BUKAN MILIKKU
32
(Tien Kumalasari)
Bu Siswanto serta merta memeluk besannya dengan
linangan air mata, yang dibalas oleh bu Kartomo dengan tangis bahagianya.
“Ibu, akhirnya aku punya seorang anak,” bisik Sapto
sambil merengkuh ibunya dan ibu mertuanya sekaligus.
Kori yang berdiri di dekat pak Kartomo, diam membisu.Tapi
kemudian ia tampak berkata-kata dengan pak Kartomo, tapi tak seorangpun
mendengar apa yang dikatakannya. Semuanya tenggelam dalam kebahagiaan.
Ketika suster keluar dari ruang bersalin itu, Sapto
mendekatinya.
“Suster, bagaimana keadaan isteri saya?”
“Sehat, baik. Bayinya perempuan, juga sehat Pak. Hanya
saja harus dimasukkan ke dalam inkubator, karena belum cukup bulan
kelahirannya.”
“Bolehkah saya masuk?”
“Sebentar Pak baru dibersihkan. Nanti saja setelah observasi karena obat bius masih mempengaruhinya,” jawab sang suster sambil berlalu.
"Oh, baiklah."
***
Sapto mendekati Retno setelah berada di ruang rawat. Retno tampak terbaring lemah.
“Retno, terima kasih telah melengkapi hidupku dengan
kehadiran seorang anak yang pasti akan membuat kita bahagia,” katanya sambil
mengelus tangan Retno, lalu mengecup dahinya lembut.
Retno tersenyum tipis. Entah seperti apa hubungan
keduanya setelah ini. Benak Retno masih diliputi banyak pertanyaan. Tapi dia
bahagia. Tadi suster perawat telah menunjukkan bayinya, berkulit bersih dan
cantik. Retno mendekapnya sejenak, menciuminya sepuas hati, sebelum suster
membawanya dan memasukkannya ke dalam inkubator.
“Berapa lama dia akan ada disana?” tanya Retno waktu
itu.
“Tergantung perkembangan kesehatan si bayi Bu, tapi
melihat bayi Ibu sehat, paling tidak seminggu atau dua minggu pasti sudah boleh
dibawa pulang.”
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Sapto yang tak berhenti
mengelus tangan isterinya.
“Bahagia, anakku cantik sekali.”
“Tentu, karena ibunya juga cantik," kata Sapto sambil
tersenyum.
Retno menatap senyum itu. Belum pernah ia melihat
senyuman suaminya. Ganteng sih. Lalu Retno memarahi dirinya sendiri yang
dianggapnya lemah. Mengapa tiba-tiba ia mengagumi senyuman laki-laki yang
semula amat dibencinya?
“Apa kamu merasa sakit?” tanya Sapto lagi.
Retno menggeleng. Tentu saja rasa sakit itu belum
terasa, karena obat bius masih mempengaruhinya. Tubuh bagian bawahnya juga
belum bisa bergerak sempurna.
“Kamu akan baik-baik saja.”
Retno mengangguk dan tersenyum.
“Aku rindu melihat senyummu,” bisiknya di telinga
Retno.
Hati Retno bergetar.
“Bukankah sebentar lagi kamu akan menceraikan aku?”
“Bukankah aku pernah mengatakan bahwa aku tak akan
menceraikan kamu?”
Retno tidak melupakan ucapan itu. Tapi sikap ayah
mertuanya yang seakan membencinya, bisa membuatnya berpisah dengan suaminya.
Retno meredam semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, bahkan meredam
sebuah gejolak yang tiba-tiba membuat hatinya berbunga-bunga saat didekat
suaminya.
“Jangan sampai cinta itu tumbuh, jangan sampai …
jangan sampai,” bisiknya dalam hati.
“Kamu akan tetap menjadi isteri aku. Kita akan merawat
anak kita bersama-sama.”
Retno menatap suaminya tak percaya. Tapi senyuman itu,
seperti sebuah janji yang terukir dalam, yang akan digenggamnya.
“Aku melihat anakku dulu, ya.”
