Saturday, March 19, 2022

BUKAN MILIKKU 17

 

BUKAN MILIKKU  17

(Tien Kumalasari)

 

Tapi Sapto enggan melakukannya. Ia ingat bahwa kepada Kori dia tidak mengatakan bahwa dia juga akan ke Solo. Kalau dia menelpon sekarang, pasti akan menjadi masalah. Kori terkadang tak terkendali.

“Mengapa diam Sapto, segera beritahu Kori, supaya dia senang,” ulang pak Siswanto.

Senang? Kori justru akan mengamuk kalau mendengarnya.

“Besok kan Sapto pulang, jadi nanti Sapto akan memberitahu Kori setelah sampai di Jakarta,” jawab Sapto.

“Kamu itu lamban Sap, biar aku saja yang menelpon Kori,” kata pak Siswanto yang segera mengambil ponselnya.

“Tapi Pak ….”

“Sudah, diam saja kamu,” kata pak Siswanto sambil memutar nomor kontak menantu tersayangnya.

“Tapi Bapak jangan bilang kalau Sapto ada di rumah Solo,” kata Sapto.

“Memangnya kenapa?”

“Dia akan marah Pak, nanti tahu-tahu dia akan menyusul kemari dan membuat gaduh.”

“Hallo Kori, ini bapak,” sapa pak Siswanto.

“Oh ya Bapak, tumben Bapak menelpon.”

“Kamu lagi dimana ?”

“Lagi main ke pantai bersama teman-teman arisan Pak, sudah sejak kemarin. Kami menginap selama tiga hari.”

“Kori, baiklah, sekarang puaskanlah kamu bersenang-senang, karena tidak lama lagi kamu akan punya kesibukan yang tak akan membuatmu bisa sering-sering keluar rumah.”

“Memangnya ada apa Pak? Kori kesepian di rumah, apalagi kalau mas Sapto sedang ada di kantornya.”

“Ya, tentu. Nanti kamu tidak akan bisa melakukannya karena kamu akan sibuk merawat bayi kamu.”

“Merawat bayi? Bapak kan tidak lupa bahwa Kori tak akan pernah punya bayi.”

“Tapi kamu akan mendapatkannya nak, berbahagialah.”

“Apa maksud Bapak?”

“Retno sudah hamil, dia hamil, Kori.”

“Apa?” suara Kori melengking, sehingga pak Siswanto harus menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Benar Kori, Retno sedang hamil. Bayi itu akan menjadi anakmu,” kata pak Siswanto dengan wajah berseri.

Tanpa diduga sambungan putus tiba-tiba. Pak Siswanto menatap ponselnya, dan yakin bahwa pembicaraan itu telah terputus.

“Kori ! Gimana sih anak itu?” kata pak Siswanto kesal.

“Bapak juga sih, sebenarnya biar Sapto saja yang memberi tahu,” tegur bu Siswanto yang sedari tadi duduk disampingnya.

“Sapto tidak mau melakukannya. Aku ingin Kori segera mendengarnya, biar dia senang. Bukankah dia selalu bilang bahwa ingin menggendong bayi?”

“Kori sangat membenci Retno.”

“Dia akan merawat anaknya Retno nanti.”

“Sudah, sekarang Bapak istirahat saja. Pasti Bapak capek,” kata bu Siswanto yang tidak ingin berdebat tentang Kori.

Sapto hanya diam, merenung ditempat duduknya. Ia tak yakin Kori akan bahagia. Benar kata ibunya, bahwa Kori sangat membenci Retno. Tapi Sapto lega karena ayahnya tidak mengatakan bahwa dia ada di Solo saat ini.

***

Ketika Sapto masuk ke kamarnya, dilihatnya Retno sedang duduk di tepi pembaringan. Sapto mendekat.

“Kamu merasa lebih baik ?”

“Ya,” jawab Retno singkat sambil menoleh ke arah samping.

“Jangan lupa minum obatnya, dan makan makanan sehat. Aku akan bilang sama yu Asih bahwa kamu harus banyak makan sayur dan buah, demi bayi yang kamu kandung itu.”

