MEMANG KEMBANG JALANAN
41
(Tien Kumalasari)
Desy tak berani berucap. Ia sungguh khawatir Ibunya
akan teringat kembali luka yang pernah menyakitinya. Beberapa saat mereka
terdiam, lalu Desy beranjak berdiri.
“Ibu, maafkan Desy ya.”
Tindy tersenyum lembut, lalu mengangguk.
Desy beranjak kebelakang.
“Mbak Desy, minumnya Simbok taruh di ruang tengah,
soalnya tadi pas kedepan, Mbak Desy sedang bicara serius sama Ibu,” kata Simbok
dari arah belakang.
“Iya Mbok, nanti aku minum. Sekarang mau mandi dulu,”
kata Desy yang langsung masuk ke dalam kamarnya.
Belum adanya jawaban dari Ibunya, membuatnya sedikit
kecewa. Seandainya Tindy berkata ‘ya’ maka Desy akan terus merayu ayahnya agar
mau pulang ke rumah. Tapi tak ada jawaban itu bukan berarti tidak. Ya kan? Desy
masuk ke kamar mandi dengan perasaan masih berharap.
Sementara itu Tindy masih terpaku di teras. Ia
bukanlah seorang yang berhati buruk. Alangkah mudah untuk memaafkan, dan dia
sudah memaafkan suaminya. Namun luka yang ditorehkannya ternyata masih
meninggalkan perih dan nyeri.
“Aku masih manusia,” bisiknya lirih.
Tindy turun dari teras, berdiri di halaman. Dilihatnya
langit berlatar biru yang dipenuhi bintang-bintang. Dan bintang-bintang itu
adalah saksi ketika janji-janji manis dibisikkan ke telinganya. Ketika keduanya
berayun dalam alunan cinta yang membara. Ketika angin dingin yang menyapa tak
membuat mereka beku menggigil. Bukankah cinta itu hangat dan menghanyutkan?
Tapi janji adalah janji. Tak ada halangan ketika seseorang mengingkarinya. Yang
ada adalah pedih perih karena keingkaran itu menggoreskan luka yang
berdarah-darah.
“Hai, apa katamu ketika janji-janji itu ternyata
palsu?” sapanya kepada bintang-bintang yang terus saja berkedip tanpa lelah.
Tindy membalikkan tubuhnya, karena kali ini angin
malam yang dingin itu benar-benar membuatnya menggigil. Ia naik ke teras, lalu
masuk ke dalam rumah.
Lalu ia duduk di ruang tengah. Dilihatnya secangkir
teh yang masih hangat, utuh belum disentuh.
Ketika Desy keluar setelah mandi dan berganti pakaian, Tindy masih duduk
merenung.
“Ini minuman Desy bukan Bu?”
“Sepertinya iya. Minumlah.”
Desy meneguk minumannya.
“Tutut kok lama ya?” gumam Tindy.
“Tutut ada di rumah sakit bu,” Desy meletakkan
cangkirnya yang telah kosong.
Tindy menatap Desy.
“Maaf Bu, Desy yang memintanya, agar dia menggantikan
Desy. Sekarang Desy akan menjemputnya.”
“O ….”
“Jadi tadi Tutut berbohong. Bilang mau ke rumah
temannya, ternyata ke rumah sakit,” kata batin Tindy, tapi tak ada rona marah
di wajahnya. Ia mengerti kenapa anak-anaknya melakukannya. Hal itu mereka
lakukan hanya untuk menjaga perasaan ibunya.
“Mas Danarto akan pulang sebentar untuk mengambil baju
ganti setelah Desy kembali ke sana. Malam ini mas Danarto akan tidur di rumah
sakit,” terang Desy tanpa ditanya.
Tindy hanya mengangguk pelan.
“Desy berangkat ya Bu, nanti pulang bersama Tutut,”
pamitnya sambil mencium tangan Ibunya.
Lagi-lagi Tindy hanya mengangguk. Ada yang ingin
dikatakannya, tapi hanya terhenti di bibirnya. Ia berdiri dan beranjak ke
teras, dan tetap tak mampu berucap, sampai mobil Desy menghilang di balik
pagar.
Tindy kembali masuk ke rumah, dengan perasaan yang
tiba-tiba menjadi gelisah.
