LANGIT TAK LAGI KELAM 13
(Tien Kumalasari)
Misnah mendekati pak Hasbi yang tampak heran mendengar penuturan Misnah.
“Ini Tuan, saya temukan di depan pintu kamar Tuan.”
“Di depan pintu kamarku? Kamu masuk ke kamarku?”
“Tidak Tuan, kata simbok saya tidak boleh masuk ke situ, kecuali simbok, itupun kalau Tuan menyuruhnya.”
“Uang ini kamu temukan di mana?”
“Di depan pintu kamar Tuan, di luarnya, bukan di dalam kamar. Mungkin Tuan mengambil uang, lalu ada yang terjatuh.”
“Sepagi ini aku belum mengambil uang. Rizki tidak minta uang, langsung berangkat kuliah.”
“Saya juga tidak tahu Tuan, saya hanya menemukannya, lalu saya langsung bilang pada Tuan,” kata Misnah sambil masuk ke dalam, lalu melanjutkan pekerjaannya menyapu lantai.
“Apakah itu uangku? Kok bisa tercecer di depan kamar? Aku sepertinya belum mengambil uang sepagi ini,” gumam pak Hasbi sambil masuk, lalu langsung ke kamarnya.
Ia melihat almari tempat dia menyimpan uang masih terkunci.
“Masih terkunci. Kapan aku membukanya? Mengapa uangku bisa tercecer?”
“Tuan, sudah saatnya membersihkan kamar Tuan. Saya sudah selesai, apakah bisa membersihkannya sekarang?” tiba-tiba simbok sudah berdiri di depan pintu kamar.
Tapi pak Hasbi sedang mencari-cari.
“Tuan mencari apa?”
“Kunci almari ini di mana ya? Biasanya di atas laci, tidak pernah berubah.”
“Kunci? Tuan mencari kunci?”
Simbok ikut mencari, melongok ke sana kemari, lalu berjongkok dan menjenguk ke arah kolong.
“Tidak ada, Tuan, barangkali Tuan lupa menaruhnya?”
“Lupa? Aku tidak pernah lupa, selalu di sini.”
“Tuan … tuan … saya menemukan kunci di meja marmer di dekat pintu keluar.”
“Haa, ini yang aku cari. Di mana kamu menemukannya?”
“Meja marmer bulat yang di dekat pintu keluar, Tuan. Saya baru ingin mengelapnya, ternyata ada kunci di situ, barangkali Tuan lupa menaruhnya.” tiba-tiba Misnah memberikan kunci dengan gantungan arca kecil berukir.
“Ini benar yang aku cari. Ya sudah … ya sudah … bersihkan kamarku Mbok, ganti sekalian sepreinya,” kata pak Hasbi sambil keluar, lalu simbok bersiap membersihkan kamar. Selalu begitu. Hanya simbok yang dipercaya oleh pak Hasbi untuk memasuki kamarnya yang setiap dua hari sekali baru dilakukan. Itupun atas perkenan pak Hasbi.
Pak Hasbi melangkah keluar sambil menggenggam kunci almarinya. Ada perasaan aneh ketika Misnah menemukan selembar uang dipintu kamar, lalu menemukan kunci almari yang dicari-carinya di meja marmer dekat pintu keluar.
“Apa aku sangat pikun sehingga lupa tentang apa yang barusan aku lakukan? Mengambil uang, lalu manaruh kunci sembarangan?” gumamnya berkali-kali.
Tak seorangpun mengerti apa yang dipikirkan pak Hasbi. Tak seorangpun menduga apa yang terjadi, kecuali menganggap pak Hasbi lupa. Lupa ketika mengambil uang, lupa meletakkan kuncinya setelah mengambil uang itu.
Pak Hasbi menggaruk kepalanya sambil mencoba mengingat-ingat. Ia masih bersandar di kursi ketika simbok mendekatinya.
“Saya sudah selesai Tuan.”
“Baiklah. Lanjutkan pekerjaanmu.”
Simbok beranjak ke belakang, tapi kemudian berhenti ketika pak Hasbi memanggilnya.
“Tunggu, Mbok.”
Simbok mendekati sang tuan.
“Kamu sudah aku beri uang belanja? Biasanya di tanggal-tanggal seperti ini kamu melaporkan barang-barang yang habis.”
“Bukankah semalam Tuan sudah memberi saya uang?”
“Apa? Semalam ya?”
Pak Hasbi menepuk jidatnya.
“Memangnya kenapa, Tuan?”
