Tuesday, February 21, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 25

 

SETANGKAI BUNGAKU  25

(Tien Kumalasari)           

 

Sasmi bergegas memasuki halaman rumah yu Kasnah. Ia heran Pratiwi tidak jualan lagi. Karenanya ia ingin ke rumah dan menanyakan apa penyebabnya. Di rumah, Sasmi menemui Nano yang sedang duduk bersama sang ibu, di teras. Ada kruk terletak di sampung Nano duduk.

“Ada bu Sasmi,” kata Nano.

“Oh, apa ingin belanja lagi?” kata yu Kasnah sambil menunggu.

“Apa kabar Nano, sudah sehat ya?” sapa Sasmi kepada Nano.

“Sudah Bu, bisa berjalan pakai kruk.”

“Berarti nanti ke sekolah, untuk sementara juga pakai kruk, ya No.”

“Iya Bu, kalau bisa, besok mau masuk sekolah. Sudah dua minggu tidak masuk. Takut ketinggalan banyak pelajaran.”

“Iya No, kamu harus mengejar ketinggalan kamu, nanti.”

“Iya Bu.”

“Bu Sasmi mau belanja?”

“Iya, Yu. Kok Pratiwi belum jualan?”

“Pratiwi tidak lagi jualan Bu, dia sudah bekerja.”

“Bekarja di mana?”

“Saya tidak tahu Bu, katanya ya bekerja, begitu saja. Pimpinannya baik, Pratiwi diberi baju-baju untuk kerja, bagus-bagus. Itu kata Nano,” jawab yu Kasnah.

“Iya Bu, mendapat seragam kerja yang bagus-bagus, dan sepatunya tinggi benar, Nano melihatnya ngeri, takut mbak Tiwi terjatuh,” katanya lagi-lagi dengan nada polosnya, membuat Sasmi tertawa.

“Iya No, kalau baju kerja, sepatu kerja, biasanya begitu. Syukurlah. Tapi bekerja di mana ya Yu?”

“Itulah Bu, saya tidak tahu. Dikasih tahu juga pasti ya tidak bisa tahu. Kan yu Kasnah ini tidak bisa melihat. Yang penting Tiwi merasa nyaman, katanya lagi, gajinya besar. Tapi yang penting rasa nyamannya itu. Ya kan Bu.”

“Iya Yu. Benar. Jadi Pratiwi tidak akan jualan lagi ya Yu?”

“Tentunya tidak Bu, tapi entahlah, kalau dia mau jualan sore hari.”

“Kalau sore hari, bagusnya jualan masakan matang Yu, pasti banyak yang suka.”

“Iya Bu, entahlah, bagaimana Pratiwi saja. Saya kan tidak bisa apa-apa. Yang penting kebutuhan tercukupi, dan Pratiwi merasa nyaman dalam bekerja.”

“Syukurlah Yu, ya sudah aku pamit dulu. Hati-hati ya No, jangan sampai terjatuh saat berjalan.”

“Baik Bu.”

***

Ratna menatap Sasmi dengan heran. Tadi berpamit mau beli sayuran di warung Pratiwi, tapi ternyata ketika datang, dia tidak membawa apa-apa.

“Mana sayurnya? Kehabisan?” tanya Ratna.

“Pratiwi nggak jualan lagi.”

“Nggak jualan lagi? Katanya Nano sudah pulang, dan sudah bisa berjalan pakai kruk?”

“Iya sih, kata yu Kasnah, Pratiwi bekerja.”

“Bekerja di mana?”

“Yu Kasnah tidak tahu, pokoknya kerja kantoran, gajinya besar.”

“Oh, di mana itu? Kok kita tidak pernah mendengar bahwa Pratiwi mau bekerja ya Sas? Gajinya besar, pula.”

“Iya tuh Mbak, nanti sore saya mau minta pijit yu Kasnah, pasti Pratiwi mengantarkan. Kita bisa bertanya nanti.”

“Iya benar. Sekarang mau beli sayur di mana?”

“Ke pasar saja yuk.”

“Setuju, sudah lama kita tidak belanja-belanja. Sekalian melihat bahan dapur yang habis.