***
Ketika Desy kembali memasuki ruang rawat ayahnya,
dilihatnya Tutut masih berbincang dengan Danarto. Lalu Desy menyesal, mengapa
Danarto tidak dimintanya pulang saja sementara ada Tutut yang menunggui
ayahnya.
“Sudah mandi ?” tanya Danarto.
“Sudah dong, sekarang mas Danar boleh pulang.”
“Baiklah, aku tak akan lama. Hanya mengambil baju
ganti.”
“Lama juga nggak apa-apa, kan disini ada aku sama
Tutut?” kata Desy.
“Jangan lupa mandi juga,” sela Tutut.
“Aku bau asem ya?” tanya Danar sambil mencium bajunya.
“Bukan asem. Apek,” canda Tutut.
“Tutut!” Desy mencubit lengan adiknya.
“Auww, sakit tahu."
“Kamu bercandanya sering kelewatan.”
“Nggak apa-apa, namanya juga bercanda. Ya kan Tut.
Baiklah, aku cabut, dan janji, saat kembali aku pasti sudah wangi,” kata
Danarto sambil tersenyum.
Tutut tersenyum sambil mengacungkan kedua jempolnya.
“Dia itu menyenangkan,” kata Tutut setelah Danarto
pergi.
“Apa dari tadi Bapak masih tertidur juga?” Desy
mengalihkan pembicaraan.
“Tadi bangun sebentar, minta minum, lalu tidur lagi.
Kata perawat yang tadi kesini untuk menggantikan infus, itu memang pengaruh
dari obatnya. Efeknya ngantuk.”
“Iya. Tapi dengan tidur bisa mengurangi rasa
sakitnya juga.”
“Bagaimana Ibu? Mbak sudah bicara tentang sakitnya
Bapak?”
“Sudah.”
“Apa kata Ibu?”
“Tidak banyak. Ketika aku bertanya, apakah boleh
seandainya Bapak pulang ke rumah, Ibu juga tidak menjawab.”
“Ibu sangat benci sama Bapak.”
“Barangkali bukan benci, tapi masih terluka. Kita tak
bisa memaksa Ibu, kita harus bersabar.”
Ketika Danarto datang, ia juga membawa makanan yang
dibelinya dari warung.
“Wah, benar-benar sudah wangi,” celetuk Tutut sambil
mengacungkan jempolnya.
Danarto tersenyum sambil membalas dengan acungan
jempol juga.
“Ini apa mas? Kok bawa macam-macam?”
“Ini makanan, ayo kita makan dulu, aku mampir beli di
warung tadi.”
“Ya ampun Mas, untuk mas Danar saja, aku sama Tutut
kan bisa makan di rumah.”
“Masa cuma buat aku segini banyak? Ya enggak lah, aku
sudah beli, ayo di santap.”
“Wah, ini masakan padang. Ayo Mbak, dimakan dulu,
kasihan mas Danar sudah susah-susah beli untuk kita,” kata Tutut sambil membuka
bungkusannya.
“Nah, gitu dong.”
“Baiklah, ayo kita makan,” kata Desy pada akhirnya.
Merekapun makan, sambil sekali-sekali melihat ke arah
Haryo yang masih terbaring sambil memejamkan mata.
“Mas Danar, sebenarnya aku sungkan, masa Mas Danar
yang nungguin Bapak disini?”
“Mengapa harus sungkan? Ini kan aku yang mau. Sudah,
kalian pulang saja sana. Ini sudah malam, nanti Ibu menunggu,” kata Danarto setelah mereka selesai makan.
“Terima kasih banyak ya Mas, besok pagi-pagi sekali aku pasti sudah datang kemari.”
“Aku setelah kuliah juga akan kemari. Semoga Bapak
sudah semakin membaik,” sambung Tutut.
***
Sudah empat hari Haryo dirawat, lebam-lebam di
wajahnya sudah hampir tak kelihatan. Hanya terlihat samar, tapi mata sebelah
kirinya tidak bisa melihat sempurna. Dokter mata yang memeriksanya mengatakan
bahwa ada luka didalamnya. Tampaknya ada benda keras mengenai matanya. Menurut
dokter, mata Haryo harus di operasi. Tapi dokter itu mengatakan bahwa
kemungkinan untuk pulih sangat sulit, karena kornea matanya rusak. Karena
itulah Haryo tidak mau dioperasi.
