Saturday, September 25, 2021

ROTI CINTA 36

 

ROTI CINTA 36

(Tien Kumalasari)

 

“Bu Narti kan?” Nurdin mengulang pertanyaannya karena bu Narti tampak tertegun dan diam saja.

“Iya. Ini… nak Nurdin?”

“Iya, siapa lagi yang gagah begini kalau bukan Nurdin bin Abdullah.”

“Iya, agak kaget saya nak.”

“Kok bu Narti ada disini?”

“Saya dan anak saya menyewa tempat ini nak.”

“Oh, jadi bapak mertua saya bilang kalau separo rumahnya disewakan itu, yang menyewa ternyata sampeyan bu?”

“Iya nak.”

“Bersama Sawitri ?”

“Iya ..”

“Hm, bagus bu, sebenarnya saya ingin ketemu ibu sejak kemarin-kemarin. Saya marah karena ibu mengingkari janji.”

“Maaf nak, waktu itu saya belum bilang sama Witri, dan setelah saya bilang, ternyata Witri tidak mau. Jadi ya sekali lagi maafkanlah saya ya nak.”

“Gampang saja mengingkari janji lalu minta maaf. Tapi yang namanya janji itu ya harus ditepati.”

“Mau bagaimana lagi nak, yang mau menjalani ternyata menolak dijodohkan dengan nak Nurdin. Lagipula nak Nurdin kan sudah punya isteri, mengapa masih mau memperisteri Sawitri.”

“Isteri saya itu mandul. Saya ingin punya anak, wajar kan kalau saya ingin punya isteri lagi supaya saya bisa punya keturunan?”

“Ya, itu terserah nak Nurdin, tapi anak saya kan sudah bilang kalau menolak lamaran nak Nurdin itu?”

“Oh, ada mas Nurdin disini ?” tiba-tiba Witri yang sudah selesai mandi keluar karena mendengar suara laki-laki memarah-marahi ibunya.

“Naa, ini dia anaknya..”

“Ada apa mas?”

“Aku marah sama ibumu itu, karena dia mengingkari janjinya.”

“Jangan menyalahkan ibu saya. Ibu tidak bilang sama saya tentang pembicaraan ibu dengan mas Nurdin. Dan bukankah saya sudah menelpon mas Nurdin tentang keberatan saya? Lalu mas Nurdin mengusir saya, dan saya benar-benar sudah pergi dari rumah mas Nurdin kan?”

“Tapi kamu pindah kemari, ini juga rumah saya.”

“Benarkah ? Tapi pak Kusno bilang ini rumahnya, bukan rumah mas Nurdin.”

“Ya, memang tadinya ini rumahnya. Rumah yang semula gubug reyot dan nyaris ambruk, lalu aku memperbaikinya menjadi seperti ini, bukankah sama saja kalau ini rumahku?”

“Tidak Nurdin, ini rumahku,” tiba-tiba pak Kusno keluar dari rumahnya dan mendatangi tempat dimana Nurdin marah-marah kepada bu Narti dan Witri.

“Iya rumah bapak, yang semula gubug dan sekarang menjadi seperti ini. Siapa mendandani rumah ini pak? Sampeyan ?”

“Itu bukan kemauanku, kalau kamu mau minta ganti dari uang yang telah kamu keluarkan, katakan berapa, aku akan membayarnya.”

“Hmh, sombong sekali bapak sekarang ya? Bapak lupa siapa yang membiayai hidup bapak selama ini.”

“Tunggu mas. Mas Nurdin telah mengambil isteri anak pak Kusno, dan kemudian menyia-nyiakannya. Kesusahan dan rasa kecewa pak Kusno tidak sebanding dengan apa yang mas  Nurdin telah keluarkan. Jangan semena-mena hanya karena mas Nurdin punya harta. Harta itu tidak sebanding dengan sakit hati pak Kusno karena anaknya mas sia-siakan,” kemarahan Witri tak tertahankan lagi mendengar Nurdin menghina dan merendahkan pak Kusno, orang baik yang disakiti karena anaknya disia-siakan oleh Nurdin.

“O, jadi kamu sudah tahu semuanya? Rupanya orang tua ini sudah menjelek-jelekkan aku didepan kamu, sehingga kamu menolak dan membatalkan persetujuan antara ibumu dan aku?”

