Thursday, April 7, 2022

BUKAN MILIKKU 32

 

BUKAN MILIKKU  32

(Tien Kumalasari)

 

Bu Siswanto serta merta memeluk besannya dengan linangan air mata, yang dibalas oleh bu Kartomo dengan tangis bahagianya.

“Ibu, akhirnya aku punya seorang anak,” bisik Sapto sambil merengkuh ibunya dan ibu mertuanya sekaligus.

Kori yang berdiri di dekat pak Kartomo, diam membisu.Tapi kemudian ia tampak berkata-kata dengan pak Kartomo, tapi tak seorangpun mendengar apa yang dikatakannya. Semuanya tenggelam dalam kebahagiaan.

Ketika suster keluar dari ruang bersalin itu, Sapto mendekatinya.

“Suster, bagaimana keadaan isteri saya?”

“Sehat, baik. Bayinya perempuan, juga sehat Pak. Hanya saja harus dimasukkan ke dalam inkubator, karena belum cukup bulan kelahirannya.”

“Bolehkah saya masuk?”

“Sebentar  Pak baru dibersihkan. Nanti saja setelah observasi karena obat bius masih mempengaruhinya,” jawab sang suster sambil berlalu.

"Oh, baiklah."

***

Sapto mendekati Retno setelah berada di ruang rawat. Retno tampak terbaring lemah.

“Retno, terima kasih telah melengkapi hidupku dengan kehadiran seorang anak yang pasti akan membuat kita bahagia,” katanya sambil mengelus tangan Retno, lalu mengecup dahinya lembut.

Retno tersenyum tipis. Entah seperti apa hubungan keduanya setelah ini. Benak Retno masih diliputi banyak pertanyaan. Tapi dia bahagia. Tadi suster perawat telah menunjukkan bayinya, berkulit bersih dan cantik. Retno mendekapnya sejenak, menciuminya sepuas hati, sebelum suster membawanya dan memasukkannya ke dalam inkubator.

“Berapa lama dia akan ada disana?” tanya Retno waktu itu.

“Tergantung perkembangan kesehatan si bayi Bu, tapi melihat bayi Ibu sehat, paling tidak seminggu atau dua minggu pasti sudah boleh dibawa pulang.”

“Bagaimana perasaanmu?” tanya Sapto yang tak berhenti mengelus tangan isterinya.

“Bahagia, anakku cantik sekali.”

“Tentu, karena ibunya juga cantik," kata Sapto sambil tersenyum.

Retno menatap senyum itu. Belum pernah ia melihat senyuman suaminya. Ganteng sih. Lalu Retno memarahi dirinya sendiri yang dianggapnya lemah. Mengapa tiba-tiba ia mengagumi senyuman laki-laki yang semula amat dibencinya?

“Apa kamu merasa sakit?” tanya Sapto lagi.

Retno menggeleng. Tentu saja rasa sakit itu belum terasa, karena obat bius masih mempengaruhinya. Tubuh bagian bawahnya juga belum bisa bergerak sempurna.

“Kamu akan baik-baik saja.”

Retno mengangguk dan tersenyum.

“Aku rindu melihat senyummu,” bisiknya di telinga Retno.

Hati Retno bergetar.

“Bukankah sebentar lagi kamu akan menceraikan aku?”

“Bukankah aku pernah mengatakan bahwa aku tak akan menceraikan kamu?”

Retno tidak melupakan ucapan itu. Tapi sikap ayah mertuanya yang seakan membencinya, bisa membuatnya berpisah dengan suaminya. Retno meredam semua perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, bahkan meredam sebuah gejolak yang tiba-tiba membuat hatinya berbunga-bunga saat didekat suaminya.

“Jangan sampai cinta itu tumbuh, jangan sampai … jangan sampai,” bisiknya dalam hati.

“Kamu akan tetap menjadi isteri aku. Kita akan merawat anak kita bersama-sama.”

Retno menatap suaminya tak percaya. Tapi senyuman itu, seperti sebuah janji yang terukir dalam, yang akan digenggamnya.