Retno tak menjawab. Tiba-tiba ia kembali merasa mual. Ia turun dan setengah berlari ke arah kamar mandi. Sapto memburunya, dan sebelum dia sampai, didengarnya Retno muntah-muntah. Sapto masuk kedalam dan memijit tengkuk isterinya. Tapi Retno menepiskan tangannya.

Ia mengeluarkan semua isi perutnya. Ketika merasa tuntas dan ingin membersihkannya, Sapto melarangnya.

“Kembalilah berbaring, biar aku yang melakukannya,” katanya sambil menuntun Retno keluar, dan Retno kembali mengibaskan tangannya untuk melarang Sapto menyentuhnya.

Karena merasa lemas, Retno kembali berbaring.

Sapto kembali mendekatinya setelah membersihkan kotoran di kamar mandi. Hal yang membuat heran dirinya sendiri karena bisa melakukannya. Membersihkan kamar mandi? Bukankah yu Asih yang selalu bisa diperintahnya?

“Perlu obat gosok?”

“Lebih baik kamu keluar. Aku selalu ingin muntah setiap kali dekat sama kamu,” kata Retno sambil membalikkan tubuhnya memunggungi Sapto.

“Begitu ya? Baiklah.”

Retno tak menjawab, karena itu benar adanya. Dia selalu ingin muntah setiap kali melihat sosok suaminya berada di dekatnya.

“Besok aku akan kembali ke Jakarta,” kata Sapto sebelum membuka pintu kamarnya dan keluar dari sana.

Retno merasa sedikit lega.

***

“Kamu sudah mulai bisa memahami keadaan bisnis kita yang di sini kan Bud?” tanya pak Siswanto kepada  Budiono ketika sedang duduk santai bersama anak isterinya.

“Sudah Pak,” jawab Budi singkat.

“Bagus. Bapakmu ini sudah tua. Nanti juga semua usaha Bapak ini, kalian yang akan memiliki dan mengelolanya.”

“Semestinya Bapak tidak usah membuka cabang lagi. Ini sudah cukup melelahkan bagi Bapak.”

“Itu sebabnya Bapak minta agar kalian melakukannya.”

“Bapak tidak usah kemana-mana lagi,” sambung bu Siswanto.

“Ya, kita lihat saja nanti. Kalau semuanya oke, aku akan duduk manis di rumah dan mengawasi kalian dari jauh.”

“Kamu besok jadi kembali ke Jakarta Sap?” tanya bu Siswanto.

“Iya Bu.”

“Naik mobil?” tanya Budi.

“Tidak, mobil akan dibawa sopir kembali ke Jakarta, aku naik pesawat besok.”

“Bagaimana keadaan Retno? Mengapa dari tadi dia tidak keluar?”

“Retno lagi ngidam, muntah-muntah terus,” kata Sapto.

“Aku akan bicara nanti sama dia,” kata pak Siswanto lagi.

“Bu, Retno bilang kalau aku mendekatinya maka dia ingin muntah. Tadi juga dia muntah-muntah lagi,” kata Sapto.

“Wanita yang sedang hamil memiliki pembawaan yang berbeda-beda. Ada yang seperti itu. Tidak suka didekati suaminya, jadi kamu harus sabar,” kata bu Siswanto.

“Apa itu membuat kamu kecewa? Yang penting dia sudah hamil, bukankah itu yang kamu perlukan?” tukas pak Siswanto tanpa perasaan.

“Bapak kok bilang begitu. Namanya suami, ingin mendekati isterinya, ya sudah lumrah. Sabar Sapto, nanti setelah tiga atau empat bulan, bawaan ngidam itu pasti akan hilang dengan sendirinya," kata ibunya.

“Aku inginkan Retno, bukan untuk menjadi pesaing bagi Kori. Kamu harus tetap setia kepada Kori, isteri tua kamu, Sapto," kata pak Siswanto tegas.

