Thursday, February 8, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 13

 ADA CINTA DI BALIK RASA   13

(Tien Kumalasari)

 

Estiana masih duduk di ruang tengah dengan wajah kesal. Sang suami yang tadinya penurut, tiba-tiba bersikap menentangnya. Keinginannya untuk bermenantukan Usman sudah sangat mantap. Usman yang kaya, Usman yang selalu memberi ketika dia meminta, membuat hidupnya tidak merasa kekurangan. Ia juga merasa, dari semua harta yang terkuras karena penyakit Marjono, terutama perhiasan yang tadinya habis terjual, sudah mendapatkan gantinya. Tapi sang suami tiba-tiba seperti menentangnya.

Kalau sampai pernikahan antara Usman dan Anjani gagal, maka ia tak akan bisa lagi berkubang kesenangan dengan uang yang berlimpah. Ia menoleh ke arah kamar yang tertutup. Ia ingin membujuk suaminya agar mau mengerti bahwa bermenantukan Usman adalah sesuatu yang menguntungkan. Bukankah dia bisa berobat juga karena Usman?

Tapi ketika ia mencoba membuka kamar, ternyata kamar itu terkunci.

“Pak, kenapa dikunci?”

Tak ada jawaban. Estiana mengira suaminya tidur. Ia kembali ke ruang tengah dan meraih ponselnya. Ia sudah bicara dengan temannya tentang sebuah usaha dan harus menyiapkan modalnya. Karenanya ia harus bicara dengan Usman.

“Ya, Bu … “ suara dari seberang ketika Estiana menelponnya.

“Nak Usman, aduhh .. mohon maaf kalau saya mengganggu.”

“Ada apa Bu?”

“Apakah sore hari ini nak Usman mau datang ke rumah?”

“Sore ini tidak Bu, sedang ada pembicaraan penting dengan para staf saya. Memangnya kenapa?”

“Saya mau bicara sedikit panjang.”

“Silakan bu, sekarang saya sedang tidak ada pekerjaan. Mungkin satu jam lagi saya akan sangat sibuk.”

“Baiklah Nak, ini masalah Anjani.”

“Kenapa dia?”

“Anjani kan ingin bekerja. Sebenarnya saya agak kurang cocok. Tapi kalau melarangnya bekerja, dia pasti ingin punya kesibukan. Jadi alangkah baiknya, kalau Anjani juga diijinkan untuk berbisnis.”

“Bisnis apa Bu?”

“Saya bersama teman sedang berbicara tentang bisnis sebuah usaha perhiasan emas dan berlian. Anjani pasti senang kalau dilibatkan. Kalau dia punya kesibukan, dia tidak harus bekerja diluar. Sebagai istri nak Usman, dia tidak pantas jadi karyawan perusahaan. Harusnya dia menjadi nyonya bos yang berkuasa dan berwibawa. Apakah nak Usman setuju?”

“Ya, tidak apa-apa.”

“Tapi untuk saat ini teman saya bilang bahwa modalnya harus sudah terkumpul. Kami berusaha berdua saja. Jadi_”

“Jadi Ibu membutuhkan uang untuk modal?”

“Ini bukan untuk saya saja Nak, utamanya untuk Anjani. Saya hanya akan membimbingnya dan akan melepaskannya kalau dia sudah bisa mengendalikan usahanya. Apakah Nak Usman setuju?”

Agak lama Usman tidak menjawab. Ia sudah lama mengenal Estiana, dan sudah tahu apa yang selalu dipikirkannya. Usaha emas berlian bukan usaha main-main. Membutuhkan modal besar, dan itu membuatnya khawatir. Ia tidak yakin Estiana bisa berbisnis emas. Tapi Usman membutuhkan Anjani yang sudah membuatnya tergila-gila. Satu-satunya yang akan bisa mengendalikan Anjani hanyalah Estiana. Karena itulah ia mulai memikirkan keinginan Estiana. Walau bukan sekarang.