“Aku melihat anakku dulu, ya.”

Retno mengangguk. Membiarkan Sapto melangkah keluar dan menuju ke kamar bayi.

Dilihatnya ketika itu ibu dan mertuanya sedang menatap ke arah sebuah jendela kaca. Sapto mendekat dan melihat dari kaca itu sebuah tubuh mungil tergolek di dalam inkubator. Bayi itu bergerak-gerak, menangis.

“Sapto, itu anakmu,” kata bu Siswanto.

“Sayang, jangan menangis ya, Bapak ada disini,” bisik Sapto. Dan sangat ajaib, tangis bayi itu berhenti. Mata kecilnya mengerjap-ngerjap.

Bu Siswanto dan bu Kartomo tersenyum haru, lalu pergi menjauh.

“Mas, bukankah bayi ini akan menjadi milikku?” Sapto menoleh, dan melihat Kori berdiri di sampingnya.

“Bayi ini akan menjadi milik kita. Milikku, mulikmu, dan milik Retno,” jawab Sapto.

Mata Kori berkilat marah.

“Mengapa ada Retno?” katanya dengan nada tinggi.

“Apa maksudmu? Retno adalah ibunya. Yang melahirkannya,” kata Sapto dengan wajah marah.

“Tapi aku tidak mau ada Retno, aku akan memiliki bayi itu, tanpa Retno.”

“Tidak mungkin.”

Tiba-tiba bayi didalam inkubator itu menangis, melengking keras. Sapto kembali menatapnya dan berbisik.

“Anakku, diam ya, tenang, ada Bapak disini Nak, jangan nangis ya.”

“Pokoknya aku tidak mau ada Retno. Bukankah bapak bilang bayi itu untuk aku?” teriak Kori melebihi lengkingan si bayi.

“Ada Retno. Harus ada Retno, dia isteri aku.” Kata Sapto keras, lalu membiarkan Kori melangkah pergi dengan kaki dihentak-hentakkan.

Sapto tak peduli. Ia terus menatap anaknya dan membisikinya dengan kata-kata lembut, sehingga bayi itu menghentikan tangisnya, lalu memejamkan matanya.

“Tidurlah dengan nyaman Nak, dan cepatlah besar agar kita bisa bercanda dan bermain bersama,” bisik Sapto.

***

Kori menangis terisak-isak dihadapan ayah mertuanya. Semua orang masih berada di rumah sakit kecuali pak Siswanto yang masih tetap ada di rumah. Ia sudah mendengar bahwa Retno melahirkan bayi perempuan, dan dia sudah mempersiapkan segalanya agar bayi itu menjadi milik Kori sepenuhnya.

“Mengapa menangis? Bukankah aku sudah berjanji bahwa bayi itu akan menjadi milik kamu?”

“Tapi saya tidak mau ada Retno diantara saya dan mas Sapto,” rengek Kori.

“Tentu saja tidak, Sapto akan menceraikannya.”

“Tidak Pak, mas Sapto sendiri bilang bahwa dia tidak akan menceraikan Retno. Bayi itu akan menjadi milik kami bertiga. Aku tidak mau Pak. Jauhkan Retno dari sisi mas Sapto.”

“Bapak sudah mengatakan, dan itu pasti.”

“Bagaimana kalau mas Sapto tidak mau?”

“Sapto akan menuruti semua kemauanku. Dia harus menceraikan Retno, tapi bayi akan tetap bersama Sapto, dan tentu saja kamu.”

“Tampaknya mas Sapto akan bersikukuh untuk tetap tidak akan menceraikannya.”

“Percayalah sama Bapak, dan jangan menangis. Kamu harus senang dan merasa puas, akhirnya kamu bisa memiliki bayi. Bukankah begitu?”

“Kori akan senang kalau Retno tidak ada lagi.”

“Iya, tenang saja. Tak lama lagi Retno akan pergi dari rumah ini. Dan kamu yang akan merawat bayinya. Bukankah itu bisa mengobati kekecewaan kamu setelah kamu tak akan bisa memiliki anak lagi?”

