Thursday, October 8, 2020

BAGAI REMBULAN 34

 

BAGAI REMBULAN  34

(Tien Kumalasari)

 

Susan memungut sebuah buku kecil yang tiba-tiba terlempar keluar dari saku jas bapaknya. Dengan bersemangat dia mengambilnya. Ingin Susan melonjak kegirangan. Itu buku nikah bapaknya.

“Ya ampun... terimakasih ya Allah, ini buku nikah bapak, semoga semakin memudahkan aku menemukan dimana makam bapak ibuku.”

Susan mengamati buku nikah itu dengan seksama, lalu mendekapnya didada sambil berlinangan air mata.

“Sayang aku tak sempat melihat wajah bapak, wajah ibu... apalagi memeluk dan bermanja padamu. Bapak.. ibu, aku merindukanmu.. datanglah walau dalam mimpiku...”

Susan membaringkan tubuhnya diranjang, sambil memeluk buku nikah yang baru saja  diketemukannya.

Tak terasa air mata menetes deras dan dibiarkannya mengaliri pipinya.

“Bertahun-tahun aku hidup bersama seseorang yang bukan apa-apaku, mengasihi aku dengan kasih yang semu, mengambil semua dariku, dan yang terakhir ingin menukar tubuhku dengan harta seorang konglomerat. Nenek, aku tidak tahu semuanya, nenek mengira semuanya baik-baik saja. Tidak nek, sepeninggal nenek aku menderita. Aku seperti orang buta yang meraba-raba, tak berani bersikap karena tekanan mama. Lalu tiba-tiba keberanian itu timbul, entah dari mana aku berani menentangnya. Nenek.. mama tidak mencintai aku seperti yang nenek harapkan. Ternyata kemudian semuanya terungkap, dan aku menemukan hampir semuanya. Mama sangat jahat nek, kalau saja nenek tahu.”

Susan terus tenggelam dalam tangisnya, apalagi ketika mengingat neneknya yang sangat mengasihinya.

“Nenek, aku rindu nenek.. bertahun-tahun nenek meninggalkan aku, bertahun-tahun aku hidup dalam bayang-bayang semu.”

Malam telah larut ketika Susan memejamkan matanya, berharap mendapatkan mimpi tentang ayah ibunya.

Tapi tiba-tiba seseorang menariknya bangun, bu Triani, menatapnya dengan mata garang penuh kemarahan.

“Susan, ini tanggung jawab kamu,” hardiknya.

“Tanggung jawab apa tante?”

“Hutang mama kamu harus menjadi beban kamu.  Uang aku harus kembali, berikan sekarang juga Susan.”

“Tidak, itu bukan tanggung jawab saya tante.”

“Apa kamu mengingkari bahwa kamu anaknya Lusi? Ingat Susan, kamu dilahirkan dengan taruhan nyawa, sekarang mama kamu punya beban, apa kamu akan membiarkannya memikulnya seorang diri?”

“Tidak tante, bukan tanggung jawab saya.”

“Anak macam apa kamu ini ?”

“Tapi aku bukan anaknya tante,” jawab Susan keras.

“Apa katamu ?”

“Aku bukan anaknya. Lihat, inilah bapak dan ibuku, bukan Lusi !” katanya sambil menunjukkan buku nikah yang digenggamnya.

“Apa itu? Coba aku lihat !”

“Jangan. Pergilah tante dan jangan datang lagi kemari.”

Tapi Triani terus menarik-narik buku yang digenggamnya. Susan mempertahankannya, dan tiba-tiba jatuh tersungkur.

“Addduh...”

Susan membuka matanya, mengelus lututnya yang terantuk lantai. Dipandanginy sekeliling kamar, bu Triani tidak ada. Susan menghela nafas lega.

“Ya Tuhan, ternyata aku bermimpi,” katanya sambil bangkit, dan buku nikah itu masih ada didalam dekapannya.

***

Pagi itu ketika Naya menjemputnya sebelum kekantor, Susan berlari menghampiri dan memeluknya erat.

“Auuwww... ada apa ini... ampuun... nggak bisa nafas akuu..?” teriak Naya.

“Idiih.. nggak bisa nafas kenapa balas meluk sih...” ledek Susan sambil melepaskan pelukannya.

“Ada apa nih, kok ceria banget. Tapi matamu sembab lho, menangis semalaman?”

“Naya, nanti mampir ke laundry ya, baju-baju bapak sama ibu mau aku bawa ke laundry biar wangi.”

