MEMANG KEMBANG JALANAN
40
(Tien Kumalasari)
“Kamu menangis?” lirih Haryo sambil membuka matanya,
ketika mendengar isak Desy.
“Sebaiknya Bapak pulang, supaya ada yang merawat Bapak,”
Desy terisak.
“Bapak bukan anak kecil. Jangan khawatir. Bapak punya
rumah sendiri,” kata Haryo sambil menggenggam erat tangan Desy.
Desy ingin mengatakan sesuatu, tapi Haryo sudah
memejamkan matanya kembali. Desy mengusap air matanya.
Danarto mendekat, memegang bahunya lembut.
Desy menatapnya, dengan pandangan penuh terima kasih
karena Danarto selalu mendukungnya.
“Mas, kamu pasti capek, pulanglah.”
“Kamu yang harus pulang, biarlah aku yang menunggui
Bapak.”
“Mana bisa begitu Mas.”
“Bisa dong Des, ayolah, kamu juga tidak boleh capek.”
“Nggak apa-apa Mas, ini demi Bapak. Saya nggak enak
sama kamu, karena terlalu banyak merepotkan kamu.”
“Siapa bilang aku repot. Ini juga demi Bapak … calon …
mertua aku,” kata Danarto sambil tersenyum penuh arti.
“Ah ….”
Desy memalingkan pandangan ke arah lain. Lama-lama cara
Danarto memandangnya juga membuatnya berdebar aneh. Tapi selalu saja Desy
mengatakan, bahwa itu bukan cinta. Perasaan itu sangat menakutkannya, soalnya
ia merasa bahwa dari perasan itu pasti akan diteruskan ke arah berkeluarga,
yaitu menikah dan seterusnya. Danarto bukannya tak bisa menangkap sikap Desy kepadanya.
Dia juga menduga, bahwa kejadian yang dialami orang tuanya lah yang membuatnya
ragu mengakui perasaannya kepada dirinya.
“Aku akan bersabar,” kata itu dibisikkannya ke telinga
Desy, kemudian dia kembali duduk di sofa, menatap Desy yang masih memegangi
tangan ayahnya.
Desy juga bukannya tak mengerti akan kenekatan niat Danarto. Ia tak akan surut walau Desy tak pernah memberinya harapan.
Agak lama Desy terdiam dalam lamunannya, lalu tiba-tiba Danarto datang dengan membawa makanan.
“Makan dulu Des, sejak pagi kamu belum makan.”
“Kapan kamu beli semua ini Mas?”
“Barusan aku keluar, karena merasa lapar, dan aku yakin bahwa
kamu juga pasti lapar.”
Desy melepaskan pegangan ayahnya pelan. Tak bereaksi,
berarti Haryo sudah benar-benar tertidur. Desy bangkit ke arah sofa, lalu
menikmati makan yang dibawakan Danarto. Sesungguhnya memang mereka lapar. Lalu
dimakannya semua yang terhidang dengan lahap.
“Kamu tidak ingin pulang dan mengabarkannya pada Ibu ?”
“Tapi ….”
“Biar aku menunggui Bapak disini.”
“Kasihan kamu dong Mas, kamu kan juga butuh istirahat.”
“Aku bisa tiduran di sofa. Di rumah juga tidak ada
yang menunggui aku. Aku juga sendirian, jadi apa bedanya di rumah sama disini ?”
“Kalau begitu nanti setelah makan aku mau menelpon
Tutut, biar dia datang kemari. Setelah datang aku mau pulang. Tapi kapan ya hasil
MRI itu keluar?”
“Sebentar lagi ada jam visite dokter Winoto, kita akan
tahu hasilnya.”
“Aku menunggu dulu saja ya, baru menelpon Tutut.”
“Ya, tapi habiskan dulu makanan kamu.”
***
Tutut sedang sendirian di teras, menunggu kakaknya
pulang, karena Desy bilang akan pulang sore. Tapi kemudian terdengar dering
panggilan telpon di ponselnya.
“Mbak Desy?” tanya Tutut heran.
“Kamu lagi dimana?”
“Di teras. Kenapa? Mbak nggak pulang?”