“Bukan karena siapa-siapa. Aku memang tidak suka sama mas Nurdin, yang ingin mengambil isteri dengan iming-iming harta. Ibuku sudah tua dan hanya ingin aku hidup enak dan tidak kekurangan. Tapi aku tidak mau dibeli dengan imbalan apapun.”

“Jadi yang mau diambil isteri oleh Nurdin itu nak Witri ?” tanya pak Kusno yang terkejut mendengar pembicaraan itu.

“Iya pak, dan saya menolaknya, yang akhirnya kemudian dia mengusir saya dan ibu saya,” kata Witri yang sejak tadi bicara lantang tanpa mengenal takut karena sangat marah menyaksikan perilakunya.

“Ya Tuhan, dia sungguh keterlaluan. Sekarang dia datang kemari untuk mengantarkan Ningsih anak saya, karena dia sudah menceraikannya," kata pak Kusno kepada Witri.

Nurdin membalikkan tubuhnya untuk pergi. Mereka mendengar Nurdin mencaci maki anak pak Kusno.

“Sabar ya pak,” kata Witri kepada pak Kusno yang kemudian kembali lagi ke rumahnya karena mendengar suara Nurdin yang lantang.

Ketika pak Kusno hampir memasuki rumahnya, dilihatnya Nurdin melangkah keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun, dan berlalu begitu saja sambil menjinjing kopornya.

Pak Kusno mendiamkannya. Dilihatnya Ningsih menangis di pangkuan ibunya.

“Apa yang kamu tangisi Ningsih? Laki-laki seperti itu tidak berharga untuk ditangisi. Kamu kembali kerumah, itu lebih baik, daripada kamu disiksa lahir batin olehnya.”

Witri dan ibunya yang mendengar semuanya merasa sangat iba. Sungguh keterlaluan laki-laki yang mencampakkan isterinya hanya karena dia tidak bisa melahirkan keturunan untuknya.

***

“Mas Dian, senang melihatmu pulang ke Solo,” pekik Dina sore itu ketika Dian sudah sampai dirumah.

“Iya, hanya ingin melihat warung bakso kamu nih.” canda Dian.

“Bohong ! Bilang saja kamu mau mengajak bapak sama ibu untuk melamar calon isteri kamu.”

“Kok tahu ?”

“Tahu dong, tapi ngomong-ngomong siapa gadis itu? Jangan bilang kalau dia Sawitri, kasir Roti Cinta.”

“Bagaimana kalau iya?”

“Benarkah? Dia ?”

Dian mengangguk sambil menatap wajah Dina, untuk melihat apakah Dina suka apa tidak kalau punya ipar Sawitri.

“Iya, nggak percaya? Nggak suka ?” tanya Dian.

“Bukan… bukan… nggak nyangka saja..”

“Bagaimana menurut kamu?”

“Aku sih belum banyak mengenal dia, cuma.. kata ibu Yanti, dia itu baik.”

“Lalu ?”

“Ya nggak apa-apa kalau mas Dian memang suka. Dia juga cantik kok. Kesederhanaan dia itu menambah cantiknya dia. Semoga hatinya juga cantik.”

“Hatinya juga cantik kok.”

“Kapan mau melamar?”

“Aku sudah bilang sama bapak Leo dan ibu Rina, dua minggu lagi. Kamu mau ikut ?”

“Aku tuh ingin mas, cuma.. ini aku lagi sibuk-sibuknya mau buka usaha baru. Renovasi kios sudah dimulai. Begitu selesai, aku langsung mau siap-siap buka.”

“Mengapa tiba-tiba ingin jualan bakso ?”

“Suatu hari aku makan disitu. Cuma warung bakso dengan gerobak sederhana, tapi minta ampun, baksonya enak banget. Besok aku ajak mas Dian kesana.”

“Lalu kamu akan memasak sendiri baksonya?”

“Tidak, mas Rustanto, penjual bakso itu aku ajak bekerja sama. Dan tahu nggak mas, ternyata dia itu seorang sarjana, kakak kelas aku.”

“Wauuww.. benarkah ?”

“Karena tidak segera mendapat pekerjaan, maka dia jadi penjual bakso. Lumayan laris lho.”

