Tuesday, March 22, 2022

BUKAN MILIKKU 19

 

BUKAN MILIKKU  19

(Tien Kumalasari)

 

Retno tak menjawab, tapi matanya memancarkan kemarahan. Pak Siswanto tentu saja menangkapnya. Wajahnya berubah dingin.

“Apa kamu menolak? Aku sudah memberi banyak kepada keluarga kamu, apa kamu mau mengingkarinya?”

“Bapak memberikan harta, dan minta imbalan nyawa?” kata Retno dengan berani.

“Apa katamu? Bukankah kamu tidak suka sama anakku? Kata Sapto kamu bahkan minta diceraikan. Baiklah, setelah anakmu lahir kamu boleh minta cerai. Tapi anakmu adalah anaknya Sapto, dia akan dirawat olehnya. Apa itu salah?”

“Saya tidak bisa berpisah dari anak saya, jadi kalau kami bercerai, dia akan bersama saya.”

“Apa kamu bilang? Kamu tidak bisa melakukannya. Memangnya kamu mampu?” suara pak Siswanto meninggi.

Budi mulai khawatir. Kalau ayahnya marah, apapun bisa dilakukannya.

“Bapak, lebih baik hal itu dibicarakan nanti saja. Mbak Retno masih dalam taraf hamil muda, kesehatannya harus dijaga, karena kesehatan ibunya juga akan berpengaruh kepada bayi yang dikandungnya.”

Pak Siswanto menatap Budi dengan marah, karena dianggap menghalanginya. Tapi ia segera sadar bahwa apa yang dikatakannya itu benar. Dengan wajah dinginnya dia berdiri kemudian meninggalkan Retno dan Budi yang masih duduk terpaku di sofa.

Retno tak ingin meneteskan air mata. Perlakuan keluarga Siswanto yang seakan membuat dirinya hanya sebagai wadah pembuat bayi bagi mereka, sangat membuatnya marah. Ia akan berusaha menentangnya.

“Mbak Retno tenang ya, jaga kesehatan demi bayi yang Mbak kandung.”

“Apa kamu juga berharap agar aku menyerahkan bayiku?” tanya Retno tajam.

“Tidak. Mbak jangan salah sangka. Aku sama sekali tak pernah berpikiran seperti itu. Mbak harus percaya bahwa aku berada dipihak Mbak Retno.”

“Sungguh?”

“Aku akan terus mendukung Mbak Retno.”

“Terima kasih Budi, selama berada disini, hanya kamu dan Ibu yang peduli sama aku. Semoga Ibu tidak mempunyai keinginan yang sama dengan keinginan pak Siswanto.”

“Ibu ingin memiliki cucu, tapi tidak ingin memisahkannya dengan Mbak.”

“Mengapa saya harus berpisah dengan anakku?”

“Bapak amat menyayangi Mbak Kori. Setelah kecelakaan itu, bapak ingin agar mbak Kori senang karena mendapatkan seorang anak, walau bukan terlahir dari rahimnya.”

“Panti asuhan banyak bayi terlantar, dan butuh perhatian.”

“Tapi bukan darah daging Mas Sapto.”

Retno terdiam. Rasa sayang kepada bayi yang dikandungnya mulai tumbuh. Dalam hati dia berjanji tak akan mau melepaskannya, walau dia membenci laki-laki yang membuatnya hamil. Perasaan itu muncul dengan berjalannya waktu, dan sebuah kesadaran bahwa bayi itu tak berdosa. Budi juga pernah mengatakannya.

“Itu masih lama, pasti akan ada jalan terbaik untuk Mbak Retno. Saya tetap akan mendukung Mbak Retno.”

“Terima kasih, Budi.”

***

Sapto sedang gelisah malam itu. Ia ingin pulang ke Solo, tapi Kori pasti menentangnya. Kalau dia nekat, maka Kori akan mengamuk, bahkan akan menyusul ke Solo dan membuat kegaduhan di sana. Sapto tak ingin Retno terluka. Bukan hanya karena Retno sedang mengandung anaknya, tapi entah dari mana datangnya, ada rasa sayang yang mulai tumbuh di hatinya.

“Mas, sudah malam, ayo tidur,” ajak Kori ketika melihat suaminya masih duduk bersandar di sofa.

“Tidur saja dulu, aku belum mengantuk. Ini belum ada jam sembilan.”

“Tapi aku sudah mengantuk.”

