Saturday, October 12, 2019

DALAM BENING MATAMU 21

DALAM BENING MATAMU  21

(Tien Kumalasari)

Widi melangkah cepat kebelakang sambil mengomel, membiarkan pintu digedor ber kali-kali.

"Jadi Mirna keparat itu telah melaporkan aku ke polisi? Bocah eddan, tak tau membalas budi!! Awas kalau ketemu pasti aku remas-remas tubuhmu sampai lumatt!!" geramnya sambil membuka pintu belakang, lalu ber endap-endap melangkah kearah depan. Keinginannya hanya lari, karena mengira Mirna melaporkannya pada polisi.

Petugas kepolisian itu merasa kesal karena pintu kemudian ditutup tiba-tiba. Ada rasa curiga bahwa si pemilik rumah telah menyembunyikan seseorang yang dicarinya. Ia mendobrak pintu itu sehingga terbuka lebar, lalu masuk kedalam. Dan kesempatan itu dipergunakan Widi untuk kabur dari rumahnya.

Polisi itu masuk kedalam rumah dan tak menemukan siapa-siapa, tapi melihat pintu belakang terbuka, lalu ia memburu kearah sana, namun Widi sudah nggak kelihatan batang hidungnya

Widi sudah sampai dijalanan kampung depan rumahnya. Ia melihat mobil polisi berhenti tak jaugh dari sana, lalu ia membelok kearah jalan kecil didepannya, setengah berlari menuju ke jalan besar, dan beruntung ada sebuah angkot lewat begitu dia keluar.

Petugas yang dihubungi temannya mencoba mengejar tapi tak berhasil. 

***

Sore itu Mirna mengikuti Galang untuk menjemput isterinya. Ia tak berani ber kata-kata, karena debar jantungya lebih cepat berpacu. Musuh besar yang sangat dibenci ibunya ada disampingnya, menyetir mobil dengan tenangnya. Wajahnya yang setengah tua tampak masih kelihatan tampan dan gagah. Itu yang dulu membuat ibunya ter gila-gila, lalu melakukan hal yang memalukan, lalu terusir dari perusahaan pak Haris, dan ter lunta-lunta sampai sekarang, sambil membawa dendam yang tak pernah padam.

Mirna berjanji dalam hati untuk menyadarkan ibunya, atau ibu angkatnya, atau ibu tirinya, entahlah, itu juga ingin ditanyakannya padanya nanti sesampai dirumah.

"Mengapa diam saja?" tanya Galang

"Oh..mm.. saaya .. merepotkan... nggak enak rasanya.." jawab Mirna sambil menunduk.

"Tidak, saya melakukan apa yang diperintahkan atasan saya."

"Ya..., terimakasih...bapak."

"Mau menceritakan tentang diri kamu?"

"Saya... sedang mencari keterangan tentang masa lalu ibu saya. Maksud saya.. ibu tiri saya.. eh.. ibu angkat saya.."

Galang yang merasa heran mendengar jawaban Mirna menoleh sesa'at kearah Mirna.Dilihatnya gadis itu tetap menunduk, ada kesedihan yang sejak tadi dilihatnya pada mata itu.

"Nama saya Mirna.."

"Ya, kan aku sudah tau..."

"Ibu saya bernama Widi..."

Galang terkejut. Ia menoleh lagi kearah Mirna. Tak ada mirip-miripnya gadis itu dengan Widi yang pernah dikenalnya puluhan tahun lalu.

"Ibu..angkat.. atau ibu tiri... apa maksudnya?"

"Saya ternyata bukan anak kandungnya."

"Oh...lalu.."

"Sebagai anak yang dibesarkannya saya tidak tau apa-apa tentang masa lalu ibu Widi."

"Apakah penting mengetahui masa lalunya?"

"Sangat.."

"Oh...."

Mirna tak akan menceriterakan tentang dendam ibunya. Tapi kalau nanti pak Haris yang mengatakannya, bagaimana? Mirna bimbang, antara tetap diam dan berterus terang.

Lalu pembicaraan itu terhenti karena mereka sudah tiba di bandara, menunggu Putri yang pulang sore itu dari Solo.

***

Putri menerima Mirna dengan sangat baik, dan kesan baik diantara suami isteri  itu tertanam dalam-dalam dihati Mirna, yang kemudian memaksanya untuk sungguh-sungguh melupakan semua perintah ibunya untuk melampiaskan dendamnya. Ia yakin bahwa ibunya tidak pantas memikulkan deritanya dengan membentuk dendam yang berkepanjangan. sementara kesalahan bukan ada dipihak Galang. Bahkan Putri yang ketika itu pastinya terluka, tidak tampak membenci ibunya. Mirna sungguh kagum,

"Bagaimana keadaan mbak Widi sekarang?" tanya Putri ketika mereka sedang duduk santai diruang tengah dirumah itu.

"Ibu Widi... sekarang menjadi wanita cacat.."

"Cacat bagaimana ?"

"Mukanya rusak karena disiram air keras oleh suaminya."

"Yaa.. Tuhan..." Putri menutup mulutnya. Dilihatnya wajah Mirna ber kaca-kaca.

Galang yang mendengarkan sambil menonton televisi juga terkejut.

"Mengapa?" tanya Galang.

"Saya tidak tau, saya masih kecil waktu itu."

Lalu Mirna menceritakan kejadian yang dilihatnya waktu itu, sampai kemudian Widi membesarkannya dan menyekolahkannya sampai jadi sarjana.

"Baik benar mbak Widi... kasihan aku mendengar nasibnya seperti itu ya mas."