“Iya.. tapi ada apa?”

“Dengar Nay, ketika aku memasukkan baju-baju bapak kedalam plastik yang mau aku bawa ke laundry, aku menemukan sesuatu.”

“Perhiasan?”

“Iih, bukan.. nggak mungkin lah perhiasan. Pasti sudah raib deh. Ini, lihat..” kata Susan sambil menunjukkan buku nikah bapaknya.”

“Itu buku nikah?”

“Iya, buku nikah bapak. Dengan ini kita bisa dengan mudah menemukan asal ibuku dan makamnya.”

“Yah, syukurlah, simpan dulu baik-baik. Ayo berangkat, sudah sarapan?”

“Nggak, nanti sarapan dikantor saja, sudah kesiangan nih, bisa dipotong gaji aku.”

“Ya enggak lah, kan aku bosnya...”

“Hahaaa.... iya, aku lupa.”

***

Siang hari itu Susan masih menyempatkan diri pulang kerumah Lusi. Eh bukan, rumah Susan, kan sudah terbukti? Tapi dia tidak bersama Naya karena Naya masih menemani bapaknya menemui tamu dari luar kota. Ada baju-baju Susan yang nanti akan dipakai untuk ke acara pertunangan Dayu. Memang dulu dia belum membawa semuanya. Ia harus memilih-milih mana yang pantas. Tapi tiba-tiba sebuah teriakan yang dia sudah hafal suara siapa, terdengar memenuhi ruangan rumah itu.

“Susaaaan, kamu ada kan?

Dan belum hilang gema suara itu, langkah kaki Triani sudah sampai didepan kamarnya.,

“Syukurlah bisa ketemu. Beberapa hari aku kemari kamu tidak ada.”

“Silahkan duduk tante, ada apa?” kata Susan mempersilahkan.

“Bagaimana kamu bisa bertanya seperti itu? Memang benar, aku sudah ke kantor BPN, dan benar itu palsu. Tapi aku sudah melaporkannya ke polisi atas kejahatan mama kamu itu.”

Susan tak berreaksi karena dia sudah tahu pasti akhirnya juga akan begitu.

“Tapi aku tetap akan menagih ke kamu Susan, karena ini masalah uang besar, dan kamu adalah anaknya. Kalau kamu bisa mengusahakannya, maka laporan ke polisi itu akan aku cabut.”

“Maksud tante.. mengusahakan kembalinya uang tante?”

“Ya iyalah, apalagi?”

“Dengar tante, itu urusan tante sama ibu Lusi, bukan urusan saya.”

“Apa katamu? Bu Lusi itu siapa? Mama kamu kan? Jadi bagaimana mungkin kamu membiarkan mama kamu terbebani utang dengan menderita di penjara lebih lama?”

“Tidak tante, mana mungkin saya punya uang sebanyak itu.”

“Tapi kamu itu anaknya,  Susan.”

“Saya bukan anaknya bu Lusi tante.”

“Apa katamu?”

“Anak bu Lusi hanyalah Anjas, dan bukan saya. Saya hanya anak angkat.”

Bu Triani tampak tertegun.

“Lalu rumah ini punya siapa?”

“Punya saya tante.”

“Kamu ?”

“Ya, semuanya baru saja terbongkar. Jadi saya mohon tante tidak menghubungi saya lagi atas hutang piutang itu.”

Dan tanpa diduga bu Triani tiba-tiba bertepuk tangan dua kali, lalu dari dalam mobilnya keluar seorang laki-laki tinggi besar yang tampak sangar. Wajahnya kasar, matanya tajam dan tampak garang. Susan terkejut, karena tampak ada ancaman dengan datangnya laki-laki itu. Lalu Susan menyesal mengapa tadi tidak menunggu Naya, dan nekat pulang sendiri.

“Bagaimana bu?”

“Dia ini ternyata tidak mau bertanggung jawab atas utang mamanya.”

Laki-laki itu menatap Susan dengan mata menyala, membuat Susan merasa keder.

“Bagaimana mbak? Apakah mbak tetap tidak mau membayarnya?” kata laki-laki itu keras.

“Membayar apa? Bukan saya yang berhutang.” Susan memberanikan diri menjawab. Padahal dirinya hanya seorang diri. Bagaimana kalau laki-laki itu menganiayanya?”

“Jangan main-main dengan saya mbak, saya bisa melakukan apa saja.”

“Bagaimana anda bisa memaksa saya? Bukan saya yang berhutang, dan darimana saya punya uang sebanyak itu?”