“Bagaimana Nak?” desak Estiana ketika ia tak mendengar Usman berreaksi. Atau bahkan sudah mematikan ponselnya?

“Begini, Bu,” Estiana merasa lega. Rupanya calon menantunya masih ada di sana.

“Ini sesuatu yang baik. Kalau usaha ini berhasil, Anjani tidak akan pergi ke mana-mana kecuali hanya melayani nak Usman sambil menghitung keuntungannya.”

“Begini, saya pikir itu bukan hal yang buruk.”

“Nah, benar kan?”

“Tapi saat ini perusahaan saya sedang ada masalah. Saya sedang banyak pikiran.”

“Nak Usman harus ingat, ini sesuatu yang penting.”

“Saya tahu. Saya akan memikirkannya. Tapi tidak sekarang. Baiklah Bu, saya akan menghubungi ibu lagi kalau urusan saya sudah selesai.”

“Untuk jelasnya, nak Usman datang saja menemui saya. Oh ya, besok waktunya suami saya kontrol ke rumah sakit. Kita bisa bicara di rumah dengan lebih santai. Saya akan menjelaskan berapa modal yang diperlukan, kalau perlu nak Usman akan saya perkenalkan dengan teman saya itu. Dia wanita yang sukses dalam semua usaha yang digelutinya. Pokoknya nak Usman akan tertarik,” Estiana terus saja nyerocos, sementara Usman sudah menutup ponselnya sejak beberapa menit yang lalu.

Menyadari dirinya berbicara sendiri, Estiana merasa sangat kesal. Tapi janji bahwa Usman akan memikirkannya, sedikit membuatnya tenang.

Ia kembali menuju ke arah kamar, tapi sang suami masih mengunci kamarnya.

“Tumben tidur sambil mengunci kamar,” gumamnya sambil berlalu. Tapi langkahnya terhenti ketika ia mendengar suara dari dalam kamar itu. Rupanya Marjono tidak sedang tidur. Ia sedang bertelpon, entah dengan siapa. Estiana menempelkan kupingnya di pintu, tapi suara pembicaraan tidak terdengar jelas.

Ketika ia masih bersandar sambil menempelkan telinganya, tiba-tiba pintu terbuka, dan Estiana jatuh tersungkur.

“Aaauuwww!” pekiknya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Keningku … “

“Kamu sedang apa?”

Estiana mengelus keningnya yang benjol terantuk lantai, belum berusaha untuk duduk. Marjono membiarkannya. Ia keluar dari kamar menuju ke ruang tengah.

Estiana mengomel karena sang suami tidak membantunya bangkit.

Marjono duduk di sofa dan meneguk sisa teh nya yang sudah dingin.

“Kebangetan Bapak ini. Melihat istrinya jatuh tidak berusaha membantu berdiri. Ini sakit, tahu!”

“Siapa suruh menguping pembicaraan orang,” kata Marjono tenang.

“Siapa menguping? Aku hanya ingin masuk, dan pintunya Bapak kunci.”

“Kamu kira aku tidak tahu? Pintu itu bergerak-gerak karena kamu menempelkan kuping. Hal itu terlihat dari dalam.”

“Baiklah, Bapak sedang bicara sama siapa sih?” tanya Estiana sambil mengelus keningnya.

“Dengan seorang teman.”

“Teman siapa? Tak biasanya Bapak berbicara dengan seseorang sambil mengunci kamar. Apa itu rahasia bagi seorang istri?”

“Ada sesuatu yang terkadang tidak harus diketahui orang lain, meskipun keluarga sendiri.”

“Bapak kelihatan senang. Apa teman Bapak seorang perempuan?”

“Memangnya kenapa kalau perempuan? Apa kamu cemburu?”

“Huhh, cemburu? Apa yang harus dicemburuin? Kalau ada perempuan yang mau sama Bapak, aku malah senang. Tidak mudah merawat orang yang sakit-sakitan,” gerutunya sambil pergi menjauh.

