ADA CINTA DI BALIK RASA 38
(Tien Kumalasari)
Daniel menatap Nilam. Mata itu tak bisa dilupakannya. Mata Nilamsari, adik bungsunya, yang cerewet dan manja. Yang terkadang lucu dan menggemaskan. Yang pemberani tak kenal takut.
“Apa kita pernah bertemu?” Nilam seperti mengingat sesuatu, wajah teduh yang selalu menjaganya, yang menangis ketika dia ikut ibu Rusmi bersama kakaknya, Hasti. Apakah wajah itu adalah wajah yang pernah dekat dengan dirinya?
“Apakah Rusmi ini ibumu?” tanya Daniel lembut.
Nilam mengangguk ragu.
“Apakah kamu punya kakak perempuan bernama Prahasti?”
Nilam juga mengangguk. Tatapannya tak pernah lepas dari wajah Daniel. Wajah yang sangat familiar, dan baru sekarang dirasakannya.
Daniel tiba-tiba merangkul Nilam sangat erat, air mata tak lagi bisa ditahannya.
“Kamu adikku. Adik kandungku, Nilam. Aku kakak sulung kamu. Daniel Prasetya. Kamu lupa? Kita berpisah saat kamu masih kecil, belum berumur lima tahun. Kita berpisah setelah kita kehilangan kedua orang tua kita. Kamu dibawa bulik Rusmi, dan aku dibawa salah seorang tetangga bernama Karmanto. Mereka sudah meninggal saat aku lulus sekolah perawat.
Nilam terpana. Jadi dia masih punya kakak? Laki-laki berwajah lembut dan tampan itu? Ia lupa, apakah Hasti penah mengatakannya?
“Aku adikmu Mas?”
“Kamu adikku, adik bungsuku. Di mana Hasti?”
Nilam mengusap air matanya.
“Mbak Hasti meninggal 8 tahunan yang lalu. Dia punya anak laki-laki ganteng dan pintar.”
“Di mana dia?”
“Nanti saja ceritanya. Aku juga ingin tahu, dimana ayah ibu kita dimakamkan?”
“Nanti kita ke sana sama-sama. Biar selesai dulu acara pemakaman bulik kita ini. Aku juga bingung, bagaimana bulik bisa menjadi narapidana?”
“Setelah pemakaman aku akan ceritakan semuanya. Panjang sekali.”
***
Acara pemakaman yang walau sederhana tapi hikmat itu terlaksana. Hanya dihadiri keluarga Raharjo, Suri, Daniel. Marjono ikut mengantar keberangkatan jenazah dari rumah sakit, tapi dilarang ikut ke pemakaman. Ia tetap ada di Rumah Sakit, menemani Nilam dan Anjani, yang berkumpul di ruang rawat Anjani.
Anjani trenyuh melihat wajah Nilam yang tampak sedih. Nilam menceritakan sekilas kisahnya, bahwa dia pernah dipungut oleh Rusmi sejak ia berumur kurang dari lima tahun. Selanjutnya dia belum berani mengatakan, kecuali tentang pertemuannya dengan Daniel, yang ternyata adalah kakak kandungnya.
“Bukan main, ternyata nak Daniel kakak kandung nak Nilam?” kata Marjono yang mendengarkan cerita Nilam.
“Kami berpisah dengan mas Daniel sejak belum berumur lima tahun. Saya bahkan lupa kalau punya kakak, lupa wajahnya. Setelah saya dan kakak saya dibawa oleh ibu Rusmi, cerita tentang keluarga saya sebelumnya benar-benar terputus. Ibu Rusmi tidak pernah mengatakan apa-apa. Dia hanya ingin, kami menganggap dirinya ibu.”
“Kisah yang mengharukan, akhirnya ketemu setelah kalian dewasa. Nak Daniel itu sudah menjadi duda, istrinya meninggal karena penyakit lupus yang dideritanya,” sambung Marjono.
Nilam terkejut. Ia belum pernah mendengarnya, karena memang belum sempat saling cerita. Ia ingin segera diijinkan pulang ke rumah, karena banyak hal yang ingin diketahuinya dan belum mendapatkan jawabannya.
“Mbak Nilam, tadi saya sudah bertanya pada dokter, kapan kita diijinkan pulang.”