“Aku lupa, kapan aku terakhir membuka almari dan mengambil uang.”
“Semalam Tuan memberikannya, setelah saya mancatat semua kebutuhan bulanan. Jadi pagi ini saya harus belanja.”
Pak Hasbi mengangguk-angguk, tapi kemudian dia heran pada dirinya sendiri. Jadi uang itu tercecer sejak semalam? Ia sama sekali tidak melihat ada uang yang tercecer. Atau karena ia tak memperhatikannya?
“Kok aku bisa lupa, padahal sudah memberi uang pada simbok. Rupanya itu adalah selembar uang yang tercecer setelah sebagian aku berikan simbok. Terjatuh tanpa terasa. Tapi bagaimana kunci bisa aku letakkan di meja depan dekat pintu keluar? Apakah karena aku mau menutup pintu, lalu meletakkan kuncinya di situ, atau bagaimana? Aduuh, jangan sampai aku pikun. Sudah cukup ketika aku seperti kurang waras karena menangisi kepergian Bening, lalu banyak hal aku lupakan. Sekarang apa lagi?”
Pak Hasbi masuk ke dalam kamar, meletakkan kunci di tempatnya semula, sambil bergumam.
“Di sini kan, biasanya aku letakkan kamu? Bagaimana tadi kamu bisa ditemukan di atas meja dekat pintu keluar?”
Pak Hasbi kemudian keluar kamar, lalu duduk di teras.
“Tuan, apakah Tuan jadi akan membeli tanaman hias, hari ini?” kata pak Misdi sambil mendekat.
“Oh iya, kamu benar. Apa kamu sudah sarapan?”
“Nanti setelah selesai membersihkan kebun ini, Tuan.”
“Sarapan dulu sana, sebelum kita pergi.”
“Saya selesaikan dulu pekerjaan saya, Tuan, kurang sedikit.”
Pak Hasbi mengangguk, lalu duduk sendirian di teras. Ia masih memikirkan tentang ingatannya, dan khawatir kalau ia benar-benar menjadi pikun.
***
Citra dan Rizki memasuki halaman kampus dengan wajah penuh suka cita. Mereka baru saja makan pagi di sebuah restoran sebelum datang ke kampus. Kali ini mereka tidak terlambat, karena Rizki datang pagi-pagi. Ia sangat royal ketika sarapan, sehingga sampai selesai makan dan kekenyangan, mereka tak sempat menghabiskan makanan yang mereka pesan.
Citra yang menyayangkan sisa makanan itu, ingin membawanya pulang untuk oleh-oleh keluarganya, tapi Rizki menegurnya.
“Jangan bikin malu. Masa orang kaya membungkus sisa makanan yang tidak habis dimakan?”
Citra meleletkan lidahnya, dan tersenyum malu. Ia harus belajar menjadi keluarga kaya, masa akan membungkus makanan sisa?
“Maaf,” katanya waktu itu.
“Ayahmu memberi kamu uang banyak, setelah tak mau membelikan kamu mobil baru?” tanya Citra.
“Tidak, aku bahkan tidak minta uang saku sepeserpun. Aku harus selalu bersikap manis sekarang ini.”
“Bagaimana kamu bisa royal sepagi ini dengan menghabiskan makanan seharga ratusan ribu?”
“Aku kan anak orang kaya,” kata Rizki dengan mulut cengar cengir.
“Kamu berhasil mencuri uangnya?”
“Baru sedikit. Tidak boleh tergesa-gesa ingin banyak. Aku juga harus melihat reaksinya setelah ini. Uppps, aku kok lupa?” tiba-tiba ia ingat sesuatu.
“Lupa apaan?”
“Kunci almari itu, ya ampuun, aku letakkan begitu saja di meja dekat pintu keluar. Sekarangpun masih di sana. Celaka benar, bagaimana kalau bapak mencari kuncinya dan ketemu di tempat yang bukan semestinya? Ya ampun, bapak pasti curiga.”
“Mengapa kamu begitu sembrono? Baru awal sudah belepotan kerjamu,” sungut Citra.
“Aku tergesa-gesa karena ketika itu bapak sedang di kamar mandi, lalu terdengar suaranya seperti mau keluar dari sana. Terbatuk-batuk, begitu. Aku langsung keluar dari kamar, dan kunci itu masih terbawa olehku. Ketika aku mengambil kunci mobil yang terletak di meja itu, kunci almari itu tertinggal di meja. Lupa aku bawa.”
“Dasar orang yang tidak teliti. Sekarang kamu harus mencari cara agar ayahmu tidak curiga.”