Terasa sakit perasaan Marjono, tapi ia berusaha menekannya. Ia sedang memikirkan sesuatu yang akan membuat Anjani terlepas dari ikatan yang membelenggunya. Ada rasa lega setelah merasa terhimpit selama beberapa saat lamanya. Sekarang ia menuju ke arah teras, menunggu Anjani kembali. Tak apa Anjani pergi terlalu lama. Barangkali pertemuan dengan sahabat lama akan membuatnya gembira.

***

Dan Anjani memang merasa sangat gembira. Mereka duduk berdua di sebuah taman, dan berbincang lucu tentang masa kecil mereka. Masa yang sangat manis dan mengesankan. Anjani membeli roti tawar yang sudah dioles mentega lalu memakannya bersama di taman itu. Itu sebuah kenangan yang ingin mereka ingat. Terasa sama seperti dulu, dibawah pohon rindang, makan roti berdua. Hanya bedanya, tak ada tumpukan koran dipangkuan Jatmiko. Seragam sekolah yang lusuh kumal karena jarang dicuci dengan sabun, tak lagi tampak. Keringat menetes dari dahi yang membuat wajah Jatmiko berkilat-kilat, juga tak ada. Sekarang Jatmiko begitu tampan dan wangi. Celana jean dan kaos berwarna biru muda, bukan pakaian murah. Anjani menatapnya dengan takjub. Dan terkadang ada debar aneh yang ia tak tahu apa artinya.

Sementara itu lembayung senja mulai menyapu langit. Bayangan merah di langit barat mulai semburat maya. Tak lama lagi kegelapan akan menyiram bumi.

 Anjani berdiri.

Ponselnya berkali-kali berdering, tapi tak diangkatnya. Itu dari ibu tirinya. Ia sudah membayangkan akan ada sederet pertanyaan yang menyambutnya begitu ia sampai di rumah. Tapi Anjani mengacuhkannya. Berada di luar rumah bersama sahabat yang sudah lama dirindukannya, membuat perasaannya tenang dan damai. Ia ingin semuanya tak akan berakhir. Ditatapnya langit yang temaram, lalu ia melihat bayangan Usman di sana, seperti kepala raksasa dengan rambut awut-awutan, lalu bayangan itu buyar, angin mengurainya. Wajah Anjani muram.

“Ada apa?” tanya Jatmiko yang kemudian juga berdiri.

“Tidak apa-apa."

“Sudah maghrib, di depan ada masjid,” kata Jatmiko.

Keduanya melangkah, dan Anjani tak ingin lagi melihat ke atas. Bayangan raksasa mirip Usman itu pasti akan mengganggu perasaannya.

“Kamu sudah bertemu Usman?”

“Belum. Memangnya kenapa? Aku ingin tak akan pernah bertemu dia lagi.”

“Maksudku, kalau barangkali dia mau mengatakan berapa banyak uang yang sudah dikeluarkannya untuk ayah kamu.”

“Oh, itu. Aku baru bicara sama ibuku.”

“Dia menjawabnya?”

“Tidak persis begitu. Dia lebih banyak marah, dan tampaknya dia akan melakukan apapun untuk tetap menjadikan Usman sebagai menantunya.”

Jatmiko menarik napas panjang. Ketika menapakkan kaki di masjid, mereka berharap semua beban akan terlepaskan. Hanya Satu yang bisa menolongnya.

***

Marjono masih duduk di teras, menunggu datangnya Anjani dengan sabar. Ia tidak terlalu tergesa-gesa, membiarkan sang anak bersenang-senang setelah ketemu sahabat lamanya. Ini lebih membuatnya lega, daripada melihat Anjani diperistri Usman, yang walaupun mulutnya berkata suka, tapi dalam hati ia tersiksa. Marjono mengetahui dengan benar, bagaimana perasaan Anjani dari raut wajahnya yang memendam duka. Marjono tak sampai hati melihat anaknya menderita. Ia akan melakukan apapun untuk melepaskan Anjani dari jerat utang budi itu. Tak seharusnya Anjani mengorbankan hidupnya untuk membayar kebaikan seseorang yang membantu pengobatannya.