Budiono menatap ayahnya dengan kesal. Ia kasihan kepada Retno yang ternyata hanya dijadikan alat untuk melahirkan seorang anak, yang tampaknya diharapkan agar bisa menjadi anaknya Kori dan Sapto. Tapi di rumah itu, pak Siswanto adalah penguasa yang harus ditaati perintahnya. Ia tak peduli akan sebuah ‘rasa’ yang menurutnya akan membuat manusia menjadi cengeng dan lemah.

Sapto terdiam, tapi ia masih tetap duduk di sana sambil melihat acara televisi, entah benar-benar menonton ataukah memikirkan sesuatu yang lain, sementara Budi segera berdiri dan beranjak pergi.

“Kemana Bud?” tanya ibunya.

“Budi sedikit pusing, mau tiduran sebentar.”

“Sebentar lagi kita akan makan malam. Bapak sudah pesan sama Asih agar membuatkan Bapak nasi goreng,” kata pak Siswanto.

“Ya, nanti Budi turun kalau sudah siap, Pak.”

***

Malam hari itu Wahyudi duduk dihalaman kecilnya, di sebuah bangku, dibawah pohon jambu. Ditatapnya langit yang berlatar biru, berhiaskan gemerlap bintang yang tak lelah berkedip. Tiba-tiba rasa sepi menggayuti perasaannya. Sepotong bulan sabit tak mampu membuatnya bisa menikmati indahnya malam.

Beberapa bulan yang lalu ia masih berjalan-jalan dibawah langit yang sama, dihiasi bintang dan rembulan yang sama, tapi dengan rasa yang berbeda. Dulu bahagia sangat membuncah, karena disampingnya seorang gadis menemaninya berjalan, sambil bercanda dan berbincang tentang banyak hal. Tentang rumah kecil di Jakarta yang sudah lengkap dengan perabotannya, tentang mimpi-mimpi mereka akan kehidupan bersama yang penuh cinta, tentang keinginan mereka memiliki anak-anak yang akan mewarnai hari-hari mereka.

“Aku ingin anak perempuan,” kata Retno waktu itu.

“Aku ingin laki-laki,” sergah Wahyudi.

“Mengapa?”

“Laki-laki itu kuat.”

“Perempuan juga mahluk yang kuat,” Retno tak mau kalah.

“Kalau begitu harus punya anak laki-laki dan perempuan. Yang banyak.”

“Enak saja. Capek dong melahirkan banyak anak.”

“Biar ramai.”

“Melahirkan itu sakit. Tahu.”

“Sakit yang membahagiakan.”

“Baiklah, terserah Allah mau memberi kita berapa. Bukankah anak adalah karunia?”

“Idiih, belum-belum sudah menghitung banyaknya anak.”

Dan mereka terkekeh bersama.

Wahyudi menghela napas panjang. Pilu terasa di dada. Nyeri mengiris hati. Sekali lagi ditatapnya langit berpermadani biru itu.

“Kemana bahagiaku kau sembunyikan? Bahkan kau hilangkan?” bisiknya sambil menahan jatuhnya air mata.

“Dibalik taburan bintang? Di balik mega putih yang terkadang berarak menghiasi latarmu? Kembalikan bahagiaku … bawa kembali cintaku …”

Bahwa pernah dikatakannya tentang laki-laki yang kuat, sekarang Wahyudi mengingkarinya.

“Aku tak sekuat itu. Aku rapuh, lemah dan lelah.”

Bahkan setitik air mata mulai mengalir di sepanjang pipinya.

Tawa dan canda saat kehadiran Wuri hanya sedikit mengurangi bebannya. Saat sedang sendirian, dan segala kenangan kembali melintas, Wahyudi merasa betapa lemah dirinya.

Wahyudi tersentak ketika mendengar dering suara pesan singkat menggetarkan ponselnya. Wahyudi membacanya. Dari pimpinan perusahaan yang ada di Jakarta.

“Besok datang ke Jakarta, aku butuh bantuan kamu.”

Wahyudi beranjak masuk ke rumah setelah menjawab pesan singkat itu.

“Siap, Pak.”