Desy sangat sedih mendengarnya.
“Apakah tidak ada cara lain untuk memulihkan
penglihatan Bapak?”
“Bisa, kalau ada yang mau mendonorkan matanya. Tapi donor mata hanya bisa didapat dari orang
yang sudah meninggal,” kata sang dokter
dengan tatapan prihatin.
Haryo tak
tampak sedih mendengarnya. Ia justru meminta agar Desy dan saudara-saudaranya
tak usah bersedih.
“Jangan memikirkan Bapak. Biarlah mata Bapak buta
sebelah. Masih ada satu mata lagi yang bisa melihat. Untuk apa kalian bersedih?”
Air mata Desy berlinang. Tutut menubruk ayahnya dan
menangis didadanya. Betapapun jahat kelakuan ayahnya, tapi mereka adalah darah
dagingnya. Sedikitpun luka mereka akan tetap merasakan perihnya.
“Mengapa kalian ini? Biarlah semua ini menjadikan hukuman bagi Bapak. Kaki lumpuh, mata buta, itu kan tidak seberapa? Bapakmu ini masih hidup, bukankah harus disyukuri? Bapak merasa berdosa pada kalian. Bapak tidak peduli pada kalian. Dan satu lagi, Bapak juga berdosa kepada Ibu kamu. Tolong katakan, Bapak minta maaf,” kata Haryo sambil mengelus kepala Desy dan Tutut bergantian. Tak urung mata tua itu juga tergenangi oleh air mata. Ada haru yang menyesak, menyadari betapa anak-anaknya masih menyayanginya.
Terbayang kembali saat ia meninggalkan rumah,
mata-mata mereka menatapnya dengan penuh amarah dan kebencian. Namun ternyata,
cinta dihati mereka masih ada. Haryo merasa dirinya begitu kecil dimata
anak-anaknya. Tapi penyesalan selalu datang terlambat. Ia merasa tak ada yang bisa
memperbaiki semuanya. Hidupnya sudah hancur. Namun begitu, ia tak ingin
terlihat lemah dihadapan anak-anaknya. Ia selalu berusaha tabah, dan terlihat
kuat menghadapi semuanya.
***
Hari itu Danarto harus berangkat ke Jakarta. Walau
terasa berat meninggalkan Desy yang disayanginya, dan berat karena tidak lagi
bisa ikut menemani Haryo, tapi dia harus berangkat. Desy selalu memberi
semangat agar kejadian tentang ayahnya tidak menghambat kepergiannya demi
memperdalam ilmunya.
“Mas jangan memikirkan Bapak, karena masa depan Mas
sangat penting untuk diraih, bukan?” katanya ketika mengantarkan Danarto ke
bandara.
“Baiklah. Kamu harus hati-hati, dan merawat Bapak
dengan baik.”
“Tentu mas. Doakan ya, agar Bapak segera pulih.”
“Aku selalu mendoakannya. Dan satu yang tak kalah
penting adalah, bahwa kamu harus tahu bahwa aku selalu menunggu terbukanya hati
kamu.” Katanya sambil menatap Desy penuh arti.
“Ah ….”
“Aku serius.”
“Iya, aku tahu.”
“Saat malam tiba, carilah sepotong rembulan , tataplah
rembulan itu, aku akan menatap rembulan yang sama. Kita akan berbicara,
rembulan itu yang akan menyampaikannya.”
“Ah ….”
Ingin rasanya Danarto mendekap gadis yang dicintainya,
merengkuhnya erat dan tak ingin melepaskannya. Tapi rupanya ia memang harus
menunggu sampai saat itu tiba. Saat ada pintu terbuka dan dia diijinkan masuk
ke dalamnya.
***
“Danarto sudah berangkat?” tanya Haryo ketika Tutut
berada di sampingnya.
“Sudah, hari ini, Mbak Desy mengantarkannya.”
“Bapak senang, kalau mas Danarto menjadi menantu Bapak?” lanjut Tutut.
“Danarto laki-laki yang baik. Tapi kakakmu belum
membukakan hati untuknya.”
“Mbak Desy hanya ketakutan.”
“Bapak tahu. Dia berkaca pada kelakuan Bapak.”
“Apakah semua laki-laki akan melakukan hal yang sama?”