“Ya, tapi kalau ada Retno … “

“Tidak … percayalah pada Bapak. Bagaimana rencana kamu nanti, akan membawa bayi itu ke Jakarta?”

“Kori harus mencari baby sitter dulu, mana bisa Kori merawat bayi?”

“Apa maksudmu? Kalau kamu mau punya anak, kamu juga harus bisa merawatnya. Apa kamu punya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga harus mencari baby sitter?” tegur pak Siswanto.

“Kalau begitu Kori mau tinggal disini dulu, soalnya ada yu Asih yang bisa membantu.”

“Dengar Kori, aku mempercayakan seorang anak untuk kamu, demi mengobati kekecewaan kamu. Berbesar hatilah kamu bisa mendapatkannya, dan kamu harus merawatnya dengan tangan kamu sendiri.”

Kori terdiam. Nada suara ayah mertuanya tampak lain. Apakah karena dia ingin mencari babby sitter? Dalam hati ia merasa kesal. Ia hanya ingin Retno pergi dari sisi Sapto, dan soal bayi bukanlah yang nomor satu seperti perkiraan ayah mertuanya. Ia justru menyesali kesediaannya untuk membiarkan Sapto menikah lagi dengan alasan agar punya seorang anak. Ia tak mengira Sapto yang semula acuh terhadap Retno kemudian berubah sangat menyayanginya dan enggan melepaskannya.

***

Retno sudah dipindahkan di kamar inap. Ia harus mendapat perawatan sedikitnya lima hari atau seminggu di rumah sakit. Itu kata dokter yang harus dipatuhinya. Setiap hari Sapto menungguinya, bahkan hampir sehari penuh. Ia pulang hanya ketika harus berganti pakaian, kemudian kembali lagi ke rumah sakit.

“Mengapa kamu tidak pulang?” tanya Retno ketika melihat Sapto terus menungguinya.

“Aku ingin terus bersamamu, dan bersama anak kita,” jawab Sapto sambil tersenyum.

“Bagaimana dengan Kori? Dia tak akan suka kalau kamu terus menunggui aku di sini.”

“Tidak, dia akan mengerti.”

“Menurutku dia tak akan mengerti.”

“Dia harus mengerti, kalau dia menginginkan bayi itu maka kita akan merawatnya bertiga, aku yakin kamu tidak keberatan kalau Kori juga menyayangi bayi itu.”

“Tidak keberatan, kalau dia tulus menyayangi bayi itu. Tapi aku yakin. Yang aku yakini adalah bahwa dia ingin agar kamu menceraikan aku.”

“Apakah kamu juga ingin bercerai dari aku seperti keinginan kamu sejak awal?” tanya Sapto sendu.

Retno menatap mata tajam yang berubah sendu itu dengan perasaan yang bercampur aduk dan tak dimengertinya.

“Katakan saja,” desak Sapto.

“Aku akan menerima takdirku.”

“Takdirmu adalah hidup disisiku.”

Retno menghela napas.

“Oh ya, aku akan memberi nama anak kita … Aqila Ulfa … kamu setuju ?” kata Sapto mengalihkan pembicaraan.

“Manis nama itu, apa artinya?

“Aqila itu artinya bijaksana, sedangkan Ulfa berarti persahabatan. Jadi anak kita akan menyukai persahabatan dan menjadi orang yang bijaksana.”

Retno tersenyum, mengangguk. Sapto senang melihat senyum itu.

“Selalulah tersenyum untukku,” bisik Sapto lirih.

“Aqila Ulfa … “ Retno membisikkan nama itu, dengan masih tetap tersenyum.

“Aqila Ulfa Sapto Baskoro,” Sapto melanjutkan.

“Nama panggilannya adalah Qila,” lanjut Sapto.

***

Bu Kartomo sedang belanja di pasar, ketika seseorang menyapanya.

“Bu Kartomo? Belanja disini lagi?” seru sang penyapa yang ternyata Wuri.

