Monday, September 27, 2021

ROTI CINTA 37

 

ROTI CINTA  37

(Tien Kumalasari)

 

Bu Narti memang ingin menemui Ningsih, anak pemilik rumah yang kemarin datang, tapi kemudian ragu-ragu ketika mendengar suara ribut dari sebelah. Ia merasa sungkan kalau dianggap mengganggu. Tapi kalau tidak kesitu, ia juga merasa nggak enak, karena dia kan hanya penyewa yang seharusnya menghormati pemilik rumah.

Pak Kusno masih mengobrak abrik almarinya, bahkan bu Kusno dan Ningsih juga ikut membantu. Tapi lama sekali dan akhirnya tak seorangpun dari mereka menemukannya.

“Ini sungguh aneh..” gumam pak Kusno.

“Bapak sungguh-sungguh tidak meminjamkannya kepada siapapun?” tanya bu Kusno.

“Kamu ini aneh, masa sih sertifikat dipinjamkan?” kata pak Kusno sambil menghempaskan tubuhnya di kursi tuanya.

“Barangkali saja..”

“Tidak, sertifikat itu tidak pernah aku pergunakan untuk apapun. Ini juga mau aku ambil karena akan aku carikan uang. Jangan sampai Nurdin mengatakan lagi bahwa dia telah membiayai perbaikan rumah ini, lalu dia merasa memiliki. Sakit hatiku oleh apa yang dia katakan.”

“Jangan-jangan mas Nurdin yang mengambilnya pak,” kata Ningsih tiba-tiba.

Pak Kusno terkejut.

“Mungkinkah dia? Bagaimana dia tahu kalau aku menyimpannya disitu ?”

“Mungkin tadinya dia tidak tahu, tapi kalau dia membuka-buka buku-buku yang ada disitu pasti dia melihatnya. Bukankah bapak menyimpannya dibawah tumpukan buku-buku?”

“Iya sih, tapi untuk apa dia mengambilnya? Itu atas nama aku.”

“Coba Ning, kamu telpon dia,” kata bu Kusno.

“Aku segan berbicara sama dia. Ngomongnya nggak pernah enak.”

“Tapi kan ini untuk kepentingan kita Ning..” kata pak Kusno.

“Anakmu itu sudah sangat ketakutan sama bekas suaminya. Setelah tahu bahwa Ningsih tak bisa melahirkan anak, dia kan memperlakukannya dengan semena-mena,” kata ibunya.

“Kalau begitu apa sebaiknya aku saja yang bertanya?”

“Ya pak, sebaiknya bapak saja yang bicara, barangkali kalau sama bapak dia lebih merasa sungkan,” kata bu Kusno.

“Tidak mungkin dia bisa bersikap sungkan, sama aku sama sekali tidak ada sedikitpun rasa hormatnya. Kemarin itu kalau tidak karena sampai disini sudah malam, nggak mungkin juga akan menginap dirumah ini. Dia hanya mengantarkan Ningsih, dan mengatakan bahwa dia telah menceraikannya. Masih bagus dia mau mengantarkan pulang, tidak mengusirnya dengan semena-mena.”

Ningsih hanya tertunduk lesu. Ia menyesal mau menikah dengan Nurdin hanya karena iming-iming harta, karena ternyata Nurdin tak punya cinta.

“Tapi nggak apa-apa, aku akan menelponnya, coba kamu bawa kemari ponsel bapak itu Ning.”

Pak Kusno segera menghubungi Nurdin begitu ponsel diserahkan.

“Ada apa pak, aku sudah ada di bandara, sebentar lagi tidak bisa buka-buka ponsel.”

“Hanya mau bertanya saja nak, apa nak Nurdin membawa sertifikat rumah saya ?”

“Oo.. sertifikat ?”

“Ya nak, saya cari di seluruh rumah kok nggak ketemu.”

“Hm.. iya benar pak, saya ambil diam-diam semalam.”

