Wednesday, September 10, 2025

LANGIT TAK LAGI KELAM 07

 LANGIT TAK LAGI KELAM  07

(Tien Kumalasari)

 

Pak Misdi heran, melihat ada orang sebaik pak Hasbi. Ia begitu perhatian kepada dirinya, yang hanya seorang tukang tambal ban. Tapi ada rasa yang aneh ketika mendengar bahwa pak Hasbi mengadopsi seorang anak dari sebuah panti asuhan. Jangan-jangan dia anaknya. Perasaan itu membuat dadanya berdegup kencang.

“Sungguh beruntung anak itu, menjadi keluarga orang baik seperti Tuan.”

“Aku hanya kasihan, dia sebenarnya pintar, tapi tak sanggup melanjutkan sekolah. Jadi aku kuliahkan dia. Sudah tiga tahunan ini kalau aku tidak salah hitung”

“Makanya saya bilang, anak itu sangat beruntung. Kalau boleh tahu, siapa nama anak angkat Tuan itu?”

“Namanya Rizki. Dari panti namanya Rizki, jadi ya tetap Rizki, aku tak ingin mengganti namanya.”

“Rizki,” pak Misdi komat kamit menyebut nama Riski, lalu dilanjutkan dalam hati, mengapa bukan Jarot.

“Iya. Namanya bagus kan, artinya juga bagus. Rizki adalah rejeki kalau dalam bahasa Jawa.”

“Dan dia benar-benar mendapat rejeki karena menjadi putra Tuan.”

“Entahlah, aku kan hanya seorang laki-laki,  sudah tua pula. Jadi barangkali cara mendidik anak sudah tidak lagi mampu.”

“Maksudnya?”

“Karena saya memanjakannya, dia lalu menjadi keterusan. Maunya semua keinginan harus dituruti.”

“Harusnya Tuan bisa mengendalikan.”

“Terkadang aku berpikir, gagalkah aku dalam meneruskan mendidik Rizki yang tadinya tinggal di panti asuhan kamudian memiliki keluarga.”

“Pak, kata dokter, besok Bapak boleh pulang, tadi aku memaksa dokter untuk mengijinkannya, soalnya tidak punya uang,” kata Misnah tiba-tiba.

“Syukurlah, lebih baik tidur di rumah. Di rumah sakit ada biayanya,” kata pak Misdi senang.

“Tapi tadi Bapak masih bilang pusing.”

“Hanya sedikit,” sanggah pak Misdi.

“Pak Misdi, kalau memang belum sehat benar jangan dipaksakan pulang. Jangan takut biayanya, karena aku yang akan membayar semuanya.”

“Ini sangat berat bagi saya.”

“Nanti aku akan bilang pada dokternya, agar perawatan dilanjutkan sampai pak Misdi benar-benar sembuh,” kata pak Hasbi.

“Bapak tidak punya uang, Tuan. Yang saya bawa cuma sedikit, ini sudah ditambah pembayaran dari Tuan ketika saya menambal sepeda Tuan.”

“Oh iya, kamu anak pintar,” puji pak Hasbi sambil mengelus kepala Misnah.

“Kamu menambal ban?” tanya pak Misdi heran. Misnah memang belum menceritakan perihal belajar menambal itu.

“Iya, aku belajar, lalu bisa. Ketika Bapak belum pulang, saya membuka bengkel itu, hanya untuk sepeda kayuh. Kalau sepeda motor tidak kuat.”

“Anak hebat. Namamu siapa?”

“Saya Misnah, Tuan. Kata bapak saya, karena bapak namanya MIsdi, lalu saya diberi nama Misnah,” kata Misnah polos.

“Kamu masih sekolah?”

“Tidak Tuan. Tapi saya sudah lulus SD.”

“Kamu pengin melanjutkan sekolah?”

“Pengin sih pengin, tapi kata bapak, orang punya keinginan harus sesuai dengan keadaan. Bapak saya tidak punya uang cukup, jadi tidak apa-apa saya berhenti sekolah, dan mencari pekerjaan untuk membantu bapak mencari uang.”

“Kamu bekerja apa?”

“Kadang-kadang ada yang menyuruh saya bersih-bersih rumah, atau belanja, atau mencuci pakaian.”

“Kalau kamu ingin sekolah, kamu harus sekolah.”

“Wah, tidak Tuan. Kasihan Bapak.”

“Saya yang akan membayar biaya sekolah kamu.”

Misnah terbelalak, pak Misdi menatap penolongnya dengan takjub. Apakah laki-laki ini malaikat? Ia banyak menolong dan masih ingin menolong lagi, kata batinnya.