“Baiklah, aku ganti baju dulu ya Mbak.”

“Aku catat barang-barang yang habis, supaya besok tidak repot kalau ada yang kurang, apa lagi kalau Pratiwi tidak lagi jualan.”

“Iya benar. Tapi ya syukur lah, kalau Pratiwi mendapat pekerjaan yang lebih baik. Semoga tercukupi semua kebutuhannya.”

“Aamiin.”

***

Pratiwi duduk di meja kerjanya, membaca kembali hasil laporan yang dibuatnya. Ketika itu tiba-tiba Susana masuk.

“Bagaimana Tiwi, sudah beres?”

“Sudah Bu, silakan di teliti lagi,” katanya sambil bergeser, agar Susana bisa membaca tulisan di laptopnya.

Susana membacanya, dan merasa puas atas hasil kerja Pratiwi.

“Kamu sebenarnya pintar Tiwi, sayang sekali tidak bisa melanjutkan kuliah.”

“Tidak apa-apa Bu, biarlah begini saja. Saya tidak ingin menyusahkan ibu saya.”

“Kamu anak baik.”

“Terima kasih, bu Susana.”

“Hampir sebulan kamu bekerja, dan sudah bisa menguasai semua yang aku ajarkan. Itu luar biasa. Tak percuma kamu mendapatkan perlakuan istimewa dari pimpinan.”

Pratiwi terdiam. Sudah lama dia mengerti bahwa pimpinan yang dia maksudkan adalah Sony, tapi dia belum pernah menanyakannya secara langsung kepada Susana.

“Bu Susana, apakah pimpinan yang ibu maksud tidak berkantor di sini?” tanyanya hati-hati.

“Tidak, dia ada di kantor pusat.”

Ada rasa lega di hati Pratiwi. Kalau sampai Sony ada di sini, sudah dipastikan dia akan merasa tidak tenang, karena dia tidak suka akan sikapnya yang tampak dibuat-buat, agar tampak manis dan baik dimatanya. Ia juga sudah mendengar dari Ratih, bagaimana Sony. Ia penyuka wanita cantik, mata keranjang. Dan itu membuatnya merinding kalau mengingatnya. Mengingat bahwa Sony pernah mendekapnya ketika dia lari menjauhinya, sehingga terjadi pertengkaran dan pertarungan diantara Sony dan Ardian.

Tapi tiba-tiba ponsel Susana berbunyi. Sebuah panggilan dari Sony. Susana keluar dari ruangan, masuk ke ruangannya sendiri sambil menjawab panggilan telpon itu.

“Ya, kenapa menelpon siang siang?” kata Susana menjawab pertanyaan Sony.

“Dia masih bekerja kan?”

“Ya masih, kenapa enggak?”

“Dia suka pekerjaannya?”

“Dia rajin dan pintar.”

“Bagus. Sebentar lagi ia harus menerima gaji kan?”

“Bukankah gajinya sudah dia minta? Bahkan tiga bulan ke depan?”

“Susan, jangan terlalu perhitungan untuk anak buah yang kata kamu pintar.”

“Apa maksud kamu, Sony?”

“Berikan gaji sebagaimana mestinya. Yang dulu diterima, anggap saja sebagai rasa belas kasihan, karena kata kamu waktu itu adiknya mau di operasi, ya kan?”

“Baiklah, apa kata kamu saja.”

“Jawabnya jangan sambil merengut dong, nanti hilang cantiknya, bagaimana?”

“Sudah, instruksinya? Hanya itu?”

“Baiklah, selalu perlakukan dia dengan baik, jangan bawa rasa cemburu kamu, nanti dia tidak kerasan. Sayang kan?”

Susana menutup ponselnya dengan kesal. Semakin kelihatan bahwa perlakuan Sony terhadap Pratiwi sangat berlebihan.

***

Sony duduk di ruangannya dengan Marsam di dekatnya. Marsam senang karena beberapa hari ini majikannya tampak ceria, murah tawa, dan juga murah hati. Banyak tips diterimanya setiap kali dia menyuruh melakukan apapun.