Retno mengangguk. Membiarkan Sapto melangkah keluar
dan menuju ke kamar bayi.
Dilihatnya ketika itu ibu dan mertuanya sedang menatap
ke arah sebuah jendela kaca. Sapto mendekat dan melihat dari kaca itu sebuah
tubuh mungil tergolek di dalam inkubator. Bayi itu bergerak-gerak, menangis.
“Sapto, itu anakmu,” kata bu Siswanto.
“Sayang, jangan menangis ya, Bapak ada disini,” bisik
Sapto. Dan sangat ajaib, tangis bayi itu berhenti. Mata kecilnya
mengerjap-ngerjap.
Bu Siswanto dan bu Kartomo tersenyum haru, lalu pergi menjauh.
“Mas, bukankah bayi ini akan menjadi milikku?” Sapto
menoleh, dan melihat Kori berdiri di sampingnya.
“Bayi ini akan menjadi milik kita. Milikku, mulikmu,
dan milik Retno,” jawab Sapto.
Mata Kori berkilat marah.
“Mengapa ada Retno?” katanya dengan nada tinggi.
“Apa maksudmu? Retno adalah ibunya. Yang melahirkannya,”
kata Sapto dengan wajah marah.
“Tapi aku tidak mau ada Retno, aku akan memiliki bayi
itu, tanpa Retno.”
“Tidak mungkin.”
Tiba-tiba bayi didalam inkubator itu menangis, melengking
keras. Sapto kembali menatapnya dan berbisik.
“Anakku, diam ya, tenang, ada Bapak disini Nak, jangan
nangis ya.”
“Pokoknya aku tidak mau ada Retno. Bukankah bapak
bilang bayi itu untuk aku?” teriak Kori melebihi lengkingan si bayi.
“Ada Retno. Harus ada Retno, dia isteri aku.” Kata Sapto
keras, lalu membiarkan Kori melangkah pergi dengan kaki dihentak-hentakkan.
Sapto tak peduli. Ia terus menatap anaknya dan membisikinya
dengan kata-kata lembut, sehingga bayi itu menghentikan tangisnya, lalu
memejamkan matanya.
“Tidurlah dengan nyaman Nak, dan cepatlah besar agar
kita bisa bercanda dan bermain bersama,” bisik Sapto.
***
Kori menangis terisak-isak dihadapan ayah mertuanya. Semua
orang masih berada di rumah sakit kecuali pak Siswanto yang masih tetap ada di
rumah. Ia sudah mendengar bahwa Retno melahirkan bayi perempuan, dan dia sudah
mempersiapkan segalanya agar bayi itu menjadi milik Kori sepenuhnya.
“Mengapa menangis? Bukankah aku sudah berjanji bahwa
bayi itu akan menjadi milik kamu?”
“Tapi saya tidak mau ada Retno diantara saya dan mas
Sapto,” rengek Kori.
“Tentu saja tidak, Sapto akan menceraikannya.”
“Tidak Pak, mas Sapto sendiri bilang bahwa dia tidak
akan menceraikan Retno. Bayi itu akan menjadi milik kami bertiga. Aku tidak mau
Pak. Jauhkan Retno dari sisi mas Sapto.”
“Bapak sudah mengatakan, dan itu pasti.”
“Bagaimana kalau mas Sapto tidak mau?”
“Sapto akan menuruti semua kemauanku. Dia harus
menceraikan Retno, tapi bayi akan tetap bersama Sapto, dan tentu saja kamu.”
“Tampaknya mas Sapto akan bersikukuh untuk tetap tidak
akan menceraikannya.”
“Percayalah sama Bapak, dan jangan menangis. Kamu
harus senang dan merasa puas, akhirnya kamu bisa memiliki bayi. Bukankah
begitu?”
“Kori akan senang kalau Retno tidak ada lagi.”
“Iya, tenang saja. Tak lama lagi Retno akan pergi dari
rumah ini. Dan kamu yang akan merawat bayinya. Bukankah itu bisa mengobati
kekecewaan kamu setelah kamu tak akan bisa memiliki anak lagi?”
