
mengapa dia diam saja?”
“Saya mohon Bapak-Bapak keluar dulu, saya akan
memanggil dokter,” kata perawat itu.
Wisnu dan Nano segera keluar dengan dada berdebar.
***
“Semoga dia baik-baik saja,” kata Wisnu sambil kembali
duduk di tempatnya semula, diikuti Nano.
“Tampaknya Wahyudi mengingat sesuatu, dan semoga itu
adalah pertanda bahwa ada kemajuan dalam dia mengingat masa lalunya.”
“Semoga ini juga pertanda baik, aku punya harapan
untuk itu. Aku akan selalu berdoa agar Wahyudi segera pulih.”
“Aamiin. Itu adalah doa kita bersama.”
“Semoga Allah mengijabah semua doa-doa kita.”
“Apakah Pak Wisnu tidak sebaiknya pulang dulu? Tadi
Bapak bilang pada bu Kartiko bahwa Bapak sedang dalam perjalanan pulang bukan?”
“Iya sih, tapi saya tidak tega meninggalkannya.”
“Saya akan menungguinya di sini, Bapak bawa mobilnya
pulang, supaya pak Kartiko tidak khawatir.”
“Aku bingung. Dirumahku sendiri, Qila tidak pulang.
Dia sudah membawa semua barang-barangnya. Bagiku tidak masalah, tapi ada
Karmila bersamanya, aku tidak bisa berpisah dengannya, Anakku satu-satunya.”
“Kemana bu Qila membawanya?”
“Entahlah, aku bingung. Banyak yang harus aku
pikirkan. Mila, bapak, Wahyudi….”
“Bapak pikirkan satu persatu dulu. Wahyudi akan saya
tunggui di sini, tinggal Bapak memberi alasan apapun untuk pak Kartiko, lalu
Bapak mencari informasi kemana bu Qila membawa Karmila.”
“Tidak apa-apa kamu di sini?”
“Tidak apa-apa Pak, saya bisa tidur di bangku ini, dan
kalau lapar, diluar banyak orang jualan, Bapak tidak perlu khawatir.”
“Baiklah, pakai saja jacketku ini, kalau malam pasti
udara dingin di luar sini,” kata Wisnu sambil melepaskan jacketnya. Nano ingin
menolaknya, tapi Wisnu sudah membalikkan tubuhnya dan membiarkan jacketnya
tersampir di pundaknya.
***
Bu Mantri terkejut, di pagi buta itu Wuri lari-lari ke
arah rumah Wahyudi. Karena heran, Bu Mantri mengikutinya, lalu mendapatkan Wuri
duduk di tangga teras sambil terisak.
“Wuri, kamu itu kenapa? Tiba-tiba aneh begitu?”
“Aku kira mas Yudi sudah pulang, ternyata belum.”
“Mengapa kamu mengira dia sudah pulang?”
“Aku bermimpi, mas Yudi pulang semalam.”
“Kamu kan hanya bermimpi, mengapa kamu menganggapnya
seperti nyata? Ayo pulang dulu, kamu mau ke pasar tidak?”
“Mimpi itu juga seperti nyata.”
“Hanya seperti nyata. Sudahlah, kamu melupakan apapun,
hanya memikirkan Wahyudi. Bahkan lamaran nak Budi juga kamu tangguhkan,
menunggu Wahyudi kembali. Bagaimana kalau dia tidak kembali?”
“Ya ampun, mengapa ibu berkata begitu? Apa ibu
berharap dia tak akan kembali?”
“Bukan begitu Wuri, masa ibu berharap hal buruk begitu.
Maksud ibu, kamu juga harus memikirkan diri kamu sendiri. Masalah Wahyudi, kamu
serahkan saja kepada Yang Maha Kuasa, dan mohon agar yang terjadi adalah hal
terbaik baginya. “
Wuri mengusap air matanya, lalu berjalan pulang
mengikuti ibunya.
“Kasihan nak Budi, dia ingin segera menikahi kamu.
Jangan kamu berpegang pada keinginan agar Wahyudi juga ikut menunggui kamu menikah,
Serahkan semuanya pada Yang Diatas.”
“Mas Yudi sudah seperti kakak Wuri sendiri Bu.”
“Iya, ibu tahu. Teruslah berdoa, tapi jangan melupakan
diri kamu sendiri.”
Wuri menghela napas panjang.
“Aneh, mengapa aku bermimpi seperti benar-benar nyata?
Mas Yudi pulang ke rumah, aku dimarahi karena sudah tiga hari tidak
membersihkan rumahnya.”