“Lalu apa yang dokter katakan? Sejak pagi saya menunggui bu Rusmi, meskipun hanya di luar kamar mayat.
“Kalau sampai besok tidak ada keluhan, kita boleh pulang besok.”
“Ah, syukurlah, aku sudah tidak betah menjadi pasien.”
“Benar, bukankah kita merasa sehat?”
“Sebaiknya jangan tergesa-gesa. Kalian harus benar-benar sehat dulu. Tidak usah tergesa minta pulang. Memang siapa sih yang kerasan tinggal di rumah sakit? Bapak dulu juga begitu, toh akhirnya ketika dokter menganggap bapak sehat, baru akhirnya diperbolehkan pulang,” kata Marjono.
“Iya Pak, kami merasa sudah sehat kok,” kata Anjani ngeyel.
“Biar dokter yang mengatakannya, sehat atau belum, kata pak Marjono sambil duduk di Sofa. Ia tak bisa pulang sendiri, harus menunggu Daniel yang masih mengantarkan ke pemakaman.
***
Sementara itu Baskoro duduk di pojokan rumah sakit, pojokan luar dari lobi yang tampak bersih dan nyaman.
Ia tidak berbaur dengan mereka yang mengantarkan jenazah. Walaupun mereka tidak mempersalahkannya lagi, tapi dia tetap saja merasa sungkan. Apalagi ada pak Raharjo, yang istrinya mengadakan hubungan terlarang dengan dirinya, sehingga menjerumuskannya kepada kejahatan yang lebih kejam, dan membuatnya masuk penjara. Memang tak ada lagi nada kebencian diantara mereka. Ketika bertemu Nilam pun tak ada rasa kebencian di wajahnya, tapi Baskoro belum bisa menghilangkan rasa sungkannya. Dia melihat Rusmi dibawa ke pemakaman dengan layak, ada bunga-bunga di atas peti mati dan itu bukan bunga-bunga murahan. Artinya bahwa mereka tidak membenci Rusmi. Dia juga melihat Suri diantara mereka, yang dengan heran dia memikirkannya, ada hubungan apa Suri dengan keluarga Raharjo? Apakah setelah dia dipenjara, lalu keluarga Raharjo menolong Suri, membuatnya hidup berkecukupan? Ia ingat ketika melihat Suri turun dari taksi, penampilannya sangat berbeda. Ia seperti orang berada, tidak seperti ketika menjadi istrinya, tambun dan lusuh. Banyak hal terjadi selama dia dipenjara. Sekarang dia hanya duduk termangu sendirian. Lagipula dia masih terganggu dengan ucapan Rusmi sebelum meninggal, bahwa Hasti memiliki seorang anak, dan anak itu adalah darah dagingnya.
Mungkinkah anak kecil yang wajahnya mirip dengannya itu? Yang selalu terbayang dalam mimpi dan jaganya? Ke mana dia akan bertanya tentang anak itu? Kenapa anak bernama Nugi itu bersama Suri?
Baskoro memijit kepalanya yang berdenyut.
“Mengapa Suri memiliki anak yang sangat mirip denganku?”
Tapi sulit rasanya kalau harus berhadapan dengan Suri. Ia bukan hanya malu, tapi juga merasa rendah diri. Bekas suaminya menjadi peminta-minta. Baskoro tak akan berani berhadapan dengan bekas istrinya itu.
Lama sekali dia melamun, merasa banyak yang membebaninya, sehingga dia tertidur di sana.
Ketika ia membuka mata, udara sudah tampak remang. Baskoro mengucek matanya, dan melihat satpam rumah sakit menatap ke arahnya. Tampaknya ia ingin menegurnya, karena satpam itu melangkah ke arahnya. Tapi sebelum satpam itu tiba, ia berdiri, lalu meninggalkan rumah sakit dengan langkah gontai.
***
Pak Marjono sudah sampai di rumah, sudah mandi dan Daniel sudah menyiapkan makan malam seperti yang diinginkan Marjono.
Pak Marjono sedang duduk di ruang tengah dengan melihat acara televisi, sedangkan Daniel sedang duduk di teras sambil melamun.