“Ya ampun nak, mengapa nak Nurdin mengambilnya?”

“Saya terpaksa mengambilnya, karena saya sudah memperbaiki rumah itu sampai uang saya terkuras hampir seratus juta. Dan bukankah karena rumah bapak sudah bagus lalu bapak bisa menyewakannya kepada orang lain?”

“Seratus juta?”

“Iya. Memangnya sedikit menjadikan rumah bobrok menjadi sebagus itu ? Kalau bapak tidak percaya nanti akan saya suruh pemborongnya datang kerumah bapak.”

Pak Kusno terdiam. Seratus juta bukan uang yang sedikit bagi pak Kusno. Dan terlebih lagi dia tidak menyangka kalau sertifikat rumah kemudian diambilnya gara-gara itu.

“Tapi nak, biarpun begitu kan sertifikat rumah itu tidak serta merta bisa nak Nurdin ambil begitu saja, terlebih dengan cara yang sangat tidak terpuji.”

“Ini urusan uang, terpuji atau tidak aku tidak peduli. Dengar ya pak, kalau bapak mau sertifikat itu kembali, maka bapak harus mengembalikan uang saya sebanyak seratus juta. Dan jangan bapak kira bapak akan bisa melaporkannya kepada polisi, karena sudah ada bukti hutang yang bapak tanda tangani dengan agunan sertifikat itu. Jadi kembalikan uang saya yang seratus juta.

“Apa? Darimana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu  Dan surat hutang apa?”

“Bapak lupa ketika saya meminta bapak menandatangani sebuah surat?”

Lalu pak Kusno ingat, ketika pada suatu hari Nurdin meminta tanda tangannya, yang katanya hanya persetujuan pembangunan rumah.  Pak Kusno yang lugu menandatanganinya tanpa membaca isinya.

“Jadi.. nak Nurdin memang sudah berencana untuk mengakali saya ketika menikahi anak saya? Mengapa nak Nurdin begitu tega? Bagaimana saya bisa mendapatkan uang sebanyak itu, sementara sertifikat saya sudah nak Nurdin ambil dengan paksa?”

“Saya tidak tahu, usahakan uang itu, atau sertifikat akan tetap ada di tangan saya,” kata Nurdin enteng.

“Dengar ya nak, sebenarnya saya mencari sertifikat itu memang ingin saya gadaikan, yang mana nanti uangnya akan saya kembalikan kepada nak Nurdin sebagai ganti biaya perbaikan rumah ini.”

“Oh ya? Masa sih ?”

“Saya mencarinya karena akan saya pergunakan untuk itu.”

“Saya tidak percaya.”

“Nak, tolong kembalikan sertifikat itu, nanti setelah saya gadaikan, uang nak Nurdin akan saya kembalikan, supaya diantara kita benar-benar tidak ada lagi ikatan apapun.”

“Tapi saya tidak percaya. Saya hanya mau uang itu dulu, baru saya kembalikan sertifikatnya. Nah, sudah ya pak, tampaknya semua penumpang sudah harus masuk, dan ponsel harus dimatikan.”

“Nak, jangan begitu nak, tolong..” kata pak Kusno menghiba. Tapi ponsel sudah dimatikan, dan Nurdin sudah tidak bisa lagi dihubungi. Pak Kusno meletakkan ponselnya dengan lunglai.

“Pak, apa yang seratus juta? Benar kan sertifikat itu dia bawa ?”

“Iya, dan dia minta agar aku menebusnya sebanyak seratus juta.”

“Aduh, seratus juta?”

“Katanya dia membangun rumah ini sebanyak itu habisnya. Dan ketika dia minta agar aku menandatangani sebuah surat, ternyata surat itu isinya bahwa aku telah meminjam uang sebanyak seratus juta dengan agunan sertifikat itu.”

“Ya Tuhan. Dia benar-benar manusia jahat,” pekik Ningsih.

