BUKAN MILIKKU 08
(Tien Kumalasari)
Retno melepaskan pegangan penolongnya yang ternyata
Budiono, adiknya Sapto. Ia tersenyum tipis dan mengangguk, sebagai ucapan terima kasih. Rambut panjang yang semula di gelung, terurai begitu saja.
Sejenak Budiono terpesona.
“Manusiakah dia, atau bidadari?” lalu Budiono
mengibaskan perasaan itu, dan memandang kesal kepada sang penabrak yang sudah
membuat orang hampir terjatuh, tapi masih sempat mengulaskan sebuah senyuman.
Senyuman penuh keangkuhan, dan merasa lebih tinggi dari siapapun.
“Mbak Kori gimana sih?”
“Kok aku yang disalahin? Dia sendiri berjalan nggak
pakai mata,” ujarnya sengit.
“Ya ampun Mbak, mengapa kasar begitu? Aku melihat sendiri
Mbak yang menabraknya,” kesal Budiono.
“Kok kamu jadi membela dia sih?” dengusnya kesal,
kemudian berlalu.
“Terima kasih, saya hanya akan meletakkan pakaian
kotor ini. Dimana ya?”
“Oh, itu Mbak, di dekat dapur ada keranjang, taruh
saja disitu, nanti yu Asih yang akan mengurusnya,” kata Budiono sambil menunjuk
ke arah dapur.
Retno mengangguk, meletakkan baju-baju kotornya ke
keranjang yang ditunjukkan, kemudian dia bermaksud kembali ke kamarnya. Tapi di
ruang tengah, dia melihat wanita yang tadi menabraknya dan dipanggil Kori,
sedang duduk sambil menyandarkan kepalanya di bahu Sapto. Retno acuh saja, dan
terus melangkah ke arah kamarnya.
Beberapa pertanyaan memenuhi benaknya. Siapa perempuuan
galak yang menabraknya dan mengucapkan kata-kata kasar itu tadi? Adik Sapto
kah?
Ketika hampir memasuki kamar, didengarnya sekilas
suara Kori.
“Cantik sih, tapi itu kan wajah kampungan. Kamu suka
Mas?”
“Pertanyaan apa itu? Itu kemauan Bapak, kamu kan
tahu?”
Retno masuk kekamar dan menutupnya. Ia tak merasa
sakit hati dikatakan cantik tapi kampungan. Memangnya siapa yang menyuruhnya
datang ke rumah ini dan menikah dengan laki-laki berwajah dingin bernama Sapto
itu? Ia juga tak merasa sakit hati ketika Sapto menunjukkan rasa ketidak
sukaannya terhadap dirinya. Ia lebih merasa sakit karena harus berada di tempat yang tak pernah dibayangkannya.
“Aku tidak suka sama dia, apalagi cinta. Aku hanya
mencintai mas Yudi. Dimana sekarang dia? Apa yang dilakukannya? Sedang
meruntuki aku karena meninggalkannya untuk menikah dengan pria lain?
Bertanya-tanya apa salahnya sehingga aku melakukannya?”
Retno mengusap air matanya yang tak bisa lagi
ditahannya untuk tidak menitik.
Ia duduk ditepi pembaringan yang beralaskan seprei lembut
berwarna merah muda, dan menebarkan harum bunga yang menyegarkan. Namun Retno
tidak merasakan kesegaran itu, manakala wajah Yudi tak pernah lepas dari
angan-angannya.
Sambil duduk itu ia bahkan merasa bahwa semua adalah
mimpi. Mimpi yang sangat buruk. Tapi tidak, ini nyata. Retno meraih bantal dan
memeluknya erat, lalu menyembunyikan wajahnya di bantal itu, tersedu di sana.
Tiba-tiba ia mendengar suara pintu diketuk. Retno
berdebar dan berharap itu bukan Sapto, lalu pintu itu terbuka karena memang dia
tidak menguncinya.
