KEMBANG TITIPAN 19
KEMBANG TITIPAN 19
(Tien KUmalasari)
Mery berdebar, harusnya air dalam gelas itu diminum dulu, tapi ternyata malah ada telephone, dan Basuki sepertinya marah-marah.
"Iya aku tau, mengapa tidak kamu tanya siapa mereka, dan apa maksudnya? Apa? Dia bilang temanku? Aku nggak punya teman. Mobilnya apa? Jok terbuka? Yaaah, jangan-jangan dia, orang kampung yang namanya Timan. Baiklah, aku tunggu kamu, kita bicara disini."
Sri yang mendengar pembicaraan terakhir itu terkejut. Sepertinya entah siapa, atau mungkin anak buahnya Basuki, bertemu Timan, atau apa, lalu bagaimana kelanjutannya? Sri berdebar-debar. Bisakah Mery menanyakan masalah mobil colt terbuka itu, dan ada apa?
Basuki menutup pembicaraan itu dengan uring-uringan.
"Ada apa?" tanya Mery.
"Ada orang yang mencari-cari aku."
"Siapa? "
"Dua orang laki-laki, mengendarai mobil colt terbuka. Pasti si bocah dusun itu," kata Basuki yang kemudian berdiri lalu beranjak keluar kamar.
"Bas, kemana?"
"Menunggu orang-orang, mau bicara didepan."
"Jadi..?"
"Sudah, aku kehilangan selera. Lain kali saja," katanya sambil menuju pintu, lalu keluar dan menutupkannya.
Sri menghela nafas lega.
"Hm, ada-ada saja... hampir kena dia."
"Cari jalan lain saja mbak."
"Kamu itu.. Kalau rencana kita itu berjalan, barangkali sekarang kita sudah ada diperjalanan dan tak akan kembali lagi kemari."
Ada kecewa karena belum bisa kabur, tapi ada lega karena Sri tak jadi berpura-pura suka didekati Basuki.
"Lalu apa mbak?"
"Tunggu ada kesempatan lain."
"Semoga jalannya juga lain, jangan sampai aku bersentuhan dengannya."
Mery menghela nafas. Tampaknya ia menemukan cara lain. Kemudian ia memanggil pelayan yang biasa melayaninya.
"Bawa semua gelas kotor ini," perintah Mery.
"Ini masih utuh bu?"
"Nggak apa-apa, buang saja."
Pelayan itu mengangguk dan membawa keluar dua atau tiga gelas yang sudah tidak dipergunakan.
***
"Jangan bodoh Herman, kamu itu ceroboh !"
"Tapi saya tidak mengatakan apapun tuan, saya bilang tidak pernah bertemu tuan."
"Kamu kira mereka tidak berbuat sesuatu?"
"Saya keluar ketika mereka sudah pergi. Tidak mungkin mereka mengikuti saya sampai kemari."
"Kamu kira mereka tak melakukan sesuatu? Mereka mencatat plat nomor mobil kamu."
"Benarkah ?"
"Dengar Herman, kalau sampai kamu ditangkap polisi, jangan sekali-kali melibatkan aku, jangan bilang pernah bertemu aku. Kalau itu kamu lakukan, maka ingatlah keluarga kamu. Kamu akan menyesal !" kata Basuki mengancam. Herman merinding. Basuki tak pernah membatalkan ancamannya. Basuki sangat kuat karena tak pernah muncul disembarang tempat.
"Ya, saya mengerti. Saya akan segera mengganti plat nomor mobil saya."
"Sudah terlambat 'kali," kata Basuki kesal.
"Ah.. iya, benar.. tapi saya tak melihat mereka mencatat sesuatu."
"Mereka tidak perlu mengatakan atau memperlihatkan, bagaimana mencatat plat nomor mobil kamu."
Herman terdiam. Ia tak percaya apa yang dikatakan Basuki.
"Kamu boleh pergi, dan ingat apa yang aku katakan. Kamu tak pernah mengenal aku, mengerti?"
"Baik, saya mengerti."
***
Mobil Timan kembali menyusuri sebuah jalan yang disekitarnya ditumbuhi tanaman cengkeh. Udara sejuk terasa menembus kedalam mobil karena Timan dan Bayu memang tak menutup jendela.
"Semoga disini kita mendapatkan apa yang kita cari."kata Timan sedih.
"Mas Timan tadi mencatat plat nomor mobil Herman kan?"
"Ya mas.. sudah saya catat."
