SEPENGGAL KISAH 135
SEPENGGAL KISAH 135
(Tien Kumalasari)
Ongky keluar dari kamar Damar. Dilihatnya bu Surya, Nancy dan Mimi duduk di kursi tamu. Ongky duduk dihadapan mereka.
"Bagaimana nak? Menurut nak Ongky, apakah dia bertambak baik?" kata bu Surya.
"Menurut saya masih seperti kemarin, tapi dia sudah bicara lebih banyak. Sebenarnya saya bermaksud mengajaknya berobat keluar negeri bu."
"Apakah dia mau?"
"Sejauh ini belum mau, saya sedang berusaha membujuknya."
"Tapi nak, ibu mohon jangan sampai dia tau tentang penyakitnya, dan jangan sampai dia tau apapun tentang vonis dokter itu."
"Ibu, sesungguhnya dia sudah tau."
"Maksud nak Ongky?"
"Dia sudah tau bahwa dia tak akan bisa bertahan lama. Mungkin dia mendengar ketika ibu atau Nancy berbicara."
Mereka terkejut.
"Mungkin Nancy atau Mimi berbicara keras2 sehingga dia mendengar." sesal bu Surya.
"Nggak grandma, Nancy nggak pernah membicarakan hal itu, apalagi keras2." Nancy membantahnya.
"Nyatanya dia bisa tau, kasihan dia, pasti sedih sekali mengetahui umurnya tak akan lama lagi."
Bu Surya mengeluh sedih, matanya tampak berkaca kaca.
Tapi tiba2 Damar muncul begitu saja, dan duduk disamping bu Surya.
"Damar? Kenapa bangun?" tegur bu Surya.
"Tante jangan sedih .. dan juga jangan menyesal kalau saya sudah tau semuanya. Saya mendengar itu bukan masalah bukan saya. "
"Anakku, tapi kamu jangan begitu saja percaya kepada vonis dokter itu. Dokter itu kan manusia, bukan Tuhan, jadi dia bisa saja salah. Ya nak?" Bu Surya mengelus punggung Damar lembut. Ongky terharu melihat adegan itu. Ternyata bu Surya yang suaminya telah membunuh orang tua Damar itu sangat menyayangi Damar.
"Damar juga tidak perduli pada semua itu tante. Damar siap seandainya se waktu2 Tuhan memanggil Damar."
"Jangan begitu Damar, kamu masih muda, masih kuat, kamu akan sembuh nak, karenanya turutilah nasehat dokter, ya?"
Nancy dan Mimi tampak mengusap air matanya.
"Mengapa kalian menangis? Aku tidak pernah menangisi penyakitku. Kalau aku menangis, adalah karena menangisi nasibku ini."
"Itu tidak ada bedanya Damar, jangan menangisi apapun, kamu itu kuat. " timpal Ongky.
"Ada satu hal yang tidak bisa aku kuat menerimanya mas."
"Jangan mengulang ulang lagi kata2 itu Damar, kamu kuat, harus kuat. Karenanya ayo ikut aku jalan2 sambil mencari obat untuk kamu. Belum terlambat kalau kamu segera mengatakan iya. Aku akan mengurus semuanya."
"Damar, turutilah nasehat nak Ongky, dia itu sayang sama kamu juga."
"Tidak mas, biar aku disini saja."
Ongky meninggalkan rumah bu Surya dengan perasaan menyesal. Menyesali ketidak mauan Damar untuk diajaknya berobat. Tapi ia masih punya harapan, mungkin Asri bisa membujuknya.
Sore itu ketika pulang dari kantor, Bowo mendapati isterinya tergolek dikamar. Bau minyak angin menyebar disekitar kamar itu. Dengan khawatir Bowo mendekati isterinya.
"Kamu sakit ?"
Asri membuka matanya dan terburu buru bangkit dari tidurnya.
"Jangan bangun, kamu sakit?"
"Tidak mas, tadi sedikit pusing, aku sudah minum obat, nggak sadar tertidur sampe sore. Biar aku bangun mas, aku tidak apa2."
Dari kemarin aku melihat kamu seperti kurang sehat, tapi kamu selalu bilang tidak apa2." Bowo memegangi dahi isterinya.
"Mas, aku tidak apa2, biar aku menyiapkan makan siang untuk mas."
"Ma'af Asri, aku sudah makan dikantor, tadi ada rapat sampai sore."
"Oh, jadi ini sudah sore? Pandu sudah pulang?"
Bowo tertawa.
"Pandu sedang bermain didepan sama kakeknya, sudah mandi, sudah cakep kayak bapaknya." canda Bowo. Asri tersenyum memandangi suaminya. Mamang kamu cakep mas, apalagi senyum kamu itu. Kata Asri dalam hati. Asri teringat, senyum itu juga yang dulu meluruhkan hatinya sehingga lama2 dia bisa jatuh cinta pada suaminya.
"Ma'af, aku tertidur.. kok bapak nggak membangunkan aku ya?"
"Tadi bapak bilang kamu tidur nyenyak sehingga nggak sampai hati membangunkan kamu."
"Oh, bapak.."
"Kamu masih pusing? Tidur saja dulu, kalau tidak juga reda nanti aku antar kamu ke dokter."
"Waah, mas Bowo lebay deh.. aku sudah tidak apa2 lagi, ayo keluar kamar dulu, aku mau mandi. Masa suaminya pulang belum wangi?" Asri turun dari pembaringan, lalu berjalan keluar diikuti suaminya. Ia memang merasa pusing sejak kemarin, dan itu karena selalu memikirkan penyakit Damar. Apakah berdosa kalau aku memikirkan Damar? Aku kan tidak menghianati suamiku, aku hanya prihatin atas penderitaannya. Asri kemudiaan teringat kata2 Ongky kemarin, bahwa dia masih mencintai Damar.. ya Tuhan. itu tidak benar. Keluh Asri dalam hati. Suamiku begitu baik dan menyayangiku, adakah yang bisa membuatku bahagia selain dia?