“Bu Retno, Ibu meminta Ibu ke taman,” suara seorang
wanita. Retno melepaskan bantalnya dan menatap seorang wanita yang kira-kira umurnya
sedikit lebih tua dari padanya.
“Ibu menunggu di taman,” ulang wanita itu.
“Oh, iya Mbak.”
“Panggil saya yu Asih,” pinta wanita itu.
“Oh, apakah ada bedanya?”
“Tentu Mbak, saya hanyalah pembantu di rumah ini,
semuanya memanggil saya dengan ‘yu Asih’, demikian juga seharusnya Bu Retno memanggil saya.”
Retno agak risih mendengar panggilan ‘bu’ itu. Tapi
Retno tak bisa membantahnya.
“Mari saya antarkan,” kata yu Asih sambil tersenyum
ramah.
Hari itu sudah sore. Matahari sudah condong ke arah
barat, dan tak lama lagi akan tenggelam karena malam akan menggantikannya.
Retno melangkah mengikuti yu Asih yang membawanya ke
arah belakang. Ada sebuah kolam dengan patung-patung cantik sedang mengguyurkan
air bening yang menimbulkan suara gemericik di kolam itu. Dan bunga-bunga segar
tampak berayun oleh tiupan angin sore yang menyegarkan.
“Duduklah Retno,” kata bu Siswanto. Retno mendekat,
sementara yu Asih kembali masuk ke rumah.
Retno melihat bu Siswanto duduk di sebuah kursi taman,
dan di bangku yang ada di hadapannya, terletak dua cangkir teh dan sepiring
cemilan.
“Ayo duduk,” katanya sambil menunjuk ke arah kursi di
sampingnya.
Retno duduk dengan ragu-ragu. Sesungguhnya ia lebih
suka menyendiri.
“Minumlah. Ini untuk kamu.”
Retno mengangguk, tapi ia belum menyentuh cangkirnya.
“Ini adalah rumahku. Aku dan Bapak serta Budiono
tinggal disini. Tapi Sapto memilih tinggal di rumah yang lain.”
Retno berdebar. Apakah dia juga akan tinggal bersama
Sapto di rumah yang lain seperti dikatakan bu Siswanto?
“Tapi kamu akan tetap tinggal disini. Ini kemauan
Sapto.
Retno sedikit merasa lega.
“Ia hanya akan sesekali saja datang kemari.”
Retno kembali berdebar. Yang sesekali itu membuatnya
sangat tidak nyaman. Sungguh ia sangat takut menghadapi sesuatu yang pastinya
akan dilakukan Sapto terhadapnya. Ia adalah isterinya, yang punya kewajiban
untuk melayaninya. Diam-diam Retno merasa ngeri.
“Kamu tidak suka?”
Retno menundukkan kepalanya. Kalau tidak salah dia
pernah mengatakan kepada bu Siswanto bahwa dia mencintai pria lain. Ya pasti
lah dia tidak suka berada di rumah itu.
“Kamu masih teringat pada pria yang kamu cintai itu?”
Ah ya, rupanya bu Siswanto mengingatnya. Retno mengangguk dengan cepat.
“Aku sangat menyesal harus memisahkan kamu dengannya.
Maaf ya Retno.”
Retno masih menundukkan kepalanya.
“Kamu sudah bertemu Kori?”
Retno mengangkat wajahnya. Ia ingin tahu, siapa
sebenarnya Kori. Gadis sombong dan kasar yang tampak sangat membencinya.
Retno mengangguk.
“Sebenarnya, dia adalah isteri Sapto.”
Retno terlonjak mendengar keterangan itu.
“Kalau sudah punya isteri, mengapa mengambil saya juga
sebagai isteri?” Retno menatap bu Siswanto tajam, seperti ingin memprotesnya.