“Kamu sendirian atau ada Ibu disamping kamu?”
“Ibu lagi mandi. Ada apa?”
“Dengar, kamu harus datang ke rumah sakit sekarang.”
“Memangnya ada apa?”
“Bapak ada di rumah sakit.”
“Bapak?” Tutut berteriak.
“Ssst, pelankan suaramu. Aku ingin, ibu jangan tahu dulu, nanti aku yang akan bilang sama Ibu.”
“Bapak sakit apa?” Tutut merendahkan nada suaranya,
dan lebih pelan.
“Kamu datang saja, kamarnya aku kirimkan di WA ya.”
“Terus aku harus bilang apa sama Ibu? Kalau aku pergi
kan harus pamit.”
“Bilang saja mau ke rumah teman atau apa. Pokoknya Ibu
jangan tahu lebih dulu, kita belum tahu, bagaimana nanti reaksi Ibu.”
“Baiklah, aku segera ke sana.”
“Telpon dari siapa?” tiba-tiba Tindy sudah ada di
dekatnya.
“Ini Bu, dari teman. Tutut mau keluar sebentar ya Bu?”
“Kemana? Mau Ibu antar?”
“Nggak usah Bu, Tutut sendiri saja,” kata Tutut sambil
berdiri.
“Kemana sih?”
“Cuma ke rumah teman sebentar Bu,” kata Tutut sambil
berlalu.
Tindy duduk di teras, dia juga sedang menunggu Desy
yang katanya pulang sore. Tak lama kemudian Tutut keluar dan bersiap pergi.
“Tutut bawa mobilnya Mbak Desy ya Bu.”
“Ya, hati-hati.”
“Baik Bu,” Tutut mencium tangan ibunya dan berlalu.
“Bu, kopi hangat, saya taruh disini atau di ruang
tengah?” tiba-tiba Simbok keluar membawa nampan berisi secangkir kopi.’
“Disini saja Mbok, sambil menunggu Desy pulang.”
“Baiklah,” Simbok meletakkan cangkir di meja, tapi
ketika hendak berlalu, Tindy menahannya.
“Duduklah di sini Mbok, menemani aku.”
Simbok tersenyum, kemudian mengambil kursi kecil yang
ada diteras itu, dan duduk di sana.
“Tutut baru saja pergi, dan Desy belum pulang. Rasanya
sepi ya Mbok.”
“Iya Bu, itu sebabnya Ibu menyuruh saya menemani
bukan?”
“Iya Mbok.”
“Nanti, kalau putri-putri ibu sudah menikah, apalagi.
Kan mereka sudah dewasa, kalau di kampungnya Simbok umur seperti non-non cantik
itu pasti sudah punya anak semua.”
“Benar. Disini, anak-anak susah disuruh nikah. Desy itu,
sudah ada yang mendekati saja, masih susah menerima. Entahlah Mbok, bukankah
jodoh itu dari Sana yang menentukannya,” kata Tindy sambil menunjuk ke atas.
“Memang Bu.”
“Dan benar kata Simbok tadi, kalau anak-anak sudah
menikah, orang tua akan tinggal sendiri. Itu sudah kodrat dari Allah. Kita
hanya bisa mensyukurinya.”
“Sebenarnya, eh maaf ya Bu, saya ini pembantu kok
lancang. Nggak jadi Bu.”
“Lho, nggak jadi bagaimana sih Mbok? Kamu mau bicara
apa, bicara saja.”
“Takut ibu marah.”
“Tidak Mbok, kita kan keluarga. Simbok boleh kok
ngomong apapun yang ada didalam pikiran Simbok. Ayo katakan.”
“Ini … kan … tentang Bapak … “
“Oh, iya, kenapa memangnya?”
“Kalau saja Bapak ada, dan tidak tergoda oleh
perempuan itu, pasti Ibu tidak terlalu kesepian, karena ada seseorang yang
mendampingi.”
Tindy menghela napas berat.
“Mengapa harus menyesali sesuatu Mbok? Bahwa orang
hidup itu harus ikhlas menjalani apapun, itu benar. Karena kalau kita tidak
ikhlas, maka hidup kita tidak akan tenteram. Selalu saja diganggu oleh
penyesalan demi penyesalan. Alangkah akan tersiksa hidup kita.”