“Kalau begitu tidurlah dulu.”

“Aku mau ditemani Mas.”

“Apa kamu anak kecl?” kesal Sapto.

“Mas kok gitu, nggak suka ya, menemani isteri sendiri tidur? Apa Mas sedang memikirkan sesuatu? Perempuan kampungan itu?”

“Jangan lagi menyebutnya perempuan kampungan,” kata Sapto tandas.

“Kenapa Mas? Kenapa Mas sekarang membelanya? Apa Mas mulai jatuh cinta sama dia? Iya kah Mas?”

“Bagaimanapun dia ibu dari anakku, aku minta agar kamu tidak merendahkannya.”

“O, jadi karena itu?”

“Sudah, kamu tidur saja, malam-malam mengajak ribut,” gerutu Sapto.

Tiba-tiba ponsel Kori berdering.

“Dari bapak,” kata Kori riang. Kori tahu bahwa bapak mertuanya sangat menyayanginya, lebih-lebih setelah ia mengalami kecelakaan itu.

“Ya Bapak,” sapa Kori.

“Kamu sudah tidur?”

“Belum Bapak, baru mau tidur. Ada apa Bapak malam-malam menelpon?”

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin mengingatkan, bahwa kamu harus mulai belajar menjadi ibu.”

“O, tentang bayi itu? Iya Bapak, Kori akan belajar. Bukankah setelah bayi itu lahir, mas Sapto akan menceraikannya?”

“Tidak !” tiba-tiba Sapto memutus pembicaraan itu.

“Apa Mas? Jadi Mas masih akan tetap memperisterikannya?”

“Ada apa Kori?”

“Mas Sapto mengatakan bahwa dia tidak akan menceraikan Retno.”

“Sudah, jangan kamu pikirkan. Aku nanti yang akan mengaturnya.”

“Benar ya Pak, Kori tidak ingin punya madu.”

“Iya, Bapak mengerti. Ya sudah, tidur saja, jangan memikirkan apa-apa.”

Wajah Kori tampak sangat masam begitu pak Siswanto menutup ponselnya.

“Mas, jawab Mas, apa kamu bersungguh-sungguh?” kata Kori sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sapto.

“Apa sih, kamu ini.”

“Kamu tadi bilang tidak akan menceraikan Retno kan?”

“Tidak.”

“Mengapa Mas? Aku tidak mau dia mengganggu ketenangan hidupku.”

“Kamu sendiri yang membuat hidup kamu tidak tenang.”

“Kamu mulai mencintainya?”

“Anakku butuh ibu yang melahirkannya.”

“Aku akan menjadi ibunya, bukankah itu janji ayah mertuaku?”

“Dia butuh asupan ASI.”

“Mas, ada susu formula yang bagus untuk bayi.”

“Tidak untuk anakku, sekarang tidurlah, kamu membuat aku pusing.”

“Aku akan bilang sama bapak tentang keinginan kamu ini,” pekik Kori sambil berlari ke kamar dan menangis. Sapto membiarkannya.

***

“Telpon siapa sih Pak, malam-malam begini?”

“Kori.”

“Ada apa?”

“Bapak cuma bilang tentang bayi itu, supaya dia senang.”

“Bayi belum tiga bulan dalam kandungan, Bapak membicarakannya terus.”

“Memangnya kenapa? Ini pelampiasan rasa senang aku karena akhirnya Sapto dan Kori akan memiliki anak.”

“Bapak jangan lupa kalau Retno itu ibunya.”

“Aku tidak lupa. Tapi bukankah dulu dia bilang minta cerai?”

“Maksud Bapak, akan menceraikannya setelah dia melahirkan?”

“Itu kemauannya.”

“Itu tidak manusiawi Pak, bayi itu membutuhkan ibu kandungnya. Walaupun itu anaknya Sapto, biarkan Retno merawatnya.”

“Kori tidak akan mau, dia ingin merawatnya sendiri.”

“Aku tidak yakin dia bisa melakukannya.”

“Bagaimana kamu bisa tidak yakin? Kori juga perempuan.”

“Tak ada sifat keibuan dalam dirinya. Aku bisa melihatnya.”

“Jangan dulu menilai buruk sama dia. Bapak selalu merasa kasihan sejak dia divonis tidak akan bisa hamil. Apa ibu tidak merasa kasihan?”