Pertemuannya dengan Nilam, dan juga Rusmi walaupun hanya melihat jasadnya, membuatnya sedikit lega. Tapi dia sedih mendengar Hasti sudah tak ada. Perjalanan panjang kehidupan Nilam dan Hasti, membuatnya sangat prihatin. Ia juga kecewa, Hasti telah melakukan tindakan yang tak terpuji sehingga melahirkan anak tanpa ayah. Ia menyesal, Rusmi yang adik dari ibunya tidak mendidik dan memberikan contoh yang baik dalam menjalani hidup sebagai seorang gadis.
Ia menghela napas panjang. Tapi ia senang mendengar Nilam dan Nugi, anak Hasti, dirawat oleh seorang wanita yang sangat baik dan penyayang.
Kalau senggang, ia ingin sekali melihat keponakannya itu, yang kata Nilam sangat ganteng dan pintar.
“Nak Daniel,” sapa Marjono sambil melongok dari pintu.
“Ya Pak, Bapak ingin makan sekarang?” tanya Daniel sambil berdiri.
Daniel sangat cekatan dalam melayani Marjono. Itu karena sudah lama dia hidup sendiri, sehingga harus menyiapkan segala kebutuhannya sendiri juga. Karena itulah dia bisa menyiapkan minum dan makan untuk Marjono sehingga membuat Marjono tidak merasa kesepian dan kekurangan, walaupun Anjani sedang ada di rumah sakit.
“Tidak sekarang, mungkin sebentar lagi.”
“Daniel akan masak mie untuk makan malam, apa Bapak mau?” tanya Daniel sambil mengikuti Marjono masuk ke dalam.
“Bapak suka mie. Apa nak Daniel mau beli mie?
“Saya tadi mampir belanja sedikit. Ingin masak mie sendiri. Tapi kalau Bapak ingin yang lain, saya akan menyiapkannya. Sate?”
“Ah, tidak … tidak, gigi saya sudah tak kuat mengunyah daging. Kecuali kalau masak sendiri dan membuat dagingnya empuk. Kalau Anjani di rumah, dia sering memasak daging, tapi dagingnya empuk sekali, sehingga saya bisa memakannya.”
“Kalau Bapak mau, besok saya akan belanja daging dan memasak untuk Bapak.”
“Nak Daniel bisa memasak?”
“Kalau sedang libur, saya biasa memasak sendiri. Itu saya lakukan setelah istri saya meninggal,” kata Daniel pilu.
“Baiklah, besok belanja daging, masak semur bisa?” tanya Marjono yang tidak lagi merasa sungkan, karena Daniel memperlakukannya dengan sangat baik.
“Siap Pak, besok pagi saya belanja dan masak semur. Nanti sebagian bisa dibawa ke rumah sakit untuk mbak Anjani.”
“Bagus sekali. Tapi malam ini saya mau mie seperti keinginan nak Daniel.”
“Benarkah?”
Marjono mengangguk sambil tersenyum.
“Kalau begitu saya akan mulai memasak sekarang,” kata Daniel sambil bangkit.
Marjono tersenyum. Dengan adanya Daniel, dia merasa tidak sendirian, walaupun Anjani masih berada di rumah sakit. Dia bersikap sangat baik, seperti seorang anak kepada orang tuanya.
Ia juga terharu mendengar kisah Daniel, yang ternyata adalah kakaknya Nilam. Marjono mendengar ketika Nilam bercerita kepada Anjani sebelum Daniel menjemputnya selepas dari pemakaman.
***
Seminggu lebih, akhirnya Nilam dan Anjani sudah boleh pulang ke rumah. Suri dan Nugi sangat gembira, ketika Raharjo mengantarkannya ke rumah. Ia sudah tau sekilas cerita Nilam, bahwa Rusmi bukan ibu kandung dirinya dan Hasti, juga bahwa ia menemukan kakak kandungnya yang adalah perawat yang merawat Marjono.
Nugi tak pernah melepaskan pelukannya pada Nilam, yang selama seminggu lebih berada di rumah sakit.
“Aku ingin menjenguk mbak Nilam, tapi aku masih kecil. Kalau umurku sudah dua belas tahun, aku boleh ke rumah sakit, memangnya kenapa kalau aku masih kecil, aku kan tidak akan rewel dan menangis, jadi tidak akan mengganggu yang sakit. Ya kan?” Nugi berceloteh tentang kekecewaannya karena tidak boleh ikut ke rumah sakit, sehingga baru ketika Nilam pulang, ia baru bisa ketemu kakaknya.