“Benar. Sapto sudah punya isteri. Tapi belum lama ini
dia mengalami kecelakaan, saat sedang mengandung tiga bulan. Luka parah pada
rahimnya, menyebabkan dokter harus mengangkatnya. Jadi dia tidak akan bisa
hamil lagi.”
Retno melongo.
“Bapaknya Sapto sangat ingin memiliki cucu dari anak
sulungnya, dan kamu adalah pilihannya.”
“Mm_ maksudnya … saya … ss_saya ….”
“Kami ingin kamu bisa menjadi isteri Sapto dan
melahirkan anak untuknya, sekaligus memberi kami cucu.”
Retno menutupi wajahnya dengan kedua telapak
tangannya. Ia terkejut bahwa pernikahannya hanya dijadikan alat bagi keluarga
Siswanto untuk bisa memiliki keturunan. Alangkah lebih menyedihkannya.
“Retno, maafkan kami ya. Tapi aku sangat menyayangi
kamu. Aku akan membuat agar kamu berbahagia menjadi menantu keluarga ini,” kata
bu Siswanto sambil mengelus pundak Retno.
Retno melepaskan tangannya. Teringat olehnya tatapan
kebencian yang memancar dari wajah Kori sebelum menabraknya.
“Dia pasti membenci saya,” gumam Retno pelan.
“Ya, itu aku bisa mengerti. Kamu akan menjadi
pesaingnya karena sama-sama menjadi isteri Sapto.”
Retno menghela napas. Sebuah permusuhan tidak akan
membuatnya tenang. Ia sangat menyayangkan pernikahannya yang hanya akan dijadikan
wadah persemaian benih dari Sapto yang ternyata tidak bisa memiliki anak
bersama Kori. Mengapa pak Siswanto tidak mengatakannya sejak awal? Yah, tentu
saja. Kalau dia mengatakannya, besar kemungkinan ayahnya akan menolak. Tapi
entahlah. Sekarang semua sudah terjadi. Retno terjebak dalam kungkungan keadaan
yang tak lagi bisa dihindari kecuali pasrah.
“Maukah kamu memaafkan kami?”
Maaf begitu mudah diucapkan, yang sulit adalah
mengobati hati yang terluka. Retno tak menjawab.
“Aku berjanji akan membuat kamu bahagia,” ucap bu
Siswanto, entah untuk yang keberapa kali.
Apa yang harus Retno lakukan?
“Bu, kunci almari dimana?” tiba-tiba Budiono sudah ada
di dekat mereka. Ia melirik sekilas ke arah Retno, kemudian duduk begitu saja
di depan mereka.
“Kamu menanyakan kunci apa?”
“Kunci almariku Bu.”
“Tanya yu Asih. Dia yang memasukkan baju-baju kamu
yang sudah disetlika kedalam almari.”
“Yu Asih sedang mandi. Biar Budi menunggu disini
saja.”
Retno masih menundukkan wajahnya.
“Tampaknya sedang berbicara tentang hal serius ya Bu?”
“Tidak terlalu serius. Kakak iparmu ini harus akrab
dengan keluarga suaminya. Ya kan? Kamu juga harus ikut menjaganya.”
“Tentu saja Bu,” jawab Budiono sambil menatap Retno.
Ia selalu menangkap kesedihan di wajah Retno, dan itu membuatnya iba.
“Mas Sapto sudah pulang bersama mbak Kori.”
Retno menarik napas lega diam-diam. Ia selalu
ketakutan mengingat Sapto, membayangkan apa yang akan dilakukannya nanti.
“Mbak Retno senyum dong, dari tadi cemberut saja.”
Retno mengangkat wajahnya. Menatap pria tampan yang selalu bersikap manis itu, lalu tersenyum tipis.
“Kalau Mbak Kori menyakiti lagi, aku akan membela Mbak
Retno,” kata Budiono yang kembali disambut senyuman oleh Retno.