“Iya, kasihan. Tapi cara mengasihani itu tidak dengan cara memberikan bayi untuk dirawat. Harus dilihat dulu, apa dia mampu melakukannya.”

“Ah, Ibu itu selalu tidak sependapat dengan aku.”

“Biarkan Retno merasa tenang, kalau Bapak mengutarakan maksud yang tidak masuk akal itu, dia akan terluka. Saat ini dia butuh ketenangan, demi kesehatan bayinya juga. Kesehatan seorang ibu yang sedang hamil sangat berpengaruh pada bayi yang dikandungnya.”

“Ya sudah, terserah kamu mau apa, yang penting aku tidak mau siapapun menentang keinginanku.”

***

Pagi hari itu Retno mendekati ibu mertuanya yang sedang duduk di tepi kolam.

“Retno, kamu merasa sehat hari ini?”

“Lebih sehat Bu.”

“Syukurlah. Kalau merasakan apa-apa yang tidak nyaman, bilang sama Ibu.”

“Iya Bu.”

“Barangkali benar, kamu selalu muntah-muntah kalau dekat dengan Sapto. Tapi ini sudah hampir tiga bulan, barangkali kalau sewaktu-waktu Sapto datang, kamu tidak akan muntah lagi.”

“Bu, saya ingin ke rumah ibu saya pagi ini, bolehkah?” kata Retno mengalihkan pembicaraan.

“Oh, ya. Tentu saja boleh. Sekali-sekali kamu juga harus memberikan uang belanja untuk ibumu, supaya dia senang.”

“Iya Bu.”

“Gunakan uang yang diberikan suami kamu. Untuk belanja, atau apa saja.”

“Iya.”

“Bu, Budi mau ke kantor dulu,” kata Budi yang tiba-tiba mendekati ibunya.

“Oh iya Bud, kalau begitu antarkan Retno sekalian,” kata bu Siswanto.

“Mbak Retno mau kemana?”

“Mau menengok orang tuanya. Pastilah dia kangen.”

“Baiklah, mau berangkat sekarang Mbak?”

“Iya, tapi aku bisa naik taksi saja.”

“Nggak apa-apa, saya antarkan sekalian. Mbak Retno sudah siap kan?”

“Aku ambil tas ku dulu ya.”

“Baik, aku tunggu di depan Mbak.”

“Pamit sekalian Bu,” kata Retno sambil mencium tangan ibu mertuanya.

“Iya, sampaikan salamku untuk ibumu ya.”

“Baik Bu.”

Bu Siswanto menatap punggung Retno dengan rasa iba. Ia tahu Retno lebih baik dari Kori, dan Retno lebih pantas merawat anaknya daripada Kori. Ia kesal pada keputusan suaminya yang akan memisahkan Retno dengan anaknya kelak.

“Tidak, aku akan membela Retno. Kori merawat bayi? Bisa-bisa dibanting si bayi nanti kalau dia sedang marah,” gumam bu Siswanto.

***

“Bu, punya uang limapuluh ribu?” tanya pak Kartomo kepada isterinya pagi itu.

“Untuk apa?”

“Untuk pegangan lah, aku mau keluar sebentar.”

“Tidak ada.”

“Ibu kok pelit, kan kemarin baru dapat pesanan masakan yang cukup banyak?”

“Iya sih, tapi uangnya sudah Ibu buat untuk belanja.”

“Masa limapuluh ribu saja tidak punya?”

“Ini, duapuluh ribu saja. Bapak itu uang selalu habis. Untuk apa saja? Hentikan kegemaran merokok. Sama juga itu dengan membakar uang. Dan jangan sok kaya dengan mentraktir setiap orang."

“Sudah, mana uangnya?”

Bu Kartomo mengulurkan uang duapuluh ribu kepada suaminya.

“Kita itu punya menantu kaya, tapi kenyataannya kok hidup kita masih begini-begini saja. Aku sudah nggak bekerja apapun, aku kira mereka mau memberi aku uang, ternyata sudah berbulan-bulan mereka tidak peduli.”

“Salahnya sendiri, mengandalkan kekayaan orang lain.”

“Menantu itu sama dengan anak, bukan orang lain.”

Pak Kartomo terus mengomel yang entah apa saja yang diucapkannya, lalu keluar rumah dan pergi entah kemana.