“Maksudku sebenarnya kan baik, aku akan menggadaikan sertifikat itu untuk mengganti uang yang sudah dia keluarkan. Aku muak mendengar kata-katanya yang sangat merendahkan kita sebagai orang tak punya. Tak tahunya dia sudah lebih dulu mencuri serifikat itu.”

“Lalu kita harus bagaimana pak?”

“Entahlah, aku bingung, biarkan aku merasa tenang dulu.”

“Bagaimana kalau kita melaporkannya pada polisi?”

“Tapi dia membawa surat hutang palsu itu, dan aku bertanda tangan disitu,” keluh pak Kusno.

Bu Narti mendengar semuanya, karena dia sudah berdiri diteras pak Kusno, dan sungkan untuk segera masuk. Tiba-tiba bu Narti memilih untuk mundur dan kembali ke rumahnya.

***

Sore hari itu dengan berbisik-bisik bu Narti menceritakan apa yang didengarnya dari sebelah kepada Witri, yang merasa semakin kesal terhadap Nurdin.

“Ternyata dia itu sungguh manusia jahat.”

“Aku kasihan pada keluarga pak Kusno. Tak bisa aku bayangkan, pasti mereka sangat sedih.”

“Aduh, seandainya Witri bisa membantu. Tapi bagaimana, uang sebanyak itu tidak mudah mencarinya. Tabungan Witri juga tidak seberapa banyak. Itupun karena keluarga Baskoro tidak memotong biaya perawatan ibu yang pastinya juga lumayan banyak bagi kita.”

“Iya, kalau dipikir-pikir, alangkah jauh bedanya keluarga pak Baskoro dan Nurdin ya Wit, kebaikan yang diberikan tidak minta imbalan, sebaliknya Nurdin yang sudah mengambil isteri anak pak Kusno, ternyata menghitung uang yang sudah dikeluarkan untuk mertuanya.”

“Iya bu, bersyukur kita bisa dekat dengan orang-orang baik.”

“Dan bersyukur karena kamu telah menolak lamaran Nurdin.”

“Tadi ibu sudah kesana?”

“Maksud ibu mau kesana, tapi ibu mendengar dengan jelas pembicaraan mereka, jadi ibu sungkan. Ibu tidak bermaksud menguping lho, tapi rumah kita kan hanya berbatas triplek, lagian tadi ibu sudah sampai di teras mereka, mau masuk ada suara-suara memilukan seperti itu, jadi ibu memilih kembali.”

“Tapi kita harus kesana kan bu, tidak enak kalau diam saja.”

“Ya sudah kalau begitu kamu mandi dulu, lalu kita kesana bersama-sama, pura-pura saja tidak tahu apa yang terjadi.”

“Baiklah bu, kalau begitu Witri mau mandi dulu.”

***

Keluarga pak Kusno menerima kedatangan bu Narti dan Witri dengan senang hati, biarpun diantara mereka masih terlihat wajah-wajah kusut dan muram.

Witri menatap Ningsih dengan iba. Gadis itu cantik, dan kelihatan kalau wajah cantik itu sangat terawat. Wajahnya bersih, halus dan dibalut dengan dandanan yang tipis sederhana, tapi tak mengurangi kecantikannya. Pantas dulu Nurdin terpikat sama dia sehingga kemudian meminangnya dengan sejuta janji yang memabokkan. Tidak disangka Nurdin memperlakukannya begitu jahat ketika mengetahui bahwa Ningsih tak bisa melahirkan seorang anakpun. Nurdin bahkan punya rencana licik atas biaya yang telah dikeluarkannya untuk membangun rumah mertuanya.

“Nasib Ningsih sungguh tidak baik nak,” kata bu Kusno ketika melihat Witri selalu memandangi anaknya.

“Mengapa tidak baik bu?” kata Witri pura-pura tidak tahu.