“Retno, minumlah teh kamu, sudah dingin, dan ini sosis
goreng buatan Asih, cobalah. Asih itu rajin dan pintar. Dia juga bisa memasak
sangat enak.”
“Iya Mbak, minum, dan makan sosisnya, biar aku
temani.”
“Ya sudah Bud, temani kakak kamu, ibu masuk ke dalam
dulu. Bapakmu mau keluar kota malam ini,” kata bu Siswanto sambil berdiri.
“Baik,” sambut Budiono bersemangat, sambil mencomot
sepotong sosis.
“Ayo dimakan,” katanya kemudian kepada Retno.
“Besok aku mau jalan-jalan, maukah Mbak ikut?”
lanjutnya.
“Kemana?”
“Kemana saja. Sudah lama aku tidak pulang, ingin
melihat-lihat saja. Mau ya, daripada di rumah, ingat yang enggak-enggak, siapa
tahu bisa sedikit terhibur.”
Retno masih diam, menimbang-nimbang.
“Percayalah, mas Sapto tidak akan marah.”
Kata-kata itu membuat Retno kemudian mengangguk. Siapa
takut kalau Sapto marah? Budiono tersenyum senang.
Retno sedikit merasa lega. Ada
orang-orang baik disekitarnya. Ada keinginan untuk membujuk Budiono agar
mengantarkannya menemui Wahyudi, entah bagaimana caranya.
***
Bu Kartomo melangkah, menyusuri jalan yang pernah
ditunjukkan Retno tentang rumah Wahyudi. Ia belum tahu persis, tapi
ancar-ancarnya adalah di belakang kantor cabang sebuah Bank, dekat gardu ronda.
Dan ia sudah sampai di sana. Rumah kecil ber cat biru. Rumah itu sudah
kelihatan. Bu Kartomo melangkah perlahan.
Memasuki halaman.
Rumah itu tampak tertutup rapat.
“Sepi, apakah dia pergi?” gumamnya sambil mendekat,
lalu memencet sebuah bel tamu yang ada didepan pintu.
Bu Kartomo menunggu beberapa saat, lalu terdengar
langkah mendekat.
Seorang laki-laki dengan wajah kuyu dan rambut
awut-awutan membuka pintu, dan begitu melihat siapa yang datang, kemudian jatuh berlutut dihadapannya.
Bu Kartomo terkejut. Nyeri dadanya melihat keadaan
Wahyudi.
“Nak, bangunlah Nak, jangan begini, ayo bangun,” susah
payah bu Kartomo membangunkannya, tapi tetap tak mampu karena tubuh Wahyudi
begitu kokoh dan besar. Akhirnya bu Kartomo ikut duduk bersimpuh didepan
Wahyudi yang menangis terisak-isak.
“Sabar ya Nak. Nak Wahyudi harus kuat.”
“Apa salah saya Bu?” hanya itu yang bisa diucapkan
Wahyudi.
“Nak Yudi tidak salah. Ibu yang salah karena tidak
bisa mencegah semuanya. Ayahnya Retno begitu memaksakan kehendak, tak ada yang
bisa menghalanginya,” bu Kartomo ikut menangis. Tampak memilukan melihat
keduanya duduk bersimpuh di lantai sambil bertangis-tangisan.
“Retno juga sangat menderita. Berkali-kali dia bilang
bahwa dia hanya mencintai Nak Yudi.”
Wahyudi menncengkeram tangan bu Kartomo, dan bu
Kartomo merasa bahwa tangan itu terasa panas.
“Kamu sakit Nak?”
Wahyudi menggeleng lemah.
“Kamu sakit, ayo Ibu antar ke dokter.”
Wahyudi kembali menggeleng.
“Kamu harus ke dokter, ayo Ibu antar.”