“Ya sudah, gampang, nanti aku pasti menemukan cara menjawabnya.”
“Atau kamu pura-pura tidak tahu menahu tentang kunci itu saja. Jangan bicara apapun, karena kalau kamu bicara, bisa jadi ayahmu pasti justru curiga bahwa kamulah yang meletakkan kunci itu di sana, lalu dia bertanya, mengapa kamu membawa kunci. Ya kan, jadi tidak usah bicara apa-apa,” kata Citra yang cara pikirnya lebih cerdas.
“Begitu ya, sepertinya kamu benar. Baiklah, aku akan pura-pura tidak tahu apa-apa.”
“Hari selanjutnya kamu harus lebih berhati-hati. Jangan sampai sebelum keinginanmu tercapai, ayahmu sudah curiga.”
“Iya, aku tahu apa yang harus aku lakukan.”
“Sebenarnya berapa banyak kamu mengambil uangnya? Kira-kira ketahuan tidak?”
“Uang ayahku bertumpuk-tumpuk, aku hanya mengambil setumpuk. Tidak akan kelihatan.”
Citra mengacungkan jempolnya dengan senyuman memikat. Senyuman itulah yang membuat Rizki tergila-gila.
Lalu mereka meninggalkan rumah makan itu dengan perut kekenyangan. Mereka masih mengelus perutnya ketika mengikuti kelas di pagi hari itu.
***
Pak Misdi dan pak Hasbi sibuk memilih tanaman yang bagus, dan pohon-pohon bunga yang pantas ditanam sebagai penghias halaman.
“Kali ini cukup dulu Tuan, nanti andongnya tidak muat membawa tanaman sebanyak ini.”
“Masih kurang ya?”
“Meskipun masih kurang, tapi kan saya tidak bisa mengerjakannya sekaligus, harus sedikit demi sedikit.”
“Kamu benar. Lagipula kalau kamu seharian mengurus tanaman, tidak akan ada waktu untuk berbincang-bincang.”
“Iya Tuan.”
“Sekarang angkut semuanya ke atas andong, lalu kita pulang.”
“Di bantu penjual tanaman itu, pak Misdi mengangkut semuanya ke atas andong yang memang mereka naiki karena akan membawa barang yang banyak.
Sesampai di rumah, pak Misdi sudah menurunkan dan menata semua tanaman itu, agar mudah mengaturnya. Tapi pak Misdi melihat wajah sang tuan yang tidak tampak gembira di hari itu.
Ketika pak Misdi menata tanaman, pak Hasbi hanya duduk tanpa mengatakan apapun seperti biasa kalau ia sedang bekerja. Wajahnya tampak murung. Karena itulah pak Misdi mencari cara agar ia bisa mengajaknya bicara.
“Tuan, ini saya letakkan di sini saja ya, biar berkelompok dengan tanaman sejenisnya. Nanti mawar di sebelah sana. Melati akan saya tanam di sepanjang pagar.”
Tapi pak Hasbi tidak menanggapi.
“Tuan,” pak Misdi terpaksa mendekat.
“Apakah Tuan tidak ingin ikut mengatur, lalu saya yang akan melaksanakannya?”
“Terserah kamu saja. Aku percaya kamu bisa mengaturnya dengan baik.”
Pak Misdi tidak melanjutkan pekerjaannya, malah duduk di tanah, persis di depan pak Hasbi.
“Ada apa Tuan? Apakah Tuan sedang memikirkan sesuatu?”
“Tidak, mengapa kamu berpikir begitu?”
“Kelihatan sekali Tuan tidak seperti biasanya. Apakah saya melakukan kesalahan? Kalau memang salah, mohon Tuan mengatakannya pada saya, sehingga saya bisa memperbaikinya. Dan kalau tidak suka dengan pekerjaan saya, tidak apa-apa kalau saya harus pergi dan_”
“Hei, apa yang kamu katakan? Kamu tidak salah apa-apa. Dengar, apakah kamu melihat bahwa aku seperti orang linglung?”
“Apa? Mengapa Tuan berkata begitu? Bukankah Tuan bisa melakukan semuanya dengan baik?”
“Entahlah, aku merasakan bahwa aku tidak melakukan sesuatu, padahal aku melakukannya.”
“Saya tidak mengerti apa yang Tuan maksudkan.”
“Apakah aku ini sudah pikun? Aku tidak ingin lagi begitu. Tapi tanda-tandanya ke arah situ.”