"Nanti bisa kita jadikan bahan untuk melapor ke polisi. Mereka akan bisa menemukan Herman dan mungkin bisa mengorek keterangan darinya."
"Tapi harus hati-hati mas, kalau Basuki tau kita menghubungi polisi, keselamatan Sri akan terancam."
"Ya, nanti kita atur bagaimana sebaiknya. Polisi kan bisa bergerak diam-diam."
"Lihat mas, didepan ada portal yang dijaga beberapa orang."
"Iya benar, ada apa ya kira-kira?"
Timan menghentikan mobil didepan portal yang dipalangkan. Seseorang mendekati mobil Timan.
"Mau kemana mas ?"
"Mau kesana. Mm.. ada apa ya, kenapa jalannya dipalang?"
"Mas tidak bisa terus, didepan ada tanah longsor."
"Oh, tanah longsor?"
"Ada jalan putar yang bisa langsung kesana?"
"Sebenarnya mas mau kemana?"
"Mau.. mengunjungi teman saja. Tapi sebenarnya saya juga belum tau rumahnya sih, hanya ancar-ancar saja."
"Rumah siapa ya mas?"
"Namanya Basuki..."
Orang itu menatap Timan tajam.
"Bapak tau? Rumahnya ada didepan sana kan ?"
"Tidak ada. Saya penduduk sini dan mengetahui siapa saja yang tinggal disini. Nama Basuki tidak dikenal. Barangkali mas salah mencatat alamat."
"Saya kira tidak."
"Saya minta ma'af, disini tidak ada nama itu. "
Timan memandang kearah Bayu. Dan Bayu memberi isyarat untuk kembali saja.
"Kita kembali?" tanya Timan.
"Sebaiknya kembali, anda tak akan bisa meneruskan perjalanan kesana. Bahaya." kata orang itu tadi.
TIman memundurkan mobilnya, mencari tikungan untuk bisa memutar balik.
***
"Mas, untunglah mas Mardi segera pulang, lihat ini." kata Marni kepada suaminya sambil menunjukkan selembar amplop.
"Apa ini ?"
"Dilempar dipelataran sana. Seseorang memakai sepeda motor melemparkannya kemudian memacu motornya pergi."
"Kamu melihatnya?"
"Aku kebetulan sedang berada didepan, tiba-tiba seorang pengendara motor lewat, tadi nya cuma berjalan perlahan, lalu melempar sesuatu ke pelataran, habis itu langsung dipacunya motornya, nggak tau pergi entah kemana. Itu surat yang dilempar tadi, ada batu didalamnya."
"Ada batu supaya bisa dilempar, kalau enggak ya pasti kabur terbawa angin," kata lurah Mardi sambil membuka amplop- itu. Selembar kertas bertulikan spidol merah.
SAYA SUDAH PERINGATKAN, JANGAN MELAPOR KE POLISI KALAU INGIN SRI SELAMAT.
"Apa mas Bayu lapor ke polisi?" tanya Marni cemas.
"Dia sama mas Timan mencari alamat yang aku berikan kemarin. Nanti saya hubungi, apa dia sudah melapor ke polisi atau belum."
"Hebat mas Bayu ya, bela-belain nggak masuk kerja hanya untuk menemani mas Timan, sementara Lastri lagi ngidam."
"Benar, persahabatan mereka sangat erat. Sebentar bu, aku ganti baju dulu lalu menelpone mas Timan atau mas Bayu."
"Ya mas, jangan sampai belum cuci kaki tangan sudah pegang-pegang anakmu."
"Iya.. iya, aku tau..." kata pak lurah sambil menjauh.
Marni sangat gelisah. Sri dalam ancaman. Apa yang terjadi pada dirinya sekarang, tak seorangpun tau. Tak ada yang bisa menghubungi, apalagi mengetahui dimana Sri berada.
Tiba-tiba ponsel Mardi berdering, Marni menghampirinya karena Mardi masih ada dibelakang. Ternyata dari Lastri.
"Hallo Tri, ini aku."
"Walah yu, kang Mardi belum pulang?"
"Sudah, lagi dikamar mandi. Bagaimana keadaanmu? Masih muntah-muntah terus ?"
"Tidak yu.. beberapa hari ini anakku tidak rewel. Ada obat, dan hanya ingin yang asem-asem. Kalau sudah makan rujak atau apalah, yang asem-asem gitu, mualnya langsung hilang."
"Bagus Tri, semoga selalu sehat ya. Oh ya, menelphone mas Mardi ada apa? Sebentar aku lihat kebelakang, sudah selesai atau belum."
