BUKAN MILIKKU
38
(Tien Kumalasari)
Wahyudi melangkah mendekati. Wanita itu tampak
gelisah, lalu mengangkat ponselnya, rupanya ada yang menelpon.
“Iya … iya … ini aku sudah ada di rumah sakit. Baru
saja, tunggu hasilnya. Tapi aku minta uangnya di transfer segera … ya … soalnya
nanti kalau harus membayar … wah … parah, aku takut tidak akan selamat … tentu …
ini juga usaha … aduh, repot amat, segera kembalikan bayi ini, aku tidak mau
susah. … betul, tapi kirimkan dulu uangnya … suruh cepat dia …”
Lalu seorang perawat keluar. Wanita itu mendekat.
Wahyudi bergegas melangkah lebih dekat.
“Ibu, bayi ibu harus segera dibawa ke rumah sakit yang
lebih besar. Kalau Ibu setuju, akan saya pesankan ambulans.”
"Tapi … tapi … saya harus menunggu instruksi dari dia …”
“Instruksi apa bu? Kalau kelamaan bayi itu tak akan
selamat.”
“Maaf, itu bukan bayi ibu kan?” tiba-tiba Wahyudi
bicara.
“Itu … aku hanya …”
“Suster, pesankan ambulans itu sekarang juga. Saya
bertanggung jawab. Untuk keselamatannya. Saya juga akan menyelesaikan administrasinya," kata Wahyudi lagi.
“Bapak siapa?”
“Bayi itu bernama Qila bukan? Dia anak adik saya,
segera lakukan yang terbaik untuk dia. Bawa ke rumah sakit pusat karena orang
tuanya ada di sana.”
Perawat itu mengangguk dan segera menyiapkan semuanya,
sementara wanita itu tiba-tiba bergegas pergi. Wahyudi mengejarnya.
“Bu, berhenti bu !”
Tapi wanita itu mempercepat larinya. Sampai di depan,
Wahyudi berteriak.
“Satpam, tolong tangkap dia, dia penculik bayi.”
Teriak Wahyudi.
Satpam segera bergerak, wanita itu meronta. Wahyudi
menelpon ke kantor polisi.
“Lepaskan … lepaskaan … aku tidak tahu apa-apa …aku
hanya di suruh.”
“Mas, tolong jangan lepaskan sampai polisi datang ya,
saya harus mengantar bayi ke rumah sakit,” pesannya kepada satpam.
Rumah sakit itu bergerak cepat. Wahyudi ikut di dalam
ambulans, mengawasi bayi kecil yang terus menangis. Hati Wahyudi bagai di sayat
dengan berpuluh sembilu,
“Ya Allah, selamatkanlah orok tak berdosa ini.
Selamatkanlah ya Allah,” bisiknya sambil berlinang air mata. Ia terus menatap
bayi itu yang dipangku seorang perawat, yang terus berusaha menenangkannya.
Bayi mungil cantik, berhidung mancung, tampak pucat tak bercahaya. Wahyudi
terus melantunkan doa.
***
“Bodoh semuanya, bodoh !!” gerutu pak Kartomo ketika
mendapat telepon dari seseorang.
Ia duduk di kursi di ruang tengah rumahnya sambil
bertelepon, tanpa sadar bahwa isterinya mendengarkannya.
“Mengapa kamu tidak hati-hati? Ini menyangkut
keselamatan banyak orang … ya, bagaimana dia bisa tahu? Siapa laki-laki itu?
Celaka kita semua … kamu ceroboh. Ceroboh. Baru saja aku mentransfer uang yang
diberikan bu Kori ke rekening kamu … bukankah kamu yang meminta, untuk
pengobatan bayi itu … ya … sekarang bagaimana kamu bisa ditahan di kantor
satpam? Ya Tuhan … hati-hati menjawab pertanyaan polisi. Ya sudah. Bodoh sekali.”
Pak Kartomo menutup ponselnya. Wajahnya pucat pasi.