“Ya, tapi kalau ada Retno … “
“Tidak … percayalah pada Bapak. Bagaimana rencana kamu
nanti, akan membawa bayi itu ke Jakarta?”
“Kori harus mencari baby sitter dulu, mana bisa Kori
merawat bayi?”
“Apa maksudmu? Kalau kamu mau punya anak, kamu juga
harus bisa merawatnya. Apa kamu punya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan
sehingga harus mencari baby sitter?” tegur pak Siswanto.
“Kalau begitu Kori mau tinggal disini dulu, soalnya
ada yu Asih yang bisa membantu.”
“Dengar Kori, aku mempercayakan seorang anak untuk
kamu, demi mengobati kekecewaan kamu. Berbesar hatilah kamu bisa
mendapatkannya, dan kamu harus merawatnya dengan tangan kamu sendiri.”
Kori terdiam. Nada suara ayah mertuanya tampak lain.
Apakah karena dia ingin mencari babby sitter? Dalam hati ia merasa kesal. Ia
hanya ingin Retno pergi dari sisi Sapto, dan soal bayi bukanlah yang nomor satu
seperti perkiraan ayah mertuanya. Ia justru menyesali kesediaannya untuk
membiarkan Sapto menikah lagi dengan alasan agar punya seorang anak. Ia tak
mengira Sapto yang semula acuh terhadap Retno kemudian berubah sangat menyayanginya
dan enggan melepaskannya.
***
Retno sudah dipindahkan di kamar inap. Ia harus
mendapat perawatan sedikitnya lima hari atau seminggu di rumah sakit. Itu kata
dokter yang harus dipatuhinya. Setiap hari Sapto menungguinya, bahkan hampir
sehari penuh. Ia pulang hanya ketika harus berganti pakaian, kemudian kembali
lagi ke rumah sakit.
“Mengapa kamu tidak pulang?” tanya Retno ketika
melihat Sapto terus menungguinya.
“Aku ingin terus bersamamu, dan bersama anak kita,”
jawab Sapto sambil tersenyum.
“Bagaimana dengan Kori? Dia tak akan suka kalau kamu
terus menunggui aku di sini.”
“Tidak, dia akan mengerti.”
“Menurutku dia tak akan mengerti.”
“Dia harus mengerti, kalau dia menginginkan bayi itu
maka kita akan merawatnya bertiga, aku yakin kamu tidak keberatan kalau Kori
juga menyayangi bayi itu.”
“Tidak keberatan, kalau dia tulus menyayangi bayi itu.
Tapi aku yakin. Yang aku yakini adalah bahwa dia ingin agar kamu menceraikan
aku.”
“Apakah kamu juga ingin bercerai dari aku seperti
keinginan kamu sejak awal?” tanya Sapto sendu.
Retno menatap mata tajam yang berubah sendu itu dengan
perasaan yang bercampur aduk dan tak dimengertinya.
“Katakan saja,” desak Sapto.
“Aku akan menerima takdirku.”
“Takdirmu adalah hidup disisiku.”
Retno menghela napas.
“Oh ya, aku akan memberi nama anak kita … Aqila Ulfa …
kamu setuju ?” kata Sapto mengalihkan pembicaraan.
“Manis nama itu, apa artinya?
“Aqila itu artinya bijaksana, sedangkan Ulfa berarti
persahabatan. Jadi anak kita akan menyukai persahabatan dan menjadi orang yang
bijaksana.”
Retno tersenyum, mengangguk. Sapto senang melihat
senyum itu.
“Selalulah tersenyum untukku,” bisik Sapto lirih.
“Aqila Ulfa … “ Retno membisikkan nama itu, dengan
masih tetap tersenyum.
“Aqila Ulfa Sapto Baskoro,” Sapto melanjutkan.
“Nama panggilannya adalah Qila,” lanjut Sapto.
***
Bu Kartomo sedang belanja di pasar, ketika seseorang
menyapanya.