“Jadi kamu mengajak dia untuk bekerja sama ?”

“Benar mas, semoga berhasil dan bisa meningkatkan pendapatan dia. Karena dia masih harus membantu orang tuanya yang ada di kampung.

“Bagus benar. Salut aku sama tekatnya dia. Jadi daripada ngikut orang, dia kan merasa lebih baik punya usaha sendiri.”

“Itupun dia ngikut orang mas. Dia hanya mengambil, lalu harus setoran sama juragan bakso yang sesungguhnya. Nanti akan aku jadikan dia juragan bakso beneran.”

“Senang mendengarnya. Semoga sukses ya Din.”

“Aamiin. Besok siang aku ajak kesana, dan juga melihat kios yang sedang kami renovasi.”

“Siap. Tapi aku juga ingin ketemu Abian.”

“Gampang. Kita kontak dia, lalu kita makan disana bersama-sama. Dia sama Dita juga sering makan bakso disana.”

“Oh ya? Baguslah, soalnya besoknya lagi aku harus balik ke Jakarta.”

“Cuma dua hari disini ?”

“Iya, aku kan juga banyak pekerjaan dirumah.”

“Ya sudah, dua hari itu harus mas pergunakan dengan sebaik-baiknya. Terutama melihat bakal usaha aku itu.”

“Bapak di Jakarta pasti suka mendengarnya, karena dari dulu bapak selalu bilang bahwa kamu lebih suka punya usaha sendiri.”

“Itu benar. Suatu hari nanti om Baskoro harus datang ke Solo dan mencicipi bakso dagangan aku.”

“Aku siap mengantarkan, bersama isteriku nanti. Mudah-mudahan.”

“Tapi nanti kalau mas menikah aku harus bisa datang ah. Semoga usahaku sudah kelar dan bisa aku tinggalkan.”

“Kamu harus datang dan mendoakan aku dong.”

“Siap mas.. supaya aku juga bisa segera ketularan.

“Haaa.. sudah punya pacar rupanya nih?”

“Beluuuum… nantilah dipikirkan, kalau usahaku berhasil.”

“Akan aku doakan .. selalu.”

***

“Gila kamu Dian, ternyata aku harus mengakui bahwa aku kalah berlomba sama kamu,” kata Abian yang siang itu bersama-sama makan bakso di warungnya Rustanto.

“Lomba apaan tuh ?” tanya Dina.

“Lomba dulu-duluan nikah. Biarpun Bian lebih dulu punya pacar, tapi nikahnya keduluan aku kan?” kata Dian sambil melirik ke arah Dita yang sedari tadi diam saja.

“Nggak apa-apa, aku sabar menunggu kok, ya kan Dit?” tanya Bian kepada Dita.

“Kalau nggak sabar ya sana.. cari yang sudah siap,” canda Dita.

“Lho.. kok gitu? Kan aku bilang bahwa aku sabar menunggu.”

“Tapi ngomong-ngomong kamu kira-kira akan selesai berapa tahun lagi Dit?” tanya Dian.

“Berusaha secepatnya. Nih aku lagi ngebut.”

“Dita itu pintar, jadi sekolahnya lancar. Beda sama aku, tersendat-sendat. Otak kami beda sih,” kata Dina.

“Bukan begitu mbak, mbak Dina itu tidak percaya diri soalnya, sebenarnya dia pintar kok,” kata Dita memuji kakaknya.

“Mungkin juga. Dulu waktu SD aku selalu tergantung sama mas Dian. Ada apa-apa aku selalu bertanya sama mas Dian.”

“Iya, aku suka, kan diberi upah roti yang enak.”

Dina tertawa. Ia ingat ketika itu dia bilang pada ibunya, bahwa dia kasihan pada Dian karena dia miskin sehingga tidak pernah makan roti. Aduh, kalau ingat itu Dina jadi malu. Sekarang Dian bahkan sudah jadi pengusaha roti yang sukses.

“Tapi sekarang mas Dian jadi pengusaha roti yang top di Jakarta,” kata Dita.

“Benar,” kata Dina.

“Itu usahanya bapak sama ibu, aku hanya karyawan,” kata Dian merendah.

“Karyawan merangkap anak pemilik kan?”