Karena Wahyudi tetap menggeleng, Bu Kartomo bergegas
keluar rumah untuk membeli obat panas di warung, dan juga membeli minuman
hangat serta makanan seadanya, karena Wahyudi tampak sangat lemas. Kemudian ia
memapah Wahyudi keatas sofa karena itulah tempat berbaring terdekat, lalu
memaksanya makan nasi bungkus yang dibelinya serta memberinya obat. Bu Kartomo
merasa sangat iba melihat keadaan Wahyudi.
Beberapa saat kemudian panas badan Wahyudi sudah
turun. Bu Kartomo merasa lega. Ia meninggalkan rumah Wahyudi ketika Wahyudi sudah
tidur, dengan meninggalkan minuman hangat yang diletakkannya di sebuah gelas,
dan roti yang dibelinya kemudian sebelum dia meninggalkan rumah itu,
“Besok pagi-pagi aku akan kemari lagi nak,” katanya
pelan penuh rasa iba.
***
Hari masih pagi ketika Wahyudi membuka matanya. Ia
merasa bajunya pasah oleh keringat. Ia heran mendapatkan dirinya tidur di sofa.
Ia bangkit lalu mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Ia merasa telah
bermimpi bertemu dengan bu Kartomo.
“Ah, bukan, bukan mimpi. Kemarin sore bu Kartomo
memang datang kemari,” gumamnya sambil bangkit, lalu melihat segelas minuman
yang masih utuh, dan beberapa potong roti masih terbungkus plastik. Ia juga melihat
blister obat yang sudah berkurang sebutir.
“Bu Kartomo membeli semuanya ini karena melihat aku
tidak sehat. Aku ingat semuanya.”
Lalu Wahyudi membuka pintu depan rumahnya, serta
menghirup udara pagi yang segar. Ia mengisi paru-parunya dengan udara segar
sebanyak-banyaknya.
Pagi memang masih remang. Wahyudi turun ke halaman,
dan tiba-tiba perutnya terasa sangat mual.
Wahyudi berlari ke arah pagar, dan muntah-muntah
disana. Napasnya terengah. Ia bersandar pada dinding pagar, ketika suara seorang
wanita menyapanya.
“Mas Yudi?”
Wahyudi melihat seorang gadis membawa keranjang
belanjaan berdiri di depannya, dan tiba-tiba tubuhnya terhuyung. Gadis itu
mencoba menahan tubuhnya.
“Kamu kenapa Mas?”
***
Besok lagi ya.
Sapa ta iki sing dorong², sabar sithik apo'o. Wong awake lagi lara kabeh koq di surung².... Jeng Iin, ya? *_Pantesan_*
ReplyDeleteTetep semangat kakek....
DeleteHore kakek udah bs balapan
DeleteADUHAI
Mantab kakek sdh sehat wal'afiat langsung juara ๐๐๐
DeleteYey, mangtab om kakekjusra lagi, suit2
DeleteTrimakasih bunda BM sudah tayang.
ReplyDeleteAduhai
Owh.....jeng Wiwik ta sing dorong² aku. Wong isih gleyoran koq diajak balapan. Tujune ora kesosop......
DeleteMatur nuwun by Tien, BM_8 Sampun tayang.
Salam sehat tetap semangat.
Waduh...
DeleteLega dikit nih hati krn Retno bersama ibu Siswanto, Budiyono dan yu Asih yg semuanya baik hati dan menyayanginya.
Semoga pagi itu Retno bisa diantar untuk menemui mas Yudi.
Monggo ibu Tien dilanjut aja, tetap penasaran. Matur nuwun. Berkah Dalem.
Assalamualaikum bunda Tien K, salam kemal dr penggemar bunda yg selalu menunggu di blog bunda salam sehat selalu sukses dalam karya² cantiknya
DeleteYeessss...