“Sam, aku harus datang ke sana.”

“Ke kantor cabang baru itu?”

“Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin dia menangis dihadapan aku, dan memohon-mohon, lalu akhirnya menyerah kalah.”

“Hanya itu?”

“Ada lagi dong Sam, kamu seperti tidak tahu saja apa keinginan dan kesukaan aku.”

Marsam terkekeh.

Suatu hari kamu juga bisa merasakan, bagaimana manisnya perempuan. Kamu terlalu penakut Sam. Perempuan itu akan jinak dihadapan para lelaki. Belajarlah dari aku.”

“Tuan sama saya itu berbeda. Tuan sangat tampan, tapi saya begitu jelek, menakutkan. Mana ada yang mau sama saya, Tuan?”

"Kasihan kamu Sam, besok pergilah ke salon, bersihkan wajahmu, cukur cambang kamu itu bersih-bersih. Rapikan rambutmu, cuci biar wangi. Nanti aku carikan wanita cantik untuk kamu."

“Ah, nggak usah Tuan.”

“Kenapa? Kamu jadi laki-laki harus berani, biar awet muda. Kamu itu seumuran sama aku, tapi wajah kamu sudah seperti ayahku.”

“Biar begini dulu saja. Menunggu jodoh yang baik.”

“Hm, jodoh ya. Kelamaan Sam.”

“Yang penting Tuan senang, saya juga ikut senang.”

“Baiklah, sekarang kamu telpon Susana.”

“Saya? Menelpon non Susana?”

“Iya Sam, katakan sama dia, bahwa aku memintanya dia datang ke Jakarta.”

“Memangnya kenapa Tuan? Tuan baru saja menemui dia, apa Tuan masih merasa kangen?”

“Bukan, pokoknya suruh dia datang. Aku justru mau ke sana.”

“Apa?”

“Lakukan saja perintah aku. Kalau aku yang ngomong, dia pasti banyak protes. Jadi kamu saja yang bicara. Besok pagi dia harus berangkat ke Jakarta, pesankan sekalian tiketnya. Tiket untuk dia ke Jakarta, dan tiket untuk aku ke sana.”

“Baiklah. Saya ikut Tuan kan?”

“Kamu bawa mobil aku, aku pergi dengan pesawat.”

“Baiklah.”

***

Susana tidak mengerti, Marsam menelponnya dan menyuruhnya datang ke Jakarta. Susana menghubungi Sony, tapi ponselnya tidak aktif. Sony memang tak ingin Susana banyak bicara.

“Memangnya ada apa Sam?” tanya Susana ketika Marsam menelponnya.

“Saya tidak tahu Non, sepertinya ada urusan pekerjaan yang hanya Non sendiri yang bisa  melakukannya.”

“Mengapa bukan Sony sendiri yang menelpon?”

“Tuan sangat sibuk akhir-akhir ini. Ia hanya memberi perintah kepada saya. Ticket untuk Non sudah saya persiapkan, jadi Non tinggal menyesuaikan jam berapa Non harus berangkat.”

“Baiklah, tapi bilang sama tuan kamu, aku tidak mau lama di sana.”

“Nanti akan saya sampaikan.”

***

 Tiwi, banyak yang bertanya-tanya, kamu bekerja di mana,” kata yu Kasnah ketika sedang berdua dengan Pratiwi.


“Siapa ?”


“Tetangga-tetangga yang biasanya belanja kemari, bu Sasmi juga.”


“Bu Sasmi ?”


“Iya.”


“Ibu jawab apa?”


“Ya ibu jawab tidak tahu, memang ibu kan tidak tahu?”


“Iya Bu, Ibu benar, lebih baik menjawab tidak tahu saja, dari pada pertanyaannya jadi panjang.”


“Memangnya kamu bekerja di mana? Di sebuah perusahaan besar. Agak jauh dari sini.”


“Tapi itu perusahaan baik kan?”


“Mengapa Ibu bertanya begitu? Tentu saja baik.”


“Syukurlah. Ibu khawatir, kamu terpaksa bekerja karena iming-iming gaji besar.”