“Ada apa? Telpon dari siapa?”
“O, itu … bukan dari siapa-siapa,” jawabnya sambil
memasuki kamar. Bu Kartomo mengikutinya.
“Kok pakai menstransfer-menstransfer, sekarang Bapak
bisa menstransfer uang?”
“Ya iya lah, aku kan pengusaha toko,” jawabnya sambil
menutup pintu kamarnya.
“Mengapa Bapak bilang celaka … ada Satpam …. Polisi … apa artinya itu Pak?” tanya bu Kartomo dari luar pintu.
“Sudah, jangan banyak tanya, dan jangan ikut campur.”
“Apa Bapak terlibat dalam penculikan bayi? Cucu kita itu?”
“Omong kosong apa itu?” hardiknya keras.
Lalu terdengar suaminya berbicara lagi di telepon.
“Dia tertangkap, saya tidak mau terlibat… ya entahlah
kalau dia sudah menyebutkan nama Ibu, aku tidak tahu, aku hanya minta Ibu
bersiap-siap, saya mau pergi.”
Pembicaraan itu berhenti.
“Tadi Bapak juga bilang ‘bayi’ segala. Aku khawatir
Bapak terlibat. Itu tadi Bapak bicara sama siapa lagi? Bapak terlibat kan dalam
penculikan itu?”
“Jangan ngawur.”
“Bapak jahat, kejam terhadap anak sendiri, cucu
sendiri. Berapa uang yang Bapak terima untuk itu?”
“Ngawur!”
Lalu pintu kamarnya terbuka, pak Kartomo sudah
mengenakan celana panjang, seperti ketika dia mau pergi keluar.
“Bapak mau ke mana?”
“Jangan ikut campur dan jangan banyak bertanya,”
jawabnya sambil terus melangkah. Tapi bu Kartomo menarik lengannya.
“Ibu ini kenapa sih? Seperti anak kecil saja. Lepaskan!”
katanya sambil mengibaskan lengannya.
“Katakan bahwa Bapak tidak terlibat. Ibu sangat takut,”
kata bu Kartomo sambil terus berusaha memegangi lengan suaminya.
“Kamu itu ngomong apa? Terlibat apa? Lepaskan! Aku mau
pergi.”
“Pergi ke mana?”
“Jangan banyak tanya.”
“Paaak ! Bapak melakukan hal yang tidak benar bukan?
Bapak berurusan dengan polisi?”
Pak Kartomo tidak menjawab, terus saja melangkah
dengan cepat. Tapi sesampai di teras, dua orang polisi berdiri menghadangnya.
“Selamat siang,” sapa sang polisi.
“Siang. Mau mencari siapa ya?”
“Ini rumah Pak Kartomo bukan?”
“Mau apa?”
“Bapak yang bernama Kartomo? Kami mendapat perintah
untuk menangkap Bapak. Ini suratnya,” katanya sambil mengulurkan sepucuk surat.
“Aku? Aku salah apa?”
Bu Kartomo yang sudah sampai di tempat itu merasa
lemas. Benar dugaannya, suaminya terlibat suatu kejahatan. Pasti penculikan
bayi itu. Dan itu adalah cucunya.
“Nanti Bapak bisa menerangkan di kantor. Sekarang ikut
kami.”
“Tidaak, tidak mau. Aku tidak tahu apa-apa, cari
wanita itu. Wanita bernama Kori itu pelakunya. Aku hanya disuruh,” katanya
sambil meronta sementara polisi memborgol dan membawanya pergi.
Bu Kartomo terduduk lemas. Betapapun kesalnya dia kepada
suaminya, tapi sungguh ia juga merasa sakit ketika melihat suaminya terlibat
suatu kejahatan yang pasti akan membawanya ke penjara.