“Bu Kartomo? Belanja disini lagi?” seru sang penyapa
yang ternyata Wuri.
“Iya nak Wuri, belanja agak banyak ini,” jawab bu
Kartomo sambil tersenyum.
“Dapat pesanan lagi? Bukankah Minggu kemarin ada
pesanan, dan sekarang lagi ya? Laris rupanya bu Kartomo?”
“Bukan dapat pesanan, tapi mau syukuran, Nak Wuri.”
“Oh, syukuran? Ada yang ulang tahun?”
“Tidak Nak, Retno melahirkan tiga hari lalu.”
“MasyaAllah, mbak Retno melahirkan? Putranya apa bu?
Cowok atau cewek?”
“Perempuan Nak, namanya Aqila Ulfa.”
“Wah, namanya cantik banget. Wuri ikut senang Bu. Apa
sekarang masih ada di rumah sakit?”
“Ya Nak, belum boleh pulang karena lahirnya dioperasi.”
“Saya akan menengok ya Bu, kalau sudah selesai
membantu ibu saya nanti.”
“Silakan Nak, Retno pasti senang kalau Nak Wuri
menjenguknya.”
“Saya akan memberi tahu mas Yudi juga. Dia kebetulan
ada di sini Bu.”
“Oh, sering pulang ya?”
“Ya, kadang disini seminggu, lalu di Jakarta sebulan.
Kan yang disini kantor cabangnya yang di Jakarta.”
“O, kalau begitu sampaikan salam Ibu ya Nak, sudah
lama tidak ketemu nak Wahyudi.”
“Iya, nanti akan saya sampaikan Bu.”
***
“Retno melahirkan? Rasanya belum sembilan bulan deh,”
kata Wahyudi ketika Wuri memberinya kabar tentang kelahiran anaknya Retno.
“Iya, sepertinya belum, itu pula sebabnya maka
lahirnya dioperasi Mas.”
“Sekarang masih di rumah sakit?”
“Masih, kata bu Kartomo tadi. Baru tiga hari yang
lalu. Nengokin yuk.”
“Kapan?”
“Sore ini lah, masa bulan depan.”
“Kamu sudah tahu rumah sakitnya di mana?”
“Sudah, aku sudah menghubungi mbak Retno lewat WA, dan
sudah diberi tahu.”
“Tapi aku kok ragu ya.”
“Kenapa Mas? Apa kamu belum bisa melupakan dia? Jangan
begitu ya Mas, segera cari ganti, supaya bisa melupakan mbak Retno.”
“Kebalik. Aku harus melupakan dulu, baru cari
gantinya.”
“Lha kalau nggak berusaha melupakan mana bisa Mas. Mas
kan tahu, mbak Retno sudah jadi milik orang lain, jadi ya harus dilupakan. Coba
membuka hati kepada gadis lain, jangan terpaku pada cinta yang harusnya dikubur
dalam-dalam. Lihat gadis-gadis cantik, lalu pilih salah satu diantaranya, gitu
lhoh.”
“Iya nek,” canda Wahyudi.
“Ih, kok nek sih?”
“Habis, bicaramu seperti nenek-nenek.”
“Aku tuh sedih kalau melihat mas Wahyudi terus-terusan
memikirkan mbak Retno.”
“Nggak, kamu jangan mengada-ada. Aku sudah melupakannya.”
“Bohong. Aku masih suka melihat mas Yudi suka melamun
sambil melihat foto mbak Retno yang ada di ponsel itu kan?”
“O, berarti kamu tuh tukang ngintip ya?”
“Bukan ngintip. Pernah memergoki saja, beberapa kali.”
Wahyudi menghela napas.
“Ya baiklah nek, aku akan berusaha melupakannya.”
“Nek … nek … terus.”
Wahyudi tertawa.
“Ayo siap-siap sekarang, katanya bau bezoek.”
“Sekarang ya? Baiklah, aku pulang dulu, mas juga belum
mandi kan?”
***
Ketika Wahyudi dan Wuri sudah memasuki rumah sakit
itu, tiba-tiba Wuri melihat Budiono berjalan keluar dari lorong yang lain.