“Kamu harus tahu, itu tidak benar. Ada orang yang terperosok
karena melangkah melalui jalan yang berlubang dan kotor. Tapi ada orang yang
berjalan dengan aman, karena melalui jalan yang lurus dan tertata. Kamu tahu
maksud Bapak?”
Tutut mengangguk. Sungguh ia kasihan sekali melihat
penderitaan ayahnya. Benarkah ayahnya begitu kuat dan tabah seperti yang selalu
diperlihatkannya?
“Kamu tidak usah menunggui Bapak setiap hari. Kakakmu
setiap hari ada disini, dan terkadang dia juga jaga malam. Keadaan Bapak sudah
semakin membaik.”
“Bapak akan segera sembuh. Bapak akan pulang ke rumah
Ibu bukan?”
Haryo tersenyum. Mengelus kepala Tutut dengan lembut.
“Mau kan?”
Haryo menggeleng lemah.
“Bapak punya rumah.”
“Siapa yang akan merawat Bapak? Perempuan itu sudah
tidak peduli sama Bapak bukan?”
“Bapak bukan anak kecil, jangan menghawatirkan Bapak.”
“Bapak akan berjalan dengan kursi roda, bapak tidak
bisa sendiri.”
“Mengapa tidak? Percayalah Bapak akan bisa.”
“Bapak ….” Tutut kembali menitikkan air mata.
“Bapak bisa. Sudah, tangis kamu malah membuat Bapak
sedih. Bapak tidak apa-apa.”
Dan selalu begitu setiap kali Desy dan Tutut
membujuknya. Mereka selalu membujuk ayahnya, walau sang Ibu belum memberikan
lampu hijau, atau belum menjawab apapun saat mereka membicarakannya.
***
“Ini pengalaman Ana yang paling buruk,” keluh Ana
ketika pulang ke rumah ibunya.
“Kamu tidak boleh berhenti hanya karena pengalaman
itu.”
“Ana takut Bu. Kemarin harus berurusan dengan polisi,
karena orang-orang yang melakukan penganiayaan sama pak Haryo itu sudah
tertangkap.
“Apa majikannya juga ditangkap?”
“Tidak, tampaknya mereka tidak menyebut nama majikan
mereka, dan itu adalah perjanjian diantara mereka. Aku dibayar untuk bungkam,
dengan harus mengatakan tidak mengenal laki-laki tua itu. Aku kan memang tidak
mengenalnya?”
“Jadi orang-orang itu rela dihukum, dengan menutupi
nama majikan mereka?”
“Mereka mengaku tukang pukul bayaran yang tidak
mengenal siapa yang membayar mereka. Dia itu orang berharta yang bisa melakukan
apa saja. Aku bahkan tidak tahu namanya, dan dia hanya menyuruh aku memanggilnya
‘tuan’.
“Ya sudah, lain kali kamu harus berhati-hati.”
“Kejadian itu membuat aku selalu was-was.”
“Kamu tidak boleh berhenti. Ingat, tabungan kamu belum
banyak.”
“Mbak Endah berkenalan dengan orang kaya, yang katanya
akan menjadikannya isteri, dan melarangnya melayani laki-laki lain.”
“Apa? Dan kakakmu menyanggupinya?”
“Entahlah, setiap hari mbak Endah bersamanya. Tapi
menurut aku, lebih baik begitu.”
“Apa laki-laki itu akan menjamin hidup kakakmu?”
“Kalau aku pasti akan langsung mau. Soalnya dia
menjanjikan rumah, mobil, pokoknya semuanya menyenangkan.”
“Nanti kakakmu pasti akan bicara sama Ibu. Terserah saja,
asal bisa hidup enak dan tidak kekurangan. Dan yang penting, harus memikirkan Ibu
juga.”
“Kalau Mbak Endah dinikahi laki-laki itu, aku mau
berhenti saja.”
“Kamu tidak boleh berhenti, kecuali ada yang akan
menjadikanmu isteri. Dan dia harus kaya. Jangan sampai hidup kamu kekurangan.”
***
Sebulan lamanya Haryo dirawat. Hari itu Haryo boleh
pulang. Ia bangun dan dengan kursi roda yang sudah siap di dekatnya, berjalan
ke arah kasir. Dia heran karena tak pernah ada tagihan atas perawatannya,
sementara anak-anaknya juga merasa belum pernah membayarnya. Barangkali karena
anaknya co-ass disitu, lalu mereka membiarkannya sampai saat dia pulang. Itulah
yang dipikirkan Haryo.