***

Pagi itu Wuri pulang dari pasar, melihat rumah Wahyudi masih terbuka. Wuri heran karena tidak melihat motor Wahyudi siap di depan. Biasanya Wahyudi sudah menyiapkan pagi-pagi sebelum dia berangkat ke kantornya.

Wahyudi sedang berkemas ketika Wuri nyelonong masuk.

“Mas Yudi mau kemana? Tidak ke kantor?”

“Aku mau ke Jakarta.”

“Lhoh, ke Jakarta? Tiba-tiba? Kemarin Mas tidak bilang kalau mau ke Jakarta,” protes Wuri.

“Baru semalam bos ku yang di Jakarta memintaku berangkat hari ini.”

“Aduh, sini aku bantu. Bawa bajunya hanya sedikit? Cuma sebentar di sana?”

“Aku masih punya beberapa baju di sana.”

“Oh, kirain hanya sebentar.”

“Memangnya kenapa kalau lama? Takut kangen ya?” goda Wahyudi.

“Iih, ngapain kangen. Kalau dekat juga paling berantem,” kesal Wuri.

“Tuh, kamu kelihatan sedih kan?”

“Nggak tuh, siapa sedih? Tapi sebaiknya kunci rumah kamu titipin ke aku saja Mas, supaya sesekali aku bisa membersihkan rumah kamu. Jadi kalau sewaktu-waktu kamu pulang, rumah kamu tetap bersih, tidak bau apek.”

“Benarkah?”

“Iya. Lihat, betapa aku sangat perhatian sama kamu, ya kan?”

“Iya benar. Bagaimana kalau kamu aku jadikan isteri aku saja?”

“Apa? Ogah.”

Wahyudi terbahak. Ia suka sekali menggoda Wuri, dan senang melihatnya marah-marah.

“Mau dibawain bekal nggak?”

“Nggak usah, kayak anak kecil saja.”

“Kalau begitu makan dulu yang banyak, nanti di jalan rewel karena kelaparan,” goda Wuri.

“Memangnya kamu, di jalan lapar terus rewel. Iya sih kamu kan anak kecil.”

“Iya aku lupa, kamu kan sudah tua.”

Wahyudi hampir meraih bantal di atas sofa untuk dilemparnya ke arah Wuri, tapi gadis itu sudah lari sambil tertawa mengejek.

“Mas, nanti naik pesawat?” Wuri bertanya dari jauh.

“Iya.”

“Mau diantar?”

“Nggak, aku naik taksi saja.”

“Ya sudah,” kata Wuri sambil berlalu.

Dan Wahyudi merasa, betapa akan sepinya nanti kalau tak mendengar celoteh Wuri yang terkadang menggemaskan.

***

Sapto bersiap untuk pulang ke Jakarta. Ia sudah menyuruh sopirnya untuk berangkat terlebih dulu. Budiono duduk di dekatnya, siap untuk mengantarkan ke bandara.

“Kamu nanti ke kantor kan?” tanya Sapto.

“Iya, setelah mengantar Mas.”

Sapto berjalan ke arah dapur, melihat Asih sedang membersihkan meja makan setelah mereka sarapan.

“Yu Asih.”

“Ya Pak.”

“Aku titip Retno ya. Maksudku, tolong perhatikan makannya. Sayur dan buah harus selalu ada.”

“Baik Pak, ibu juga sudah berpesan begitu.”

“Baiklah, aku berangkat sekarang.”

“Hati-hati ya Pak.”

“Akan aku usahakan agar sering pulang.”

“Pastinya harus begitu Pak, isteri yang sedang hamil akan merasa tenang kalau ada di dekat suaminya.”

“Tapi dia selalu muntah kalau aku dekati.”

“Itu karena sedang ngidam Pak. Nanti tiga empat bulan pasti tidak lagi.”

“Mas, nanti terlambat,” teriak Budiono dari arah depan.

Sapto bergegas ke depan, dan melihat ayah dan ibunya sedang duduk disana.

“Hati-hati Sap, sudah pamit sama isterimu?” kata bu Siswanto.