“Saya tidak mau tahu, kalau anda tidak mau menurut, maka akan saya bawa.”

“Apa maksudnya? Anda melanggar hukum,”

“Haaah.. hukum .. hukum... Mau membayar tidak?” kata laki-laki itu sambil mendekat.”

“Tidak mungkin, tolong mengertilah, aku bukan siapa-siapanya dia.” Susan mulai ketakutan.

“Bu, tolong buka pintu mobilnya supaya gampang saya melemparkannya kedalam.”

Bu Triani keluar, membuka pintu mobil, sedangkan laki-laki itu menyeret tubuh Susan dengan paksa.

“Tolooong!”

“Sudah, jangan berteriak !!”

“Kalian tak akan mendapat apa-apa, saya tak punya apa-apa. Harta saya justru dirampok oleh dia.!! Lepaskaaaan..” Susan berteriak  keras, tapi laki-laki itu tetap menyeretnya.

Selangkah lagi laki-laki itu berhasil melemparkan Susan kedalam mobil, ketika tiba-tiba sebuah ayunan tangan mengampiri wajah laki-laki itu, dan membuatnya terhuyung, serta pegangan atas Susan terlepas.

“Nayaaa!” Susan berteriak.

Laki-laki tinggi besar itu marah bukan alang kepalang. Dihadapannya seorang laki-laki muda yang tidak lebih besar dari badannya, bahkan lebih kecil, menatapnya marah sambil kedua tangannya menggenggam. Sebuah teriakan mirip auman singa terdengar, ketika laki-laki itu menyeruduk kearah tubuh Naya. Tapi dengan sekali geser tubuhnya mengelak kesamping, dan sebuah kakinya berhasil menggaet kaki laki-laki itu, membuatnya jatuh tertelungkup.

Susan menelpon polisi. Ia takjub melihat cara Naya bertarung. Laki-laki tampan yang lemah lembut itu dengan gagah berani menghadapi laki-laki yang lebih tinggi besar dan tampak garang. Tapi Susan sesungguhnya khawatir. Sebuah hamtaman mengenai pipinya, tapi Naya juga berhasil menonjok ulu hati musuhnya, membuatnya bergelung memegang perutnya.

Susan semakin cemas.

“Aduuh, mengapa polisi lama sekali..” bisiknya khawatir sambil terus mengawasi pertarungan itu.

Tapi tidak, sebuah sirene polisi menghentikan pertarungan itu. Laki-laki itu melompat kedalam mobil, dengan bu Triani sudah ada didalamnya. Ia memacu mobilnya keluar dari halaman, tapi mobil polisi menghadangnya.

***

Susan mengompres luka dipipi Naya dengan es batu yang dibalutnya dengan serbet.

“Sakitkah ?”

“Tidak Susan, aku tidak apa-apa,” kata Naya sambil mengelus tangan Susan lembut.

Mereka sudah kembali dari kantor polisi untuk memberi kesaksian. 

“Untunglah kamu segera datang Naya, kalau tidak, entah bagaimana nasibku.”

“Mengapa tadi kamu berangkat sendiri dan tidak mau menunggu aku sebentar saja?” tegur Naya.

“Maksudku cuma mau mengambil baju, mengapa harus minta diantar, lagian kamu sedang sibuk.”

“Orang stress bu Triani itu.”

“Bisa dimengerti, uangnya lumayan banyak. Tapi dia ngawur. Dikiranya aku mampu membayar hutang Lusi, mana mungkin?”

“Kamu tidak bilang bahwa tidak punya apa-apa.”

“Ya sudah Nay, tapi dia tidak percaya, malah memanggil tukang pukul. Memangnya dengan tukang pukul uangnya bisa kembali?”

“Tapi kamu tidak diapa-apakan kan?”

“Hampir Nay, kalau aku berhasil dibawanya, nggak tahu apa yang akan terjadi. Untunglah dewa penyelamatku datang. Terimakasih ya Nay. Masih sakitkah lukamu?”

“Tidak, sudah, aku kesenangan dong kamu mengelusnya terus.”

“Ih, genit ! Tapi aku bangga sama kamu. Ternyata kamu bisa berkelahi juga ya? Aku kira yang pintar berkelahi itu cuma Adit dan Liando. Kamu kan lemah lembut.”

“Aku laki-laki, masa tidak berani berkelahi? Apalagi kalau kekasihku disakiti, nyawa aku pertaruhkan nih,” kata Naya sambil menepuk dadanya.

