BUKAN MILIKKU
14
(Tien Kumalasari)
Retno terpaku di pintu. Ia ingin kembali keluar kamar,
tapi kemana? Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Ia ingin melangkah ke
sofa dan berbaring disana, tapi tiba-tiba sebuah sapa membuatnya gemetar.
“Apa kamu mau terus berdiri disitu?”
Retno tak mampu melangkahkan kakinya. Tubuh yang
semula terbaring itu bangkit dan melangkah mendekatinya. Retno hampir terduduk
lemas ketika sepasang tangan mengangkatnya.
“Aauuhh,” jeritnya ketakutan.
Lalu Sapto membaringkannya di ranjang.
“Kamu takut?”
Retno diam membisu, memandang ke arah samping dengan
wajah pucat.
“Kamu isteriku. Tidak lupa kan? Besok aku akan kembali
ke Jakarta.”
Retno senang mendengarnya, tapi saat ini ia sedang
dihimpit oleh rasa benci dan takut.
“Tapi aku punya kewajiban. Kamu harus hamil.”
Retno menarik napas panjang, berusaha menenangkan
degup jantungnya.
“Kamu boleh membenci aku, dan boleh meminta agar aku
menceraikan kamu, tapi ada saatnya. Kamu harus hamil dan melahirkan anak
untukku. Itu harus kamu ingat.”
Retno merasa bahwa dirinya hanya seperti sebuah barang
yang tidak punya hati dan rasa.
“Menolak keinginan suami itu dosa. Kamu tahu kan?”
Retno tahu, sangat tahu. Lalu dia kembali menghela
napas, sambil memejamkan mata. Ia berusaha mematikan rasa, berusaha menganggap
itu hanyalah mimpi. Ia seperti sedang melayang di angkasa, lalu melihat
rembulan menangis, bintang berkedip penuh iba. Retno ingin bergayut diantara
bintang-bintang itu, tapi mereka tampak mengecil, menjauh dan ia terjatuh di
bumi dengan luka yang terasa ngilu di sekujur tubuhnya.
***
Pagi masih buta ketika suara bel tamu menggema ke
seluruh rumah. Yu Asih yang sudah terbangun tergopoh ke arah depan, dan melihat
Kori berdiri di depan pintu dengan wajah masam.
“Mana mas Sapto?”
“Barangkali masih tidur Bu, ini masih sangat pagi,”
kata yu Asih yang segera bergegas ke belakang sebelum mendengar semburan kata
kasar dari mulut wanita cantik yang menjadi isteri majikan mudanya.
“Mas Saptoooo!”
Teriakan itu terdengar jelas oleh Retno yang semalam
tak bisa memejamkan matanya, dan meringkuk lemas dibawah selimut. Ia
membiarkannya. Tapi Sapto yang tertidur disampingnya segera bangkit dan turun
dari pembaringan. Ia kenakan pakaian dengan tergesa, kemudian keluar dari
kamar, lalu mendapati isterinya berdiri kaku di luar pintu.
“Hmh, keenakan tidur ya, atau keenakan yang lainnya?”
sengit Kori.
“Kamu kenapa sih, pagi sekali sudah berteriak-teriak,”
kata Sapto kesal.
“Kita akan kembali ke Jakarta pagi-pagi, dan harus
segera bersiap. Aku tak sabar menunggu kamu.”
“Aku harus mandi dulu,” kata Sapto.
“Mandi di rumah saja.”
“Aku juga harus shalat.”
“Di rumah kan bisa?”
“Sekarang. Tunggu aku disitu dan jangan banyak bicara,”
kesal Sapto yang kemudian kembali masuk ke kamar, langsung ke kamar mandi.
Kori melangkah ke dapur. Yu Asih hampir terlonjak
karena terkejut ketika tiba-tiba mendengar suara Kori.
“Buatkan aku coklat susu.”
“Oh, iya. Baik Bu Kori,” kata yu Asih terburu-buru.
“Aku tunggu di ruang tengah. Sekalian buatkan untuk pak
Sapto.
“Baik Bu.”
Kori duduk di sofa ruang tengah, sambil sesekali
menoleh ke arah kamar, dimana suaminya ada di dalamnya.