“Ya Tuhan, mengapa kamu melakukannya pak? Kalau kamu
hanya menyakiti aku dengan berhubungan dengan perempuan itu, aku bisa
menerimanya. Tapi ini kamu berurusan dengan penegak hukum. Apa yang kamu
pikirkan pak… dia itu cucumu … anakmu pak …. Bagaimana kamu tega melakukannya?
Hatimu buta oleh uang dan perempuan. Dan sekarang ketika kamu harus mendapat
hukuman, aku juga merasa sakit pak. Kamu itu suamiku … “ lalu bu Kartomo menangis
terisak-isak.
+++
Budi meminta yu Asih untuk menyiapkan baju Sapto yang
akan dibawanya ke rumah sakit. Ia berdiri diluar kamar, dimana Kori ada
didalamnya. Asih ingin masuk untuk menyiapkan baju Sapto yang diminta, tapi
Budi menahannya. Didengarnya Kori sedang bertelepon sambil berteriak.
“Tidak, apa sampeyan sudah gila? Jangan sebut namaku.
Tentu, bayarannya lebih besar … aku tidak ikutan. Katakan alasan apa saja pada
polisi, aku jangan dilibatkan. Bukankah aku sedah mengeluarkan uang banyak?
Iya, aku tambah lagi asal tidak membawa namaku. Sudah, aku tidak mau tahu.
Kalian bodoh semua !!”
Kori menghentikan pembicaraan karena Asih mengetuk
pintunya.
Kori membukanya dengan wajah pucat.
“Ada apa?” hardiknya.
“Ini Bu Kori, mau mengambil baju Pak Sapto.”
“Untuk apa mengambil baju?”
“Itu … mas Budi mau membawanya ke rumah sakit.”
“Ambil saja sesuka kamu, sekalian bilang sama pak
Sapto, aku akan kembali ke Jakarta sekarang juga.”
“Ya, nanti pesannya sama mas Budi ya Bu.”
“Mau ke Jakarta Mbak?”
“Kamu sudah mendengar pesan aku bukan? Nanti bilang
sama mas Sapto bahwa aku akan kembali sekarang juga.”
“Tidak bisa Mbak, Mbak Kori harus tetap disini.”
“Mengapa tidak bisa? Kamu jangan mencoba-coba mengatur
aku. Aku akan bersiap sekarang.”
“Aku bilang jangan pergi. Kalau polisi mencari Mbak,
bisa lebih gampang. Kalau Mbak ke Jakarta, susah.”
Kori menatap Budi dengan mata terbelalak marah.
“Apa maksudmu? Aku tak ada hubungannya dengan polisi.
Mengapa polisi mencari aku?”
“Barangkali teman Mbak sudah tertangkap, dan Mbak
melarang dia atau mereka menyebut nama Mbak, bukankah begitu?” kata Budi yang
terus berdiri di tengah pintu kamar, menghalangi Kori yang akan beranjak
keluar.
“Kamu ini mengigau atau apa? Minggir !”
“Tidak, aku sudah mendengar semuanya. Mbak terlibat
dalam penculikan itu bukan?”
“Ada apa ini?” tiba-tiba bu Siswanto sudah ada
diantara mereka.
“Dia penculik Qila Bu.”
“Bohong. Aku menginginkan bayi itu, bagaimana aku
menculiknya? Kamu jangan memfitnah aku Budi. Kamu boleh benci, tapi jangan
memfitnah aku. Aku sedang sedih karena kehilangan bayi itu,” katanya sambil
menampakkan wajah sedih.
“Kamu bohong Kori. Sesungguhnya kamu tidak menghendaki
bayi itu. Kamu tidak suka merawat bayi itu. Ya kan?” kata bu Siswanto sambil
menatap tajam menantunya.
“Tidak Bu, ya Tuhan … mengapa semua orang jahat sama
aku?”
“Jangan menyebut nama Tuhan dengan mulut kamu yang
kotor itu.”
“Kamu jahat Budi !!”
“Yu Asih, kalau sedah selesai keluarlah,” perintah
Budi kepada Asih.