“Itu kan hanya mimpi. Terkadang mimpi memang seperti
nyata. Ayo sekarang bantu ibu, kamu mau ke pasar atau ibu yang ke pasar? Jangan
sampai warung buka kesiangan, nanti langganan bisa lari semua.”
“Baiklah Bu, biar Wuri yang ke pasar seperti biasanya.”
“Bagus Nak, kalau kamu selalu menyibukkan diri,
kesedihan kamu akan bisa terhibur.”
“Ya Bu.”
***
Bu Kartiko melayani suaminya makan di pagi itu.
Suasana terasa lengang, karena tak ada Wahyudi, dan tak ada celoteh Mila yang
biasanya berlarian ke sana kemari sambil terkekeh riang. Semalam Wisnu
mengatakan bahwa Nano dimintanya menunggui Wahyudi di rumah sakit, karena harus
terus memantau perkembangan kesehatan Wahyudi.
“Mengapa Nano harus menunggui Wahyudi di rumah sakit?
Apakah sakitnya parah?” tanya pak Kartiko kepada istrinya yang sedang
meletakkan obat yang harus diminumnya.
“Wisnu khawatir, barangkali dokter memerlukan apa-apa,
atau ingin bicara apa. Lagipula kan kasihan kalau Wahyudi ditinggalkan di sana
sendiri.”
“Perasaanku kok sepertinya tidak enak.”
“Bapak jangan memikirkan apa-apa. Semuanya akan
baik-baik saja.”
“Ya semoga saja begitu. Tapi ada rasa khawatir juga dihati
aku ini.”
“Khawatir soal apa?”
“Kalau nanti Wahyudi sudah ingat semuanya, terus
ternyata dia itu orang kaya, memiliki semuanya, mana mungkin bekerja sama kita
lagi?”
“Kalau dia sudah ingat semuanya kembali, berarti kita
harus mensyukuri kan Pak. Kasihan kalau dia selamanya tidak ingat akan dirinya.
Seperti orang berjalan tapi tidak melihat jalan, meraba-raba, tanpa tahu arah
yang ditujunya. Kasihan kan?”
“Iya juga sih Bu.”
“Ya sudah, bapak jangan memikirkan apa-apa. Kalau
tidak ada yang melayani, bukankah masih ada aku? Apa Bapak nggak suka kalau aku
yang melayani?”
“Bukan bapak nggak suka, tapi bapak tuh kasihan sama
Ibu, nanti kalau capek bagaimana? Trus Ibu sakit bagaimana?”
“Ya enggak lah pak, cuma begini saja capek. Makanya
bapak jangan banyak mikir, jangan terlalu khawatir, dan harus selalu senang,
supaya Bapak segera pulih dan tidak merepotkan semua orang.”
“Iya Bu, kamu benar.”
“Dan untuk sembuh itu juga perlu semangat. Kalau tidak
ada semangat ya susah sembuhnya.”
“Baiklah, mulai sekarang bapak mau semangat kok.”
“Bagaimana kalau Bapak belajar berjalan dengan kruk
yang pernah dibelikan Wisnu? Jadi Bapak tidak hanya duduk saja di kursi roda.”
“Iya ya Bu, coba nanti ambilkan itu kruknya, bapak mau
latihan berjalan.”
“Nanti saja kalau Nano sudah pulang. Lha kalau ibu
yang membantu Bapak, nanti kalau sama-sama jatuh bagaimana? Wong sama-sama
tuanya?”
Pak Kartiko tertawa.
“Iya benar, tunggu Nano, atau sokur-sokur Wahyudi
sudah pulang.”
***
Qila sedang duduk di balkon sebuah hotel. Ia
bersembunyi di hotel itu, takut Wisnu menemukannya. Ia tahu bukan dia yang
dicari Wisnu, tapi Karmila anaknya. Ia bisa menjadikan Karmila sebagai senjata
untuk memeras Wisnu. Ia tak mencintai Wisnu, dan tak berharap kembali
kepadanya. Tak akan sulit dia mencari pria lain yang lebih ganteng dan bisa
saja lebih kaya dari Wisnu. Ia ingat pak Purnomo, dan dia akan mengejarnya.
Walau setengah tua, tapi dia pengusaha dan wajahnya lumayan ganteng. Setiap
pertamuan dengan Wisnu, pak Purnomo selalu menatapnya kagum, tapi kan Wisnu
selalu menghalanginya.
“Bu, Mila tidak mau makan,” tiba-tiba Tinah mendekatinya
sambil menggendong Mila.