“Iya nak Wuri, belanja agak banyak ini,” jawab bu Kartomo sambil tersenyum.

“Dapat pesanan lagi? Bukankah Minggu kemarin ada pesanan, dan sekarang lagi ya? Laris rupanya bu Kartomo?”

“Bukan dapat pesanan, tapi mau syukuran, Nak Wuri.”

“Oh, syukuran? Ada yang ulang tahun?”

“Tidak Nak, Retno melahirkan tiga hari lalu.”

“MasyaAllah, mbak Retno melahirkan? Putranya apa bu? Cowok atau cewek?”

“Perempuan Nak, namanya Aqila Ulfa.”

“Wah, namanya cantik banget. Wuri ikut senang Bu. Apa sekarang masih ada di rumah sakit?”

“Ya Nak, belum boleh pulang karena lahirnya dioperasi.”

“Saya akan menengok ya Bu, kalau sudah selesai membantu ibu saya nanti.”

“Silakan Nak, Retno pasti senang kalau Nak Wuri menjenguknya.”

“Saya akan memberi tahu mas Yudi juga. Dia kebetulan ada di sini Bu.”

“Oh, sering pulang ya?”

“Ya, kadang disini seminggu, lalu di Jakarta sebulan. Kan yang disini kantor cabangnya yang di Jakarta.”

“O, kalau begitu sampaikan salam Ibu ya Nak, sudah lama tidak ketemu nak Wahyudi.”

“Iya, nanti akan saya sampaikan Bu.”

***

“Retno melahirkan? Rasanya belum sembilan bulan deh,” kata Wahyudi ketika Wuri memberinya kabar tentang kelahiran anaknya Retno.

“Iya, sepertinya belum, itu pula sebabnya maka lahirnya dioperasi Mas.”

“Sekarang masih di rumah sakit?”

“Masih, kata bu Kartomo tadi. Baru tiga hari yang lalu. Nengokin yuk.”

“Kapan?”

“Sore ini lah, masa bulan depan.”

“Kamu sudah tahu rumah sakitnya di mana?”

“Sudah, aku sudah menghubungi mbak Retno lewat WA, dan sudah diberi tahu.”

“Tapi aku kok ragu ya.”

“Kenapa Mas? Apa kamu belum bisa melupakan dia? Jangan begitu ya Mas, segera cari ganti, supaya bisa melupakan mbak Retno.”

“Kebalik. Aku harus melupakan dulu, baru cari gantinya.”

“Lha kalau nggak berusaha melupakan mana bisa Mas. Mas kan tahu, mbak Retno sudah jadi milik orang lain, jadi ya harus dilupakan. Coba membuka hati kepada gadis lain, jangan terpaku pada cinta yang harusnya dikubur dalam-dalam. Lihat gadis-gadis cantik, lalu pilih salah satu diantaranya, gitu lhoh.”

“Iya nek,” canda Wahyudi.

“Ih, kok nek sih?”

“Habis, bicaramu seperti nenek-nenek.”

“Aku tuh sedih kalau melihat mas Wahyudi terus-terusan memikirkan mbak Retno.”

“Nggak, kamu jangan mengada-ada. Aku sudah melupakannya.”

“Bohong. Aku masih suka melihat mas Yudi suka melamun sambil melihat foto mbak Retno yang ada di ponsel itu kan?”

“O, berarti kamu tuh tukang ngintip ya?”

“Bukan ngintip. Pernah memergoki saja, beberapa kali.”

Wahyudi menghela napas.

“Ya baiklah nek, aku akan berusaha melupakannya.”

“Nek … nek … terus.”

Wahyudi tertawa.

“Ayo siap-siap sekarang, katanya bau bezoek.”

“Sekarang ya? Baiklah, aku pulang dulu, mas juga belum mandi kan?”

***

Ketika Wahyudi dan Wuri sudah memasuki rumah sakit itu, tiba-tiba Wuri melihat Budiono berjalan keluar dari lorong yang lain.

“Mas ! Mas Budi !!”