“Ibu itu sangat penyabar dan hebat. Bisa menjalani
semuanya dengan sangat baik, bahkan seperti tidak pernah terjadi apapun di
keluarga ini, walaupun kemelut datang menerpa.”
“Karena aku memiliki harta yang tidak ternilai Mbok,
anak-anakku. Aku kuat karena mereka."
“Iya Bu, itu benar.”
“Aku juga bersyukur memiliki Simbok yang dengan setia ikut
membesarkan anak-anakku, bahkan dengan perhatian dan kasih sayang yang sangat
besar.”
“Karena Ibu juga memberi perhatian yang sangat besar,
kepada Simbok yang hanya orang dusun tanpa derajat, apalagi pangkat.”
“Mbok, derajat itu sama di hadapan Allah. Yang membedakan
adalah perilaku kita. Biar punya pangkat setinggi langit kalau perilaku kita
nggak bener, derajatnya rendah di hadapan Allah. Tapi budi yang luhur adalah mulia
dihadapanNya. Itu sebabnya Simbok aku anggap sebagai keluarga aku, tanpa
mengingat Simbok itu siapa dan datang dari mana.”
“Terima kasih banyak ya Bu, Simbok merasa punya
keluarga disini.”
Tindy mengangguk dan tersenyum, lalu menyeruput kopi
yang dihidangkan Simbok dengan nikmat,
***
“Ada apa? Mana Bapak?” tanya Tutut gugup begitu masuk
ke ruang inap ayahnya.
Desy menunjuk ke arah tempat tidur ayahnya, lalu Tutut
mendekat pelan.
“Kenapa Bapak? Aduh, wajahnya matang biru begitu. Kecelakaan?
Dimana?” tanyanya bertubi-tubi.
“Ssst, pelan sedikit.”
“Kasihan Bapak, kenapa Mbak?”
“Dikeroyok orang di rumah makan.”
“Kenapa? Siapa melakukannya?”
“Nanti aku ceritakan. Bapak sedang tidur, ayo duduk
disana.”
Desy mengajak Tutut duduk di sofa, lalu menceritakan
semuanya. Wajah Tutut merah padam menahan marah.
“Sudah dilaporkan ke polisi ?”
“Polisi sudah menanganinya dan mencari pelakunya, tapi
kita tidak usah memikirkan itu. Yang harus kita pikirkan adalah Bapak.”
“Ajak Bapak pulang,” kata Tutut tandas.
“Aku sudah mengatakan berkali-kali pada Bapak, tapi tampaknya
Bapak belum mau.”
“Jadi masih pulang ke rumah perempuan itu?”
“Tampaknya tidak. Bapak bilang punya rumah sendiri.”
“Kalau Bapak sakit, siapa menemaninya?”
“Itulah yang membuatku prihatin.”
“Mengapa Mbak tidak ingin Ibu mendengar tentang Bapak?”
“Bukannya tidak ingin. Aku akan mengatakannya
pelan-pelan. Kita belum tahu bagaimana perasaan Ibu terhadap Bapak.”
“Apa Mbak akan pulang?”
“Aku akan pulang, itu sebabnya kamu aku suruh datang
kemari.”
“Aku nanti harus tidur di sini?”
“Mas Danarto katanya mau menemani Bapak.”
“Dokter Danarto? Apa dia disini ?”
“Dari tadi siang dia menemani Mbak disini. Sekarang
sedang menemui dokter yang menangani Bapak, dan bicara tentang hasil
pemeriksaan yang sudah dilakukan.”
“Kata dokternya bagaimana?”
“Ada sedikit trauma di kepala. Tapi itu tidak berat.
Yang agak berat adalah, bahwa kaki bapak yang sebelah kanan tidak bisa
digerakkan,”
“Lumpuh ?” Tutut berteriak lagi.
“Aduh, bisakah kamu bicara agak pelan?”
“Itu membuat aku terkejut.”
“Tapi dengan perawatan, ada kemungkinan bisa pulih.