Bu Kartomo hanya geleng-geleng kepala. Dia tak pernah mengandalkan siapapun untuk mencukupi kebutuhannya. Sejak suaminya merasa punya menantu dan besan orang kaya, dia memutuskan tidak pernah lagi bekerja apapun. Jadi bu Kartomo berusaha menerima pesanan masakan dari siapa saja yang membutuhkan untuk mencukupi kebutuhannya.

“Bu …” sebuah suara terdengar, dan bu Kartomo terkejut melihat Retno datang menghampirinya.

“Retno,” pekik bu Kartomo senang, kemudian merangkul Retno dengan erat.

“Retno kangen sama Ibu.”

“Ibu juga kangen sama kamu. Apa kamu baik-baik saja?”

“Retno baik Bu. Apakah Ibu juga baik?”

“Kamu lihat sendiri, ibu sehat.”

“Banyak perabotan habis dicuci, ibu habis masak besar?”

“Kemarin, ada pesanan dari bu lurah, prasmanan untuk tamu-tamunya.”

“Ibu sekarang menerima pesanan masakan?”

“Iya Ret, mau apa lagi, daripada melamun. Kan ayahmu sudah tidak mau bekerja lagi sejak kamu menikah.”

“Ibu tidak capek?”

“Ibu kan biasa masak Ret. Kamu sama siapa, ayo duduk di depan, ibu buatkan minum.”

“Disini saja Bu, Retno sendirian.  Retno kangen bau dapurnya Ibu.”

Bu Kartomo tertawa.

“Bau dapur saja kok dikangenin. Tunggu, perutmu agak buncit, kamu hamil?”

“Iya bu, sudah tiga bulan jalan.”

“Alhamdulillah nak, ibu senang. Apa mertuamu baik sama kamu?”

“Sangat baik Bu.”

“Suami kamu juga baik?”

“Ya Bu.”

Retno sama sekali tak ingin membuat ibunya sedih. Ia harus menampakkan kehidupannya yang bahagia, agar ibunyapun bahagia. Ia juga tak ingin mengatakan bahwa dia hanya menjadi isteri muda.

Bu Kartomo membuatkan segelas minuman hangat untuk Retno, lalu mengelus perut Retno lembut.

“Semoga sehat ya Ret. Kamu sehat, bayimu sehat.”

“Aamiin, terima kasih Bu. Oh ya Bu, ini ada sedikit uang untuk Ibu belanja,” kata Retno sambil memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu kepada ibunya. Sebelum sampai ke rumah ibunya, Retno minta agar Budi bersedia mampir sebentar ke ATM untuk mengambil sejumlah uang. Ia tahu setiap bulan Sapto memberinya uang, tapi belum pernah sekalipun ia mempergunakannya. Hari ini ia mengambil sebagian untuk ibunya.

“Retno, ini banyak sekali,” kata ibunya ketika menerima uang tersebut.

“Tidak apa-apa Bu, simpan saja kalau Ibu belum membutuhkannya. Retno ingin Ibu tidak kekurangan.

“Ibu sudah merasa cukup Ret. Ibu tidak ingin dikatakan bahwa Ibu memanfaatkanmu.”

“Tidak, mengapa Ibu berkata begitu? Retno senang bisa melakukannya.”

“Nggak enak sama mertua kamu.”

“Ibu mertua yang mengingatkan Retno agar selalu memberi Ibu uang.”

“Benarkah?”

“Iya Bu, jadi Ibu terima saja. Untuk kebutuhan Ibu.”

“Terima kasih ya Ret, akan Ibu simpan saja, jangan sampai ayah kamu tahu. Dia sangat boros, sekarang malah punya kegemaran merokok, dan sering makan diluar dengan tetangga kampung. Sepertinya ingin memperlihatkan bahwa dia banyak uang karena punya menantu kaya. Sekarangpun dia keluar, entah pergi kemana.”

Retno menghela napas. Ada sedih tersirat, mengingat karena ayahnyalah dia terjerumus didalam keluarga yang sebenarnya hanya memanfaatkannya.

“Bu, Retno kangen masakan Ibu.”

“Ayolah, ibu sudah selesai masak, sebentar ibu siapkan.”

***

Pak Siswanto sedang duduk sendirian di teras, ketika tiba-tiba dilihatnya pak Kartomo datang.

“Selamat pagi pak,” kata pak Kartomo dengan terbungkuk-bungkuk.

“Kamu Mo?”

“Tumben bapak ada di rumah.”

“Kamu mau apa?”

“Hanya kangen sama Retno.”