Ketika itu sudah jam delapan malam. Ia melihat sebuah mobil berhenti di depan pagar, lalu seseorang membukakan pintu samping bagian depan, dan Marjono melihat Anjani melenggang memasuki halaman rumah. Mobil itu berlalu ketika Anjani sudah sampai di depan teras.

“Bapak kok ada di luar? Udara begini dingin,” sapa Anjani sambil mencium tangan ayahnya.

“Bapak sudah memakai jacket, tidak begitu dingin kok. Kamu baru pulang? Duduklah dulu di sini.”

Anjani duduk di depan ayahnya. Tampaknya ada yang ingin dibicarakan.

“Senang ya, bisa bertemu teman kamu?”

“Senang Pak, dia sudah menjadi orang yang sukses. Anjani ikut bahagia karenanya, mengingat kehidupannya di waktu masih kanak-kanak.”

“Bapak juga ikut bersyukur.”

“Sebenarnya tadi dia mau mengantarkan Anjani masuk, tapi Anjani melarangnya.”

“Kenapa? Bapak juga ingin berkenalan dengan teman kamu itu, mm… siapa namanya?”

“Jatmiko, Pak.”

“Namanya bagus. Kamu tahu apa artinya Jatmiko?”

“Tidak, memangnya artinya apa?”

“Jatmiko itu bagus, baik dalam perangai maupun wajahnya. Bapak berharap, dia juga adalah laki-laki yang baik.”

“Dia sangat baik.”

“Apa kamu suka?”

Anjani terdiam. Bapaknya pernah menanyakan itu, tapi Anjani mengatakan bahwa sudah ada yang dia sukai. Usman? Itu kan hanya untuk mengelabui sang ayah agar tidak kecewa. Mana mungkin dia menyukai laki-laki setengah tua yang ngebet ingin segera memperistrinya?

“Apa dia tampan?”

“Sangat tampan,” lalu wajah Anjani memerah. Tak ada mimpi yang pantas diperlihatkan. Bukankah hidupnya sudah terbelenggu oleh janji ibu tirinya kepada orang yang selalu memberinya uang dengan alasan kesehatan ayahnya?

“Sebaiknyalah kalau kamu berdampingan dengan laki-laki muda yang tampan dan baik hati. Bukan laki-laki tua yang pantas menjadi ayahmu,” kata Marjono sambil menatap tajam anaknya.

Anjani terdiam. Apa yang bisa diperbuatnya? Janji Jatmiko untuk membayar semua uang yang telah diberikan Usman, masih dalam angan-angan. Ibu tirinya mengatakan ratusan juta. Apa Jatmiko punya uang sebanyak itu?

Saat itu, tanpa mereka sadari, sepasang telinga sedang menguping. Amarah segera membakar hatinya, karena jelas-jelas suaminya tidak akan setuju  anaknya dinikahi Usman. Sementara dirinya ketakutan untuk kehilangan sumber uang yang membuatnya tak kekurangan.

Ada pemikiran terlintas, lalu Estiana menyeringai kejam.

Ia masuk ke dalam kamar dan tiba-tiba dia melihat sesuatu di meja nakas. Sebuah map, dan ketika dibuka, ada seritifikat rumah di dalamnya.

“Kenapa sertifikat ini bisa ada di atas meja?” Estiana membuka-buka, dan terkejut ketika tiba-tiba Marjono meraih sertipikat yang baru dibukanya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Mengapa sertifikat rumah ada diluar?”

“Aku baru saja merapikan almari tempat barang-barangku. Memangnya kenapa?”

“Heran saja, kenapa ini ada di luar.”

Marjono membawa sertifikat itu dan memasukkannya ke dalam almari, kemudian mengunci almari itu.

“Bapak mau menggadaikan rumah?”