“Nak Witri kan sudah mendengar dari saya waktu itu, bahwa anak saya akan diceraikan Nurdin gara-gara menikah tiga tahun tidak segera punya anak, dan ketika diperiksakan ke dokter memang anak saya mandul,” kata pak Kusno pilu.

“Oh, iya pak. Tapi kan lebih baik berpisah daripada disengsarakan,” kata Witri.

“Dan nasib kami juga menjadi tidak baik gara-gara laki-laki jahat itu,” kata bu Kusno pilu.

Lalu pak Kusno menceritakan tentang sertifikat yang dicuri Nurdin dan minta imbalan seratus juta agar sertifikat itu bisa kembali.

“Iya nak, saat ini kami sedang sangat prihatin. Sertifikat itu kan sebuah surat yang menyatakan kepemilikan rumah kami ini.”

“Bu, kadangkala Allah sedang menguji kita, dengan sesuatu yang bagi kita sangat menyusahkan. Tapi percayalah bahwa Dia akan menolong kita kalau kita selalu bersandar kepada-Nya,” kata bu Narti dengan bijak.

“Iya bu, semoga segera ada jalan keluarnya,” kata pak Kusno tanpa tahu bagaimana ujud jalan keluar itu.

Witri pulang dengan perasaan ikut terbebani oleh penderitaan keluarga Kusno. Ia berharap bisa membantu, tapi bagaimana caranya? Selalu terbayang wajah-wajah duka yang tidak tahu harus berbuat apa.

***

Sore itu ketika Witri mau berangkat pulang dari bekerja, tiba-tiba seseorang menghadang dihadapannya.

“Hayo.. nggak boleh pulang sendiri,” kata Dian sambil menggoyang-goyangkan jari telunjuknya didepan Witri.

“Mas Dian sudah pulang?”

“Lha ini kan sudah, buktinya sudah berdiri dihadapan kamu kan?”

“Kapan pulangnya kok aku nggak tahu?”

“Kamu kan didepan, sedangkan aku lewat belakang. Belum lama, lalu aku melihat jam kerja kamu sudah selesai, jadi aku bermaksud mengantar kamu.”

“Mas Dian tidak capek ?”

“Nggak, ngapain capek? Untuk pergi bersama kamu, nggak ada tuh yang namanya capek.”

Witri tersenyum, lalu mengikuti Dian yang sudah berjalan terlebih dulu.

“Silahkan masuk, tuan puteri.”

“Ih, lebay deh. Masa sih aku tuan puteri?”

“Lha iya, kan kamu perempuan. Kalau laki-laki, aku bilang tuan putera,” kata Dian yang disambut senyuman, lalu Dian segera masuk dari arah samping dan duduk dibelakang kemudi.

“Apa kabar ketika aku pergi?” tanya Dian ketika sudah menjalankan mobilnya.

“Baik-baik saja.”

“Syukurlah. Tak ada yang mengganggu Witri kan?”

Lalu Witri tiba-tiba teringat Ningsih, dan rasa iba kembali merayapi hatinya.

“Kok diam ? Ada yang mengganggu ya?”

“Mas, masih adakah lowongan pekerjaan di toko ?”

“Apa? Lowongan pekerjaan? Maksud kamu ada yang nyari kerja?”

“Barangkali dia mau, tapi Witri juga belum bilang sama dia kalau mau mencarikan             pekerjaan sih.”

“Gimana sih? Orangnya nggak butuh pekerjaan, tapi kamu mencarikan, begitu?”

“Bukan begitu. Witri cuma kasihan saja sama dia.”

“Mengapa ? Nanti kamu susah-susah mencarikan, ternyata dia nggak bisa kerja.”

“Dia sekitar dua tahun diatas saya. Cantik sih, tapi sudah janda.”

“Haa.. janda?”

“Janda karena disia-siakan oleh suaminya setelah diketahui dia mandul.”

“Ya ampun, kamu pernah cerita tentang sebuah kisah yang mirip cerita kamu ini. Biar aku ingat-ingat… itu .. apakah ada hubungannya dengan pemilik rumah kamu yang lama? Namanya Nurdin kalau tidak salah.”