“Retno sedang keluar, aku tidak tahu dia pergi kemana.”

“Boleh saya duduk?”

“Duduklah, aku juga butuh ngomong sama kamu.”

Pak Kartomo naik ke teras dengan masih terbungkuk-bungkuk, lalu duduk di depan pak Siswanto.

“Kamu butuh uang tidak?” kata pak Siswanto, yang kemudian membuat mata pak Kartomo membulat dan berbinar-binar.

“Saya … sesungguhnya sungkan … tapi kan ….”

“Sudah, jangan banyak bicara, aku sudah tahu kalau kamu suka.”

Pak Kartomo menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

“Maaf.”

“Aku beri kamu uang, banyak. Tapi ada syaratnya.”

Pak Kartomo mendongakkan kepalanya, menunggu.

“Kamu harus bisa membujuk anak kamu.”

“Membujuk bagaimana Pak?”

“Minta agar dia mau menyerahkan anaknya dan tidak akan bersikukuh untuk merawatnya.”

***

Besok lagi ya.

77 comments:

  1. Replies
    1. Juara bok, selamat. Ah....bu Tien bikin penisirin dng nasib Retno selanjutnya. Ditunggu....

      Delete
  2. Alhamdulillah
    Terimakasih sdh tayang gasik
    Selamat malam bunda Tien
    Semoga sehat walafiat 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, Terima kasih BM 19 sdh hadir
    Semoga Ibu sehat dan sukses selalu.
    Aamiin
    Salam ADUHAIA

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah BM~19 tayang lebih awal.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdullilah bunda BM sdh tayang.. Terimaksih.. Slmsht sll🙏🌹🥰

    ReplyDelete
  7. Terima kasih bu Tien,
    Walau capek seharian jawabin ucapan di WA, FB dan mungkin telpon.....
    Ya itulah berkah jadi orang terkenal banyak berbagi cinta, jadi ya disyukuri dan dinikmati saja.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah sdh ada BM 19. Trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, Selamat ultah Bu Tien, semoga senantiasa sehat. Aamiin. 🤲

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah sdh tayang. Matur nuwun bu Tien, semoga selalu sehat dan diberi Alloh sisa umur yg barokah..Aamiin

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, yang penting mbak Tien sehat selalu dan sukses selalu ya...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu...

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah yang penting mbak Tien sehat selalu dan sukses ya

    ReplyDelete
  15. Akhirnya yang ditunggu muncul . Matur nuwun, bu Tien

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  17. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,

    ReplyDelete
  18. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat pagi semua pecinta ibu Tien! Hallo mbak Iyeng ternyata What a small world tuh bener, mbak Iyeng sama suaminya itu ternyata pernah bekerja di perusahaan pesawat Dornier di Munchen sama suami saya....yang tentu tidak saling mengenal, tapi mbak Iyeng kenal dengan teman-teman kami.....seperti kel pak Endro Haryono asal Solo, kel pak Dana dari Bandung, dan mereka bekerja satu dept di IPTN!

      Delete
  19. 𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡 𝐨𝐦𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐧𝐲𝐚 𝐏𝐚𝐤 𝐒𝐢𝐬𝐰𝐚𝐧𝐭𝐨 𝐦𝐚𝐤𝐢𝐧 𝐤𝐚𝐜𝐚𝐮 𝐧𝐢𝐡 𝐧𝐲𝐮𝐫𝐮𝐡 𝐏 𝐊𝐚𝐫𝐭𝐨𝐦𝐨 𝐦𝐛𝐮𝐣𝐮𝐤 𝐑𝐞𝐭𝐧𝐨..𝐣𝐚𝐧 𝐨𝐫𝐚 𝐧𝐠𝐠𝐞𝐧𝐚𝐡 𝐩𝐢𝐤𝐢𝐫𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐮𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐚𝐫𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐢𝐛𝐮𝐫 𝐩𝐚𝐫𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐠𝐞𝐦𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 ...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah sdh tayang BM..
    Terimakasih bunda Tien..
    Happy Birthday utk bundaku tersayang
    Semoga sehat selalu dan penuh berkah
    Aamiin.. 🙏🙏🙏❤❤

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah BM 19 sudah hadir menemani para pecintanya ,terus sehat dan terus berkarya bunda sayang
    Selamat hari kelahiran tuk Bunda Tien semoga diberikan kesehatan yang prima panjang umur dan terus memberikan cinta tuk para penggemarnya ,❤️❤️

    ReplyDelete
  22. Hari ini tgl 22 maret miladxa butien ke 73 masih bisa tayang bm dgn baik hebat bener dan emang oyeeee tenan selamat ulang tahundan sehat selalu berbahagia utk dunia sampai akhirat nanti aamiin3c

    ReplyDelete
  23. alhamdulillah....
    maturbuwun bu tien...
    sehat selalu bu...