"Nggak yu, sama saja sama yu Marni atau kang Mardi. Cuma mau nanya, mas Bayu kemari nggak?"
"Enggak, kan pergi sama mas Timan ?"
"Oh, ya sudah yu, so'alnya dari tadi aku hubungi kok nggak bisa."
"Mungkin didaerah pedesaan, nggak ada sinyal 'kali."
"Mungkin yu."
"Kamu nggak apa-apa ditinggal mas Bayu lama-lama?"
"Nggak apa-apa yu, semuanya lagi prihatin memikirkan Sri, aku juga sedih yu, kasihan dia itu."
"Iya, tapi ingat lho Tri, kamu lagi hamil, jangan terlalu memikirkan yang berat-berat. Nanti anakmu ikutan sedih lho."
"Masak sih yu?"
"Iya, bayi dalam kandungan itu selalu terpengaruh pada apa yang dipikirkan ibunya. Jadi kamu jangan terlalu memikirkannya, karena kami semua juga sedang berusaha."
Marni sebenarnya ingin mengatakan tentang surat ancaman itu, tapi khawatir akan menambah beban pikiran Lastri, jadi diurungkannya.
"Jadi belum ada berita apa-apa ya yu?"
"Belum Tri, kalau ada apa-apa pasti kamu aku kabari."
"Ya sudah yu, aku cuma mau menanyakan itu, salam untuk kang Mardi ya."
"Iya, nanti aku sampaikan."
Begitu ponsel ditutup, Mardi muncul dari belakang.
"Mana ponselku?"
"Ini, barusan Lastri menelphone."
"Ada apa?"
"Cuma menanyakan suaminya, dikiranya ada disini."
"Kamu nggak bilang tentang surat ancaman itu kan?"
"Nggak, aku sudah tau, kalau aku bilang pasti akan menambah beban pikiran Lastri, kasihan dia lagi hamil muda."
"Ya sudah, aku mau menelphone mas Timan dulu."
"Tadi Lastri bilang bahwa susah menghubungi mereka."
"Iya... ini nggak bisa nyambung...lagi dimana mereka ya."
"Mungkin didaerah yang agak masuk kedesa, lalu nggak dapat sinyal.."
"Mungkin juga."
"Ya sudah, makan dulu saja mas, nanti dicoba menelpone lagi."
"Tolong simpan surat ancaman tadi bu, pada suatu hari nanti bisa dijadikan alat bukti."
"Iya, akan aku simpan mas."
***
"mBak, apa yang harus kita lakukan ?" tanya Sri ketika dilihatnya Mery diam sejak tadi. Tampaknya ada yang sedang difikirkannya.
"Tenang saja Sri, aku sedang memikirkannya. Tampaknya kali ini Basuki sedang sibuk dengan anak buahnya. Kabarnya jalan kearah rumah ini sudah dipasang palang sehingga tak akan ada orang asing bisa masuk kemari."
"Dipasang palang bagaimana?"
"Ada penjaga yang berjaga diujung desa. Kalau ada orang asing yang mau masuk disuruhnya kembali. Mereka disuruh berbohong dengan mengatakan jalan ditutup karena ada tanah longsor."
"Padahal tidak ?"
"Tidak, itu perintah Basuki yang aku dengar, katanya setelah ada dua orang mencari-cari Basuki di rumah Basuki yang lain."
"mBak, tadi itu, aku dengar dua orang mengendarai pickup terbuka, jangan-jangan itu mas Timan mencari aku ya yu."
"Mungkin juga. Mobil itu ya.. yang aku ketemu kamu lalu aku ajak kamu pergi?"
"Iya mbak, aduh.. gimana caranya bilang sama mas Timan bahwa aku ada disini ?"
"Kamu tau nomor telephone pacar kamu itu?"
"Tidak mbak, aku kan tidak punya ponsel. Mana bisa menghafal nomor kontak mas Timan?"
Tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Sri menatap pintu dengan cemas.
"Bukan Basuki, tak mungkin dia mengetuk pintu dulu sebelum masuk."
Mery memencet sesuatu dibawah meja dan pintu itu terbuka. Seorang pelayan masuk, tapi bukan yang biasanya. Ia mendorong meja kecil untuk makan siang.
"Kok kamu? Mana yang biasanya melayani kamar ini ?" tanya Mery.
"Manto tidur bu, seperti terkena bius, sudah sejak sejam yang lalu, kami mengusungnya kekamarnya dan dia seperti orang mati."