“Bagaimana kamu itu, sudah biasa melayani, mengapa
memberi makan saja tidak bisa?”
“Sejak dua hari di sini, Mila selalu rewel, dan susah
sekali makannya.”
“Mila, ayo turun, dan makan, kalau tidak mau, ibu akan
menjewer telingamu,” hardik Qila.
Bukannya menurut, Mila malah menangis keras.
“Heiii! Diaaam!”
“Mila mau bapaaaak … mau bapaaaak ….” Tangisnya sambil
merangkul leher Tinah.
“Bapak kamu sudah tidak mau lagi sama kamu. Tidak mau
sama ibu, berarti tidak mau sama kamu. Ayo makan!”
“Bapaaak … bapaaak … pak Udiiii …”
Qila bertambah marah. Laki-laki bernama Wahyudi itu
telah membuat semuanya kacau. Tapi tiba-tiba timbul keinginannya bertemu
Wahyudi.
“Di mana si ganteng itu sekarang? Tapi kemarin ia luka
parah, sepertinya Nano membawanya ke rumah sakit. Rumah sakit mana ya?”
gumamnya tanpa peduli Mila menangis keras.
“Diamlah Mila, ayo ke depan melihat burung-burung …”
kata Tinah yang kemudian mengajak Mila menjauh karena ibunya tak bisa mengatasinya.
“Hei! Jangan bawa dia ke depan. Di kamar saja.”
“Tapi dia tidak mau Bu.”
“Lakukan apa saja, buat dia mau. Atau bawa dia ke
belakang, ada taman di sana kan?” hardiknya.
Tinah kebingungan. Tangis Mila tak mau berhenti. Tapi
dia membawanya menjauh dari ibunya. Mencoba mengajaknya ke taman.
***
Hari ini Wahyudi di operasi. Nano tidak pulang barang
sebentarpun. Wisnu membelikan beberapa potong pakaian untuk ganti bagi Nano,
dan Wahyudi, serta meminta agar mencucikan baju-baju kotornya di laundry. Ia
tak ingin Nano bertambah beban dengan memikirkan hal-hal sepele seperti baju
ganti dan sebagainya. Wisnu bahkan memikirkan makan untuk Nano, sehari tiga
kali.
“Pak Wisnu, sudah banyak yang Pak Wisnu lakukan. Saya
bisa semuanya sendiri,” kata Nano saat mereka menunggui Wahyudi saat dioperasi.
“Tidak apa-apa No, aku tidak ingin kamu kepikiran
dengan masalah-masalah sepele seperti baju ganti dan makan. Semua sudah aku
pikirkan.”
“Terima kasih banyak Pak. Bagaimana keadaan di rumah
pak Kartiko?”
“Semuanya baik-baik saja. Bapak tidak terlalu rewel,
karena ibu selalu bisa menenangkannya.”
“Sudah ada berita tentang bu Qila?”
“Yang aku inginkan adalah Karmila, anakku. Nanti
setelah masalah Wahyudi selesai, aku akan mencari Qila dan meminta anakku. Aku
tidak yakin Qila bisa merawatnya, karena selama ini semuanya diserahkan kepada
Tinah.”
“Iya, benar. Mila tidak kelihatan dekat dengan ibunya.
Malah sama Wahyudi bisa dekat lho, saya heran.”
“Karena Wahyudi pintar momong.”
Tiba-tiba ponsel Wisnu berdering.
“Dari pak Purnomo,” gumam Wisnu sambil mengangkat panggilan
telpon itu.
“Hallo Pak, ada yang bisa saya bantu?”
“Bapak ada di hotel Kurnia?”
“Saya? Mengapa Pak Purnomo mengira begitu?”
“Saya seperti melihat bu Qila, saya juga sedang ada disini.”
***
Besok lagi ya.
Horéé
ReplyDeleteJuara terus mbk Iin.....horeee
DeleteSelamat juara 1 nya tetep si penjaga gawang .
DeleteAlhamdulillah... ☺️☺️☺️
DeleteSehat ya bunda, biar tetap eksis menghibur kita semua.
Terima kasih bunda, KaCe eps ke_19 sdh ditayangkan.
Salam seger waras, tetap ADUHAI, dalam lindungan Allah SWT.
Aamiin Ya Robbal'aalamiin.,..
πͺπΌπͺπΌπͺπΌ☺️☺️☺️
Juara 1-nya TETAP yang kemaren, bun. Namanya jeng Iin Maimun.....π€π€π
Alhamdulillah, bu iin juara lagi neh, Manusang bu Tien KCku 19 sdh tayang.