Cuma saja untuk beberapa waktu mungkin Bapak tidak akan bisa berjalan dengan
normal. Mungkin harus dengan bantuan kursi roda.”
“Ya Tuhan, alangkah kejamnya orang-orang itu.”
“Itu mas Danar sudah kembali,” kata Desy.
“Tutut sudah datang?”
“Iya mas, Mbak Desy meminta aku segera datang. Tidak
mengira kondisi Bapak seperti ini.”
“Apa kata dokter Winoto?” tanya Desy.
“Ya seperti tadi ketika beliau datang kemari. Bapak
harus dirawat beberapa waktu. Tapi untuk kelumpuhan yang dialami, bisa nanti
dirawat jalan. Barangkali memerlukan waktu lebih lama. Besok Bapak harus
diperiksa ke dokter mata. Tampaknya ada luka didalam.”
“Ya Tuhan,” rintih Tutut sambil memeluk kakaknya.
“Kamu jangan menampakkan kepanikan kamu dihadapan
Bapak. Sekarang aku mau pulang dulu, nanti aku jemput kamu.”
“Baiklah, apakah aku akan bersama kakak ipar di sini?”
Danarto tertawa, tapi Desy melotot menatap adiknya.
“Tuh mas, mengapa mas Danar mau sama gadis galak
seperti dia?”
“Tidak, dia tidak galak kalau sama aku.”
“Ya sudah, aku pulang dulu. Kamu bawa mobil?”
“Iya, ini kuncinya.”
“Mas, nitip ya.”
“Iya, nanti kalau kamu sudah kembali, aku pulang
sebentar untuk mengambil baju ganti. Aku yang akan tidur di sini.”
“Baiklah, terima kasih banyak ya Mas,” kata Desy
sambil berlalu.
Tutut menghampiri ayahnya lagi. Matanya masih terpejam.
Tutut meraih tangannya, matanya memerah, lalu ia tak bisa lagi menahan
tangisnya. Diciumnya tangan ayahnya pelan.
“Bapak sembuh ya,” bisiknya lirih.
Tapi biarpun lirih, rupanya Haryo mendengarnya. Ia membuka matanya.
“Desy ?”
“Aku Tutut, Pak.”
Haryo menatapnya tajam, barulah dia yakin bahwa yang
dihadapannya bukanlah Desy, tapi anak bungsunya.
“Kamu … disini ?”
“Iya, Mbak Desy baru saja pulang.”
“Pulanglah, nanti kamu capek.”
“Tidak, Tutut akan menunggui Bapak disini.”
“Bapak tidak apa-apa.”
Lalu Haryo memejamkan matanya lagi. Mata yang sebelah
kiri tampak agak membengkak, Tutut mengelusnya pelan.
Haryo membuka matanya lagi.
“Sakitkah?”
“Tidak, tidak sakit.”
“Wajah Bapak lebam begini, dan mata bengkak, Bapak bilang
tidak sakit?”
“Memang tidak sakit,” lalu Haryo kembali memejamkan
matanya.
Tapi Tutut merasa bahwa ayahnya sengaja menyembunyikan
rasa sakitnya.
“Kalau Bapak sudah sembuh, Bapak pulang ke rumah ya?”
Tutut kesal, melihat ayahnya menggelengkan kepalanya.
Tapi tampaknya ayahnya belum mau bicara banyak. Tutut tetap menggenggam tangan
ayahnya, dan membiarkannya kembali tidur,
***
Ketika Desy sampai di rumah, dilihatnya Ibunya masih
duduk di teras, ditemani Simbok.
“Mbak Desy sudah pulang, Simbok ke belakang dulu
membuatkan minum ya Bu,” kata Simbok sambil berdiri lalu beranjak ke belakang.
“Ibu sudah cantik, sudah wangi,” kata Desy sambil
mencium pipi Ibunya.
“Dan kamu, bau asem,” canda Tindy.
Desy duduk didekat Ibunya.
“Nggak mau mandi dulu?”
“Nanti dulu, Desy ingin mengatakan sesuatu pada Ibu.”
“Apa tuh ?”
“Bapak sakit,” kata Desy sambil menatap Ibunya.