“Itu benar. Besok aku suruh simbok untuk mengurus semuanya,” kata pak Hasbi tandas.

Pak Misdi tak bisa berkata-kata, seperti mimpi ia mendengar semuanya. Ia juga melihat mata Misnah berbinar-binar. Pasti dia amat bahagia.

“Tapi kalau aku sekolah, bagaimana bisa membantu Bapak?”

“Misnah, jangan memikirkan bapak, kamu bisa sekolah itu adakah anugerah,” kata pak Misdi lirih, dengan linangan air mata haru.

***

Malam hari itu adalah resepsi pernikahan Dewi dan Satria. Pernikahan mewah itu terbilang sederhana, karena keluarga Adisoma adalah seorang priyayi yang kaya raya dan memiliki segalanya. Hanya saja Dewi melarang kemewahan yang berlebihan, karena Dewi lebih suka berbagi kebahagiaan dengan keluarga di sekitarnya yang kurang mampu.

Pak Hasbi hadir sebagai tamu kehormatan, yang diperkenalkan sebagai kakek pengantin wanita. Pak Hasbi sangat terharu, karena ia benar-benar seperti menemukan kembali cucunya yang sudah pergi dan tak kan kembali.

Ketika ia duduk itu, tiba-tiba seorang anak kecil berpakaian Jawa mendekatinya, lalu menepuk-nepuk pangkuannya. Ia seorang anak perempuan yang mungil dan lucu.

Pak Hasbi tersenyum senang. Ia juga sedang berpakaian Jawa, dengan kain bercorak Wahyu Temurun, dengan beskap yang menampakkan sikap yang sangat agung. Pak Hasbi meraih anak kecil itu dan mendudukkannya di pangkuan.

Anak kecil itu tertawa-tawa senang. Tiba-tiba seorang laki-laki dengan memakai jas biru tua mendekat.

“Rara, jangan nakal,” kata laki-laki gagah itu.

“Dia tidak nakal. Biarlah begini saja. Dia anggap aku kakeknya,” kata pak Hasbi sambil mengelus kepala anak kecil itu yang rambutnya digelung kecil.

Tiba-tiba pak Hasbi menatap laki-laki gagah itu dan rupanya dia mengenalnya.

“Andra?”

Laki-laki yang memang Andra itu menatap pak Hasbi, agak lupa-lupa ingat.

“Ini kan … “

“Kamu lupa sama calon kakek mertua urung ya?”

“Ya ampun, pak Hasbi?” kata Andra sambil menyalami pak Hasbi dan mencium tangannya berkali-kali.

“Syukurlah kalau akhirnya ingat.”

“Apa kabar, Kakek?”

“Baik. Tidak menyangka bertemu kamu di sini.”

“Saya mendengar tentang Kakek dari Satria, suami Dewi. Ternyata Kakek yang menolong Dewi waktu itu.”

“Dewi itu cucuku. Dia menggantikan Bening, dan sangat menyayangi aku.”

“Senang mendengarnya Kakek.”

“Mana istri kamu? Ini anakmu? Anakmu ada berapa?”

“Baru satu ini Kek, hayo.. Rara, ini juga kakek Rara. Kamu kok tiba-tiba enak-enak duduk di pangkuan kakek?”

“Kakek…. Kakek … “ celoteh Rara sambil mengelus wajah pak Hasbi yang sudah keriput.”

“Cucuku banyak sekali,” kata pak Hasbi sambil tersenyum.

“Jangan nakal ya Ra?”

“Rara tidak nakal …”

“Mana istri kamu?”

“Di sana, dia sedang mengandung anak kami yang kedua.”

“Oh iya, biar aku ke sana.”

“Tidak, biar dia kemari. Saya panggil sebentar,” kata Andra yang kemudian berjalan menjauh, kemudian datang bersama seorang wanita cantik yang perutnya buncit. Rupanya Andira sedang mengandung anak yang kedua.

“Ini kakek Hasbi. Dulu aku hampir menjadi suami cucunya.”

“Oh, Bening ya?” kata Andira yang sudah diberi tahu Andra tentang masa lalunya.

“Iya, bagus sekali, Andra mendapatkan istri cantik seperti kamu. Kakek ikut bahagia.”

“Terima kasih Kakek,” kata Andira sambil duduk di samping pak Hasbi yang kebetulan kosong.

Mereka berbincang akrab, saling bercerita tentang semua yang pernah mereka lalui.

Tiba-tiba pak Hasbi melihat Rizki memasuki ruangan, bersama seorang gadis, dengan pakaian yang sangat anggun. Wajah pak Hasbi muram, karena ia tahu bahwa dia adalah Citra, yang pernah dilihatnya kemarin saat siraman.