Asihpun keluar, dengan memiringkan tubuhnya karena
Kori berdiri di tengah pintu, hampir memenuhi badan jalan.
Kori ingin mengikuti keluar tapi Budi menahannya.
“Kamu tidak boleh pergi sebelum semuanya menjadi
jelas,” kata Budi tandas., sambil mendorong tubuh Kori masuk ke dalam kamar,
mengambil kuncinya lalu menguncinya dari luar.
“Budiiii! Kamu gila Budiii !! Buka pintunyaaaa,
bukaaaa !!” Kori berteriak-teriak sambil menggedor-gedor pintu.
Bu Siswanto terduduk lemas di sofa.
“Ya Tuhan … bagaimana bisa terjadi seperti ini.”
Budi mengambil ponsel di sakunya, ketika ponsel itu
berdering. Ternyata dari Wahyudi.
“Hallo, Mas Yudi?”
“Aku sudah membawa Qila kembali ke rumah sakit.”
“Apa?” Budi terlonjak karena kaget.
“Qila sudah dalam perawatan. Keadaannya buruk.”
“Mas Yudi menemukan Qila di mana?”
“Berikut penculiknya. Sudah di amankan polisi.”
“Sekarang Mas Yudi di mana?”
“Di rumah sakit. Saya membawanya dari rumah sakit
dimana Wuri dirawat.”
“Jadi bayi itu dibawa ke sana?”
“Baru datang ketika itu. Saya kan mengenali perempuan
penculik itu. Dia hampir menolak ketika Qila akan dibawa ke rumah sakit yang
lebih besar, karena keadaannya buruk. Saya mengurusnya, dan bayi itu sudah
dibawa kesini. Tapi saya belum bertemu Retno maupun mas Sapto.
“Aduh, terima kasih Mas. Ya Tuhan.”
“Bagaimana Bud?
Qila kenapa?” tanya bu Siswanto yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan Budi
di telepon.
“Qila sudah ditemukan Bu, mas Yudi yang menemukannya.”
“Mas Budi tidak kemari?” tanya Yudi
“Nanti dulu Mas, disini juga ada salah satu
penjahatnya. Saya tidak bisa meninggalkannya sebelum polisi datang.”
“Siapa? Maaf, pak Siswanto?”
“Bukan, isterinya mas Sapto.”
“Dia?”
“Ya, saya kebetulan mendengar dia berbicara dengan
seseorang di telepon. Tampaknya penculik yang mendapat tugas dari dia.”
“Ya sudah mas Budi, saya sedang menunggu penanganan
atas Qila.”
“Apa keadaannya menghawatirkan?”
“Semoga semua baik-baik saja Mas, teruslah berdoa.”
Wahyudi menutup pembicaraan itu, dan Budi duduk
termenung di sofa di depan ibunya, sementara Kori terus berteriak sambil
menggedor-gedor pintu.
“Ibu ke rumah sakit ya?” kata bu Siswanto yang juga
tampak gelisah. Keselamatan bayi itu sangat menghawatirkan keduanya.
“Nanti saja Bu, bareng sama Budi. Budi sedang menunggu
kelanjutan kasusnya mbak Kori, benar terlibat atau tidak, kita tidak bisa
memastikannya begitu saja dengan hanya mendengar dia bertelepon.”
Tiba-tiba satpam penjaga rumah mengetuk pintu.
“Ada apa? Tanya Budi.
“Ada polisi datang Pak, katanya mencari bu Kori.”
Budi dan bu Siswanto serentak berdiri dan bergegas
keluar. Dua orang polisi berdiri di depan pintu.
“Selamat siang,” sapa salah satu polisi itu.
“Siang.”
“Kami mendapat tugas untuk menangkap seorang wanita
bernama Kori. Apakah benar dia tinggal disini?”
“Ya, benar. Akan saya panggilkan.”
Budi masuk ke dalam, membuka pintu, lalu teriakan itu
berhenti.
“Aku tidak bersalah Budi, aku ingin bayi itu. Jangan
menyiksaku.”