Wajahnya masih gelap ketika yu Asih menghidangkan
coklat susu pesanannya. Diletakkannya dua gelas didepan Kori.
“Ibu mau dibuatkan roti bakar?” yu Asih menawarkan.
“Tidak, kami mau segera pergi.”
Yu Asih mengangguk, kemudian berlalu.
“Cepat maaas!” teriak Kori sebelum menghirup coklat
susunya.
“Ada apa sih, pagi-pagi sudah berteriak-teriak?”
tiba-tiba bu Siswanto muncul didekat Kori.
“Itu Bu, membangunkan mas Sapto, karena kami akan
berangkat pagi-pagi,” kata Kori sambil terus menikmati minumannya.
“Mengapa harus pagi? Ada beberapa penerbangan yang
bisa dipilih, tanpa harus tergesa-gesa,” kesal bu Siswanto.
Kori tak menjawab, sambil sekali lagi melongok ke arah
kamar.
***
Retno bangkit dari ranjang setelah Sapto keluar. Ia
melihat kartu ATM di letakkan di nakas.
“Kamu boleh beli apa saja. No PIN nya aku tulis disitu,”
kata Sapto sebelum pergi.
Retno bergeming ketika itu.
Ia mengacuhkannya, kemudian beranjak ke kamar mandi,
menuntaskan tangis disana.
***
Bu Siswanto dan Budiono sudah duduk di ruang makan. Yu
Asih menghidangkan nasi goreng sosis dan telur ceplok yang wanginya menggoda.
“Asih, coba panggil Bu Retno, pastinya sudah bangun
dia.”
“Baik Bu,” kata yu Asih yang kemudian bergegas menuju
ke kamar Retno.
Ia mengetuk pintu pelan. Tak ada jawaban.
“Bu Retno, ini yu Asih.”
“Masuklah yu, suara pelan terdengar. Yu Asih membuka
pintu perlahan, dan melihat Retno masih terbaring di ranjang.
“Bu Retno sakit?”
“Badanku kurang sehat yu, biarkan aku istirahat
sebentar.”
“Ibu dan mas Budi menunggu di ruang makan. Kalau Bu
Retno tidak enak badan, biarlah saya bawakan sarapannya ke kamar.”
“Eh, tidak yu. Baiklah, saya akan keluar,”
“Nah, barangkali itu lebih baik, sekalian minum obat
kalau Bu Retno merasa tidak enak badan.”
Retno mengangguk, lalu bangkit dari ranjang. Ia
merapikan rambutnya, menggelungnya seperti biasa, dan keluar dari kamar setelah
merapikan ranjangnya yang berantakan.
Begitu memasuki ruang makan, bu Sis menyambutnya
dengan sapa manis, seperti biasanya.
“Sarapan Ret, Asih masak nasi goreng nih. Sedap.”
Retno tersenyum tipis, lalu duduk di depan ibu mertuanya.
“Ayo Mbak, enak nih nasgor nya,” sapa Budiono.
“Ya, terima kasih.”
“Mbak kelihatan pucat, sakit?”
“Iya Ret, kamu pucat sekali. Sakit?”
“Hanya sedikit pusing, setelah ini saya mau istirahat
di kamar saja.”
“Baiklah. Istirahat saja, tapi makan dan minum obat
dulu. Sih, tolong ambilkan obat pusing di almari obat,” katanya kemudian kepada
yu Asih.
Budiono menatap Retno. Wajah itu selalu menimbulkan
rasa iba. Ia menduga-duga apa yang terjadi semalam, dan tampaknya seperti wajah
yang kurang tidur. Matanya sayu dan sedikit sembab. Ingin rasanya dia mengelus
rambutnya dan menghiburnya. Lalu Budi teringat pesan kakaknya. Kakaknya ingin
agar dia menjaga Retno dan tak ingin ada kedekatan lain kecuali kedekatan
seorang adik dan kakak ipar. Budi menyanggupinya, dan berusaha menahan gejolak
hatinya, demi janjinya kepada sang kakak, dan demi menjaga perilaku santun di
dalam keluarganya.
Retno hanya menyendok sedikit nasi gorengnya, kemudian
meraih obat yang diletakkan yu Asih disamping gelas minumnya.
“Kok cuma sedikit makannya?” kata Budiono.