Budi berhenti melangkah.”

“Wuri? Eh Mas Yudi?”

“Mas Budi mau kemana?” tanya Wuri kemayu.

“Mau pulang, tadi habis mengantar mas Sapto kemari.”

“Kamar mbak Retno sebelah mana?”

“Mau bezoek mbak Retno. Itu, lurus sampai mentok terus belok kiri, kamarnya nomor tujuhbelas.”

“O gitu ya. Mas Budi kok sudah mau pulang sih?”

“Iya, aku baru dari kantor, lalu mengantarkan mas Sapto kemari, jadi mau pulang dulu, mandi. Bau asem nih.”

“Nanti kemari lagi kan?”

“Ya, nanti setelah mandi. Seneng lihat bayinya, lucu.”

“Wuri, mas Budi mau pulang, kamu malah ngajakin ngobrol,” tegur Wahyudi.”

Wuri meleletkan lidahnya.

“Iya. Ya sudah Mas, pulang sana. Bau asem bener kok,” canda Wuri.

“Ayo mas Yudi, saya pulang dulu ya.”

“Ya mas Budi, silakan.”

Wahyudi dan Wuri melanjutkan langkahnya, tapi ia tidak melalui jalan yang ditunjukkan Budi,  justru berjalan lurus dan tanpa sengaja melewat ruang bayi. Dari jauh Ia melihat seorang wanita sedang memasuki ruangan bayi dengan berendap-endap mencurigakan.

“Eh, dia mau mencuri bayi tuh!” seru Wuri.

***

Besok lagi ya

56 comments:

  1. Alhamdulillah......
    BeeM_32 sdh tayang.
    Terima kasih bunda Tien, salam sehat tetep semangat

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah tayang ....tks Bu Tien, semoga sehat selalu🙏

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang

    ReplyDelete
  4. BM32 hadir ,aduhai terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah BM Eps 32 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari
    Salam sehat dan salam hangat

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah retno dah lahiran...smg mas Sapto tetep sama retno....suwun bunda Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, salam sehat mbak Tien...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah BM 32 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Maturnuwun Bunda Tien...

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun bunda Tien...BM 32 tayang lebih awal..🙏

    ReplyDelete
  11. Senangnya BM 32 sudah tayang. Matur nuwun, bu Tien

    ReplyDelete
  12. Yg ditunggu tayang juga... terima kasih Mbu Tien... serrruuuu....

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗💖
    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien

    ReplyDelete
  14. Nuwun bu Tien. Jangan jangan spt mimpi Sapto.. Kori mau mencuri bayi tetapi dihalangi Wahyudi. Salam sehat selalu. Ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  15. Aduhai rupanya mimpi Sapto jd kenyataan bayinya dibawa wanita yg rambutnya tidak disisir ( Kori?) Yg dlm mimpi anak kecil perempuan di lempar tp dipegang seseorang yg pernah ketemu Sapto tp lupa namanya tentu itu Wahyudi.Mimpi Sapto jd kenyataan ya mbak Tien?
    Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah maturnuwun bu Tien sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah BM~32 sudah hadir.
    Terima kasih bu Tien, salam sehat dan salam ADUHAI.. 🙏

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sdh tayang yg di tunggu..
    Terima kasih Bu Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu..
    Salam * ADUHAI*

    ReplyDelete
  20. Terima kasih bunda Tien, BM 32 sdh tayang,bayi siapa yang diculik, semoga bukan bayi Retno salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  21. Terima kasih bu tien ....wah korikah yg ingin menculik bayinya retno? Smg tdk terjadi...intung ada wahyudi...salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  22. Selamat utk Retno dan Sapto atas kelahiran putri mereka wah Kori akan menculik bayiRetno seoerti mimpi Sapto ternyata yg jadi penculik Kori dan pemuda yg menyelamatkan Kemungkinan Wahyudi.