Mirna menggeleng gelengkan kepalanya, air matanya berlinang. Putri memandangnya dan merasa iba. Dia berfikir, Mirna sedih memikirkan nasib ibunya.

 "Sabar ya nak,. pasti nanti akan ada jalan terbaik untuk kamu."

"Saya hanya ingin tau siapa saya ini sebenarnya, karena ibu Widi tidak mungkin punya anak setekah rahimnya diangkat."

"Ya, aku pernah mendengar dari Retno tentang hal itu, tapi kemudian hubungan diantara mereka terputus selama puluhan tahun."

"Nanti dulu, siang tadi ketika kamu datang kekantor dan bilang dari Medan, apakah kamu mencari sepupu ibumu? Bukankah Retno itu sepupu ibumu?" tanya Galang.

"Ya, memang saya dari sana. Mencari tau tentang ibu Widi dari tante Retno, tapi dia menyuruh saya menemui pak Haris, semula saya kira masih terhitung kakek saya. Ternyata bukan, karena saya bukan anak ibu Widi."

"Apa kamu sudah tau semuanya tentang ibu Widi mu itu?"

"Pak Haris menceritakan semuanya."

"Semuanya?" tanya Galang penuh selidik. Ia teringat tentang kebusukan Widi yang ingin menghancurkannya.

"Ya, semuanya," jawab Mirna tapi tanpa berani memandang wajah Galang.

Galang mengerti bahwa Mirna sudah tau semuanya.

"Lalu setelah tau tentang ibu kamu, apa yang akan kamu lakukan?"

"Saya... .." Mirna ingin mengatakan bahwa akan menghalangi ibunya membalas dendam, tapi ia kemudian ingat bahwa Galang dan isterinya tak tau tentang dendam itu.

"Saya .... ingin tau siapa diri saya sebenarnya," itulah jawaban yang kemudian dikatakannya.

 Ternyata sampai kemudian si empunya rumah menyuruhnya istirahat dan tidur, Mirna tak menceritakan tentang dendam ibunya. Ia bahkan tidak mengatakan bahwa telah bekerja di perusahaan Adiluhung milik Adhitama. 

Tapi ketika keesokan harinya ia akan berangkat ke airport, ia mengatakan bahwa sesungguhnya bekerja di perusahaan milik Adhitama itu, dan itu membuat Galang dan Putri terkejut.

"Ya ampun, mengapa tidak bilang dari kemarin?" seru Putri.

"Nggak apa-apa bu, saya sudah bilang kalau cuti .. baru masuk besok pagi."

"Ini sekretarisnya Adhit to mas, kita nggak tau karena dia nggak bilang."

"Ya sudah, nanti telephone Adhit saja bahwa sekretarisnya sudah bertolak kembali ke Jakarta."

***

Namun ketika tiba dirumah, Mirna terkejut mendapati rumahnya tidak terkunci, dan rusak, lalu ketika masuk ia sama sekali tak menemukan ibunya. Mirna merasa sangat khawatir melihat pintu rumah seakan telah dibuka paksa.

"Ibu... ibu..." dan Mirna merasa khawatir karena benar-benar ibunya tak ada."

"Ya Tuhan, apakah ada orang jahat masuk kerumah ini? Untuk apa memasuki rumah butut yang pastinya tak memiliki sesuatupun yang berharga?" bisik Mirna .. sambil terus memasuki setiap ruang yang ada dirumah itu. 

Lalu ia mencoba menelpon ibunya. Ber hari-hari ponselnya mati, lalu ketika dibuka ada banyak panggilan masuk. Dari ibunya, dan dua kali dari Adhitama. Mirna memutar nomor ibunya, namun tak ada jawaban, ponsel ibunya juga mati.  Mirna kemudian memberanikan diri menelpon Adhitama.

"Hallo.. Mirna?" suara Adhitama dari seberang sana, yang kalau saja Mirna tidak sedang gelisah, pasti suara itu sangat menggetarkan hatinya.

"Pak Adhit..."

"Kamu sudah pulang? Ibuku baru saja menelpon bahwa kamu menginap dirumah kami di Jakarta."

"Oh, iya, ma'af pak."

"Banyak hal yang aku bingung tentang kamu. Istirahatlah dulu besok kita bicara lagi, karena sa'at ini kami sedang ada diluar.. ada berita yang kamu harus tau, tapi tidak sekarang, besok saja."

"Saya sedang mencari ibu saya sa'at ini, karena ketika saya pulang, ibu tidak ada, dan ..."

Tiba-tiba suara Mirna terhenti, seseorang menyambar ponsel Mirna lalu dimatikan. Mirna terkejut, didepannya ibunya sedang berdiri, menatap padanya dengan mata menyala. 

"Ibu, ya ampun... aku bingung mencari ibu.."

"Bedebah !! Setan alas kamu!! Jangan pura-pura baik kepada ibumu, yang membesarkan kamu, yang menjadikan kamu orang...dasar anak haram.. anak orang jalanan..!! Kamu kira kamu bisa mencelakai aku??"

"Apa maksud ibu ?" tanya Mirna dengan perasaan ngeri melihat tatapan mata ibunya. Ia urung merangkul ibunya setelah selama hampir tiga hari ditinggalkannya.

"Apa maksud aku? Kamu kira aku tidak tau bahwa kamu mau mencelakai aku? Setan alas!!"

Tiba-tiba saja Widi menubruk Mirna, mencakar wajahnya dan menjambak rambutnya. Mirna menjerit lalu terpelanting kelantai.

***

besok lagi ya

2 comments:

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 49

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  49 (Tien Kumalasari)   Ketika menemui Sinah di rumah sakit, mbok Manis tidak pernah sendiri. Dewi yang tid...