“Sudah cukup. Sekarang ijinkan saya mendahului ya Bu,
mau istirahat sebentar.”
“Baiklah Ret. Lebih baik kamu beristirahat. Sapto
sudah mengatakan kalau hari ini kembali ke Jakarta?”
Retno mengangguk pelan, kemudian berlalu.
Bu Siswanto menghela napas, lalu melanjutkan
sarapannya.
“Mbak Retno masih merasa tertekan,” gumam Budiono
pelan.
“Nanti akan Ibu ajak jalan-jalan sambil belanja,
supaya dia semakin dekat dengan keluarga kita.”
“Tapi tampaknya dia sakit.”
“Kita lihat saja nanti. Kamu ke kantor kan hari ini?”
“Ya, kalau Ibu mau keluar, telpon Budi, nanti Budi antarkan.”
“Iya, gampang, nanti Ibu kabarin.”
***
Tapi siang hari itu Retno nggak bisa bangun. Dia merasa
kedinginan. Ditariknya selimut agar menutupi seluruh tubuhnya.
Ketika yu Asih masuk ke kamar untuk mengajaknya makan
siang, Retno menggelengkan kepalanya.
“Aku nggak makan Yu,” lirihnya.
Yu Asih mendekat, memegangi tangan Retno, kemudian
dahinya.
“Ya ampun Bu, badan Ibu panas sekali,” pekik yu Asih.
“Aku kedinginan.”
Asih membetulkan letak selimut Retno, sehingga
menutupinya sampai ke dada. Lalu dia beranjak keluar, menemui bu Siswanto yang
sudah duduk di meja makan.
“Bu, tampaknya Bu Retno sakit.”
“Apa?” bu Siswanto terkejut.
“Badannya panas sekali. Saya akan membawakan makan ke
kamarnya saja.”
“Apakah ada obat panas di almari?”
“Ada Bu, nanti saya bawakan sekalian. Ibu makan
sendiri dulu ya Bu,” kata Asih sambil menyiapkan makan untuk Retno.
“Nanti sore kalau masih sakit aku akan membawanya ke
dokter.”
“Iya Bu, lebih baik begitu.”
Asih membawa makan siang Retno ke dalam kamar, tapi
Retno menolaknya.
“Nggak mau Yu, aku mau tidur saja.”
“Jangan begitu Bu, Bu Retno harus makan. Yu Asih masak
sup ayam sama perkedel. Saya suapin ya. Supaya setelahnya Bu Retno bisa minum
obat.”
Retno diam saja. Tubuhnya menggigil. Yu Asih
memaksanya makan, dengan menyuapinya sedikit demi sedikit.
“Sudah Yu.”
“Sedikit lagi Bu, ini masih anget, pasti enak terasa
di tubuh. Setelah ini lalu minum obatnya.”
Retno menurut ketika Asih menyuapinya dua tiga suap lagi, lalu menggeleng.
“Sudah Yu, kalau dipaksa bisa muntah.”
“Baiklah, sekarang minum obatnya ya Bu.”
Yu Asih melayani Retno dengan telaten, kemudian ia
meninggalkannya.
“Bagaimana? Dia mau ?” tanya bu Sis ketika Asih
melewati ruang makan.
“Mau beberapa suap Bu, lumayan.”
“Obatnya?”
“Sudah saya minumkan. Semoga panas badannya turun.
Tadi sampai menggigil.”
Bu Siswanto mengangguk. Setelah makan dia memasuki
kamar Retno. Retno memejamkan mata dengan selimut menutupi hampir seluruh
tubuhnya.
Ia memegang dahi menantunya.
“Panas sekali. Nanti kalau sampai sore panasnya belum
turun, kita ke dokter ya.”
“Tidak usah Bu, biarkan saya istirahat saja dulu,”
jawabnya tanpa membuka matanya.
“Ya sudah, istirahatlah, kalau butuh apa-apa, panggil
Asih ya.”
Bu Siswanto meninggalkan kamar Retno dengan perasaan
prihatin. Diam-diam terpikir olehnya, bagaimana caranya agar membuat Retno
bahagia.
***
Wahyudi baru saja menstandartkan motornya, ketika
seseorang mengejutkannya dari belakang.