    ReplyDelete
  24. BM sdh hadir
    Kartomo2 mata duitan
    Semoga Retno yg merawat anaknya
    Maturnuwun, mb Tien
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah .
    Matur nuwun nggih Mbak Tien .. 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah BM nya dah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat
    Selamat Ulang Tahun bunda
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  27. Matur suwun Bunda Tien...
    BukanMiliku 19  sdh hadir

    Met milad bunda Tien ..barakallah fii umrik.smoga Allah limpahkan kesehatana ..kebahagiaan utk bunda n kel.besar ...aamiin
    .

    salam Seroja dr Semarang 😍

    ReplyDelete
  28. Bu Tien memang hebat, sangat mengutamakan kepuasan penggemarnya dan konsisten menulis, bahkan di hari ultahnya hari ini. Luar biasa penulus idola kita ini. Salut!!Sekali lagi "Happy Milad" ya, bu...tadi sudah dibalas di Wapri. Sukses selalu dalam melanjutkan karya2nya. Amin.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  29. Waduh pak Kartomo jangan keblinger....sadar pak sadar...

    ReplyDelete
  30. Bu Sis bijaksana dia tidak yakin Kori bisa merawat bayi Retno Retno yg lembut dan keibuan kali ini berani menentang mertuanya semoga dukungan Budi dan bu Sis menjadikan Retno percaya diri anaknya pasti jadi miliknya.Semoga

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah...
    Makin seru saja ceritanya
    Kasihan nasib Retno...
    Smoga kedepan ...dia bisa bahagiaa

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah BM sudah tayang.
    Matursuwun bu Tien
    ADUHAI salam sehat selalu

    ReplyDelete
  33. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  34. Mertua laki² yg tdk punya perasaan. Dianggapnya semua bisa dibeli dgn uang, sampai² cucu sendiri juga dianggap barang yg bisa diberikan ke mantu galak.
    Terima kasih mbak tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  35. Mb Tien trmksh sdh tayang BM 19
    Sehat
    semangat
    produktif
    happy
    n
    gbu🌺 dan yg pasti tetap
    aduhai merangkai kata😘🤲🙏

    ReplyDelete
  36. Trimakasih bu Tien BM19nya..

    Bapak mertua sm bapak kandung sedang bersekongkol...
    Dikira uang diatas segalanya..tanpa mikir perasaan orang lain..beuuh..😡


    Salam sehat selalu dan aduhaii bu Tien..🙏🌷

    ReplyDelete
  37. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
    Wah wah... belum ada wujudnya sudah dibuat rebutan. Kabarnya bayi itu hak asuh ada pada ibu. Tapi sebaiknya kita tunggu besuk lagi ya.
    Salam sehat dari Sragentina, mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  38. Happy birthday mbak Tien
    Sll sehat dan bahagia bersama klg... Teruslah berkarya.. Tuhan memberkati

    ReplyDelete
  39. Matur suwun bu tien, gasik...sehat selalu njih bu

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah BM 19 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  41. Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  42. Terimakasih Bunda Tien BM 19 dah tayang,
    Kasian mbak Retno klu dipisahkan ama anaknya...hiks,
    sehat2 selalu ya Bunda Tien
    salam aduuhaiii 🙏🌷

    ReplyDelete
  43. Happy birthday ibu Tien, semoga sehat, bahagia sejahtera dan sukses selalu

    ReplyDelete
  44. Selamat ulang Tahun bu Tien, sehat selalu dan bahagia bersama kelg. Aamiin. Ditunggu sll cerbungnya

    ReplyDelete
  45. Terimakasih bunda Tien.Salam sehat, semangat, bahagia dan Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  46. Jangan sampai bayi Retno diasuh Kori, krn jiwanya gampang emosi.
    Baiknya Sapto lebih peduli terhadap kenyamanan bayinya nanti, shg akan tetap doasuh Retno. Semua orang di rumah kecuali pak Siswanto mendukung bayi hrs diasuh ibu kandungnya.