“Tidak, Bu Ibu jangan khawatir. Pratiwi akan baik-baik saja.”


“Nanti kalau Mbak gajian, beli buah seperti yang diberikan Nano waktu di rumah sakit ya? Enak-enak semua.”


“Oh iya, karena banyak pikiran, mbak jadi lupa menanyakan. Buah-buah itu dari siapa? Sebelum mbak pulang sudah ada kan? Pasti bukan dari mbak Ratih atau keluarga Luminto, karena saat itu mereka belum datang.”


“Iya, Nano juga lupa cerita. Itu kan wanita cantik teman Mbak.”


“Siapa ya? Mbak Ratih, bukan?”


“Bukan. Dia datang siang, ketika Mbak pulang, orangnya cantik, baunya wangi sekali. Dia baik. Ketika Nano bertanya, dia hanya menjawab bahwa dia teman Mbak.”


“Siapa ya? Kok nggak nanya siapa namanya?”


“Dia nggak jawab nama, hanya mengatakan bahwa dia teman Mbak. Matanya bagus. Bulu matanya panjang, lentik. Selalu tersenyum kalau bicara.”


“Ah, mbak jadi bingung, nggak tahu siapa dia. Kok aku punya teman cantik yang bulunya lentik, baunya wangi.”


“Kalau orang kaya pasti baunya wangi. Ya kan Mbak? Besok kalau Mbak sudah kaya, pasti Mbak juga wangi. Jangan lupa Nano juga dibelikan minyak wanginya ya Mbak.”


Pratiwi tertawa.


“Nano itu kalau ngomong kan semaunya. Beli buah enak, beli minyak wangi …” sela yu Kasnah.


”Besok kalau Mbak punya uang banyak ya,” janji Pratiwi. Tapi dia kemudian teringat, bahwa tiga bulan ke depan dia sudah tak punya gaji. Hanya ada sisa uang, dari pemberian tetangga yang bezoek, dari keluarga Luminto, juga Ratih, yang bisa dipergunakan untuk menyambung hidup.


“Ibu hanya berpesan, kamu harus hati-hati dalam bekerja.”


“Iya Bu.”


“Siapa tahu, yang memberi Nano buah itu teman kerja kamu.”


“Teman kerja Tiwi? Waktu itu kan Tiwi belum bekerja?” kata Pratiwi.


TapI kemudian Pratiwi berpikir, jangan-jangan dia adalah Susana. Ya, pastinya Susana, orangnya cantik, bulunya lentik, kan dia selalu pakai bulu mata palsu? Ia juga wangi. Karena wanginya, ruangan Susana pasti selalu wangi. Tapi Pratiwi tak ingin membahasnya. Besok pagi dia akan bertanya, lalu mengucapkan terima kasih.


***


Pagi hari itu sebelum ke kantor, Pratiwi mampir ke ATM. Atas saran Susana, dia membuka rekening di bank, supaya uangnya aman. Ia harus belanja untuk keperluan rumah, karena sisa uangnya yang tidak seberapa memang untuk mencukupi kebutuhan rumah dan sekolah Nano.


Tapi begitu membuka saldonya, ia terkejut karena uangnya bertambah banyak.


“Kok banyak sekali? Dari mana ini? Apa aku salah lihat?”


Berkali-kali Pratiwi melihat, tapi angka itu tidak salah. Ada tambahan uang begitu banyak.


“Ini seperti sebesar gaji aku yang pernah dijanjikan bu Susana. Apa aku mendapat gaji lagi?”


Pratiwi hanya mengambil beberapa ratus ribu agar nanti bisa belanja semua kebutuhan, kemudian bergegas ke kantor.


Baru saja ia duduk di kursi kerjanya, interkom di ruangannya berdering.


“Pratiwi, keruangan aku sebentar,” suara Susana dari seberang.


Pratiwi berdiri, lalu bergegas memasuki ruang kerja Susana.


“Duduklah,” perintah Susana.


“Sebelumnya saya ingin bertanya Bu, saya tadi melihat tabungan saya, tapi_”


“Oh ya, aku lupa bilang, gaji kamu diberikan kemarin sore, langsung ditransfer ke rekening kamu.”