Mery terkejut. Jangan-jangan pelayan goblog itu minum minuman yang sedianya mau diberikan pada Basuki.
"Dengar, biarkan dia tidur dan jangan sampai hal ini terdengar oleh tuan Basuki, mengerti?"
"Mengerti bu."
Pelayan itu pergi.
"Ada apa mbak?"
"Pelayan itu benar-benar bodoh, pasti dia meminum minuman yang sedianya harus diminum Basuki, jadi dia pulas selama berjam-jam."
"Ya ampun, mengapa mbak tidak membuangnya terlebih dulu?"
"Ya, tidak terfikir olehku. Ayo makan dulu," kata Mery sambil mengambil piring yang sudah disediakan.
"Nggak mbak, aku nggak lapar."
"Kamu jangan bandel, enak atau tidak, nyaman atau tidak perasaanmu, kamu harus mengisi perutmu. Ingat, siapa tau kita bisa kabur hari ini. Dan kalau kamu lemas lalu tak punya tenaga, bagaimana?"
Sri menurut. Iming-iming untuk segera bisa kabur membuatnya kemudian meraih piring dan mengisinya dengan sesendok nasi.
"Yang banyak.."
***
Setelah makan itu Mery memasuki kamar Basuki. Dilihatnya Basuki baru saja selesai menelphone.
"Dari siapa?"
"Orang-orang yang berjaga mengatakan baru saja dua laki-laki dengan colt terbuka itu mau masuk kemari."
Mery terkejut.
"Apakah itu colt terbuka milik.. calon suaminya Sri?"
"Haahh.. milik laki-laki dusun itu, bukan calon suaminya Sri, akulah calon suaminya."
Mery merasa batinnya teriris. Bertahun-tahun dia mengabdi, dan Basuki tak mau mengambilnya sebagai isteri, sekarang dia mengatakan bahwa dirinya calon suaminya Sri. Tapi tidak, Mery tak akan sakit hati, dia bertekat akan menghilangkan rasa cintanya kepada Basuki. Laki-laki itu tak pantas dicintai. Dia hanya mengejar nafsu dan merasa bahwa dirinyalah orang berkuasa.
Mery tersenyum, atau tepatnya mencoba tersenyum.
"Kamu nggak usah cemburu, bagi aku, kamu tetap nomor satu."
Kata-kata itu selalu diperdengarkannya ditelinganya.
"Bagaimana Sri, aduh.. aku sampai melupakannya, banyak urusan hari ini yang membuat aku pusing. Menata ini, menata itu.."
"Sri sudah pulas tertidur. Mungkin tadi dia menunggu kamu."
"Ahaa.. sayang sekali. Lakukan lagi malam nanti."
"Tapi sekarang ini aku sedang ingin bersama kamu Bas."
"Benarkah ?"
"Aku akan membuatkan minuman dulu untuk kamu ya."
"Baiklah.."
"Kamu tiduran dulu saja, aku akan menyusulmu sambil membawakan minuman segar untuk kamu." kata Mery sambil mendorong Basuki pelan kearah ranjangnya.
***
besok lagi ya
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillahi tepat 22.36 wib datang, natur nuwun jeng Tien tak wacane disik.
ReplyDeleteYessss @ 22.42 wib si Sri datang mtr swn bunda Tien ......
ReplyDeleteAlhamdulillah..., matur nuwun Mbak Tien yg selalu menghibur penggemar. Seru tambah seru, tambah deg-degan bacanya, semakin penasaran. Lanjut... eps 20 ditunggu.
ReplyDeleteSalam sejahtera dari Pangkalpinang-Bangka Belitung.
Selalu menunggu kelanjutannya..terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah... Bekasi sdh hadir dan sll menunggu mb Tien
ReplyDeleteMas Timan sabar nggih ngatos atos
Terimakasih mbak Tien,,,,Wida Pati slalu hadiiiiir
ReplyDeleteSalam sehat untuk kita semua aamiin
Hallow.. kakek Habi.ms Ngatno.ms Anton.ms Gilang.ms Giarto.ms Opa.
ReplyDeleteMb Umi.mb Yuyun mb Rita.mb Wida mb Sul mb Jum mb Dewi.
Hallow Pangkalpinang Jambi Sawahlunto Bandung. Garut. Jakarta. Bekasi. Tangerang. Purwakerta. Batang. Pati. Madiun Malang. Banyuwangi. Bali. Magelang..manalagi ya.. Jogya. Wonogiri. Solo. Semuaa
Salam sehat sejahtera dari Solo. Aamiin atas semua do'a
Antapani Bandung : hadir jeng Tien.