“Mas ! Mas Budi !!”
Budi berhenti melangkah.”
“Wuri? Eh Mas Yudi?”
“Mas Budi mau kemana?” tanya Wuri kemayu.
“Mau pulang, tadi habis mengantar mas Sapto kemari.”
“Kamar mbak Retno sebelah mana?”
“Mau bezoek mbak Retno. Itu, lurus sampai mentok terus
belok kiri, kamarnya nomor tujuhbelas.”
“O gitu ya. Mas Budi kok sudah mau pulang sih?”
“Iya, aku baru dari kantor, lalu mengantarkan mas
Sapto kemari, jadi mau pulang dulu, mandi. Bau asem nih.”
“Nanti kemari lagi kan?”
“Ya, nanti setelah mandi. Seneng lihat bayinya, lucu.”
“Wuri, mas Budi mau pulang, kamu malah ngajakin ngobrol,”
tegur Wahyudi.”
Wuri meleletkan lidahnya.
“Iya. Ya sudah Mas, pulang sana. Bau asem bener kok,”
canda Wuri.
“Ayo mas Yudi, saya pulang dulu ya.”
“Ya mas Budi, silakan.”
Wahyudi dan Wuri melanjutkan langkahnya, tapi ia tidak
melalui jalan yang ditunjukkan Budi, justru berjalan lurus dan tanpa sengaja
melewat ruang bayi. Dari jauh Ia melihat seorang wanita sedang memasuki ruangan
bayi dengan berendap-endap mencurigakan.
“Eh, dia mau mencuri bayi tuh!” seru Wuri.
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah......
ReplyDeleteBeeM_32 sdh tayang.
Terima kasih bunda Tien, salam sehat tetep semangat
Jaga gawang to Kek?
DeleteKaro ngunjukke sarung yah mb Nani,kan plg tarawih hahaha
DeleteBareng karo komentarku di blog tentang Rwon Mantup....
DeleteAlhamdulillah tayang ....tks Bu Tien, semoga sehat selalu🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang
ReplyDeleteBM32 hadir ,aduhai terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturvnuwun bu Tien
Alhamdulillah BM Eps 32 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari
Salam sehat dan salam hangat
Alhamdulilah retno dah lahiran...smg mas Sapto tetep sama retno....suwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, salam sehat mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 32 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah, maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwn bu Tien BM
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda Tien...
Matur nuwun bunda Tien...BM 32 tayang lebih awal..🙏
ReplyDeleteSenangnya BM 32 sudah tayang. Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Yg ditunggu tayang juga... terima kasih Mbu Tien... serrruuuu....
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua ya bu Tien
Nuwun bu Tien. Jangan jangan spt mimpi Sapto.. Kori mau mencuri bayi tetapi dihalangi Wahyudi. Salam sehat selalu. Ditunggu kelanjutannya
ReplyDeleteAduhai rupanya mimpi Sapto jd kenyataan bayinya dibawa wanita yg rambutnya tidak disisir ( Kori?) Yg dlm mimpi anak kecil perempuan di lempar tp dipegang seseorang yg pernah ketemu Sapto tp lupa namanya tentu itu Wahyudi.Mimpi Sapto jd kenyataan ya mbak Tien?
ReplyDeleteSalam aduhai mbak Tien dari Tegal.
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah maturnuwun bu Tien sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah BM~32 sudah hadir.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien, salam sehat dan salam ADUHAI.. 🙏
Alhamdulillah sdh tayang yg di tunggu..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Semoga sehat dan bahagia selalu..
Salam * ADUHAI*
Terima kasih bunda Tien, BM 32 sdh tayang,bayi siapa yang diculik, semoga bukan bayi Retno salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteTerima kasih bu tien ....wah korikah yg ingin menculik bayinya retno? Smg tdk terjadi...intung ada wahyudi...salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSelamat utk Retno dan Sapto atas kelahiran putri mereka wah Kori akan menculik bayiRetno seoerti mimpi Sapto ternyata yg jadi penculik Kori dan pemuda yg menyelamatkan Kemungkinan Wahyudi.