“Sudah, dari kejauhan, kalau dekat dia pasti muntah,” katanya sambil tersenyum.

“Tidak usah sering-sering pulang kemari, kasihan Kori,” kata pak Siswanto.

Sapto mencium tangan ayah ibunya, kemudian bergegas naik ke mobi, dimana Budi sudah siap di belakang kemudi.

***

Karena kebetulan jalanan tidak begitu padat maka  Budi dan Sapto segera bisa tiba di bandara.

Saat Sapto sedang chek in, tiba-tiba Budiono melihat Wahyudi. Ia berjalan mendekati, ketika Wahyudi sudah selesai chek in.

“Mas Wahyudi,” sapanya.

Wahyudi terkejut.

“Mau ke Jakarta Mas?” tanya Budi.

“Iya, ada tugas mendadak,” kata Wahyudi yang kemudian melihat ke sekeliling, barangkali ia juga bisa melihat Retno.

“Mas Sapto juga mau ke Jakarta, saya hanya mengantarkan saja," kata Budi sambil menunjuk ke arah Sapto.

“Saudara, atau teman?” tanya Wahyudi sambil melihat ke arah Sapto yang sudah berjalan mendekati Budi.

“Itu mas Sapto, suami Mbak Retno.”

Wahyudi terkejut. Ternyata bukan laki-laki ramah di depannya ini suami Retno.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

63 comments:

  1. alhamdulillah maturnuwun
    aduhai selalu

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah BM 17 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah BM nya dah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  5. Hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sehat selalu injih salam aduhaai dan kangen dari Cibubur

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah BM 17 sdh hadir
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah BM nya dah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat dan aduhai

    Reply

    ReplyDelete
  8. Seneng BM gasik
    Maturnuwun, mb Tien.
    Wah cerita semakin asyik
    Salam manis mb Tien
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  9. Makasih Bunda BM 17 nya
    Sehat selalu dan met istirahat Bun

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien cerbung BM Eps 17 sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat selalu.

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien..
    Semoga sehat selalu
    Salam aduhaii.. 🙏🙏🙏❤

    ReplyDelete
  12. Kasihan Retno kehamilan yg tidak diinginkan jadi beban untuķnya semoga semua baik" saja.

    ReplyDelete
  13. Selsmat mlm bunda Tien.. Terima kasih BM 17 nya.. Slmsehat sll dan tetap semangat y bund.. Slmtistrhat.. 🌹🥰🙏

    ReplyDelete
  14. Bagaimana caranya anak retno bisa jadi anak kori? Diculik? Atau retno dibunuh saat melahirkan? Mbak tien yg paling tahu.
    Terima kasih mbak tien. Semoga mbak tien selalu sehat dan dilindungi tuhan yg Maha esa.

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun bu .. selamat istirahat buu

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat... Salam aduhai... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Ibu Tien...BM sudah tayang
    Episode2 yang selalu ditunggu
    Bagaimana Kori ....
    Semoga Retno sehat...
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  18. Trims Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah yg bkn penasaran sdh terbit.
    Terimakasih Bu Tien. Semoga ibu dan sehat selalu aamiin.

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun BM untuk malming, bu Tien. Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  21. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,

    ReplyDelete
  22. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai selalu bu.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Matursuwun mbak Tien
    Salam Aduhaiii 😍

    ReplyDelete
  25. Terima kasih bu tien, salam sehat dan aduhai ..

    ReplyDelete
  26. Budiyono anak baik, selalu peduli dan bisa memahami keberadaan Retno.
    Semoga Kori yg tidak suka kpd Retno juga tidak mau terhadap bayinya nanti, sehingga Retno tetap bahagia bersama anaknya.

    Monggo ibu Tien dilanjut aja tetap penasaran.
    Matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien BM 17 sdh hadir.
    Semoga Ibu sehat selalu
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  28. Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah berkunjung.
    Mudah-mudahan Yudi duduk dekat Sapto dan berbincang dengan baik.
    Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  29. Trimakasih bu Tien BM17nya..