“Tidak.”

“Mengapa sertifikat itu ada di luar, padahal selamanya ada di dalam almari?”

“Itu bukan urusan kamu,” sengit Marjono menjawabnya.

“Aku kan istrimu sih Pak, masa nggak boleh tahu.”

“Akan aku jual rumah ini.”

“Apa?”

***

Besok lagi ya.

 

54 comments:

  1. Alhamdulillah ACeDeR 13 tayang
    Mksh bunda Tien udah sehat kmbli dan makin clink selalu doaku

    Salam sayang dari Jogja

    ReplyDelete
  2. πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»
    Alhamdulillah πŸ™πŸŒΉπŸŒΏ
    Matur nuwun nggih
    Bu Tienkuuh...
    ACeDeeR_13 sdh tayang.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat2 selalu. Aamiin. 🀲
    Salam aduhai dr Jatibening.
    πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tambah seru dan bikin deg2an...Pasti deh Bu Tien mengaduk aduk perasaan pembacanya...bikin penisirin trs dan ikutan mikir, what's next...?😁🀭

      Delete
    2. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Sami2 ibu Sari

      Delete
  3. Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah, matur nuwun sanget inggih mbakyuku Tien Kumalasari sayang sampun tayang episode ke 13, salam hangat penuh cinta dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  5. Terima kasih, bu Tien cantiik.... salam sayang juga dari BandungπŸ’•

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, di hari libur tgl merah ACDR tayang, pasti demi tidak mengecewakan pembaca, iya kan bunda?
    Matur nuwun πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete

  8. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 13 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah sudah tayang, Terimakasih Bude Tien, sehat2 selalu inggihπŸ₯°πŸ˜˜, ana bc dulu br komen, gemess bgtt Ama Ibu Tiri AnjaniπŸ™ˆ semakin ga sabar nunggu besok, ada rencana apa LG si ibu TiriπŸ˜‚

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~13 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah , yg ditunggu dah tayang , terima kasih bunda Tien , sehat Walafiat nggeh bunda πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... maturnuwun Bu Tien semoga bu Tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  13. Sugeng ndalu Bunda Tien.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..13 telah tayang. Matur nuwun

    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberi kesembuhan ..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta..Salam sehat selalu. 🀲❤

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah tayang Bunda.... Makasih salam sehat

    ReplyDelete
  15. Terimakasih bunda Tien, sehat selalu dan aduhai selalu.

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya semakin seru. Salam sehat dan bahagia kembali....

    ReplyDelete
  17. Benarkah pak Marjono akan menjual rumahnya? Untuk mengganti biaya pengobatannya?
    Bagaimana Nilam, apa tidak ada rasa tertarik kepada Jatmiko, gara gara bilang 'sudah punya '...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Terimakasih... Bunda Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Sami2 ibu Nanik

    ReplyDelete
  20. Wah, Anjani jatuh cinta pada Jatmiko kah? Wijan 'layu sebelum berkembang' dong...🀭 Menunggu kepiawaian ibu Tien untuk memlintir akur, dan berakhir 'happy' untuk semuanya.πŸ˜€

    Terima kasih, bu...salam sehat.πŸ™

    ReplyDelete
  21. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Sami2 ibu Sri

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah,,, mantab jual saja rumah nya pak Maryono,trs yg bikin pusing tinggalkan saja Esteh nya ,,,🀭,,,,biar kelimpungan dia

    Matur nuwun Bu Tien,,, salam sehat wal'afiat selalu πŸ€—πŸ₯°❤️

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat . Maturnuwun Cerbung makin seru πŸŒΉπŸŒΉπŸŒΉπŸ™

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien, smg Bu Tien selalu diberi kesehatan dan tetap semangat berkarya tuk menghibur penggemarnya πŸ’–

    ReplyDelete
  25. Nginceng ACDR 14 msh blm tayang salam sehat selalu bu Tien.πŸ™

    ReplyDelete