“Mas, baru pulang?”
“Aduh Wuri, kamu itu selalu begitu ya, membuat aku
terkejut saja,” keluh Wahyudi sambil melangkah mendekati rumah. Wuri
mengikutinya.
“Ibu mengirimi kamu untuk makan malam nih.”
“Ya ampun Wuri, bilang sama Ibu bahwa tak usah selalu
repot untuk aku.”
“Ya nggak apa-apa Mas, kan ibu tinggal ambil, nggak
usah beli, wong dagangan punya sendiri.”
“Barang yang didagang itu kan asalnya juga dari beli?”
“Sudah, nggak usah protes. Menolak rejeki itu nggak
baik,” kata Wuri sambil mengikuti Wahyudi masuk ke rumah, kemudian menata nasi
dan lauk yang dibawanya, diletakkannya di meja makan.
“Bilang Ibu, terima kasih ya Wuri.”
“Iya. Ya sudah, aku pulang ya?”
“Kok pulang sih?”
“Lha kok nggak boleh pulang? Memangnya aku harus
menginap disini? Bisa-bisa ditangkap hansip.”
“Kalau ketangkap terus dinikahkan, seneng kan?”
“Menikah sama kamu mas? Ogah.”
“Kenapa ogah?”
“Nggak suka menikah sama orang tua,” kata Wuri sambil
nyengir lalu buru-buru keluar rumah sebelum Wahyudi melemparinya bantal dari
sofa yang ada didekatnya.
Wahyudi tersenyum. Dengan adanya Wuri yang setiap hari
didekatnya, perlahan dia bisa melupakan sakit hatinya. Wuri sangat cerewet,
menggemaskan dan terkadang lucu. Baru beberapa waktu ini Wahyudi dekat dengan
Wuri. Dulu, setiap pulang, waktunya selalu dihabiskan bersama Retno. Pulang
saat sudah malam, lalu esok paginya sudah kembali ke Jakarta. Tetapi sekarang tidak
lagi. Dia minta agar dipindahkan ke kota asalnya, saat frustasi ketika
kehilangan Retno, sehingga Wuri sering kali bisa menemaninya.
Wahyudi membersihkan diri, lalu berganti pakaian. Ia
membuat minuman hangat, dan menikmatinya seorang diri sambil melihat televisi.
Tiba-tiba Wuri datang lalu duduk begitu saja di
depannya.
Wahyudi menatapnya tak berkedip.
“Mas, mau minta tolong, bisa nggak?”
“Minta tolong apa? Kalau aku bisa melakukannya, ya
pasti bisa lah. Apa sih yang enggak buat kamu?” kata Wahyudi sambil menatap
lucu.
“Ibu agak sakit, tadi ke dokter, tapi obatnya belum
diambil. Mau mengantarkan ke apotik?”
“Boleh, sekarang?”
“Soalnya sepeda motorku agak rewel. Nggak tahu kenapa,
mungkin businya harus diganti.”
“Baiklah. Ayo sekarang saja kalau begitu. Aku ganti
pakaian dulu. Untunglah motorku masih di depan. Besok aku lihat motor kamu,
yang rusak apanya. Kalau memang ada yang rusak, dibawa ke bengkel saja.”
“Iya mas. Sekarang aku pulang dulu, resepnya belum aku
bawa.”
***
Wahyudi sedang menunggu resep disiapkan, dan duduk
sambil otak atik ponsel masing-masing. Tiba-tiba masuk seorang pria muda,
memberikan resep ke petugas apotek, lalu menunggu di tempat duduk, yang
kebetulan letaknya berhadapan dengan mereka.
Wuri meliriknya sejenak, kemudian kembali mengotak-atik
ponselnya.
Tak berapa lama, sebuah nama dipanggil, dan pria muda
didepan Wuri berdiri.
Wuri melotot kesal.
“Eh, dia baru datang, kenapa sudah selesai? Aku yang dari
tadi menyerahkan resep masih harus menunggu?”
Wuri berdiri disamping pria itu, ketika petugas apotek
sedang menerangkan cara minumnya.
“Eh, mbak. Kenapa punya dia sudah jadi dan punyaku
belum?” protesnya.
“Mbak, nama pasiennya siapa?”