Tapi ketika Haryo sampai di depan loket kasir, mereka
menjawab bahwa semua beaya perawatannya telah dibayar lunas. Haryo tertegun.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah MKJ tayang
ReplyDeleteSelamat mbk Wiwik juara 1
DeleteJuaranya jeng Wiwik, sementara saya lagi cari info dakitnya pa Christnamurti...
DeleteSelxmat ya....
DeleteAlhamdulillah MKJ_41 sudah tayang.
Matur nuwun bu Tien..
Salam SEROJA dan tetap berkarya. Sehat terus dan terus sehat ya bunda ...
Salam ADUHAI...
Manusang bu Tien, MKJ sdh tayang slm sehat tetap cemungud.
DeleteMaturnuwun mbk Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah.. Tks bunda
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah datang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien ๐๐น๐น๐น
Alhamdulillah..
ReplyDeleteYang kutunggu hadir juga…๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ41 sdh tayang.
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Alhamsulillah MKJ 41 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda sekeluarga selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk MKJnya
Segera dibaca,,,
Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien dan sehat selalu Alloh SWT senantiasa melindungi kita semua Aamiin...
ReplyDeleteSalam ADUHAI..
Alhamdulillah MKJ 41 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun bunda Tien MKJ 41.
ReplyDeleteBunda Tien sehat selalu nggih.
Salam ADUHAI saking Klaten.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteSuwun ibu.
Semoga bu Tien tansah pinaringan sehat dan tetap menghibur
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien senantiasa sehat... Salam... ๐๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah.... gasik, slmt malam bu Tien, sehat2 selalu njih... salam aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu ya
ReplyDeleteAlhmdllh.... terima kasih....
ReplyDeleteAlhamdulillah.. yang ditunggu sudah datang, mksh bunda Tien. Salam sehat selalu dan ah.. aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang awal. Alhamdulillah Haryo sudah bisa pulang..dan sepertinya Tindy yg membayar. Syukur alhamdulillah, bu Tien selalu setia membuat cerita.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ~41 sudah hadir... maturnuwun Bu Tien ๐
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasi bunda Tien
Aduhai
Orang menabur akan menuai..top markotop Bu cantik salam sehat selalu Amin YRA ๐ mr wien
ReplyDeleteAlhamdulillah … terima kasih bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu …
Anak" sangat sayang dg ortunya usaha mengajak pa Haryo plg kerumah blm ada kepastian dari Tindy siapakah yg melunasi biaya RS Tindy terluka hatinya karena beliau tetaplah manusia.Sementara Nina dan anaknya tetap merasa bahwa mereka hrs mencari uang dg cara apapun
ReplyDeleteYg byr siapa ya Bu tindy atau Danarto woii bikin penisirin Bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien sudah menghibur
Sehat2 Bu Tien
Alhamdullilah MKJ sdh tayang.. Terimaksih y bunda.. Slmsayang dan sehat sll dr sukabumi๐๐๐ฅฐ๐ฅฐ
ReplyDeleteAlhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSenantiasa sehat,Aamiin.
Alhamdulilah tks bu tien, met .slam met istirahat ...kasian pak haryo mendapatkan pelajaran agar insyaf dan jembali ke keluarga...salam ah dan aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemangat sehat
Salam aduhai dari Jogjakarta
Alhamdulillaah MKJ 41 tayang
ReplyDeletePastinya yg membayar biaya haryo danarto, ayo mas danarto semangat gaet desinya sampai dapat
Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien MKJnya
ReplyDeleteSalam sehat selalu dr bekti
Makasih bu Tien.. Aduhai,yg bilang aku masih manusia sesungguhnya berhati malaikat. Pasti Tindy yg mem
ReplyDeletebayar RS
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Maturnuwun mkj41 sudah tayang, sehat selalu, salam aduhai ah.
ReplyDeleteHallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI AH ....
Alhamdulillah..yg di tunggu sdh hadir. Terima kasih Ibu Tien.. Sehat selalu.. Salam Ah Aduhai... Dari Mbu Nina di Karawang..