Nilam mengelus kepala Nugi.
“Anak kecil memang tidak boleh ikut menjenguk orang sakit. Bukan karena takut rewel atau apa, tapi di rumah sakit itu kan banyak orang sakit. Nah, terkadang ada penyakit yang gampang menular. Anak kecil itu masih lemah, belum kuat seperti orang dewasa, jadi dikhawatirkan kalau anak kecil itu bisa ketularan. Mengerti?”
“Kalau anak besar tidak bisa ketularan?”
“Orang dewasa itu lebih kuat. Tidak gampang ketularan.”
Nugi mengangguk-angguk, sambil masih terus menempel di tubuh Nilam.
Sementara Nilam terus teringat apa yang dikatakan ibu Rusmi, bahwa Baskoro disuruh mencari anak Hasti yang juga anak kandung Baskoro.
Nilam jadi ragu. Bagaimana kalau setelah tahu bahwa Nugi adalah anaknya, lalu Baskoro mengajaknya pergi? Nilam sangat takut membayangkannya. Masalah itu bukan hanya Nilam yang ketakutan, tapi demikian juga Suri. Ia sangat mencintai Nugi yang sudah dianggapnya sebagai anak kandungnya sendiri, seperti juga Nilam. Tapi Nilam juga menyayanginya, dan tak mau meninggalkannya. Karenanya Suri amat bersyukur. Beda halnya dengan Nugi. Dia sama sekali tak berhak, kalau bapaknya menginginkannya. Setelah Baskoro tahu bahwa Hasti melahirkan anaknya, pasti dia akan mencari, di mana anaknya berada. Ia teringat ketika menjemput Nugi, ia melihat Baskoro ada di sana. Barangkali dia merasa dari mata hatinya, bahwa Nugi bukan orang lain baginya. Dan sekarang, setelah tahu, apakah Baskoro akan diam saja? Karena itulah beberapa hari itu Suri selalu tampak gelisah, sehingga memerlukan menjemput sendiri Nugi setiap hari.
Hari itu Daniel memerlukan menemui Nilam yang belum mulai bekerja, dan demikian juga Anjani. Karena itulah Daniel bisa ijin untuk bertemu dengan adiknya. Nilam sudah bercerita banyak tentang perjalanan hidupnya, hingga kemudian ketemu dengan dirinya, sang kakak kandung. Saling menceritakan apa yang dilaluinya, membuat mereka bersyukur, karena akhirnya mereka dipertemukan, walau hanya tinggal Nilam dan Daniel.
Daniel sangat menyukai Nugi yang tampan dan pintar, serta bersikap sangat manis walau baru bertemu sekali. Tapi mereka belum menceritakan siapa Daniel sebenarnya, karena takut membuatnya bingung.
***
Hari itu Daniel mengajak Nilam untuk mengunjungi makam orang tuanya. Kalau Daniel tahu, adalah karena dia sudah besar waktu itu, sedangkan Hasti dan Nilam sudah langsung diajak pergi oleh Rusmi.
Tapi tanpa diduga oleh Nilam, dia diajak ke makam Rusmi terlebih dulu, mengingat bahwa Nilam tidak bisa ikut mengantar ke makam waktu itu, karena kesehatannya.
Tiba-tiba Nilam melihat sesosok orang yang dikenalnya, sedang berjongkok di samping kuburan yang masih baru. Nilam ketakutan. Baskoro pasti akan menanyakan di mana anak Hasti.
***
Besok lagi ya.
Suwun mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Deleteππͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ¦
ACeDeeR_38 sdh hadir.
Suwun nggih Bu Tienkuuh.
Semoga sehat2 selalu
bersama kelg tercinta.
Salam aduhai...ππ
ππͺ»ππͺ»ππͺ»ππͺ»
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Sugeng ndalu Bunda Tien.
ReplyDeleteHamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..38 telah tayang.