“Ya, dan Witri sama ibu kebetulan menyewa rumah bekas isteri Nurdin itu.”

“Kamu sudah ketemu bekas isteri Nurdin, dan merasa kasihan, lalu mencarikan pekerjaan untuk dia?”

“Maksud saya begitu, supaya kehidupan keluarganya terbantu. Tapi saya baru ngomong sama mas dulu. Kalau memang ada lowongan, biar saya tanya dia apakah mau bekerja.”

“Kalau lowongan sih kayaknya belum ada. Eh tunggu, lowongan kasir itu akan segera ada. Sampai lupa aku.”

“Lowongan kasir? Mas Dian mau memecat aku.”

“Betul sekali, aku akan segera memecat kamu.”

“Ya Tuhan, apa salahku ?” pekik Witri karena terkejut.

“Salah kamu, karena kamu akan menjadi isteri aku.”

“Maaas. Serius nih.”

“Iya, sangat serius. Masa sih, aku akan membiarkan isteri aku bekerja? Tugas isteri kan melayani suami.”

“Tapi mas..”

“Coba bilang sama tetangga kamu itu, eh.. siapa namanya?”

“Sriningsih..”

“Nah, bilang sama Sriningsih, kalau mau bekerja suruh aja melamar. Nanti kamu ajarin dia sebelum kamu resmi menjadi isteri aku. Tapi kan kita harus melihat bagaimana pekerjaan dia. Jangan karena kasihan maka langsung terima.”

“Baiklah mas, aku akan bilang sama dia, apakah dia mau bekerja.”

“Dan katakan juga sama dia bahwa kalau benar-benar mau bekerja maka dia harus serius menekuni pekerjaan itu. Bilang juga bahwa kasir memiliki tanggung jawab yang sangat besar.”

“Iya, nanti aku bilang. Semoga dengan ini kita bisa meringankan beban dia.”

***

Witri memasuki rumah dengan perasaan lebih nyaman. Ia berharap bisa sedikit meringankan beban keluarga Kusno.

“Bu, nanti setelah ibu mandi, Witri akan ketemu mbak Ningsih sebentar,” kata Witri kepada ibunya.

“Ssst.. jangan keras-keras..”

“Memangnya kenapa bu?”

“Baru saja mereka ribut, karena Ningsih pergi tanpa pamit.”

***

Besok lagi ya

 

 

 

76 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah, Rocin sdh hadir, makasih bu Tien, slm sehat tetap semangat

      Delete
    2. Alhamdulillah ....
      Yang ditunggu tunggu telah hadir.....
      Matur nuwun bu Tien..
      Mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat selalu.
      Aamiin..... .

      Delete
    3. Selamat.... Juara 1 lagi.

      Alhamdulillah Roti Cinta dimalam yang ke 37 sudah tayang.
      Matur nuwun bu Tien... salam ADUHAI.

      Delete
    4. Maaf biasanya kakek yg duluan
      Mang sepatunya roda rusak pa

      Aku cuma pake sandal jepit loh

      Mksh bunda Tien...sehat selalu doaku dan ttp ADUHAI

      Delete
    5. *LEMBAR KOREKSI:*

      1. “Aku segan berbicara sama dia. _Omongnya nggak pernah enak._”
      # “Aku segan berbicara sama dia. *_Omongannya/ngomongnya nggak pernah enak.”_* #

      2. “Tapi _nggak apa-apa-apa,_ aku akan menelponnya, coba kamu bawa kemari ponsel bapak itu Ning.”
      # “Tapi *_nggak apa-apa,_* aku akan menelponnya, coba kamu bawa kemari ponsel bapak itu Ning.” #

      3. _Pak Nurdin segera menghubungi Nurdin_ begitu ponsel diserahkan.
      # *_Pak Kusno segera menghubungi Nurdin_* begitu ponsel diserahkan. #