“Tapi ngomong-ngomong baksonya benar enak lho mas Rus,” kata Dian memuji sambil menatap Rustanto yang sedang asyik meladeni pelanggan lain.

“Alhamdulillah mas.”

“Aku sama Dita sering makan disini sehabis menjemput Dita kuliah,” kata Abian.

“Makanya Dita sudah hampir bulat kayak bakso,” canda Dina.

“Eh, enak saja.. aku masih langsing dong..” kata Dita sambil cemberut, tapi membuat semuanya tertawa.

“Mas Rustanto, habis ini kami mau melihat kios, mas Rus mau ikut?” tanya Dina.

“Enggak lah Din, ini masih rame, kasihan kalau aku tinggal. Tapi nanti kalau masih sempat aku mau kesana sendiri.”

“Baiklah kalau begitu.”

***

“Ibu tidak mengira kamu kemarin berani menentang nak Nurdin. Ternyata dia sangat sombong dan suka merendahkan orang,” kata bu Narti pagi hari itu.

“Berani dong bu, Witri sangat marah ketika mendengar dia ngomelin ibu, lalu dia juga merendahkan mertuanya. Mentang-mentang dia kaya.”

“Ibu tidak tahu kalau yang datang bertamu waktu itu adalah nak Nurdin. Cuma mendengar suara-suara .. tapi ibu kira ada tamu saudara jauh atau apa.”

“Witri juga tidak mengira kalau tamunya mas Nurdin.”

“Kasihan pada nak Ningsih, tiba-tiba dipulangkan.”

“Witri pikir lebih baik begitu bu, daripada terus mendapingi suami tapi dihina gara-gara tak bisa punya anak. Suami itu kan harusnya melindungi, dan kalau terjadi seperti itu harusnya mencari jalan yang baik tanpa saling melukai.”

“Aku malah belum ketemu nak Ningsih, nanti ibu mau kesitu sebentar ya.”

“Iya bu, nanti Witri sepulang kerja saja menemui dia, soalnya ini sudah saatnya Witri masuk kerja.”

“Iya, nggak apa-apa, nanti ibu bilang.”

“Tapi ibu jangan lama-lama ya, Witri masih khawatir kalau ibu sampai kecapekan.”

“Iya, ibu tahu.”

“Ini makan ibu untuk siang, cemilan, dan minum, obatnya sudah Witri siapkan di meja makan, katanya ibu ingin makan di meja makan saja, tidak dikamar?”

“Iya Wit, nggak enak semua-semuanya ditaruh di kamar. Ibu kan sudah lebih baik, sudah bisa kalau cuma jalan ke ruang makan saja.”

“Iya bu, tapi harus tetep hati-hati ya.”

“Iya, sudah sekarang kamu berangkat sana. Nanti telat.”

“Witri pamit ya bu,” kata Witri sambil mencium tangan ibunya.

Bu Narti yang sudah lebih sehat mengantarkan Witri sampai ke depan. Rasa haru selalu menyelimutinya menyaksikan anak semata wayangnya begitu tegar dalam menghadapi segala permasalahan hidup.

Ketika bu Narti memasuki rumah, didengarnya kesibukan di sebelah. Karena suaranya agak keras, bu Narti bisa mendengarnya.

“Tidak pak, aku tidak pernah mengambilnya. Untuk apa aku mengambil sertifikat rumah?”

“Barangkali memindahkan tempatnya. Kan aku menaruhnya di almari dibawah  buku-buku itu.”

“Itu juga tidak. Pokoknya aku tidak pernah memindahkan atau mengambilnya.”

“Aneh, kok tidak ada. Aku sudah membongkar almari pakaian juga tidak ada. Maksudku aku mau menggadaikan sertifikat itu, untuk mengembalikan uang Nurdin yang dipakai untuk merenovasi rumah ini. Kalau tidak nanti dia merasa berhak memiliki.

Bu Narti mengelus dadanya, merasa kasihan. Dan sertifikat yang akan dipergunakan untuk mencari uang, hilang entah kemana.

***

Besok lagi ya

 

 

 

104 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah ROTI CINTA_36 sdh tayang.
      Terimakasih bu Tien, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

      Delete
    2. Alhamdulillah.... matur nuwun mbak Tien, semoga sehat selalu.