ReplyDeleteAsyik tayang gasik tak maca Sik aahhh
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan,
Kakeekk ngendikane pusing,,,,ternyata Sudah loncat duluan
ReplyDeleteHallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem Massachusetts, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda tien
Alhamdulillah, salam sehat ya mbak Tien dan salam ADUHAI...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien....salam aduhai
ReplyDeleteTerima kasih bu tien ...salam sehat dan aduhai
ReplyDeleteSlmt mlm bunda Tien.. Trimaksih BM 8 nya.. Salamsehat dan tetap Aduhai dri skbmi๐๐๐ฅฐ๐ฅฐ๐น๐น
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam seroja tuk kita semua... ๐๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah.. maturnuwun bu Tien..๐
ReplyDeleteAlhamdulillah BM 08 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien ๐ท๐ท๐ท๐ท๐ท
Sami2 Ibu Susi
DeleteYang ditunggu sudah datang. Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu Dan Salam ADUHAI
ReplyDeleteSami2 Ibu Anik
DeleteAamiin
ADUHAI
Alamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Yes yes...lebih awal aku bisa baca .. episode 8...,melu tegang
ReplyDeleteSalam sehat untuk semuanya
Salam Aduhaiii mbak Tien๐
Salam ADUHAI Ibu Yulie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bukan Milikku sudah tayang.
ReplyDeleteSabar ya Retno itulah jalan hidupmu, jalani dengan ikhlas.
Yudi harus kuat, tidak boleh sakit, apa lagi sampai stress.
Salam sehat dari Sragentina mbak Tien
yang selalu ADUHAI.
Sami2 Pak Latief
DeleteADUHAI
Trimakasih bu Tien...BM08 sdh hadir...
ReplyDeleteWalah...lakok gitu to maksud pak Siswanto..duuuh..
Kenapa ga sm Budiono saja ya Retno..yg sama2 lajang..toh nanti jg ada cucu...malah jd istri kedua..tentu kaget..mngkin marah..geram..malu..apalagi alasannya itu...๐ ๐
Siapa gadis yg akn menolong Yudi?..Retnokah yg diantar Budiono menemui Yudi???
Lanjutannya besok lagiii...
Salam sehat selalu dan aduhaii bu ๐๐๐ทTien..
Sami2 Ibu Maria
ReplyDeleteADUHAI deh
Alhamdulillah.. Terima kasih mbak Tien Cerbung Bukan Milikku Eps 08 sudah tayang. Salam sehat selalu dan salam hangat dari Tangerang
ReplyDeleteSami2 Pak Wedeye
ReplyDeleteSalam ADUHAI
Sami2 Mas Dudut
ReplyDeleteSalam hangat
Sampun tayaaang... alhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun buuu
Sami2 Ibu Nien
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk BMnya
Wahyudi ketemu siapa ya,,kok malah ambruk
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien,
Dan Salam ADUHAAII ๐ค๐
Sami2 Ibu Ika Laksmi
DeleteADUHAI
Salam Aduhai.Alhamdulillah & Maturnuwun Cerbungipun
ReplyDeleteSami2 Pak Herry
DeleteADUHAI
Makasih Bunda untuk cerbungnya.Met malam dan met istirahat.Salam sehat dan tetap ADUHAI
ReplyDeleteSami2 Mas Bambang
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
Terimakasih BMnya bunfa Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Dalam sehat dan aduhai
Sami2 Ibu Salamah
DeleteAamiin
ADUHAI
Alhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien, mugi tansah sehat,
Salam ADUHAI.
Sami2 Ibu Isti
DeleteAamiin
ADUHAI
Trimakasih bu Tien. Alhamdulillah sampun tayang. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 Ibu Endang
DeleteSalam sehat
Alhdulillah BM 08 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien,semoga Ibu selalu sehat dan bahagia bersama keluarga
Salam ADUHAI
Sami2 Ibu Ting
DeleteAamiin
ADUHAI
Witing tresno jalaran soko kulino.
ReplyDeleteGadis yg menolong Yudi mungkin akan bisa menghibur dan mengobati luka hati.
Budiyono yg baik dan ingin menemani Retno lama2 bisa saling cinta juga.