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 41 sdh hadir
ReplyDeletesemakin penasaran cerita lanjutannya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan sukses selalu.
Aamiin
Salam ADUHAI selalu
Endah akan mengikuti jejak ibunya ya, dipersunting orang kaya. Ayo Ana, ikuti langkah kakakmu, biar hidup mewah berkecukupan. Begitu kan cita"mu...Ah.
ReplyDeleteSiapa ya yang telah membayar biaya rumah sakit, istrinya apa calon menantu...AH.
Salam sehat Ah untuk mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Selamat malam, mb Tien. Maturnuwun..
ReplyDeleteBisa tidur nyenyak
Salam sehat nan aduhai mb Tien
Yuli Semarang
.
Maturnuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat sll
Matur nuwun sanget bu Tien MKJ sampun tayang.
ReplyDeleteMugi Ibu tansah sehat..
Episode yang sangat bagus...
Haryo telah sadar bahwa ini adalah hukuman atas perbuatannya...
Akankah Tindy bisa menerima Haryo kembali..dia mohon maaf melalui putrinya...
Salam aduhai..
Horeee...
ReplyDeleteSalam sehat selaluu
Yaa klu anak ttp lah klu istri yg sakit wajar malah hra๐คญ๐คญ๐คญ๐คฒlaki2 salah klu sdh tua br mikir ya... wah gak semua juga gitu kok ya..banyak yg setia ..walau๐คญtrima kasih Bu Tien...sehat selalu๐คญ๐คญ๐คญ☝️
ReplyDeleteAlhamdulllah MKJ Eps 41 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat dari Tgr.
๐๐ฅ๐ก๐๐ฆ๐๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฅ๐ฅ๐๐ก ๐๐๐ 41 ๐ญ๐๐ฒ๐๐ง๐ ๐ฆ๐๐ญ๐ฎ๐ซ ๐ฌ๐ฎ๐ฐ๐ฎ๐ง ๐๐ฎ ๐๐ข๐๐ง ๐ฌ๐๐ฆ๐จ๐ ๐ ๐๐๐ฎ ๐ฌ๐๐ฅ๐๐ฅ๐ฎ ๐๐ข๐ค๐๐ซ๐ฎ๐ง๐ข๐๐ข ๐ค๐๐ฌ๐๐ก๐๐ญ๐๐ง ๐๐๐ง ๐ค๐๐๐๐ก๐๐ ๐ข๐๐ง ๐จ๐ฅ๐๐ก ๐๐ฅ๐ฅ๐๐ก ๐๐๐.
ReplyDelete๐๐ข๐ญ๐ ๐ญ๐ฎ๐ง๐ ๐ ๐ฎ ๐ฌ๐๐ฃ๐ ๐ค๐๐ฅ๐๐ง๐ฃ๐ฎ๐ญ๐๐ง๐ง๐ฒ๐ ๐๐ฉ๐๐ค๐๐ก ๐๐๐ซ๐ฒ๐จ ๐๐ค๐๐ง ๐๐๐ฅ๐ข๐ค ๐ค๐๐ฆ๐๐๐ฅ๐ข ๐ค๐๐ซ๐ฎ๐ฆ๐๐ก ๐ง๐ฒ๐ ๐๐๐ซ๐ฌ๐๐ฆ๐ ๐๐ข๐ง๐๐ฒ ๐๐ญ๐๐ฎ ๐ญ๐ข๐๐๐ค...๐๐
Alhamdulillah,
ReplyDeleteSuwun Bu Tien..,salam sehat selalu. ๐
Wow kambing hitam di tangkapin, sudah sebulan bener-bener di jorkan saja, kemungkinan dhuwit nya yang mewakili hadir.
ReplyDeleteKeluar rumah sakit sendirian saja, tanpa ada yang tahu, tak ada lambaian selamat jalan, hanya dibungkus plastik obat yang dibawakan ada tertulis semoga cepat sembuh.
Adakah kejutan yang akan Haryo temui, dihari kebebasan bersyarat, karena akan datang kembali bila ada keluhan lanjutan, yang didapat hanya ada pesan cara minum obat yang dibawakan.
Danar tetep pada harapan nya, berharap Desy membuka hati untuk nya.
Sungguh pun ada tanda-tanda dia menerima, masih samar tanda itu.
ADUHAI
Tersampaikan kah permintaan maaf seorang Haryo, akankah petualangan nya berhenti.