    ReplyDelete
  23. Semoga niat jahat Kori bisa di pergoki Wuri dan Wahyudi
    Sehingga bayi selamat
    Terimakasih bubda Tien
    Salam sehat dan aduhai dari Purwirejo

    ReplyDelete
  24. 𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡...𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐠 𝐦𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐮𝐥𝐢𝐤 𝐛𝐚𝐲𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨 ???. 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐠𝐞𝐫𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐖𝐮𝐫𝐢 & 𝐖𝐚𝐡𝐲𝐮𝐝𝐢.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  25. Trimakasih bu Tien..BM32nya..

    Wah Kori yg mau nyuri bayi itu..trus gila kali...duuh kasian Retno...
    Moga gagal ambil bayinya yaaa...

    Tunggu lanjutannyaa..

    Salam sehat dan aduhaii bu Tien..🙏🌷

    ReplyDelete
  26. Terimakasih bu tien, baru tau salam aduhai itu khas disini hehe, pertama liat tulisan bu tien dan langsung jatuh cinta. Gaya penulisannya enak banget dibaca, bisa menggambarkan detil situasi, ceritanya mengalir seperti kisah nyata dan diujungnya berakhir dengan sesuatu yg membuat penasaran. Maturnuwun bu tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah...
    Episode seruu ini besok...
    Penculikan bayi...
    Matursuwun mbak Tien.
    Cerita makin menarik...
    Salam Aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  28. Makin penasaran saja, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai selalu 🙏

    ReplyDelete
  29. 𝘒𝘰𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘶 𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘨𝘢𝘳𝘢-𝘨𝘢𝘳𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪...
    𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  30. Bagi sahabat² blogger yang ingin nonton video rekaman JUMPA FANS WAG PCTK. di hotel Loji Solo 26-27 Maret 2022
    Ketik di youtube Jumpa fans wag pctk
    Part 1-5

    Jika selama ini
    hanya baca tulisan bu Tien Kumalasari, di video ini juga dapat mendengarkan/menikmati suara emas bu Tien. Pa Tom suami bu Tien, bu Nani Nur'Aini yang jadi admin WAG PCTK, suara pa Bambang Subekti dan lemah gemulainya penari latar dari teman² kita di WAG PCTK. Dipandu MC pak Hardjoni Harun, akan lihat juga
    kakek habi,Jeng Iyeng dll

    Selamat menonton

    ReplyDelete
  31. sepertinya Kori ...
    Alhamdulillah BM sdh tayang. Suwun bu Tien sayang, semoga sehat selalu... salam ADUHAI

    ReplyDelete
  32. Wah kalau bayinya kecuri itu perbuatan pak siswanto. Terima kasih bu tien cerbungnya

    ReplyDelete
  33. Pg, smua
    Retno n Sapto bahagia
    Kayanya sih Kori ya
    Maturnuwun, mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah. Maturnuwun bunda Tien 😘

    ReplyDelete
  35. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's,

    ReplyDelete
  36. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Supralina, Endang Mashuri, Rin,

    ReplyDelete
  37. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Bantul, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  38. Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  39. Assalamualaikum wr wb. Wah, patut di duga, itu Kori, wanita yg mengendap endap ke kamar bayi, dimana bayi Retno di rawat. Di duga Dia punya niat jahat akan mengambil bayi Retno. Mudah mudahan Wuri dan Wahyudi memergoki dan bisa menangkap wanita jahat itu. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  40. Siapakah dalang dibalik penculikan bayi Retno?

    ReplyDelete
  41. Duuuh...mungkin yg diculik itu bayi Retno.
    Kasihan kamu Retno..mungkin yg menculik Korikah...? Terimakasih bu Tien smoga sht sll ..bahagia bersama kluarga dan salam ADUHAI dari blora

    ReplyDelete
  42. Wah, itu pasti perbuatan kori.
    Moga aja ketangkap.
    Aduhai! Makin muantab aja bun ceritanya.
    Moga selalu sehat ya bun.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 48

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  48 (Tien Kumalasari)   Satria tertegun. Tentu saja dia mengenal penjual kain batik itu. Ia hanya heran, ba...