    Kori yang menyebalkaan...

    Salam.sehatvdan aduhaii sekali bu Tien..🙏💟🌷

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk BMnya 🤗
    Akankah mereka duduk berdampingan di pesawat,,Sapto & Yudi,,, Aduhaaii donk

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
    Selamat beristirahat,,,🙏🤗💖

    ReplyDelete
  31. Terima kasih mbak Tien, semakin menarik ceritanya, salam sehat dan bahagia mbak Tien. Aduhaii.....

    ReplyDelete
  32. Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan selalu semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  33. Wahyudi jadi kaget...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Terima kasih bunda tien
    Semoga sehat selalu ya bunda
    Aamiin

    ReplyDelete
  35. Ceritanya semakin seru.. 👍
    Maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, Salam sehat selalu
    Makin A D U H A I saja

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah, maturnuwun bunda Tien.
    Salam sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  38. Assalamualaikum wr wb. Kasihan Retno terpojok dihadapannya ada dua Singa jantan, satu singa betina, satu lagi serigala berbulu domba... Mudah mudahan Retno terselamatkan. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
      Aamiin Allahumma aamiin
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  39. *DAFTAR PESERTA JUMPA FANS TGL. 26-27 MARET 2022* DI HOTEL LOJI SOLO.

    *Menginap :*

    1. Tien Kumalasari - Solo;
    2. Widayat - Solo;
    3. Djoko BS/Kakek Habi - Bandung;
    4. Hardjoni H - Jakarta
    5. Ibu Hardjoni - Jakarta
    6. Nani Nur'Aini - Sragen
    7. Iyeng Santoso - Semarang
    8. Rakha - Sragen
    9. Ulfah - Sragen
    10.Dhani - Sragen
    11. Ibu Lilis Anisah - Semarang
    12. Ibu Dewi Fenty - Semarang


    *Tidak Menginap :*
    1. Ibu Jalmi Rupindah - Situbondo;
    2.Bp Irianto - Situbondo
    3. Jelita - Situbondo
    4. Ibu Siswantari + Cibubur;
    5. Hakimuddin Yusuf - Cibubur;
    6. Ibu Nur Rochmah - Solo;
    7. Ibu Irawati - Semarang;
    8. Ibu Ranis - Semarang;
    9. Ibu Yuliarsih Dwidjo - Semarang;
    10. Ibu Wati - Semarang;
    11. Ibu Nunuk - Salatiga;
    12. Ibu Werdi K - Jakarta;
    13.Agus - Jakarta /Suami bu Werdi ;
    14. Nuk HM - Solo;
    15. Atin - Solo;
    16. Wien - Solo;
    17. Susi - Solo;
    18. Ismawarti - Solo;
    19. Bpk. Bambang Subekti - Sukoharjo;
    20. Ibu Bambang - Sukoharjo;
    21.Umi Iswardono - Yogja;
    22. Ibu Erni Rudi Astuti - Kartosuro;
    23.
    24.
    25.


    *Silahkan dilanjut*
    Bagi teman² blogger yang ingin bergabung, hubungi Ibu Nani Nur'Aini 082116677789
    Kakek Habi 085101776038.

    Perhelatan JUMPA FANS tinggal 1 minggu lagi, hayo rame² ke Solo ada souvenir syantik lho dari sang Idola kita, bagi yang hadir jumpa fans 27 Maret 2022.
    *_Sampai jumpa_*

    ReplyDelete
  40. Lajut eps 18 dong ibu tien trims atas cerbungnya

    ReplyDelete
  41. Alhamdulilah walau.telat tapi selamat mendarat untuk mengikuti kisah Retno n Wahyudi. Akan tahukah kl Retno hanya dijadikan istri ke 2 bg Sapto untuk rahom anaknya ...