“Baiklah, di depan ada tamu menunggu mbak Kori.”
Kori beranjak keluar, ia berbalik masuk ke dalam, tapi
Budi menangkap tangannya.
“Mengapa lari?”
“Mau apa … di_dia?”
“Mengapa lari? Kalau Mbak tidak bersalah tidak perlu
lari,” kata Budi sambil menyeret kakak iparnya.
“Ini bu Kori?”
“Mau apa kamu? Aku tidak bersalah.” Kori berteriak.
“Nanti Ibu bisa menerangkannya di kantor polisi.”
Kori tak berdaya ketika polisi memborgol dan
menyeretnya masuk ke dalam mobil.
Ketika itulah pak Siswanto datang. Ia turun dan merasa
heran melihat Kori diseret masuk ke dalam mobil polisi.
“Ada apa ini? Mengapa Kori dibawa?” teriaknya.
Polisi tak mempedulikannya. Ia terus menjalankan
mobilnya keluar dari halaman.
“Ada apa ini?”
Di teras, Budi dan ibunya masih berdiri terpaku.
“Kori terlibat dalam penculikan Qila,” jawab bu
Siswanto.
“Tidak, mana mungkin?”
“Pelakunya sudah tertangkap, mbak Kori otaknya.”
“Apa? Bukankah Kori menginginkan bayi itu?”
“Tidak. Dia tidak menginginkan bayi itu. Dia menyuruh
orang menculik bayi, agar bisa memaksa Retno menjauhi Sapto,” kata bu Siswanto
yang sudah menemukan kesimpulan dari semua kejadian itu.
“Ya Tuhan …” pak Siswanto menjatuhkan tubuhnya ke
kursi.
“Apa Bapak terlibat?” tanya bu Siswanto khawatir.
“Terlibat apa? Aku tidak tahu menahu bahwa Kori punya
maksud seburuk itu.”
“Ya sudah, Budi mau ke rumah sakit dulu, mas Sapto
menunggu baju-baju ini,” kata Budi sambil mengangkat tas kecil yang disiapkan
Asih dan berisi baju-baju Sapto.
***
“Sapto mendekati Retno yang menggeliat ketika terbangun.
“Anakku, bagaimana dengan anakku?” rintihnya.
“Tenanglah Retno,”
bujuk Sapto sambil membelai kepala isterinya.
“Mas, aku tak tahan lagi. Kita harus bercerai.”
“Retno,” Sapto meremas tangan isterinya.
“Ceraikan aku mas. Ceraikan demi anakku?”
“Tidak Retno, kamu tidak harus bercerai.”
Tiba-tiba Wahyudi masuk ke dalam ruangan dan mendekati
mereka.
***
Besok lagi ya.
Yes..alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
DeleteTerima kasih bu Tien BeeM_38 sdh hadir menyapa pembacanya, yang setiap malam setia menunggu.....
Salam ADUHAI dari mBandung.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih bunda. Semoga sehat selalu. Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteMantap, makasih Bunda
ReplyDeleteBaru
ReplyDeleteAlhamdulillah, pulang taraweh sdh ditunggu BM 38. Matur nueun bunda Tien sayang 🙏
ReplyDeleteYeeeeeee..... tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, trimakasih mbak Tien
ReplyDeleteTerima kasih mbak tien, makin seru nih. Salam sehat selalu mbak.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSemoga Qila daoat terselamatkan dan 3 serangkai penculikan dapat hukuman yg setimpal.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSdh datang gasik
Matur nuwun bu Tien
Lah mesti bikin penasaran Lo Bu Tien Ki....
ReplyDeleteTrims udah bikin greget
Terima kasih Bu Tien......
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah, BM 38 sdh hadir.