      Delete
    3. This comment has been removed by the author.

      Delete
    4. Alhamdulillah Roti Cinta untu mlm mingguan sdh hadir, makasih bu Tien. Slm sehat tetap semangat

      Delete
  2. Alhamdulillah.... matur nuwun mbak Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apa kabar mas Ngatno....? Lama gak basuo.....

      Delete
    2. Alhamdulillah sehat, semoga Kakek Hasbi juga selalu sehat bahagia beserta orang2 tercinta. Aamiin...

      Delete
  3. Yang di tunggu2 Rocin 36 tayang

    Yuuk kita nikmati roti msh hangat nih

    Baru keluar dari oven...
    Penisirin bingitz tah

    Nurdin udah bikin kaget bu Narti

    Yuuuk kita ikutin ceritanya

    Mksh bunda Tien ttp sehat selalu doaku

    ADUHAI...ADUHAI...ADUHAI

    ReplyDelete
  4. Selamat sahabat Zimi Zainal.....untuk pertama kali juara 1

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhmdulillah... htrnhun ke... salam kenal ti oerang Majalengka...

      Delete
    2. Lhoh as Zimi kan udah kenal di WAG PCTK, Kakek Habi itu Pak Djoko Budi Susilo

      Delete
  5. Yg ditunggu tuk malming telah tersedia.
    Nuwun bu Tien
    Salam sehat dan ADUHAI KEJORA

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah, terima kasih bu tien... suguhan rc 36 sdh tayang semoga bu tien selalu sehat, dan selalu bahagia.. salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mb Tien....salam aduhai

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah ....
    Yang ditunggu tunggu telah hadir.....
    Matur nuwun bu Tien..
    Mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat selalu.
    Aamiin..... .

    Salam ADUHAI... dari bumi NUSAKAMBANGAN

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah, Rocin sudah tayang..matur nuwun.Mugi Bu Tien tansah sehat.
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  10. Terima kasih bunda Rotinya sudah tayang. Penasaran nie apa yg terjadi sama Witri, ditinggal Dian ke Solo kok si Nurdin Dateng ke rumah mertuanya....

    Salam aduhai bunda Tien

    Dari Wahyu - Lamongan

    ReplyDelete
  11. Alhdulillah sudahbtayang terima kasih bu Tien salam.sehat selali

    ReplyDelete
  12. Yups...
    Alhamdulillah...Roti cinta sdh datang...
    Terima kasih bu Tien.

    ReplyDelete
  13. Mkin asyiik trs rocin nya... terimkasih... sehat² trs mbu tien bersma keluarga....

    ReplyDelete
  14. Trimakasih mbak Tien RC36nyaa...

    Waduuuh..sertifikat rmh jgn2 diambil Nurdin..🤦‍♀️

    Semoga yg lain lancar jaya ya mbak Tien..
    Besok lagii...eh senin..😊

    Salam sehat selalu dan aduhaii mbak Tien..🙏🥰⚘

    ReplyDelete
  15. "Pak Kusno....!"
    "Sertifikat rumah nya dicuri Nurdin...!"

    ReplyDelete
  16. Terimakasih bu tien
    Semoga sehat walafiat 🙏🙏👐

    ReplyDelete
  17. Sugeng daluuuu..... mbak Tien semoga senantiasa sehat bugar bahagia sejahtera 😗😍❤
    Salam aduhai dr Surabaya

    ReplyDelete
  18. Ulah Nurdin atas hilangnya sertifikat rumah. Dan Ningsih setelah diceraikan Nurdin akankah muncul seorang perjaka sbg pendamping Ningsih ????
    Kita jadi tak sabar menunggu eps berikutnya.
    Terima kasih alias matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu bersama kelurga dan selalu bahagia dalam Lindungan Alloh SWT. Aamiin

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah roti cinta udah keluar... Makasih mbak Tien. Salam sehat selalu.