“Ibu Sumantri.”
“O, ibu Sumantri itu obatnya ramuan Mbak, jadi agak
lama. Sedangkan Ibu Retno ini, obat paten. Jadi disiapkan lebih cepat."
Wahyudi mengangkat kepalanya, mendengar nama Retno
disebut. Tadi dia tak begitu memperhatikan, tapi setelah melihat Wuri protes, dia
melihat ke arah Wuri dan laki-laki di sebelahnya. Wahyudi terkejut. Bukankah itu
suami Retno? Pikirnya.
***
Besok lagi ya.
Mtnuwun mbk Tien
ReplyDeleteSiiip. Juaraaaa
DeleteWah, mbak Nani number one, selamat ya.👍👍
DeleteYahhhhh juara deh. Om kakek kmn ya? Bu Tien. Aduhai
DeleteYesss.
DeleteSelamat bu Nani...
DeleteAsekk
ReplyDeleteAlhamdulillah.... salam aduhai mbk Tien, sehat selalu
ReplyDeleteAlhmdllh... yg dtunggu sdh hadir... terima kasih... sehat yrs Mbu Tien
ReplyDeletealhamdulillah, mksh bu Tien
ReplyDeleteaduhai...
Alhamdulillah yg di tunggu sdh hadir..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Semoga Ibu sehat selalu..
Salam *ADUHAI*
Aduhaiii🥰
ReplyDeleteAlhamdulilah suwun mbak Tien kumalasari salam sehat dan aduhaai dari Cibubur
ReplyDeleteAlhamdulilah.. BK sdh tayang
ReplyDeleteTks bunda Tien...
Semoga retno cepat sembuh ya..
Semoga bunda sehat dan selalu bahagia bersama kelg tercinta..
Salam aduhaiii... 🙏🙏❤
# Bukan Milikku*
ReplyDeleteSlmt mlm bunda Tien.. Trimaksih BM nya.. Salamsehat sll unk bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah , terimakasih Bu Tien BM 14 sudah hadir
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 14 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun, bu Tien. Hari ini BM muncul gasik. Salam ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah. Maturnuwun bunda Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah,BM~14 sudah hadir, maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteReply
Sami2 Pak Djodhi
DeleteAlhamdulillah yang penting mbak Tien sehat wal'afiat ...
ReplyDeleteTerima kasih, Abah
Delete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏
ReplyDeletePak Indiyanto
DeleteLama nggak komen ya
Semoga selalu sehat
Alhamdulilah baca gasik.. trmksh mb Tien. bm14 nya... slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteGasik
Matur nuwun bu Tien
Maturnuwun bu Tien.. BM014nya...
ReplyDeleteSalam sehat selalu dan aduhaiii..🙏💟🌷
Sami2 Ibu Maria.
DeleteSekarang komennya pendek2 yah?
ADUHAI
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo,
Sugeng dalu sederek sedaya
ReplyDeleteBM gasik... Tp kok cepet banget slesenya
Maturnuwun mb Tien.
Semoga mb Tien sehat
Salam manis nan aduhai
Yuli Semarang
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,
Alhamdulillah...
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien *BuMil*-nya⚘⚘⚘⚘⚘
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulilah ..suwun bunda Tien BM 14 yg ditunggu2 sdh hadir
ReplyDeleteSami2 Ibu Lestari
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAduh sdh ketinggalan
Terima kasih bunda Tien
Sami2 Ibu Endah
DeleteMatur nuwun Bu Tien, tayang gasik.salam Seroja ah. Aduhai, ceritanya semakin selalu mengharapkan terus.
ReplyDeleteSugeng istirahat, Sugeng sare.
Sami2 Ibu Tuti
DeleteADUHAI
Slhamdulillaah BM nya muncul
ReplyDeleteMakasih bunda ... selalu sehat
Sami2 Ibu Engkas
DeleteAa.iim
Alhamdulillah sdh tayang ....
ReplyDeleteNunggunya ketdran an jd telat... Trimakasih bu Tin salam sehat selalusalam aduhai. Pengin cepet baca
Sami2 Ibu Endang
DeleteADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteHoreeee.... matursuwun mbak Tien
Horeee
DeleteSami2 Ibu Yulie
Alhamdulillah BM 14 dah tayang, Makasih Bunda Tien sehat selalu dan tetap semangat.