ReplyDeleteTrm kasih mbak Tien, salam sehat dan bahagia selalu,
Horee yang di tunggu BM38 sudah hadir menemani pecinta semua ,semoga bunda Tien sehat selalu dan terus berkarya dan membuat kita semua menunggu dan penasaran ,salam Aduhai dari jkt
ReplyDeleteAlhamdulilaah tayang lebih cepat
ReplyDeleteBerhati besar wahyudi... tapi sayang takdirnya tak kesampaian meminang cintanya
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Qila sdh ketemu...semoga segera dapat ditangani dengan baik dan selamat
ReplyDeleteAlhamdulillah ,,, bisa menikmati Bukan Milikku
ReplyDeleteAduhai bunda Tien.. semakin menguras emosi dan rasa penasaran ..
Salam adhuhai buat bunda Tien ,, dan bunga n yahnda bloger semua ,, 🥰🥰🥰🙏🏻 Dari kuta Bali ,,🙏🏻
Alhamdulillah BM 38 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulilah.....asyiiik....
ReplyDeleteYess...
ReplyDeleteMelototi blogspot...utk tayangan malam ... Alhamdulillah
Matursuwun mbak Tien BM 38...
Makin seruu...
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, BM eps 37 sudah tayang..
ReplyDeleteSalam sehat dan sugeng shaum Ramadhan 1443 H.
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat selalu...
ReplyDeleteSemoga laki2 ganteng n baik hsti dlm mimpi Sapto, adalah Yudi ya. Ternyata Budi memang baik...
ReplyDeleteSemoga Qila sehat ya... Menjadi ansk manis dengan rambut dikepang 2.
Yg jahat biar menerima hukumannya.
Salam manis mb Tien. Bida tdr nyenyak.
Yuli Semarang
Alhamdulillah BM 38 sdh hadir
ReplyDeletesemakin seru dan bikin penasaran lanjutan ceritanya.
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bshagia selalu.
Aamiin
Salam sehat dan ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mnak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah BM~38 sdh hadir dan
ReplyDeletesemakin membuat penasaran..
Maturnuwun bu Tien.. salam sehat dan salam ADUHAI.. 🙏
Yanti Wonosobo.... Trimakasiiiiih bunda tien... Semoga bunda tien kumalasari selalu diberi kesehatan dan keselamatan lahir batin.... Makin penasaran lho baca cerbung nya
ReplyDeleteAlhamdulilah bayi Qila telah ditemukan mdh2an selamat dan Wuri berjodoh dg siapa Wahyudi atau Budi.
ReplyDeleteKu sabar menunggu kelanjutan BM berikutnya....
Matur nuwun M Tien sehat selalu...
Terima kasih bu Tien...salam sehat...
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
Alhamdulillah suwun ibu
ReplyDeleteWah....nembe tegang kok *besok lagi*
Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteSudah sampai pada klimaks, tinggal turun perlahan. Mungkin Wahyudi yang harus berkata "Bukan Milikku" karena tidak mendapat apa yang diinginkan.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Bu kartomo gak kenal bank. Simpan uang dikaleng biskuit ato bank bantal. Lumrah kalo... Kok pakai menstransfer-menstransfer, sekarang Bapak bisa menstransfer uang? ...
ReplyDeleteKalo perlu diganti ... Kok pakai menstarter-menstarter, sekarang Bapak bisa menstater uang?
Menstarter, memangnya motor. Makanya simpan uang di bank biar bisa men-trans-fer. Biar gak repot kayak aku, pengusaha toko,” jawabnya sambil menutup pintu kamarnya.
Trims bu tien. Smoga tamat pas -1h lebaran. Biar lega smua. He ... he..😀
Alhamdulilah BM sdh tayang
ReplyDelete.. makin seru bukan milikku utk siapa ya? Mgknkah Qila tdk tertolong? Wlu Wahyudi sdh kopasgat? Hanya mb Tien yg bs jwb... Slm seroja utk mb Tien dan para pctk...🤗
Maturnuwun bu Tien BM38nya...
ReplyDeleteWaduuuh...banyak polisi niii..
Syukur penjahat2 udh ditangkepin..