    Wah jangan-jangan sertifikat nya diambil Nurdin ya??
    Kok jahat banget ya si Nurdin itu. Tapi aku yakin kok. Kebusukannya pasti terbongkar dan pak kusno pasti bisa melewati kesulitan ini

    ReplyDelete
  20. Matur nuwun mbak Tien-ku, roti-nya yang selalu josss.
    Oooo ternyata Nurdin memang berulah tapi dengan mertuanya. Teganya... teganya. Mestinya kalau sudah mau manisnya ya mau juga Pahitnya. Awas!!! Saya laporkan kepada NYI Dalang, biar kena hukum karma.
    Salam sehat penuh semangat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  21. Maturnuwun bu Tien untuk Roti Cinta-nya... 🙏

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah Roti Cinta Episode 36 sudah tayang, terimakasih bu Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat dari Tangerang.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah Rocin 36 dudah tayanf
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda sekeluarga selalu sehat walafiat aamiin
    salam sahat dan aduhai dari Purworejo

    ReplyDelete
  24. Terima kasih roti cinta nya mbak Tien...


    Salam sehat dari Purwodadi.

    ReplyDelete
  25. Waduh Ningsih dikembalikan ke orangtuanya sertifikat tanah dicuri hilang, namanya juga maling biasanya lebih ngerti kelemahan pemilik rumah, runyem deket² Nurdin.
    Aku mengira dan bisa dipastikan Nurdin itu yang ngambil, kerena dia berani nge-klaim rumah itu miliknya.
    Ganjalan juga masalah ini, kalau nggak diselesaikan merepotkan keluarga pak Kusno, ranggenah wong namanya Nurdin nggak jelas statusnya, gimana bisa; dia kan nggak punya akun medsos.. ya iyalah nggak bisa update status lah..
    Rekruitment Rustanto diajak kerjasama di usaha kuliner prakarsa Dina belum terlihat tanda² mereka akan bersama mengarungi kehidupan, masih terlihat bentuk kerjasama bisnis lumrah, nanti seiring berjalannya waktu ada perkembangan di hati mereka berbunga-bunga menatap cerahnya masa depan mereka..

    ADUHAI..

    Persiapan Dian menghadapi pertunangan nya mulai menyibukkan keluarga besarnya semoga lancar..

    Terimakasih Bu Tien roti cintanya yang ke tiga puluh enam sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera, bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien.....
    Salam sehat selalu...salam aduhai

    ReplyDelete
  27. alhamdulillah..... rocinnya sudah hadir, terima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah ROCIN 36 tayang.

    Matur nuwun Bunda Tien.

    Wilujeng dalu, mugi tansah pinaringan sehat.

    Salam ADUHAI ,saking Klaten.

    ReplyDelete
  29. Makasih Bunda untuk ROTI Cintanya
    Met malam dan met istirahat.
    SALAM ADUHAI........

    ReplyDelete
  30. Salam aduhai .
    Rocin 36 sdh hadir ...makasih bu Tien

    ReplyDelete
  31. wadooooooh Nurdin sempet2nya ngambil sertifikat sebelum kabur....

    ReplyDelete
  32. Rasanya Nurdin yg ngambil sertifikat tanah. He5x. Terima kasih mbak Tien. Semoga sehat selalu. Salam sejahtera.

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah,makan malam.."roti cinta",terima kasih Bu Tien..selalu sehat,Aamiin🤲

    ReplyDelete
  34. Wah jangan2 yg ambil sertifikat rumah adalah Nurdin..smg segera dikembalikan ke yg berhak...

    ReplyDelete
  35. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik

    ReplyDelete
  36. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang,

    ReplyDelete
  37. Jgn2 diambil Nurdin? Trmksh utk share rocinnya mlm ini👍
    Slm seroja utk mbak Tien dan para pctk

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.....

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah...terima kasih, Mbak Tien...semoga berikutnya segera hadir lagi. Salam sehat....