Susan memeluknya lagi.

“Ayo kembali kekantor Nay, aku tidak akan datang-datang lagi kemari kalau kamu tidak menemani.”

“Tuh, sekarang kamu baru tahu kan?”

***

Acara lamaran sekaligus pertunangan itu hanya dihadiri kerabat terdekat, tak banyak tamu hadir, tapi suasananya tetap tampak meriah sekaligus mengharukan. Memang bukan sekarang orang tua kedua calon suami isteri itu harus melepas buah hatinya, tapi bayangan akan segera jauh dari mereka tetap menyelimuti hati dan perasaan mereka. Terlebih bagi Surti yang berkali-kali mengusap air matanya. Namun melihat rona bahagia diwajah Dayu dan Liando, hati Surti sedikit terhibur. Harapan akan kebahagiaan bagi anak-anaknya selalu dilantunkan dalam setiap sujudnya.

“Surti, mengapa menangis? Lihat anak kamu tampak sangat bahagia,” bisik Seruni ditelinga Surti.

“Iya bu Indra, ini kan tangis bahagia.”

“Bahwa pada suatu hari kita harus melepas anak-anak kita, memang itu sudah kodratnya ya Sur, tapi kebahagiaan anak-anak kita akan membalut semua sepi sa’at ditinggalkan. Tak lama lagi aku juga akan mengalaminya.”

“Iya bu Indra, waktu terus berjalan, dan kita tidak sadar telah menjadi tua.”

“Setiap orang akan mengalaminya bukan?”

“Iya bu Indra.”

“Sebentar lagi Dayu dan Yayi selesai kuliahnya, dan kita harus benar-benar bersiap melepas mereka. Bukan hanya kamu, tapi aku juga, dan semua orang tua akan merasakannya.”

“Benar,” lalu Surti mengusap lagi air matanya.”

“Bu Tikno...” tiba-tiba bu Diana melambaikan tangannya.”

Surti mendekat.

“Masakannya enak sekali,” hanya untuk itu bu Diana memanggilnya, membuat Surti tersipu.”

“Ah, bu Diana selalu begitu.”

“Aku sudah tahu kalau bu Tikno pintar memasak, tapi kali ini aku ingin memujinya lagi.”

“Terimakasih banyak bu Diana.”

Sepasang anak muda yang sudah bertunangan itu asyik menemani sahabat-sahabat mereka yang juga sudah siap menyusulnya.

“Aku kapan ya?” celetuk Naya.

“Ih, mas Naya.. “ ledek Yayi.

“Kamu itu adikku, jadi kamu belakangan.”

“Iya, aku tahu, tuh.. mbak Susan juga sudah siap, ya kan?”

Lalu Susan jadi teringat akan pergi ke Boyolali hari itu.

“Naya, aku mau ke Boyolali dulu.”

“Iya lah, kan aku mengantarmu, sebentar aku pamit sama bapak dulu.”

“Oh iya, mbak Susan masih punya tugas yang harus diselesaikan ya, aku boleh ikut?” tanya Yayi.

“Eh jangan Yayi, kalau kamu juga ikut pergi nanti tamunya berkurang banyak. Aku sama Naya harus berangkat sekarang supaya nanti pulangnya tidak kesorean.”

“Iya benar. Hati-hati ya mbak, saya do’akan semoga semuanya lancar,” kata Yayi.

Ketika Naya pamit kepada ibunya, Surti berteriak melihat wajah Naya membiru.

“Lho, mas Naya itu kenapa?”

“Ya itulah.. orang yang menghutangkan uang sama Lusi mengejar-kejar Susan dan membawa tukang pukul, jadilah Naya berantem sama tukang pukul itu.”

“Ya ampuun, sampai begitu jauh akibat  dari semua yang dilakukan mbak Lusi. Banyak orang nyaris menjadi korban.”

“Iya Surti, bahkan ketika Lusi sudah dipenjara juga masih meninggalkan masalah.”

***

Naya dan Susan sudah memasuki kawasan Boyolali, mencari desa Mojolegi. Tapi beberapa orang yang ditanya tidak mengenal nama Kuncoro maupun Sumini.

“Kita mungkin tidak bisa menanyai orang per orang Susan, harusnya kita langsung ke kantor KUA dan menanyakan tentang buku nikah yang kamu bawa itu.”

"Tapi kan kita bertanya kepada orang-orang atas alamat  yang ada di buku nikah ya?"