Salam sehat dan aduhaiii bangeet bu Tien..🙏🌷
Tks bu tien, alhamdulilah semua sdh terungkap ..... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah.. BM 38 sdh hadir semakin asyiik, selalu ditunggu cerita selanjutnya, terima kasih bunda Tien.. salam sehat selalu dan aduhai.
ReplyDeleteAlhamdulillah..masih bisa mengikuti ,,Walaupun sering terlambat.. terimakasih bunda Tien .. semoga sehat selalu..🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu,.🙏
Terima kasih matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien n BMK part 38 telah tayang.
ReplyDeleteJadi penasaran dgn wanita si penculik Aqyla n apa peran si Kori n Kartomo yg tega sama cucu sendiri ... Gilaa .
Lanjut Bu Tien. Nice post.
Yang nyulik Semi si untu emas tow yow
DeleteWahyudi memang luar biasa...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Trm kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSalam sehat.
Terima kasih bu Tien BM 38 dah tayang..waaah cerita makin seru..
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI sll..
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien BM 38nya yang semakin ADUHAI
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah, mudah mudahan retno dan bayinya segera sehat semua.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Lha ini episode yang menegangkan sekaligus melegakan bagi para pandemen.
ReplyDeleteKartomo åpå sing parabané plompong adiné Jêbrèd åpå yå,
Biyèn Kartålåså bapakné tau ditakoni; généyå anak wédok mu kok jenengaké jêbrèd.
Wangsulané jaré kèlingan dèk cilik dolanan plinthêng;
Anggêr bar nyuwara jêbrèd trus plompong mêrgå watu sing dibandilaké wis mlayu; dadi wadhahé watu kothong mlompong.
Saiki yâ mlompong tenan, wis bubar; melu nggarap tonil sing di dhalangi Kori, malah blas ora entuk åpå åpå, mlebu pakunjaran lha iyå.
Bu Kartomo gulung koming, nibå tangi, getun tibå mburi.
"Pak pak, kok têgêl temen kowé, kuwi bayi rak putumu, anaké anakmu.
Tekâ têgêl temenanan, njur kowé éntuk dhuwit pira abané pak pak."
Wahyudi pun datang mengingatkan Retno, tidak harus begitu, sebentar lagi pasti dibawa kemari untuk menyusui bayimu, siapa penculiknya biar Budi yang cerita.
Gengsinya pak Siswanto jadi gensincampur, besannya masuk sel, polisi kekeh karena ini masalah pidana yang menyangkut bayi.
Berat hukumannya.
Sabar ya Wuri sebentar lagi ibumu datang menjengukmu.
Terimakasih Bu Tien,
Bukan milikku yang ke tiga puluh delapan sudah tayang.
Sehat sehatlah selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏🏻
Ngarang ik…..
DeleteHo oh ik...
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam aduhai
Nanaaang Crigis.
ReplyDeleteAamiin doanya
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Assalamualaikum wr wb Alhamdulillah semuanya beres karena kerja Wahyudi.. Qila semoga segera sehat kembali, Sapto tdk menceraikan Retno...yg lbh menyenangkan semua penjahatnya tertangkap. Makin seru saja, penasaran untuk mengikuti lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, semoga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteSlmt pgii bunda Tien sayang..mksih BM 38 nya. Syuukurin yg jhtnya sdh ketabgkap polisi..tinggal menunggu kebahagian Retno nya..makin mengaduk2 hati bunda..bunda Tien memang oke..slm sayang dan seroja dri 🥰🥰🙏🙏🌹🌹
ReplyDeleteBm 39 ada nggak yaaa
ReplyDeleteMudah2an gak libur
ReplyDeleteDitunggu2 je...
Qila .. kamu bisa .....
ReplyDeleteBanyak irang menyayangimu, tak terkecuali om Wahyudi ..
salam aduhai buat KSK ( kartomo semi kori )
Setia menanti kehadiranmu
ReplyDelete