“Sakit apa? Seperti kata dokter Linda dulu itu ?”
“Di rumah sakit.”
“Oh, parahkah?”
“Agak parah. Bapak terluka karena dikeroyok orang.”
Tindy menatap wajah anaknya. Desy juga menatapnya,
ingin melihat bagaimana reaksi Ibunya. Tapi tak tampak ada perubahan apapun di
wajah itu. Apakah Ibuku sama sekali tak peduli pada suaminya? Pikir Desy.
“Dirampok ?”
“Tidak.”
Lalu Desy menceritakan kejadiannya sehingga ayahnya
dikeroyok di rumah makan itu.
“Bagaimana keadaannya?”
“Kemungkinan kakinya akan lumpuh, ada luka
didalam mata juga,” kata Desy sedih,
lalu mengusap air matanya yang menitik.
“Ya Tuhan,” hanya itu yang diucapkan Tindy, kemudian
matanya menatap kearah halaman, dimana senja mulai menyapu seluruh alam,
memberikan keremangan yang samar. Desy merasa tubuhnya menggigil ketika angin
menerpa tubuhnya.
“Bu ….”
Tindy menatap lagi anaknya.
“Bolehkah seandainya Bapak kembali ke rumah ini?” kata Desy hati-hati.
Tindy mengalihkan lagi pandangannya ke arah halaman.
Diam, sampai remang kemudian menghilang dan kegelapan terasa seperti mencekam.
***
Besok lagi ya.
#Duakali.......
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ_40 sudah tayang
Matur nuwun bu Tien..
Wah .. kakek Habi lagi 😂
DeleteSelamat ya om Kakek. Bu Tien....ah
DeleteTrimakasih bu Tien MKJ udah tayang....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDelete😂😂 kakek jogo gawang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 😊🌹🌹🌹
Alhamdulillah MKJ~40 telah hadir, maturnuwun bu Tien🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah .. tks bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, sdh tayang MKJ nya....makasih Bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun mbak
ReplyDeleteHoreeee
ReplyDeleteNomor siji maneh.....
Matur nuwun bu Tien....
Lemah teles....
Tetap semangat....
Mugi cucunda segera ilang rewele..
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Salam sehat
Aduhai
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,
Alamdulillah...
DeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Terima.kasih Bu Tien , ketemu lagi dg MKJ ke 40, semakin seru aja, semoga Bu Tien dan keluarga selalu sehat n tetap semangat, salam aduhai dari Pasuruan
ReplyDeleteHallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah dah tayang
ReplyDeleteMakasih Bunda
Alhamdulillah akhirnya Desy mengabari Tindy tentang sakitnya bapaknya. Apakah Tindy menerima usulnya Desy bahwa Haryo akan kembali ke rumah dan di rawat? Tindy selain cerdas, penyabar dan tentunya tidak pendendam. Bagaimanapun Haryo adalah suami sah, dan sebagai istri (meski disakiti akibat diselingkuhi berkali kali) hati nuraninya akan berbicara. Ayo Tindy, tengok suamimu dan ajaklah pulang. Karena Haryo akan bersikukuh (gengsinya tinggi) apabila bukan Tindy yang meminta. Salam hangat bu Tien dan salam sehat. Semoga berakhir bahagia. aamiin.
ReplyDeleteAlhamdulillah ... yg ditunngu tayang sudah.
ReplyDeleteMatur nuwun
Ah.... Menunggu jawaban tindy bikin aq penasaran...
ReplyDeleteSehat selalu Bu Tien.. selalu menunggu ceritanya..😍😍😘
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat, semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSelalu bikin pinisirin deh bu Tien
ReplyDelete..
Salam sehat dan semangat
Alhamdulillah.. Matur nuwun mbak Tien Cerbung MKJ Eps 40 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat..
Alhamdulillah. Makasih bunda ..
ReplyDeleteSehat selalu
Alhamdulilah, tks bu tien mkj sdh tayang makin seruuuu.... salam sehat dan salam.aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam sehat selalu semangat,dan ADUHAI...
ReplyDeleteSami2 Yangti
DeleteSehat semangat dan ADUHAI AH
Maturnuwun mbak Tien..MKJ40nya..