"Entah mengapa kok nggak ada yang kenal. Besok kita ke  kelurahan atau kantor KUA saja untuk lebih jelasnya."

“Iya ya Nay, kita salah jalan. Tapi kan ini hari Minggu, mana mungkin ada kantor buka?”

“Kalau begitu apa kita sebaiknya kembali saja?”

“Lalu besok kita kembali kemari? Aduh, aku sungkan sama pak Indra, mana kantor lagi banyak pekerjaan lagi.”

“Tidak apa-apa San, nanti aku bisa mewakilkannya kepada yang lain. So’alnya ini kan juga penting untuk kamu. Kalau tidak diselesaikan sekarang mau kapan lagi?”

“Jadi kita sebaiknya kembali sekarang?”

“Iya San, besok saja langsung ke KUA, pasti masih ada data asli buku nikah itu walau sudah puluhan tahun berlalu.”

Naya memutar mobilnya untuk kembali, tapi tiba-tiba dilihatnya sebuah mobil berjalan kearahnya. Susan mengenali mobil itu.

“Itu.. mobil itu.. “

“Kamu tahu itu mobil siapa?”

“Itu mobilnya mama Lusi. Siapa yang ada didalamnya?”

Lalu dilihatnya mobil itu berhenti, dan seseorang turun dari sana.

***

Besok lagi ya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                   

47 comments:

  1. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
    Wignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Samiadi, Pudji, asi Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Sastra, Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto,
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana,
    Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Purworejo, Jombang,
    Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.

    ReplyDelete
    Replies
    1. yng ditunggu2 akhirnya muncul juga..terimakasih bu tien ..membaca ceritanya menegangkan .sehat2 selalu ya bu.salam seroja

      Delete
    2. Alhamdulillah, Trimakasih Bu Tien, salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.

      Delete
    3. Alhamdulillah....
      Yang ditunggu tunggu sudah hadir
      Matur nuwun Ibu Tien,
      Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
      Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.

      Delete
    4. Alhamdulillah BAGAI REMBULAN 34 sudah tayang.
      Matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
      Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
      Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang, juga

      Delete
    5. Alhamdulillah.... matur nuwum Mbak Tien. semakin seru dan tambah penasaran....
      Salam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan pembaca yg budiman selalu sehat dan sukses.

      Delete
  2. Puji Tuhan lanjutan BR yg ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga, semakin seru bikin deg degan aja...
    Terima kasih bu Tien, smg ibu selalu diparingi sehat dan dpt terus berkarya,amin!

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah.....
    Mtnuwun mbk Tien
    Sakam sehat

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien
    Salam sshat dari Batang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, maturnuwun mbak Tien
    Salam sehat bahagia sll dr Bekasi

    ReplyDelete
  6. Selamat malam mbak Tien..
    Akhirnya muncul BR34..ngintip2 teruus..dan makin seruu..deg2an..

    Duuh..siapa yg turun dr mobil lusi yaaa...
    Lanjuut mbak Tien..

    Salam sehat selalu dari bandung.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah... Sdh muncul BR 34 Dan bikin penasaran lagi... Semoga sehat selalu Bu Tien🙏🙏🙏👍👍👍

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun mbak Tien..hm..deg2an nih. Ceritanya benar-benar bikin baper. Salam sehat dari Iyeng Sri Setiawati di Semarang

    ReplyDelete
  9. Bertahun-tahun aku hidup bersama aseseorang yang bukan apa-apaku, mengasihi aku
    ---seseorang---
    Ya itulah.. orang yang menghutangkan uang sama Kusi mengejar-kejar Susan dan
    ---Lusi---

    Salam sehat buat semuanya

    ReplyDelete
  10. Salam sehat dr Boyolali mbak Tien, semakin membuat penasaran aja ceritanya

    Semoga mbak Tien selalu diberikan kesehatan..

    Kami selalu setia menunggu lanjutannya..