    Monggo ibu Tien dilanjut aja sangat penasaran. Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  47. HBD ibu Tien Kumalasari yg rajin, semangat, kreatip dalam membuat cerbung yg digandrungi banyak pembaca.

    Semoga selalu sehat, melimpah berkat dan bahagia dimanapun berada...

    ReplyDelete
  48. Pak Siswanto terbuat dari apa hatinya kok tega2nya ingin memisahksn ansk dg ibunya. Sedang ayah Retno P Kartono mata duitan istilahnya tumbu oleh tutup ...
    Kasihan kau Retno .... dan Sapto sendiri sudah merasskan bibit2 cinta sama Retno.... Akanksn akhirnya Kori yg akan terbuang .... ????
    Nunggu lagi ach dari Sang Penulis....
    Matur nuwun M Tien. Semoga sehat selalu dan salam ADUHAIII

    ReplyDelete
  49. 𝘗𝘢𝘬 𝘒𝘢𝘳𝘵𝘰𝘮𝘰 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘩𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘥𝘪𝘳𝘪 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯𝘢𝘯 𝘦𝘮𝘱𝘶𝘬 𝘱𝘢𝘬 𝘚𝘪𝘴𝘸𝘢𝘯𝘵𝘰 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯...
    𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...

    ReplyDelete
  50. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu mba. Aduhai

    ReplyDelete
  51. Happy Milad Mbak Tien Kumalasari ... Smg diberi umur panj yg barokah , sehat , sukses , bahagia bersama kelrg tercinta , sll dlm ridho & lindungan Allah SWT ... Aamiin YRA Terima kasih buat cerbung BM nya ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  52. Terimakasih Mbak Tien , salamn ADUHAI

    ReplyDelete
  53. Selamat pagi dari Boston Massachusetts ibu-ibu dan bapak2 pecinta cerbung Bukan Milikku, Terima kasih ibu Tien saya sudah baca Bukan Milikku yang ke 19 hari ini, seru selalu bu Tien! Semoga ibu Tien selalu sehat!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kembali Ibu Willa.vjuga perhatiannya. Salam ADUHAI dari Solo Indonesia.

      Delete
  54. Assalamualaikum wr wb. Kartomo yg mata duitan, tega menjual Retno, kpd Siswanto yg tdk punya hati manusia untuk jadi istri kedua Sapto, anaknya dan demi Kori menantu kesayangannya. Retno, pertahankan hak mu untuk anak yg saat ini sdng kamu kandung. Sekarang banyak yg mendukung Retno, Bu Siswanto, Budiono, mungkin Sapto yg mulai mencintai Retno. Lbh baik Kori yg cerai, wanita galak yg dikawatirkan Bu Siswanto, bhw Kori tdk bisa merawat bayi dgn kasih sayang. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru dan semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
      Aamiin Allahumma Aamiin
      Matur nuwun Pak Mashudi

      Delete
  55. Semoga retno kuat menghadapi semua masalah yang disebabkan bapaknya yang serakah itu. Aduhai...

    ReplyDelete
  56. HBD ibu Tien ... 🎂
    Sehat selalu ... 💪
    Panjang Umur ... 👍
    Bahagia bersama keluarga tercinta....❤️
    Salam aduhai... ❤️🌈
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  57. Trims bu tien lanjut eps 20 y bu nanti malam ijin ibu maaf kalau ngirim knp tdk jam 9 atau jam 10 y bu🙏

    ReplyDelete
  58. Selamat Ulang Tahun ibu Tien...
    Semoga sehat selalu..
    Panjang umur..
    Bahagia senantiasa ditengah keluarga tercinta...Berkah Allah selalu menyertai...🙏🎂🎁💐🤗😘

    Terus berkarya dan membahagiakan banyak penggemar..🙏🌹

    ReplyDelete
  59. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk BMnya🤗
    Terlalu ya Pak Siswanto blm merasakan melahirkan,,🤭,,begitu enaknya mau ambil anaknya Retno

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien,,
    Salam ADUHAAII

    ReplyDelete
  60. Selamat Ultah ke 73 mbak Tien Kumalasari, semoga panjang umur yg penuh berkah, tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alaamiin.

    ReplyDelete
  61. Alhamdulillah Retno tdk ketemu bpk yg jual anaknya demi status nya..eee malah ke besan minta uang ..waduh ...sehat2 bu Tien

    ReplyDelete