ReplyDeleteDuuh..kasian jg Haryo..anak2nya masih sayang..tp bapaknya msh berkeras hati..ato krn sdh punya rmh sendiri ya..barangkali kalo Tindy yg mengajak maulah klo ga malu..
Toh Nina n anak2nya udh ga peduli..
Sementara Danarto sdh yakin pd Desy..bakal jd istrinya..semogaaa..🤲
Lanjutnya besok lagiii...
Salam sehat selalu mbak Tien dan aduhaii bangeet..🙏💟🌹
Sami2 Ibu Maria
DeleteDuuh ... Aduhai ah.
Alhamdulillah MKJ 40 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Anak" Desy dan Tutut sangat menyayangi kedua ortunya mereka sangat hati" memberi tahu Tindy kl pa Haryo sakit semoga Tindy mau menerima pa Haryo walau dalam keadaan sakit
ReplyDeleteAlhamdulillah,terima kasih Bu Tien ...
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu,Aamiin.
Sami2 Ibu Rini
DeleteAamiin
Kasihan Haryo.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Semoga tetap sehat dan selalu semangat.
Aduhai....ah..
Sami2 Ibu Sul
DeleteADUHAI AH
Mtr nwn mb Tien K,mbrebes mili aku,maca Desi menanyakan-blhkah bpk kembali ke rmh ini,tp kok yach,pedhot tekan sakmono,isoh nunggu ssk,sgg ndalu,slm sht sll..
ReplyDeleteADUHAI AH Ibu Eni
DeleteGitu dong, komen
Ah...dokter nungguin pasien, oo bukan , dokter nungguin bapak camer.
ReplyDeleteTerus kembangnya pada kemana nih apa lagi ngumpet takut berurusan dengan polisi.
Salam sehat penuh semangat AH mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Salam ADUHAI AH, Pak Latief
DeleteAlhamdulillah, jumpa lagi bunda Tien, MKJ 40 semakin asyiik,salam sejat selalu dan aduhai ah_..ah_..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSalam ADUHAI AH IBU Komariyah
DeleteAlhamdulillaah tayang
ReplyDeleteCerita ini untuk dijadikan pelajaran bagi kaum adam. Wahai kaum adam janganlah menDuakan istri walaupun siri Haryo pun hidupnya gak tenang
Akhirnya itulah... tunggu selanjutna
Ibu Engkas, ADUHAI AH
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteDengan sabaarr selalu.mantengin HP..utk melihat episode besok hari
Salam sehatv
Salam sehat dan ADUHAI ibu Yulie
DeleteTerimakasih Bu tin cerbung nya...ga sabar nunggu lanjutan nya....kayak nunggu pacar gitu
ReplyDeleteHehee...ADUHAI AH
DeleteAlhamdulillah MKJ40 sdh tayang.
ReplyDeleteApakah Tindy mengijinkan Dessy membawa Haryo pulang atw malah Dessy yg merawat Haryo ke rumah Haryo sendiri.
terima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Salam Aduhai dr Malang
Sami2 Ibu Pudya
DeleteAamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteWa syukurillah
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.....
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Kalaupun sudah melangkah pantang surut, terus melangkah maju, menoleh hanya sekedar tahu sampai sejauh mana sudah dijalani, kecewa; percuma itu dikenang hanya nambah beban.
ReplyDeleteLihat; yang akhirnya akan menemui putaran waktu dari sendiri ke sendiri lagi kelelahan menempuh perjalanan hidup; menua, tinggal bagaimana menyikapi dan untuk apa semua harus dijalani.
Nglangut yå Tindy, anak anaknya punya keinginan merawat; orang yang kini sangat menderita, punya rumah sendiri pun juga percuma tanpa ada pengawasan, apalagi perlu terapi agar bisa mendapatkan kesembuhan memadai.
Kaya kena tulah main api menahun terkena hajar hampir habis; lumayan masih tko, iya juga, rumah Tindy kan dari ortunya, merasa pernah menyakiti hati, nggak kapok juga, kini tambah kecacatan fisik yang menyusahkan aktifitas harian, merasa menumpuk dosa, mungkin itu yang ada dipikiran Haryo enggan kembali.