      4. _“Ini uruan uang,_ terpuji atau tidak aku tidak peduli.....
      # “*_Ini urusan uang,_ terpuji atau tidak aku tidak peduli....#

      5. _Seritifikat itu_ kan sebuah surat yang menyatakan kepemilikan rumah kami ini.”
      # *_Sertifikat itu_* kan sebuah surat yang menyatakan rumah kami ini.” #

      6.Tapi percayalah bahwa Dia akan menolong kita kalau kita selalu _bersandar kepadanya,”_ kata bu Narti dengan bijak.
      # Tapi percayalah bahwa Dia akan menolong kita kalau kita selalu *_bersandar kepada-Nya,”_* kata bu Narti dengan bijak. #

      Sampun bu.... 6 koreksi.

      Waduh....konflik baru....
      Ngapain lagi Ningsih meninggalkan rumah ??
      Bikin pinisirin aja .....

      Delete
    6. Siiip....

      Mbak Iin juara 1
      Silahkan ambil hadiahnya....

      Delete
    7. Dengan sendal jepit bisa juara 1 mbk Iin,pasti sendalnya baru....

      Matur nuwun mbk Tien
      Semoga sehat,terus ya mb

      Delete
  2. Alhamdulillah sudah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah Nurdin yaaa... Nakal

      Trima kasih bu Tien
      Sehat selalu ya buat ibu..

      Love yu Ibu....
      Salam aduhai

      Delete
  3. Waduuh, meso kalah karo Bu Iin Maemunah …..😊

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah, terima kasih bu tien... suguhan rc 37 sdh tayang semoga bu tien selalu sehat, dan selalu bahagia.. salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ROCIN 37 tayang gasik.
    Matur nuwun Bunda Tien, mugi tansah pinatingan sehat.
    Salam ADUHAI.

    ReplyDelete
  6. Tayang gasik rocin mlm ini... Trmksh mb Tien...slm seroja selalu🤗

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku, roti-nya sudah sampai di alamat.

    ReplyDelete
  8. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggeh bu
      Masih tetep hadir
      Semoga ibu sehat selalu
      Salam ADUHAI dari Cilacap

      Delete
  9. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillag Rocin 37 sudah tayang....salam aduhai mb Tien...sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah Rocin sudah tayang...matur nuwun bu Tien.
    Mugi Ibu tansah sehat.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah selang semalam tidak hari rasa satu pekan untuk selalu menunggu Rocin.
    Matur nuwun Bunda Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah Roti Cinta~37 hadir lebih awal.. maturnuwun bu Tien, mugi panjenengan tansah pinaringan sehat wal'afiat.. Aamiin..🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah. Matur nuwun ibu
    Semoga ibu n keluarga diberkahi Allah n sehat selalu

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, RC37 telah tayang, terima kasih bu Tien, sehat n bahagia selalu.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah.. Rocin 37 sdh tayang..
    Terimakasih bu Tien.. Salam sehat & salam aduhaiiii..