Ia ingin memanggil dan menegurnya, tapi sungkan karena ada Andra dan istrinya yang duduk di sampingnya.

***

Hari itu Rizki mau berangkat kuliah. Ia mencari sepatu yang harus dipakai, tapi tidak ketemu. Rizki marah-marah dan memanggil simbok sambil berjalan ke sana kemari.

“Ada apa, mencari simbok?” tanya pak Hasbi.

“Simbok kemana sih, pagi-pagi sudah menghilang,” omelnya.

“Simbok sedang pergi ke sekolah yang ada di dekat kantor pos itu.”

“Mengapa memangnya? Simbok mau sekolah?”

“Mendaftarkan sekolah Misnah.”

“Misnah siapa? Simbok punya anak? Atau cucu?”

“Bukan, Misnah itu anak tukang tambal ban yang mangkal di dekat perempatan itu.”

“Mengapa simbok mengurus sekolah anak orang? Kurang kerjaan.”

“Bapak yang menyuruh.”

“Bapak? Ini apa lagi? Kemarin seharian Bapak menemani si tukang tambal ban itu di rumah sakit, sekarang mengurus anaknya yang mau sekolah?”

“Tidak apa-apa. Bapak senang punya teman ngobrol yang sederhana seperti dia. Bapak juga senang membuat anak perempuan itu bisa sekolah.”

“Ini benar-benar keterlaluan. Mereka bukan siapa-siapa kita kan Pak? Untuk apa Bapak peduli sama mereka?”

“Rizki, apa kamu lupa? Dulu kamu juga bukan siapa-siapa bapak. Bapak prihatin melihat kamu putus sekolah, lalu bapak ambil kamu menjadi anak angkat, bapak kuliahkan kamu, dan bapak cukupi semua kebutuhan kamu. Apa jawabmu sekarang?” kata pak Hasbi yang semakin kesal melihat tingkah anak angkatnya.

“O, jadi Bapak juga mengungkit apa yang pernah Bapak lakukan untuk aku? Apa Bapak menyesal?” kata Rizki dengan nada tinggi.

“Pelankan suaramu, aku ini ayahmu.”

“Baru saja Bapak mengatakan bahwa Bapak telah mengangkat saya dari panti asuhan, sekarang Bapak mengatakan bahwa Bapak adalah ayahku?”

“Karena kamu sudah menjadi anakku. Dan adalah kewajiban seorang anak untuk patuh kepada orang tuanya,” kata pak Hasbi yang biasanya selalu berkata lunak, tapi kali ini terdengar sangat tajam.

“Dan perhatikan apa yang selalu bapak lakukan, yang sebenarnya bapak berharap kamu bisa melakukannya, yaitu peduli kepada sesama. Ikhlas memberi kepada yang kekurangan, ikhlas menolong orang yang butuh pertolongan. Camkan itu.”

“Percuma punya banyak uang kalau hanya untuk diberikan kepada orang lain,” omelnya pelan, sambil  meninggalkan ayahnya, lalu masuk ke dalam kamar. Rupanya Rizki tidak bisa menyerap apa kata ayahnya, yang sebenarnya adalah sebuah pelajaran yang harus diteladaninya. Kemudian ia mengenakan sepatunya tanpa memilih-milih seperti yang dari semula ia inginkan, karena Citra sudah berkali-kali menelpon.

Pak Hasbi duduk dengan wajah muram. Ia ingin menegur Rizki yang semalam datang bersama seorang gadis lalu lupa bahwa tadinya dia mengantar ayahnya, dan melupakannya, sehingga pak Hasbi pulang dengan diantar Andra. Ia belum sempat menegurnya semalam, karena ketika RIzki pulang, pak Hasbi sudah tidur.

Tapi ketika Rizki keluar dari kamar, ia sudah membawa tas kuliahnya dan tampak tergesa-gesa.

“Rizki, bapak mau bicara tentang semalam.”

“Rizki sedang tergesa-gesa Pak, nanti terlambat,” katanya kemudian meraih tangan sang ayah, diciumnya kemudian berlalu.

“Tentang gadis itu.”

“Nanti saja, Rizki sudah terlambat,” katanya sambil menjauh, lalu tak lama kemudian terdengar mobil keluar dari halaman.

Pak Hasbi menghela napas panjang. Ia ingin berkeluh tentang Rizki kepada Dewi, tapi keinginan itu segera ditepisnya. Ia tak ingin Dewi bersedih mendengar dirinya kecewa terhadap anak yang dipilihnya.