ReplyDeleteSemoga niat jahat Kori bisa di pergoki Wuri dan Wahyudi
ReplyDeleteSehingga bayi selamat
Terimakasih bubda Tien
Salam sehat dan aduhai dari Purwirejo
Trims Bu Tien sehat selalu
ReplyDelete𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡...𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐠 𝐦𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤 𝐛𝐚𝐲𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨 ???. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐖𝐮𝐫𝐢 & 𝐖𝐚𝐡𝐲𝐮𝐝𝐢.
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏
Trimakasih bu Tien..BM32nya..
ReplyDeleteWah Kori yg mau nyuri bayi itu..trus gila kali...duuh kasian Retno...
Moga gagal ambil bayinya yaaa...
Tunggu lanjutannyaa..
Salam sehat dan aduhaii bu Tien..🙏🌷
*_weh seruuu..ada penculikan bayi_*
ReplyDeleteTerimakasih bu tien, baru tau salam aduhai itu khas disini hehe, pertama liat tulisan bu tien dan langsung jatuh cinta. Gaya penulisannya enak banget dibaca, bisa menggambarkan detil situasi, ceritanya mengalir seperti kisah nyata dan diujungnya berakhir dengan sesuatu yg membuat penasaran. Maturnuwun bu tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteEpisode seruu ini besok...
Penculikan bayi...
Matursuwun mbak Tien.
Cerita makin menarik...
Salam Aduhaiii 😍
Makin penasaran saja, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai selalu 🙏
ReplyDelete𝘒𝘰𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘨𝘢𝘳𝘢-𝘨𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪...
ReplyDelete𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
Bagi sahabat² blogger yang ingin nonton video rekaman JUMPA FANS WAG PCTK. di hotel Loji Solo 26-27 Maret 2022
ReplyDeleteKetik di youtube Jumpa fans wag pctk
Part 1-5
Jika selama ini
hanya baca tulisan bu Tien Kumalasari, di video ini juga dapat mendengarkan/menikmati suara emas bu Tien. Pa Tom suami bu Tien, bu Nani Nur'Aini yang jadi admin WAG PCTK, suara pa Bambang Subekti dan lemah gemulainya penari latar dari teman² kita di WAG PCTK. Dipandu MC pak Hardjoni Harun, akan lihat juga
kakek habi,Jeng Iyeng dll
Selamat menonton
sepertinya Kori ...
ReplyDeleteAlhamdulillah BM sdh tayang. Suwun bu Tien sayang, semoga sehat selalu... salam ADUHAI
Wah kalau bayinya kecuri itu perbuatan pak siswanto. Terima kasih bu tien cerbungnya
ReplyDeleteAlhamdulillah ..
ReplyDeleteSehat2 ya bu Tien
Pg, smua
ReplyDeleteRetno n Sapto bahagia
Kayanya sih Kori ya
Maturnuwun, mb Tien
Yuli Semarang
Alhamdulillah. Maturnuwun bunda Tien 😘
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan selalu aduhai
Assalamualaikum wr wb. Wah, patut di duga, itu Kori, wanita yg mengendap endap ke kamar bayi, dimana bayi Retno di rawat. Di duga Dia punya niat jahat akan mengambil bayi Retno. Mudah mudahan Wuri dan Wahyudi memergoki dan bisa menangkap wanita jahat itu. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteSiapakah dalang dibalik penculikan bayi Retno?
ReplyDeleteDuuuh...mungkin yg diculik itu bayi Retno.
ReplyDeleteKasihan kamu Retno..mungkin yg menculik Korikah...? Terimakasih bu Tien smoga sht sll ..bahagia bersama kluarga dan salam ADUHAI dari blora
Wah, itu pasti perbuatan kori.
ReplyDeleteMoga aja ketangkap.
Aduhai! Makin muantab aja bun ceritanya.
Moga selalu sehat ya bun.