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien Rocinnya
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Salam sehat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  19. Whadow...pergi tanpa pamit??? Mudah-mudahan untuk hal-hal yang baik saja ya Ningsih. Akan ada bantuan nih..
    Salam sehat penuh semangat untuk mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  20. 𝕎𝕒𝕕𝕦𝕙 𝕓𝕒𝕣𝕦 𝕞𝕒𝕦 𝕕𝕚𝕥𝕠𝕝𝕠𝕟𝕘 𝕤𝕒𝕞𝕒 𝕎𝕚𝕥𝕣𝕚 𝕜𝕠𝕜 ℕ𝕚𝕟𝕘𝕤𝕚𝕙 𝕡𝕖𝕣𝕘𝕚..𝕜𝕖𝕞𝕒𝕟𝕒 𝕪𝕒 𝕜𝕚𝕣𝕒2 𝕡𝕖𝕣𝕘𝕚𝕟𝕪𝕒...𝕕𝕒𝕣𝕚 𝕡𝕒𝕕𝕒 𝕞𝕖𝕟𝕕𝕦𝕘𝕒 𝕕𝕦𝕘𝕒 𝕞𝕖𝕟𝕕𝕚𝕟𝕘 𝕟𝕦𝕟𝕘𝕘𝕦 𝕜𝕖𝕝𝕒𝕟𝕛𝕦𝕥𝕒𝕟𝕟𝕪𝕒 𝕕𝕒𝕣𝕚 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕡𝕒𝕤𝕥𝕚 𝕝𝕖𝕓𝕚𝕙 𝔸𝔻𝕌ℍ𝔸𝕀...𝕊𝕒𝕝𝕒𝕞 𝕤𝕖𝕙𝕒𝕥 𝕤𝕖𝕝𝕒𝕝𝕦 𝕓𝕦𝕒𝕥 𝕓𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟 𝕕𝕒𝕟 𝕤𝕖𝕞𝕦𝕒 𝕡𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒 ℝ𝕆ℂ𝕀ℕ.🙏🙏👍👍

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah rocin 37 sdh kita baca bersama.. Terimakasih bunda Tien.. mulai ada konflik ya bun.. Ningsih kabur.. kasihan ibu dan bapaknya.. smg Nurdin dpt ganjaran setimpal atas kejahatannya ggrrrrrhhhh... Tetap Aduhaaaai ya bunda❤️❤️

    ReplyDelete
  22. Sertifikat diambil Nurdin, Ningsih pergi kemana?...
    Semoga ada penyelesaiannya....
    Cerita makin aduhai..kemana Dina, Dita, Ferry..

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah..... Rocin37 sdh dtng

    Trmksh mb Tien smg sehat sll

    Salam seroja ADUHAI SELALU

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Mbak Tien , Rocin ep 37 sdh tayang ... Salam sehat & Aduhai buat Mbak Tien & klrg dan semua PCTK

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun... Mbak tien.. Smg sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah...sudah makan Roti Cinta badan jadi seger...
    trima kasih mba Tien...semoga Allah selalu beri kesehatan dan kesejahteraan buat mba Tien dan keluarga besar...
    Aamiin

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah....Jumpa lagi b Tien, semakin seru dan menarik cerita RC 37, salam Aduhai dan sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah … terimakasih bu Tien….
    Sehat selalu … salam aduhaiii

    ReplyDelete
  29. Malam Bunda Makasih Roti Cintanya.
    Sehat terus ya Bunda monggo istirahat.

    ReplyDelete
  30. Alhmdllh.. mksih Mbu Tien.... rocin nya asyiik trs...

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah … terima kasih bu Tien, salam sehat
    Aduhai…. Roticinta…

    ReplyDelete
  32. Slmt mlm mbak Tien.. Alhamdullilah RC 37 dah tayang.. Jdi penasaran.. Slmseroja dan aduhai dri skbmi unk mbak Tien sekeluarga.. Slmtberkarya jf.. 🥰🥰

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillag Rocin 37 sudah tayang....
    salam aduhai bu Tien...
    semoga sehat selalu ..

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien.....
    Salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  35. Terimakasih mbak Tien...semakin lama semakin seru ini Roti Cinta yg baru keluar dr oven....
    sehat2 selalu mbak Tien
    salam aduhaaiiiii

    ReplyDelete
  36. Sepertinya Ningsih akan membuat perhitungan dengan Nurdin..

    Hehehe smoga aja cerita nya demikian ya bu..

    Salam aduhai.

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah ROCIN 37 sdh tayang maturnuwun Bu Tien 🙏, semoga sehat selalu salam ADUHAI,

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah ROCIN 37 sdh tayang, matursuwun mbak Tien
    ADUHAI... salam sehat selalu dr Bekasi Timur

    ReplyDelete
  39. Makasih mba Tien.
    Rotinya semakin enak. Sehat selalu dan salam aduhai

    ReplyDelete
  40. Trimakasih mbak Tien TC37nyaa...