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah Bagai Rembulan 34 sdh tayang
    Siapa ya yg turun dari mobilnya Lusi?
    Semakin seru dan bikin penasaran ceritanya
    Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat dan sukses selalu
    Salam hangat dari Bekasi

    ReplyDelete
  12. Terima kasih Bunda Tien,, semoga Bunda senantiasa sehat,,Aamiin 😍😍😍

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah Bagai Rembulan 34 sudah hadir
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
    Kutunggu kelanjutannya Cerbung nya ibu Tien....
    Salam sehat dan hangat dari Salamah Purworejo untuk ibu Tien dan semuanya

    ReplyDelete
  14. Siapa ya? Makasih mba Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  15. Terima kasih bu Tien BR 34
    Makin serru... Siapa ya yg thrun dr mobil mama Lusi?
    Bikin penasaran saja... Kami gunggu episode selanjutnya semoga kabar bakk

    ReplyDelete
  16. Siapa yg trn dr mobil Lusi? Jgn2 org2 suruhan Lusi? Yg dl sempat mencelakai Naya dan juga Susan? Knp kmrn2 kok Susan tdk sempat curiga kmn mobil Lusi? Smg teka teki segera terjwb bukan celaka yg didpt...slm seroja utk mb Tien dan kita semua...

    ReplyDelete
  17. Wouw.. siapa yg membawa mobil Lusi ya? Semoga tidak menjadi masalah lagi bagi Susan... semoga.
    Tetap sehat ya Mbak Tien... salam seroja dari Semarang.

    ReplyDelete
  18. Mksh bu Tien,ceritanya bikin penasaran.smg Susan vs menemukan titik terang.siapa orang yg dimonil Bu Lusi ya.salam dai jkrt hartiwi ds

    ReplyDelete
  19. Gemes DECH Bunda. Sehat selalu ya bunda

    ReplyDelete
  20. Mksh butien SMG Susan bs menyelesaikan urusannya.suspa orang guru dari mobil Lusi vs segera terjawab.sakam dari jkrt hartiwi ds

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun.....Mbak tien.. .konfliknya membuat deg2an, Smg mbak tien sehat jasmani rohani ekonomi berimajnasi yg tiada henti agar kami menikmati terbawa emosi

    ReplyDelete
  22. Puji Tuhan...

    Makin seru aja...
    Terima kasih bunda Tien.. salam sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah BR~34 sudah hadir
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta serta terus berkarya.. Aamiin..

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah sudah tayang BR34. Terimakasih bu Tien. Salam seroja dari Magelang.

    ReplyDelete
  25. terima kasih bunda tien semoga bunda tien sehat selalu,Amiin

    ReplyDelete
  26. Haa tambah seru nih ceritanya....
    Salam sehat selalu mbak Tien

    ReplyDelete
  27. Terimakasih Bu Tien, BR 34. sdh bisa di nikmati.Ibu cerdas membuat kejutan di akhir setiap jilid, shg selalu pula mengundang rasa penasaran...semakin seru ceritanya...Semoga Ibu Tien dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin..

    ReplyDelete
  28. Waaaa..lg tegang2 nya terputus ceritanya...huhuuhu...
    Lanjuttttt mb Tien... penasaran
    Salam sehat b Tien...YulieSleman

    ReplyDelete
  29. Makin seru aja... Bikin deg2an.
    Lanjut bu Tien
    Semoga selalu sehat... Aamiin yra

    ReplyDelete
  30. Selamat pagi Bu Tien , semoga sekel sllu sehat2 , matur nuwun BR 34 nya . salam.

    ReplyDelete
  31. mobil yg datang mungkin yg bawa bu Triani kah?
    Bu Tien memang ok

    ReplyDelete
  32. Semakin seru... mksh bu Tien...Smoga slalu sehat ... Aamiin

    ReplyDelete
  33. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat,semangat n produktif. Hasil karyanya luar biasa...
    Semoga dlm penjara ibu Lusi maupun Anjas menemukan kesadaran ttg hidupnya yg kurang baik lalu ada penyesalan dan pertobatan untuk menjadi insan yg baik?
    Yustinhar Priok menunggu lanjutnya...

    ReplyDelete
  34. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat,semangat n produktif. Hasil karyanya luar biasa...
    Semoga dlm penjara ibu Lusi maupun Anjas menemukan kesadaran ttg hidupnya yg kurang baik lalu ada penyesalan dan pertobatan untuk menjadi insan yg baik?
    Yustinhar Priok menunggu lanjutnya...

    ReplyDelete
  35. Selama ini (dalam tahanan) mobil Lusi dibawa siapa? Penasaran

    Iyeng Sri Setiawati - Semarang

    ReplyDelete
  36. Mksh mb Tien, BR 34 makin vtambah seru

    ReplyDelete
  37. Pingin segera tahu yang bawa mobil Lusi deh...

    ReplyDelete
  38. Selamat malam mbak Tien...salam sehat bahagia njih 🙏🙏

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah bu Tien..
    Mtur swun, barokallohu fiikum

    ReplyDelete