"Katanya mau mandi, kok malah bengong." tegur Bowo karena melihat Asri termangu sambil memegangi pintu kamar.
"Oh iya mas.."
"Masih pusing ya?" Bowo tampak khawatir.
"Nggak mas, Asri baik2 saja."
"Kalau masih pusing lebih baik nggak usah mandi dulu saja."
"Nggak, aku mau mandi, bau minyak angin, nanti mas nggak mau mendekati aku," Asri mencoba bercanda untuk mencairkan suasana yang tidak mengenakkan hatinya baru saja, yaitu tentang tuduhan Ongky padanya.
"O, kamu itu selalu wangi kok, aku suka itu." kata Bowo sambil mengelus pipi isterinya. :"Ya sudah buruan mandi sana, aku ganti baju dulu.""
Tiba2 telephone berdering. Dari Ongky. Bowo mengangkatnya :"Hallo Ongky.."
"Bowo, ada Asri disitu."
" Memangnya kenapa? Mau ngomong?:"
"Ya, mau ngomong, penting nih."
"Lagi mandi tuh, boleh aku tau kamu mau ngomong apa? Bukan rahasia buat aku kan?"
"Nggak, bukan rhasia, begini,.. aku sudah menemui Damar tadi, ma'af nggak sempat mampir karena pekerjaan lagi menumpuk dikantor. Aku sudah membujuknya untuk mengajak dia berobat keluar negeri."
"Bagus, kapan kalian berangkat?"
"Dia menolak. Padahal sesungguhnya dia sudah tau tentang penyakitnya dan tentang vonis dojter itu."
"Menolak?"
"Ya, aku punya pikiran begini, ma'af sebelumnya ya, sebenarnya bukan karena apa2, kita kan sama2 tau bahwa Damar masih suka sama isterimu.."
"Ya, lalu apa hubungannya?"
"Aku minta tolong, sama Asri, dan juga sama kamu, siapa tau kalau Asri yang membujuknya, dia bersedia aku ajak berobat.
Bowo terdiam sejenak, ada rasa nggak enak, tapi kemudian disadarinya, ini menyangkut nyawa manusia.
"Bagaimana Bowo? Kamu ijinkan isterimu membujuk Damar?"
"Nanti aku akan bicara sama Asri, mudah2an dia mau."
"Kamu nggak apa2 kan?Ini hanya sebuah usaha , siapa tau kalau isterimu nyang membujuknya dia mau.Kamu nggak marah kan?"
Bowo tertawa.." Nggak lah, ini kan tentang nyawa manusia. Okey nanti aku bicara sama Asri, atau kalau dia selesai mandi biar dia menelpon kamu."
Telephone ditutup dan Bowo termenung, kalau memang Asri bisa membujuknya, lalu Damar bisa mendapatkan pengobatan lebih baik, lalu sembuh, bukankah itu sesuatu yang mulia? Tapi Asri ragu2 ketika Bowo mengutarakan maksudnya. Bukannya tidak mau, tapi Asri sungkan menyanggupi begitu saja permintaan itu.
"Kenapa harus aku mas, nggak enak jadinya." kata Asri.
"Ini demi nyawa seseorang, bantulah dia, siapa tau kalau kamu yang membujuknya lalu dia mau diajak berobat. Kita ingin sekali dia sembuh kan?"
Bowo juga mengatakan bahwa sebenarnya Damar sudah tau tentang penyakitnya dan vonis dokter itu, membuat Asri semakin sedih.
Mana mungkin Asri menolaknya, karena sesungguhnya itulah yang diinginkan yaitu kesembuhan Damar. Dia hanya nggak ingin kelihatan bersemangat untuk permintaan Ongky itu. Tapi dia bersyukur suaminya mengijinkannya.
Malam itu juga Bowo mengantar Asri kerumah bu Surya. Asri ragu2 karena Bowo tak mau mengikutinya masuk kekamar Damar.
"Ayolah mas," ajak Asri.
"Tidah Asri, jangan sampai dia melihat aku ada disitu, aku kan sudah bilang dia nggak suka sama aku." Jawab Bowo berbisik.
Akhirnya Bowo menunggu diruang tamu, ditemani bu Surya yang masih saja tampak sedih .
Damar terkejut melihat Asri datang. Ia buru2 bangkit dari tidurnya dan duduk ditepi pembaringan.
"Aku merasa sehat setiap kali kamu datang Asri." kata Damar bersemangat.
"Damar, aku datang kemari karena prihatin akan penyakit kamu."
"Aku sudah bilang, aku sehat begitu melihatmu."
"Jangan begitu Damar, kamu harus bersemangat terus, ada aku atau tidak. Kamu itu kuat. "
"Asri.."
"Dengar Damar, mas Ongky bilang akan mengajakmu berobat keluar negeri."
"Oh, aku sudah bilang tidak.. biar aku disini."
"Jangan begitu Damar, aku ingin kamu sembuh, kita semua ingin kamu sembuh, jadi ikutilah ajakan mas Ongky ya."
"Apa kamu juga ingin aku sembuh?"
"Tentu saja Damar, aku ingin kamu sembuh, sehat dan bersemangat seperti dulu."
"Baiklah, aku bersedia, tapi ada syaratnya."
"Ya, katakan apa syaratnya."
"Kalau aku sembuh nanti, maukah kamu meninggalkan suamimu?"
Mata Asri terbelalak.
#adalanjutannyaya#
No comments:
Post a Comment