    Selalu dan selalu ada yg membuat pinisirin...😊

    Kemanaa Ningsih..smoga ga ada apa2 yaa..aman2 ajaa..

    Besok lagiii lanjutannyaa..

    Salam sehat dan aduhaii mbak Gien..🙏🥰⚘

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien..tansah pinaringan sehat,Aamiin.

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillaah, Roti Cinta sudah tayang, ada konflik baru; Ningsih...
    Matur nuwun ibu Tien, Semoga ibu dan keluarga sehat dan berbahagia selalu,
    Aamiin yaa Robbal’alamiin

    Salam Sehat Penuh Waspada...SePeDa... ADUHAI...

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah ... Trimakasih kiriman Rocinnya Bu Tien ... Salam sehat penuh semangat tuk kita semua 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  44. Assalamualaikum wr wb. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik dan selalu membuat penasaran untuk mengikuti lanjutannya. Semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, tetap semangat dlm berkarya. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Salam sehat dari Pondok Gede....

    ReplyDelete
  45. Terima kasih bu Tien Roti Cibta 37
    Rustanto jan sarjana hukum ..siapa tahu dia bisa bantu keluarga pak Kusno...tp dia di Solo ya... Seandainya dia di Jakarta pasti dia mau membantu

    ReplyDelete
  46. Semalem diolak Alik belum tayang
    Alhamdulillah RoCin 37 sudah hadir
    Makin seruuu ..makin banyak konflik tiap orang nya...
    Turut bahagia Dian dan Witri akan bersanding
    Salam sehat mbak Tien
    Salam Aduhaii

    ReplyDelete
  47. Untuk mas Dudut, met milad, semoga selalu sehat, bahagia, diberkati panjang usia yang barokah. Aamiin Ya Robbal Alamiin

    ReplyDelete
  48. Aduh Ningsih, kemana kamu? Kok bikin bingung orang serumah. Jangan menambah kesedihan orang2 yg menyayangimu dong. Ayolah kerja di Rocin, pasti hatimu akan kembali gembira dan bersemangat.

    Matur nuwun Mbak Tien, Rocin selalu menghibur kami. Smoga Mbak Tien selalu sehat. Salam Aduhai selalu dari Semarang.

    ReplyDelete
  49. Aamiin
    Salam sehat dan ADUHAI jeng Ira

    ReplyDelete
  50. Aduh Rocin dah tanyang ..baru sempat baca ..krn gak enak badan..salam swhat u Bu Tien

    ReplyDelete
  51. Ternyata Nurdin lelaki tdk bertanggung jawab dan sobong..untuk Sawitri tidak mau dijadikan istrinya. Ada hikmah dibalik musibah Sawitri danibunya pindah kontrakan . Semoga Ningsih pergi untuk melaporkan Nurdin ke polisi..dan dapat pekerjaan di Rocin serta bahagia meniti masa depan. Aamiin

    ReplyDelete
  52. Ningsih... kamu pergi kemana...
    Kok gak pamit sama orang tuamu
    Jangan bilang kalau mau nusul Nurdin ya....
    Nurdin itu manusia gak punya hati
    Sabar sedikit saja kamu akan mendapat pekerjaan untuk menyambung hidup
    Witri anak yg baik,dia sangat peduli dg sesama temannya walau tanpa diminta.
    Smg masalah yg menimpa Ningsih dan keluarganya segera dapat teratasi
    Juga rencana Dian untuk melamar Sawitri smg lancar sampai hari bahagianya itu.

    Salam sehat dan aduhai selalu, dari Bojonegoro

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 47

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  47 (Tien Kumalasari)   Tumenggung Ranu tercengang. Tongkat penyangga tubuhnya masih mengambang di udara, s...