Alhamdullilah
Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien...selamat berakhir pekan dengan Keluarga nggeh Bunda
π€²❤
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah..... terimakasih Bunda
ReplyDeleteSami2 ibu Tutus
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien π
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteYa, terimakasih Bu Tien,
ReplyDeleteSalam sehat selalu... π
Sami2 Prisc21
DeleteAlhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal a'fiat.Akhir yang Indah π Maturnuwun πΉπΉπΉπ
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun pak Herry
Suwun
ReplyDeleteSami2 pak Wirasaba
DeleteHmm...rahasia mulai terkuak satu persatu, akankah segera tiba di penghujung kisah? Kepo tingkat dewa deh... Terima kasih, ibu Tien...sehat selalu.ππ·π
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
DeleteSehat selalu juga yaa
Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~38 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun bunda
Sami2 ibu Nanik
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Ada Cinta Dibalik Rasa 38 telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
.
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Alhamdulillah , Terima kasih bunda semoga sehat walafiat nggeh
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Endah
πΌπ‘πππ’ππͺπ‘ππ‘π‘ππ...
ReplyDeleteπππ©πͺπ§π£πͺπ¬πͺπ£ π’πππ ππππ£...
πππ‘ππ’ π¨ππππ© π¨ππ‘ππ‘πͺ...
Sami2 mas Suprawoto Soetedjo
DeleteSalam sehat juga
Alhamdulillah ACeDeerR~38 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Aamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Umi
Terimakasih Bunda Tien..... Sehat selalu lahir batin ... Aduhai
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Nanik
Selamat malam Ibu Tien
ReplyDeleteSangat senang, saya dpt membaca crita ini sebelum tidur, harap maklum beda waktunya 4 jam .
Nilam senang ya, ketemu kakak laki, dan juga tahu makam ortunya.
Demikianlah kehidupan suka dan duka silih berganti.
Salam sehat dan bahagia untuk ibu Tien dan keluarga.
Terima kasih ibu Rosie
DeleteAlhamdulilah acdr 38 sdh tayang terima kasih bunda Tien semoga bu Tien sll sehat dan bahagia .... bun susah nebak ceritanya apakah baskoro akan kembali ke bu suri atau daniel dg bu suri... smg semua jadi bahagia karena bu Tien....
ReplyDeleteAamiin Ya Robbal Alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Alhamdulillah Ada Cinta Dibalik Rasa -38 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Aamiin Ya Robbal Alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Ting
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah ..
ReplyDeleteMendekati tamat nich kayaknya...
Syukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Terimakasih bu Tien, salam sehat bersama keluarga
ReplyDeleteMenunggu nasib Baskoro, yang menyenangkan kalau kembali rujuk dengan Suri. Suri juga orang baik.
ReplyDeleteDaniel pendatang baru, belum ada pasangan juga tidak apa.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun Bu Tien, semoga tetap sehat penuh barakah....aamiin...
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matur nuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat selalu π€π₯°
Matur nuwun bunda Tien...ππ
ReplyDeleteSatu persatu bertemu juga akhirnya.
ReplyDeleteKeluarga itu tinggal dua anak yang tersisa; Daniel dan Nilamsari.
Dan Nugi anak Hasti, yang lekat dengan Nilam dan ibu Suri yang benar benar banyak cinta; kasih sayang untuk anak-anak temon nya.
Cerita yang indah tentang seorang ibu yang penuh kasih, benar nyampai dihati anak anak yang memanggilnya 'ibu'.
Damai itu ada, tidak salah Raharjo mensuport usaha Suri, biar mantap sekalian merawat Nilam waktu itu, agar punya rasa percaya diri.
Baskoro sudah minder duluan, dia pun tahu kalau Nugi itu adalah darah dagingnya.
Udah cuma segitu aja, keadaannya yang sedemikian papa hanya sekedar tahu aja.
Sungguh pun bagaimana Nilam diserahi Nugi untuk merawat, itu amanah yang terucap Hasti.
Pegangan yang utarakan Suri pada Nilam; sungguh pun itu nantinya anakku tapi yang diserahi amanat Nilam.
Malah teges yΓ₯, iyΓ₯ cΓ¨n yΓ¨n duwΓ© rancangan dadi pΓ©nak lakunΓ©, biyΓ¨n di tut akΓ© malah samber nggelap, yΓ₯ jebubug; wong ratau di enggo, klumbrak klumbruk padake kumbahan ra kecandak candak, barΓͺng ijΓ¨n yΓ₯ ngepenakakΓ© awak mematut diri lah, pusing pusing.
Juragan lho.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada cinta dibalik rasa yang ketiga puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kaaih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat selalu dan tetap semangat.
Aduhai
Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu
ReplyDelete