“Tapi, bukankah_”


“Atas kebijakan perusahaan, karena kerja kamu bagus, gaji kamu tetap diberikan.”


“Oh …” Pratiwi terkejut, tapi juga bertanya-tanya. Banyak perlakuan istimewa untuk dirinya diperusahaan ini. Hatinya mulai mas-was.”


“Kamu aku panggil, karena pagi ini aku akan berangkat ke Jakarta.”


Hati Pratiwi tiba-tiba merasa kecut.


***


Besok lagi ya.

32 comments:

  1. Replies
    1. Wah sregep. Balapan sak iki dulurku Mojokerto.
      Apa kabar pa Arifin? Aku 18-19/2 yll posisi di Trawas REUNI dengan teman2 SMPN&SMAN LAMOBGAN. .

      Selamat malam bu Tien, eSBeKa_25 sdh ditayangkan.
      Sehat terus ya bu Tien
      Dalam ADUHAI

      Delete
    2. Alhamdulillah pak Arifin pa kbr nih juara 1

      Delete
    3. Alhamdulillah sehat p.djoko ... 18/19 pas nggak hujan ya sukses acaranya, sebelum itu sampai banyak yg banjir .... sekarang sdh kembali bandung p.djoko .... semoga sehat2
      Alhamdulillah bu nani, bu Iin baik2 semuanya

      Delete
  2. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.... tayang matur nuwun bunda, sehat2 selalu

    ReplyDelete
  5. 🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸
    Alhamdulillah SB 25 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🌸🍃🌸🍃🦋🍃🌸🍃🌸

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien
    Salam sehat selalu....

    ReplyDelete
  7. Sugeng ndalu bu Tien....matur nuwun

    ReplyDelete

  8. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~25 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdullilah..slmt mlm bunda SB nya..slm sehat sll dan tetap aduhai unk bunda🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  10. Kalau Susana pergi, terus Sony datang, ada 'bantuan' orang lain apa tidak ya...
    Mungkin ada kejadian yang tidak terduga.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah sudah tayang SBK 25
    Siapa yg menolong Pratiwi ya..... Susana ke Jakarta. Mudah mudahan tiba2 Ardian datang menolong (ngarep.com)
    Sehat selalu Bu Tien......

    ReplyDelete
  13. Asyik
    Ini kan si Sony cuma maunya biar sang artis memerankan kesedihan tangis meraung-raung, memohon-mohon hanya itu dan artis nya diperankan Pratiwi; tuh kan Sony mengidap kelainan jiwa kan, asyiknya kalau itu terjadi pas Roy dan Ratih ingin tahu kesibukan di ruang kerja Pratiwi, yang katanya berkerja juga di perusahaan yang direkomendasikan Ratih, walau Ratih terlambat memberi tahu itu perusahaan Sony.
    Dasarnya; perjumpaan dengan Susana dan Sony terlihat mereka begitu dekat, apa itu pacarnya.
    Pratiwi sudah kawatir karena Susana pergi ke Jakarta, hari itu.
    Hm jadi nggak tahu Ratih datang bersama Roy saudara Ardian yang pernah menghajar Sony.
    Salah pilih artis rupanya, ada sedikit kemampuan beladiri untuk menghindar, ruangan itu kedap suara jadi mereka tidak jelas bicara apa, tapi bisa dilihat dari gerak penolakannya, sebuah perlawanan yang diperlihatkan Pratiwi dia tidak mau diperlakukan se enak nya.

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke dua puluh lima sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 25 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SB-25 sdh hadir
    duuh bikin ded deg an ceritanya
    semoga Pratiwi ada yg menolong dari niat buruk Sony..
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ... semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, mstur nwn bu Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  18. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  19. Terimakasih bunda Tien..
    Tambah penasaran bgmn sikap Pratiwi klo ketemu Sony yg sengaja dtg dari jkt?
    Apkh Sony bs jd org baik dan bs berhenti mempermainkan perasaan perempuan? Kasian Susana..
    Semoga bunda sehat selalu..🙏🙏🌹🌹

    ReplyDelete