    Jadi seru n tak sabar untuk memabaca BM 18.
    Matur nuwun M Tien semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  42. jgn2 di pesawat Sapto dan Wahyudi duduknya sebelahan? apa yg terjd ketika yg satu hati terluka? dan yg satu bahagia disatu sisi krn akan punya keturunan tp bgmn dg Retno akan langgengkah jd istri Sapto? jgn smp hbs manis sepah dibuang? hanya mb Tien yg bs menjwb teka teki ini? kita penikmat menunggu sang author meneruskan crtnya... trmksh mb Tien... slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk🤗🙏

    ReplyDelete
  43. Terimakasih mbak Tien... Cerbung mbak Tien selalu dihati,, selalu dinanti.. Sehat selalu..mbak 🙏🙏

    ReplyDelete
  44. Kori yg kasar senang foya" mampukah merawat bayi Retno dg penuh kadih sayang padahal hatinya dengki dg Retno sikap Sapto selanjutnya pilih kori atau Retno yg keibuan lembut sabar tidak banyak menuntut.

    ReplyDelete
  45. Aseeekkk... ceritane tambah ruwet..👍👍

    ReplyDelete
  46. Alhamdulillah ...wes pokok tambah rame ini mah..Bu Tien pintar ubek2 kita ..sedih juga liat Wahyudi...

    ReplyDelete
  47. *DAFTAR PESERTA JUMPA FANS TGL. 26-27 MARET 2022* DI HOTEL LOJI SOLO.

    *Menginap :*

    1. Ibu Tien Kumalasari - Solo;
    2. Bpk. Widayat - Solo;
    3. Bpk. Djoko BS/Kakek Habi - Bandung;
    4. Bpk. Hardjoni H - Jakarta
    5. Ibu Hardjoni - Jakarta
    6. Ibu Nani Nur'Aini - Sragen
    7. Ibu Iyeng Santoso - Semarang
    8. Rakha - Sragen
    9. Ulfah - Sragen
    10. Dhani - Sragen
    11. Ibu Lilis Anisah - Semarang
    12. Ibu Dewi Fenty - Semarang
    13. Ibu Dewi HR Basuki - Surabaya
    14. Ibu Mimiek Sri Rejeki - Pekalongan
    15.
    16.
    17.
    18.


    *Tidak Menginap :*
    1. Ibu Jalmi Rupindah - Situbondo;
    2. Bpk. Irianto - Situbondo
    3. Nn. Jelita - Situbondo
    4. Ibu Siswantari - Cibubur;
    5. Bpk. Hakimuddin Yusuf - Cibubur;
    6. Ibu Nur Rochmah - Solo;
    7. Ibu Irawati - Semarang;
    8. Ibu Ranis - Semarang;
    9. Ibu Yuliarsih Dwidjo - Semarang;
    10. Ibu Wati - Semarang;
    11. Ibu Nunuk - Salatiga;
    12. Ibu Werdi K - Jakarta;
    13. Bpk. Agus - Jakarta /Suami bu Werdi ;
    14. Ibu Nuk HM - Solo;
    15. Ibu Atin - Solo;
    16. Ibu Wien - Solo;
    17. Ibu Susi - Solo;
    18. Ibu Ismawarti - Solo;
    19. Bpk. Bambang Subekti - Sukoharjo;
    20. Ibu Bambang - Sukoharjo;
    21. Ibu Umi Iswardono - Yogja;
    22. Ibu Erni Rudi Astuti - Kartosuro;
    23. Ibu Nanik - Semarang
    24. Bpk. Suharso - Solo
    25. Ibu Tugirah - Solo
    26
    27.
    28.
    29.
    30.


    *Silahkan dilanjut*
    Bagi teman² blogger yang ingin bergabung, hubungi Ibu Nani Nur'Aini 082116677789;
    Ibu Iyeng Santoso 08179226969;
    Kakek Habi 085101776038.

    ReplyDelete
  48. Hayo ditunggu sd hari ini Senin, 21 Maret 2022 pkl 24.00
    Jangan lupa besuk pagi Selasa 22 Maret 2022, idola kita ibu Tien Kumalasari, genap berusia 73 tahun.
    Yuk ramekan Wall bunda.....happpy birthday....

    ReplyDelete