***

Citra dan Rizki sudah ada di dalam mobil, dalam perjalanan ke arah kampus. Tapi kira-kira satu kilometer dari kampus, mobilnya tiba-tiba mogok.

“Aduh, ada apa ini?”

Berkali-kali Rizki menstarter, tapi mobil itu tetap bergeming.

“Gimana sih Riz, kita terlambat nih.”

“Terpaksa turun dan jalan kaki,” kata Rizki sambil turun. Tapi apa yang bisa diperbuatnya? Rizki sama sekali tak mengerti tentang mesin.

“Jalan kaki? Masih jauh, tahu!” teriak Citra.

“Aku menelpon bengkel dulu, kamu cari becak.”

“Makanya, minta mobil yang bagus. Anak orang kaya, pakai mobil tua begini, mana pantas?” kata Citra sambil membanting pintu mobil sekeras-kerasnya.

***

Besok lagi ya.

 

24 comments:

  1. πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹
    Alhamdulillah πŸ™πŸ’πŸ¦‹
    Cerbung eLTe'eLKa_07
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien dan
    keluarga sehat terus,
    banyak berkah dan
    dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin🀲.Salam seroja 😍
    πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹πŸŒ΅πŸŽ‹

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul πŸ™

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku Langit Tak Lagi Kelam telah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " LANGIT TAK LAGI KELAM 07 " sudah tayang.
    Semoga Bunda dan Pak Tom Widayat selalu sehat wal afiat .Aamiin

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah LANGIT TAK LAGI KELAM~07 telah hadir. Maturnuwun Bu Tien, semoga panjenengan & keluarga tetap sehat dan bahagia serta senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin YRA..🀲

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Semoga bunda dan keluarga sehat walafiat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah...
    Matur suwun Budhe Tien.....
    Langit Tak Lagi Kelam episode ke 7 malam ini sdh tayang.
    Semoga Budhe saha Pakdhe sehat wal'afiat. Aamiin

    ReplyDelete
  8. Assalamualaikum bu Tien, maturnuwun cerbung " Langit tak lagi kelam 07 " sampun tayang... semoga ibu Tien serta Pak Tom selalu sehat dan penuh berkah aamiin yra .. salam hangat dan aduhai aduhai bun πŸ€²πŸ™πŸ©·πŸ©·

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, LANGIT TAK LAGI KELAM(LTLK) 07. telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.

    ReplyDelete
  10. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien dan pak Tom selalu sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya πŸ™πŸ€—πŸ₯°πŸ’–πŸŒΏπŸŒΈ

    Waduh Citra to biang kerok nya , tp ini bumbu cerita nya ,seru πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
  12. Maturnuwun Bu Tien cerbung Langit Tak Lagi Kelam sdah tayang, ceritanya bagus,drama kehidupan yg dpt dicontoh tokoh2 yg baik, semoga Bu Tien tetap sehat,semangat,bahagia bersama Kel tercinta.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semoga bunda dan keluarga selalu sehat dan bahagia, aamiin πŸ€—πŸ₯°

    ReplyDelete
  14. Hooo....Rizki dan Citra klop jd pasangan anak yg tdk tahu diri. Ibu Tien memang aduhai membuat tokoh antagonis. Tetap sehat wal'afiat njih Bu...

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bunda, cerbung Langit Tak Lagi Kelam..07..sdh tayang.
    Sehat selalu dan tetap semangat nggeh Bunda Tien.
    Syafakallah kagem Pakdhe Tom, semoga Allah SWT angkat semua penyakit nya dan pulih lagi seperti sedialakala. Aamiin.

    Kakek Hasbi...sdh saat nya..Rizki di kasih 'pelajaran'.
    Kasih uang secukupnya, jangan semua permintaannya di turuti. Dewi suruh ksh tahu, agar mempan nasehatnya.

    ReplyDelete
  16. Terima ksih bunda cerbungnya..slm sht sll unk bunda sekeluargaπŸ™πŸ₯°πŸŒΉ

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ❤️🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, matursuwun Bu TienπŸ™πŸ’–

    ReplyDelete
  19. Rizki dan Citri satu patron.
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Nah, ini nih yang bikin Rizki makin ngelunjak...mesti besok dia minta dibelikan mobil baru karena hasutan Citra. Baguslah pak Hasbi sudah mengingatkannya tentang masa lalunya...dan pak Misdi ada perasaan tentang kemungkinan Rizki itu Jarot anaknya. Barubtahu rasa dia nanti...πŸ˜…

    Terima kasih, ibu Tien. Sejak awal sudah ada tokoh antagonisnya.πŸ‘πŸ»
    Semoga ibu sehat selalu.πŸ™πŸ»

    ReplyDelete