Tindy pun mungkin juga, seperti yang pernah terucap; biarkan saja dianya yang nggak niat mau kembali, mbok ya sudah jor kan saja, semua sudah seperti angannya dan mendapatkannya.
ADUHAI
Desy, ibumu itu piawai menguasai diri, seperti apa yang sebenarnya ada dihati ibumu susah terdeteksi, cuma tadi waktu bicara sama Simbok, juga tidak ada jawaban; benci apa rindu, kamu belum memahaminya.
Berani dan tulus nggak Haryo minta maaf sama Tindy, selama ini selalu tidak jujur.
Syukur kalau itu diungkapkan waktu ibumu bezuk.
Kemungkinan ibumu langsung bilang sama Haryo; kalau kemauan anak anaknya mau merawat dirumah dan menyetujui, itu yang diharapkan Haryo( kementhusé bapak mu Des ).
Yang jelas Danarto semakin didepan mengutarakan isi hatinya.
Terimakasih Bu Tien
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏
Hahaa.. nuwun Nanang yang tidak kementhus
DeleteAamiin doanya
ADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga sehat selalu.
Sami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Salam SeRoJa & doa yang terbaik u/Mbak Tien.tetap Semangat 💚 Maturnuwun .Aamiin Yaa Robb
ReplyDeleteAamiin ya robbal alamin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah MKI ke 40 dah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien, semoga bunda selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Sami2 Ibu Salamah
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien selalu sehat
ReplyDeleteSami2 Ibu Endang
DeleteAamiin
Terimakasih bu Tien. MKJ nya betul2 seru tambah penasaran saja.
ReplyDeleteSemoga ibu sekeluarga sehat dan berbahagia selalu , aamiin.
Sami2 Ibu Sulasminah
DeleteAamiin
Luka hati Bu tindy udah terlalu dalam MB Desy TDK segampang itu memaafkan Haryo....mungkin itu karmanya Haryo....trims Bu Tien udah menghibur...sehat selalu Bu tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteAamiin
Alhamdulillah ,Bu Tien ...trimakasih nih ..apa bu Tindy akan trima pak Haryo yg sdh lumpuh yg menyakitkan hati juga buat lelah😢🙏🤲
ReplyDeleteSami2 Ibu Yanti
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk MKJnya
Seperti nya akhir yg bahagia,,, ADUHAAII sekali
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Semoga cucu semakin sehat wal'afiat ya
Aamiin Ya Rabbal'Alamiin 🙏🤗💖
Sami2 Ibu Ika Laksmi
ReplyDeleteAamiin
Menyimak episode 40 ikut baper
ReplyDeleteBu Tien emang ahlinya tuk mengaduk aduk hati penggemarnya
Saat Tutut menggenggam tangan bapaknya, benerann saya ikut menitikkan air mata
Dalam hati mungkin Haryo juga ingin plg tapi malu..
Karena nurunkan ego juga gengsi itu emang sulit
Segra sembuh p. Haryo....
Dan kembalilah pada keluargamu
Moga Tindy mau memaafkan dan menerima suaminya kembali.
Trimakasih bu Tien
Hiburan yg sll kunanti
Moga bu Tien sekeluarga sehat sll
Salam dari Bojonegoro
Assalamualaikum wr wb. Mhn maaf Bu Tien, dalam episode 40 ini, saya tdk berkomentar, terbawa alur ceritanya. Sambil menunggu episode berikutnya, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....
ReplyDeleteAhhh...
ReplyDeleteNgirimnya dobel
Saking semangatnya lama ndak komem
Cerita sdh mulai sedih
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien
Telat komen hp eror
Salam Sehat nan Aduhai
Yuli Semarang
Saya tunggu no 41 dah ga sabar
ReplyDeleteWoow....sdh seri 41..
ReplyDeleteHampir sebulan gak sowan dimari ngikuti cerita pak Haryo, b Tindy dll...
Jadinya agak ngelembur juga bacanya.... hehehe...
Salam sehat penuh semangat dari Rewwin, bu Tien...🌿
This comment has been removed by the author.
Delete