Delete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien...ππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAssalamualaikum.... Mbak Tien matur nuwun....Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat wal afiat njiih
ReplyDeleteTerima kasih...
ReplyDeleteAmbil no dulu
ReplyDeleteAlhamdulillah mtrnwn mb Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 19 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah, mtr nuwun & sehat selalu bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdullilah. Slmt mlm bunda..terima msih KC nya.slm sht sllπ₯°πΉπ
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda
ReplyDeleteSalam *ADUHAI*
Alhamdulillah KC 19 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Alhamdulillah, matur nuwun buTien
ReplyDeleteWahyudi ayo bangun,,,,hehe π€
Salam sehat wal'afiat untuk semua bu Tien π€π₯°
Alhamdulillaah tayang awal makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah.. terima kasih bunda Tienππ
ReplyDeleteAlhmdllh..... terima ksih Mbu tien... part yg sngat aduhaai..... sehat² sllu brsma keluarga
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, literasi malam ini lancar. Semoga mbak Tien selalu sehat...
ReplyDeleteYess, terima kasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayamg episode 19 Kembang Cantikku
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin
Wow makin seru ceritanya dan bikin gak sabar menunggu kelanjutan nya. Nanti Wisnu mengejar ke hotel, ketemu Mila tapi Qila kabur melihat Wisnu muncul...
ReplyDeleteSalam Seroja Bu Tien......
Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteSudah ketahuan dimana
Qila bersembunyi , artinya Mila akan segera ditemukan.
Wahyudi sudah dioperasi juga semoga segera sembuh total.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah, matur nuwun buTien KC 19nya
ReplyDeleteSalam sehat selalu untuk semua bu Tien π€π₯°
Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu nggih
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien
ReplyDeletesalam sehat selalu....salam aduhaiii
Alhamdulillah sudah tayang KC ke 19
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien sayang cerbungnya.
Salam sehat dan Bahagia selalu bersama keluarga tercinta πππ
Alhamdulillah KC 19 sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien.
Salam sehat dan Bahagia bersama keluarga tercinta
Semoga Wahyudi segera pulih LG ingatannya....trims Bu tien
ReplyDeleteNah ketahuan kan.
ReplyDeletesebaiknya ya langsung cari Tinah sama Mila saja begitu sampai di hotel Kurnia toh terdengar tangis anak itu, semoga masih disana dan belum tertidur karena lelah menangis.
Bagaimana pun juga bila orang tua bermasalah anak jadi korban.
Sudah terucap Qila anak Retno yang diselamatkan Wahyudi dari penculikan demi menekan Retno agar mau menyerahkan anaknya, nggak perduli bayi itu masih didalam perawatan karena lahirnya prematur, sungguh kejam, dan perkara itu sudah selesai dengan dijeratnya hukuman bagi para pelaku penculikan yang dalangnya justru kakeknya si bayi.
Semoga pengambilan gumpalan darah dibalik batok kepala Wahyudi berjalan lancar, dan segera sadar.
Kegalauan pak Kartiko bagaimana nanti setelah Wahyudi sadar apakah masih mau tinggal dirumahnya.
Masihkah bujang tuwa pithak karena bekas operasi dikepala menginginkan Murni yang berarti jadi adik iparnya Marno.
Yah nunggu hasil operasi dulu, semoga baik baik dan lancar saja.
Pencarian pasangan Sapto dan Retno diupayakan dengan menanyakan pasien anak bernama Qila di klinik spesialis anak dr Nila?
Lho gimana ini, ini bukan jamannya Tutut ragilnya Haryo.
Ini jaman cerita Kakek Kartomo yang mengajak sang kekasih you Semi mencarikan dana buat membesarkan counter warung Semi biar jadi restoran, malah jadi masuk bui bersama, sama keponakan lagi.
Betapa rayuan Kartomo sungguh melenakan gemerlap restoran angannya.
Rasa kawatir Bu Mantri pun di utarakan bagaimana nanti kalau Budiono pindah ke lain hati, biarlah bila itu terjadi, hilang dong kesempatan jadi adeknya Retno.
Culik menculik antara kedua ortunya Mila, membuat Mila bingung.
Padahal maunya Mila ingin sama ibunya juga.
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke sembilan belas sudah tayang,
Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah..dapat info deh Qila di mana...Yaaa dasar .mila kangen bapak nya Qila di penjara aja
ReplyDeleteOhoo...kamu ketahuan Qila. Jaman sekarang "mata" ada di mana2 dan mudah dilaporkan ke keluarga...ngumpet di mana lagi?π
ReplyDelete