“Tuan, saya masih belum mengerti. Kalau boleh ceritakanlah semuanya kepada saya, supaya beban yang Tuan rasakan terasa lebih ringan.”
Lalu pak Hasbi mengatakan semuanya. Tentang uang, tentang kunci, yang semua tidak disadarinya.
“Aku tidak merasa meletakkan kunci di sana, tapi nyatanya kunci itu terletak di sana. Hanya satu yang aku sadari bahwa aku memang lupa, yaitu ketika aku memberi uang simbok untuk belanja. Awalnya aku lupa, tapi kemudian ingat. Tapi masalah kunci itu, sangat memusingkan saya.”
“Tuan, mengapa Tuan memusingkan hal itu. Di usia seperti saya, apalagi seperti Tuan, melupakan sesuatu itu wajar. Tak ada orang tua menjadi sedih ketika ia menjadi pelupa. Mengapa Tuan memikirkannya seperti ada beban yang begitu berat?”
“Soalnya aku pernah mengalaminya. Ketika aku bertemu Dewi dan mengira dia benar-benar cucuku, padahal cucuku memang sudah meninggal. Aku pernah menceritakannya bukan?”
“Itu adalah ketika Tuan sakit. Sakit karena ditinggalkan oleh orang-orang yang Tuan cintai. Sekarang Tuan adalah sehat, hanya lupa, mengapa Tuan risau?”
Pak Hasbi mengangguk, ada benarnya apa yang dikatakan pak Misdi. Mengapa dia harus risau?
***
Masalah kunci dan uang yang tercecer tak lagi dipikirkan pak Hasbi. Ia terhibur dengan banyak tanaman yang sudah ditata sebagian oleh pak Misdi, dan ia merasa nyaman ketika duduk di kebun sambil berbincang dengan pak Misdi.
***
Pagi hari itu seperti biasa Misnah menyapu rumah. Ia tak melihat pak Hasbi di ruang tengah. Barangkali sang tuan sedang di kamar mandi. Ketika ia melewati kamarnya, ia melihat Rizki ada di dalam, sedang membuka almari.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah..sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, Salam sehat selalu dari mBantul
ReplyDeleteAlhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 13. telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAlhamdulillaah dah tayang tlh dibaca
ReplyDeleteMakasih hunda
Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~13 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin YRA.π€²
Alhamdulillah...maturnuwun
ReplyDeleteAssalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 13 " sampun tayang... semoga ibu Tien serta Pak Tom selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun π€²ππ©·π©·
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteTerima ksih bunda cerbungnya..slm sht dll unk bunda betsama kel π❤️πΉπ₯°
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM 13 " sudah tayang.
ReplyDeleteSemoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin
Hamdallah
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sekeluarga sehat selalu...
Aamiin...
Nah lho
ReplyDeleteAlhamdulillah
Syukron nggih Mbak Tien❤️πΉπΉπΉπΉπΉ
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga sehat wal'afiat..
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien, π Alhamdulillah cerbung dah tayang...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga Bunda selalu sehat dan bahagia bersama keluarga, amiin π€²ππ©·
Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..12...sdh tayang.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.
Rizki kerja nya kurang rapi, jadi pencuri masih kelas Amatiran...π
Nah lo..kakek Hasbi jadi curiga krn Rizki masuk ke kamar nya...membuka lemari yang berisi uang.
Mau alasan apa lagi Rizki...ππ
Revisi : yang benar part 13
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteterima kasih bunda Tien
Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah πππ¦
Cerbung eLTe'eLKa_13
telah hadir.
Matur nuwun sanget.
Semoga Bu Tien dan
keluarga sehat terus,
banyak berkah dan
dlm lindungan Allah SWT.
Aamiinπ€².Salam seroja π
ππππππππ
Kesaksian Misnah akan membuka tabir kepalsuan Rizki...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Alhamdulillaah " Langit Tak Lagi Kelam -13" sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Robbal' Aalaamiinπ€²
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien salam sehat wal'afiat semua ya ππ€π₯°ππΏπΈ
ReplyDeleteMisnah anak baik & jujur ,kl sampai Rizky menuduh nya , bisa repot nih
Terimakasih bunda Tien, sehat selalu bunda Tien sekeluarga... aduhaii
ReplyDeleteWaah...selamat deh si Rizki kalau pak Hasbi mengira dirinya mulai pikun...atau nanti2 kalau ketahuan bapaknya si Rizki bisa nuduh Misnah atau Pak Misdi ya? Kasihan kalau begitu...
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sehat selalu.ππ»π