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat.
Salam ADUHAI.......
Sami2 Mas Bambang
DeleteSalam ADUHAI
Terima kasih... Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 Ibu Yati
DeleteAamiim
Matur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteWahyudi makin dekat dengan Wuri ya, cepat nian move on.
Yang asli menderita malah tampak bahagia, bisa aja.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien yang ADUHAI.
Sami2 Pak Latief
DeleteADUHAI deh
Trims Bu Tien sudah menghibur
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
Delete𝘊𝘦𝘳𝘪𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘶𝘦𝘯𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘴𝘦𝘩𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘦𝘬...
ReplyDelete𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘣𝘢𝘬 𝘛𝘪𝘦𝘯...
Sami2 KP LOVER
DeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga BM 14 hadir menghibur kami penggandrungnya.
ReplyDeleteSemoga Retno cepat sembuh dan terhibur oleh kebaikan hati Bu Sis, Budi maupun yu Asih.
Monggo ibu, dilanjut aja penasaran. Matur nuwun Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI
Sakitbya retno karena stres ya bu tuen
ReplyDeleteADUHAI Pak Anton
DeleteAlhamdulillah BM 14 dah tayang, Matur nuwun mbak Tien. Salam sehat selalu dan tetap semangat.
ReplyDeleteSami2 Mas Dudut
DeleteSalam sehat semangat
Alhamdulillah BM 14 sdh tayang. Matursuwun bu Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteSami2 Ibu Umi
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Terima kasih bunda Tien, salam sehat dan aduhai
ReplyDeleteSami2 Ibu Komariyah
DeleteADUHAI
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien...smg ibu sehat sll...salam santun dari Yk....aduhai.....
Sami2 Ibu Alian
DeleteSalam santun dan ADUHAI
Makasih mba Tien
ReplyDeleteSehat selalu mba
Sami2 Ibu Sul
DeleteAamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Semoga sehat selalu ya bunda
Aamiin
Sami2 Pak Koko
DeleteAamiin, matur nuwun...
Terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu.
Sami2 Ibu Sri
ReplyDeleteADUHAI dan sehat selalu
Assalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien tdk terasa sdh di episode 14, ditunggu lanjutannya, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteSalam sehat dari Pondok Gede...
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin ya robbal alamin
Matir nuwun Pak Mashudi
ADUHAI
Alhamdulilah sudah bisa membaca kisah Retno,Sapto,Wuri, Wahyudi....
ReplyDeleteMatur muwun Bu Tien. Sugeng siang menjelang nisfu Sya'ban. Semoga semuanya selalu dalam perlindungan Alloh dan mendapat ampunan. Aamiin
Sami2 Ibu Rochmah,
ReplyDeleteAamiin
Alhamdulillah .trima kasih Bu Tien .mohon maaf lahir dan batin, ini malam Nifsu Syaban ..semoga kita semua selalu di beri sehat
ReplyDeleteSaya sekeluarga mohon maaf lahir batin atas segala khilaf dan kesalahan saya selama berikteraksi di blog bu Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSemoga Allah ridho dan mengijabah doa-doa kita semua. Aamiin.
5 Keistimewaan malam Nisfu Sya’ban….
Kamis / hari ini setelah adzan maghrib….
Pertama, lailatu ‘iid al-malaikah (Malam Raya Malaikat). Sebagaimana manusia, para malaikat juga memiliki malam raya. Yaitu malam nisfu Sya’ban dan malam lailatul qadar.
Kedua, lailatul Qismah (malam pembagian). Pada malam nisfu Sya’ban, Allah membagikan penentuan rejeki dan ajal manusia.
Ketiga, lailatul bara’ah (malam kebebasan). Inilah malam ketika Allah membebaskan manusia dari dosa-dosa dan api neraka.
Keempat, lailatul ijabah (malam dikabulkannya doa). Pada malam ini doa yang kita panjatkan kepada Allah pasti akan diterima.
Kelima, lailatul barakah (malam keberkahan). Para malaikat di malam nisfu sya’ban akan menyebar mendekati hamba-hamba Allah dan melayani apa yg di inginkannya.
Semoga bermanfaat.