    ReplyDelete
  40. 𝕎𝕒𝕕𝕦𝕙...𝕒𝕞𝕓𝕪𝕒𝕣𝕣𝕣𝕣 𝕤𝕖𝕣𝕥𝕚𝕗𝕚𝕜𝕒𝕥 𝕥𝕒𝕟𝕒𝕙𝕟𝕪𝕒 ℙ 𝕂𝕦𝕤𝕟𝕠 𝕙𝕚𝕝𝕒𝕟𝕘 𝕚𝕟𝕚 𝕡𝕒𝕤𝕥𝕚 𝕦𝕝𝕒𝕙 𝕤𝕚 ℕ𝕦𝕣𝕕𝕚𝕟...𝕕𝕒𝕤𝕒𝕣 𝕦𝕣𝕕𝕚𝕟 𝕠𝕣𝕒𝕟𝕘 𝕪𝕘 𝕘𝕒𝕜 𝕞𝕒𝕦 𝕣𝕦𝕘𝕚...𝕙𝕒..𝕙𝕒. 𝕊𝕖𝕞𝕠𝕘𝕒 𝕕𝕒𝕡𝕒𝕥 𝕓𝕒𝕝𝕒𝕤𝕒𝕟𝕟𝕪𝕒 𝕜𝕖𝕝𝕒𝕜. 𝕄𝕖𝕞𝕒𝕟𝕘 ℝ𝕆ℂ𝕀ℕ 𝕞𝕒𝕜𝕚𝕟 𝔸𝔻𝕌ℍ𝔸𝕀. 𝕊𝕒𝕝𝕒𝕞 𝕤𝕖𝕙𝕒𝕥 𝕦𝕥𝕜 𝔹𝕦 𝕋𝕚𝕖𝕟..🙏🙏🙏👍👍👍

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillaah Roti Cinta sudah hadir.... makin seru, makin tegang, makin menarik...
    Trima kasih ibu Tien, Semoga ibu dan keluarga sehat dan bahagia selalu,
    Aamiin yaa Robbal’alamiin...
    Salam SeRoJa..... ADUHAI....

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah ... Terima kasih Bu Tien ... Semoga Bu Tien selalu sehat ... Salam seroja tuk kita semua 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah... Suwun bu Tien cerbungnya srlalu kutunggu. Semoga bu Tien sll sehat. Aamiin

    ReplyDelete
  44. Slmt pgii mbak Tien.. Sehat y.. Mksihrocin 36 nya.. Slmseroja dan aduhai dri skbmi.. 🥰🥰🥰

    ReplyDelete
  45. Assalamualaikum wr wb. Kasihan Pak Kusno, yg kehilangan sertifikat rumahnya. Hanya menduga duga, mungkinkah Nurdin yg ambil sertiikat rumah Pak Kusno. Maturnuwun Bu Tien, jadi penasaran untuk mengikuti ceritanya di episode 37.Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon, sehat wal afiat, wilujeng ing sadayanipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin ...Salam sehat dari Pondok gede....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr wb.
      Aamiin ya robbal alamiin
      Terimakasih dan salam ADUHAI pak Mashudi

      Delete
  46. Alhamdulillah, RC.36 telah di simak, terima kasih bu Tien, sehat n bahagia selalu. Aamiin
    UR. T411653L

    ReplyDelete
  47. Matur nuwun bu Tien
    Rocinnya. Alhamdulillah Witri menolaklamaran Nurdin. Ketahuan kalau Nurdin bukan laki laki yg baik dan bijak. Jangan jangan sertifikat tanah mertuanya diambil..payah bener. Semoga Dian dilancarkan lamarannya ke Witri, usaha bakso kolaborasi Dina dan Rustanto sukses aamiin. Yg jelas buTien diberi kesehatan sehigga cerber hadir terus..aamiin

    ReplyDelete
  48. Alhamdulillah ROCIN 36 baru melanjutkan sore ini(mripatipun kelet bu😉),pagi lanjut sibuk hehehe, maturnuwun Bu Tien semoga sekeluarga sehat,ngrapel ROCIN 37, ADUHAI.....

    ReplyDelete
  49. Hehehe isin kulo Bu Tien ROCIN 37 Minggu libur 😎, ADUHAI kecele..

    ReplyDelete
  50. Terimakasih bu Tien cerbungnya top banget...saya selalu menunggu cerbung2 ibu Yang seru ...alhamdulillah ROCIN sudah tayamg...Aduhai serunya ..salam sehat selalu untuk bu Tien ...

    ReplyDelete
  51. Salam sehat juga Unknown, kenapa unknown tidak diganti dengan nama anda saja ?
    ADUHAI..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 47

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  47 (Tien Kumalasari)   Tumenggung Ranu tercengang. Tongkat penyangga tubuhnya masih mengambang di udara, s...