Pencari pesugihan masih merasa belum cukup, instruksi bertahan dalam posisi masing-masing sudah diperintahkan.
Strategi pengelakan mulai di tata, demi keamanan kandang bรจbรจk beserta kru nya.
Walau was was tapi harus berlanjut.
Begitu lah bunyinya.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh satu sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta ๐
Nanaaang
DeleteADUHAI MR CRIGIS
AAMIIN doanya ya
Terima kasih Ibu, salam aduhai dari Pasuruan
ReplyDeleteSami2 Ibu Mundjiati
DeleteADUHAI AH
Ah...Danar kali ya yg bayar.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Sami2 Ibu Sul
DeleteSalam hangat dan ADUHAI AH
Maturnuwun mbak Tien MKJ41nya..
ReplyDeleteDuuuh...aduhai bangeeeet..
Percakapan anak2 dengan bapaknya yg sakit..
Tindy betuu...'aku masih manusia' yg punya perasaan..๐ฐ
Siapa yg membayar biaya RS?..Danarkah..?
Lanjuut besok lagii..
Salam sehat selalu dan aduhaiii mbak Tien..๐๐๐น
Sami2 Ibu Maria
DeleteADUHAI AH
Makasih BUNDA MKJ nya yg selalu ditunggu dah tayang.
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat
Sehat selalu Bunda sekeluarga dan salam ADUHAI
Sami2 Mas Bambang
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Matur nuwun, mbak Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu, nggih ...
Sami2 Ibu Purwani
DeleteSalam sehat dan ADUHAI
๐ป๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ ๐ป๐๐๐. . .
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteTrmksh mb Tien sdh memberikan hiburan pada para pctk.. semakin aduhai penasarannya.
ReplyDeletesiapa yg membyr biaya rs bisa :
1. bpjs sbg tenaga pengajar pasti punya jaminan kesehatan
2. calon mantu danarto wlu blm dpt lampu hijau dr desy br sinyalnya sj
3. tindy? istri sah yg disia siakan tp kata org tega larane ora tega patine apa terbalik ya?
yg pasti tunggu sj kmn mb Tien membw mkj ini apakah kembali kpd keluarga inti? hanya mb Tien yg tahu? ditunggu... slmt tidur ditemani hjn yg blm berhenti sejak sore td๐
Apa kabar jeng Sapti ?
ReplyDeleteADUHAI AH, Lama sekali nggak komen
Trimakasih B Tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Endang
DeleteMatur suwun bu Tien, MKJ sdh tayang semakin penasaran. Apayg akan terjadi selanjutnya. Sehat selalu dan salam ADUHAI.
ReplyDeleteSami2 Ibu Handayaningsih
DeleteADUHAI AH
Matur nuwun bunda Tien...mohon maaf agak lama tidak hadir di blok.
ReplyDeletelagi meng-umekkan diri ini bun..๐
Salam sehat selalu dan makin ADUHAI njih bun..
Sami2 Ibu Padmasari
DeleteIkut umek dong.. masak enak ya?
Assalamualaikum wr wb. Siapakah yg melunasi beaya perawatan Haryo di RS....Ana hampir kena batunya dan Endah berada di tepi jurang (kebahagiaankah...kesengsaraankah...), saya sabar menunggu kelanjutannya, dgn rasa penasaran....Maturnuwun Bu Tien ceritanya apik, seru, berkelana tentang jalan hidup dan kehidupan tiap orang yg berbeda satu dgn lainnya dan bisa dijadikan pelajaran hidup. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin karya Bu Tien menjadi amal ibadah yg berpahala. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
DeleteAamiin ya Robb
Matur nuwun pak Mashudi
Desi kemana Tutut tidak tahu kl.pa Haryo hari ini pungan? Pa Haryo kok plg sendirian naik kursi rosa
ReplyDeleteWah, makin aduhai bun.
ReplyDeleteWoow....sdh seri 41..
ReplyDeleteHampir sebulan gak sowan dimari ngikuti cerita pak Haryo, b Tindy dll...
Jadinya agak ngelembur juga bacanya.... hehehe...
Salam sehat penuh semangat dari Rewwin, bu Tien...๐ฟ
Matur trngkiu,.mbak Tien, salam.ADUHAI
ReplyDelete