Liku2 hidup yg ditulis ibu Tien luar biasa... Tegang... Sedih... Pilu... Terhibur... Ini yg bikin penasaran untuk dibaca.
Matur nuwun ibu Tien, semoga selalu sehat semangat.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteAamiin
ADUHAI deh
Alhamdulilah, BK08 sudah bisa dinikmati, salam sehat selalu dan Aduhai teruntuk bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan ADUHAI Ibu Komariyah
DeleteAlhamdulillah .hadir sby...sehat2 ya bu Tien ..hayo sapa wanita yg nolong Wahyudi apa dia yg akan jadi istri yudi ..kasian yaa Retno cinta yg tak akan bisa bersatu dan dasar Kastomo ma Siswanto si biang kerok
ReplyDeleteHayooo.. ADUHAI deh
Deletealhamdulillah
ReplyDeletesehat selalu bu Tien๐
Aamiin
DeleteTerimakasih Ibu Nanik
Trims Bu Tien udah menghibur
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteAlhamdulillah BM sdh hadir..
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien..
Sehat selalu ya..
Salam *ADUHAI*
Sami2 Ibu Nina
DeleteADUHAI
Pinisirin simi ciritinyi... mikisih...bu Tien...
ReplyDeleteSimi2 jing dokter Dewi
DeleteIDIHAI dih
Hahaaa... jeng dokter bisa lucu ah
Diakah gadis pengganti sosok Retno yg dihadirkan mb Tien utk menemani Yudi? smg... slm seroja sll utk mb Tien dan para pctk๐
ReplyDeleteSalam ADUHAI jeng Sapti
DeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu.
Aduhai
Sami2 Ibu Sul
DeleteADUHAI
๐๐ข๐ฉ ๐ค๐ฆ๐ณ๐ช๐ต๐ข๐ฏ๐บ๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ณ๐ช๐ฌ, ๐ต๐ข๐ฑ๐ช ๐ด๐ข๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฑ๐ถ๐ต๐ถ๐ด. ๐๐ข๐ณ๐ถ๐ด๐ฏ๐บ๐ข ๐ต๐ข๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ด๐ฆ๐ฎ๐ข๐ญ๐ข๐ฎ ๐ช๐ต๐ถ ๐ฅ๐ถ๐ข ๐ด๐ฆ๐ณ๐ช ๐บ๐ข...
ReplyDelete๐๐ฆ๐ณ๐ช๐ฎ๐ข ๐ฌ๐ข๐ด๐ช๐ฉ ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฌ ๐๐ช๐ฆ๐ฏ....
๐๐ฃ๐ข๐ฌ ๐๐ช๐ฆ๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฉ๐ฆ๐ฃ๐ข๐ต...
Sami2 KP LOVER
DeleteHeheee.. kalau semalam dua kali, nanticepat selesai dong
ADUHAI deh
Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Assalamualaikum wr wb. Siswanto manusia jahat banget yg tdk ada tandingannya. Mengapa hrs memilih Retno, bukan wanita lain, klo hanya ingin memperoleh cucu. Sementara Sapto manusia kardus yg tdk punya hati. Kartomo manusia penjilat yg mau saja menjual anaknya Retno, demi uang uang dan uang, dasar manusia bejat. Bikin penasaran untuk mengikuti lanjutan ceritanya. Semoga Retno terselamatkan dari orang orang jahat yg ada di sekelilingnya termasuk bu Siswanto serigala berbulu domba. Maturnuwun Bu Tien yg sdh begitu apik membuat cerita yg penuh kekerasan, tapi tetap menarik. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
Matur nuwun pak Mashudi
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien..
ReplyDeleteSemoga bu Tien sekeluarga sehat selalu..
Salam aduhai
Ketampi buu... matur nuwun
ReplyDeleteSemoga ibu Tien sehat selalu.....aduhai....salam santun...
ReplyDelete