DeleteTerima, kasih jeng tien cerbungnya
ReplyDeleteSelamat malam dan beristirahat
Mksh mb tien....akhirnya yg ditunggu muncul...sehat selalu mb...
ReplyDeletejambi hadiiir mba tien...
ReplyDeletemakasih dan sehat terus mba tien... luar biasa mantab !!
Sekarang mulai melapor temuan barangkali untuk bahan koreksi naskah:
ReplyDelete1. Mobilnya kenapa? Jok terbuka? Yaaah,
# Mobilnya apa? Pick Up bak terbuka? Yaaah,
2. "Tapi saya tidan mengatakan apapun tuan, saya bilang tidak pernah bertemu tuan."
"Kamu kira mereka tidak ber buat sesuatu?"
# "Tapi saya tidak mengatakan apapun tuan, saya bilang tidak pernah bertemu tuan."
"Kamu kira mereka tidak berbuat sesuatu?"
3. Mereka mencatat nomor plat nomor mobil kamu."
# Mereka mencatat plat nomor mobil kamu."
4. ....jangan sekali-sekali melibatkan aku, jangan bilang pernah bertemu aku.
# ...., jangan sekali-kali melibatkan aku, jangan bilang pernah bertemu aku.
5. menunjukkan selembaramplop.
# menunjukkan selembar amplop.
6. Kabarnya jalan kearah rumah ini sudah dipasang palang sehingga tak akan orang asing bisa masuk kemari."
# Kabarnya jalan kearah rumah ini sudah dipasang palang sehingga tak akan ada orang asing bisa masuk kemari."
7. Iming-iming utnuk segera bisa kabur membuatnya kemudian. # untuk segera...
Alhamdulillah koreksinya mung sithik.
Matur nuwun saya tegang critane. Lanjut ke KT_20.
Menegangkan.......
Hadir mbaaa, siap sudah selesai baca. Deg2an
ReplyDeleteTrimakasih Bu Tien.. Salam sehat dan salam hangat dari Madiun yg sllu hadir
ReplyDeleteKediri selalu menanti kehadiran KEMBANG TITIPAN . Hanya jam di Kembang Titipan kok fdk sama saya nulis ini jam 03.25. Kelihatannya selisih 2 jam . Mengapa ???
ReplyDeleteTambah selisih 1 hari 2 jam karena waktu nulis sudah tgl 7 Mei di KT tgl 6 Mei
ReplyDeleteMakin seru. Sipppp Bu Tien. Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah, Sri hadir... Semakin deg-degan...terimakasih, Bu Tien... Salam sehat dari Yogya.
ReplyDeleteterima ksaih .,.
ReplyDeleteAlhamdulillah yang ditunggu-tunggu udah muncul... Sekarang cerbungnya jadi tambahan menu sahur nih... Habisnya tiap mau tidur diintip si Sri belum nongol... Eh bangun tidur baru bisa dibuka... Sehat selalu ya mbak Tien... Salam dari Pati... Salam kenal ya mbak.
ReplyDeletePg mb Tien ...smg renc Merry dan Sri berhsl... Btw mb Tien klu sy ingin pesan buku Sepenggal kisah bgmn crnya mb? Bskah buku dikrm ke alamat kntr? Lalu pembyran dikrm mana ya mb Tien...
ReplyDeletesdh ada tanda" sri mau kabur....deg"an aja ini..mba tien mmg jago mengaduk" hati pembaca....lanjutkan mba....aku tunggu ya......
ReplyDeleteSemakin penasaran mba Tien..solo hadir sabar menunggu..seru serem pastinya..yes yes
ReplyDeleteMantap, tambah seru. Ditunggu slalu lanjutannya
ReplyDeletelanjut bu tien...
ReplyDeleteGeregetan buk....ππ
ReplyDeleteDi lanjut sja bu Tien , monggo ππ
Makin gregetan aja bacanya. Semoga Sri dan Merry cepat bisa kabur dari rumah Basuki ...matur nuwun mbk Tien sdh menghibur dgn cerbungnya ....salam hangat dari Klaten.
ReplyDeletePostingnya jangan terlalu malam doong bunda....
ReplyDeleteAku ga sabaaar π π
Salam.kenal.yaaa bunda...
Salam sayang π
ReplyDeleteayo menangkan uang setiap harinya di agen365*com
WA : +85587781483