SETANGKAI BUNGAKU
11
(Tien Kumalasari)
Pratiwi hampir tak bisa melangkahkan kakinya karena
takut dan gemetar, Pengalaman beberapa hari yang lalu saat jambret melarikan
dompetnya, membuatnya sangat ketakutan. Tapi itu sebuah mobil, mobil siapa?
Mengapa ada yang menghentikannya saat dia ingin pergi menjauhinya?
“Berhenti.” Teriakan itu membuatnya semakin kecut.
Selangkah lagi dia sampai di depan pagar rumah keluarga Luminto. Pratiwi sudah
membuka mulutnya ketika sebuah tangan meraih lengannya.
“Mengapa lari?”
Pratiwi terkejut, ia mengibaskan tangannya sehingga
cekalan itu terlepas, tapi tangan yang menariknya, sangat kuat, ia bahkan menghentakkannya
lebih kuat sehingga tubuhnya jatuh ke dalam dekapannya.
“Lepaskaaann!” sekarang Pratiwi berteriak, tapi untuk
teriakan yang ke dua kalinya, tangan laki-laki itu membekap mulutnya.
“Mengapa berteriak?”
Pratiwi merasa mengenal suara laki-laki itu. Laki-laki
yang sama saat ibunya memijit di hotel. Dia Sony, bagaimana dia bisa sampai di
depan rumahnya?
“Jangan lari dariku, Pratiwi, aku tak akan menyakiti
kamu,” kata-kata itu sangat lembut, berbisik ditelinganya, tapi membuat bulu
kuduknya merinding.
Pratiwi meronta, tapi Sony mendekapnya semakin kuat.
“Tolooong,” lalu Sony membekap mulutnya lagi.
“Lepaskaaan.”
“Aku akan melepaskan kamu, tapi tolong jangan
berteriak, aku tidak akan menyakiti kamu.”
Pratiwi meronta, tak bisa berteriak karena sebelah
tangan Sony membekap mulutnya.
“Jangan meronta, aku akan melepaskan kamu.”
Tapi tiba-tiba sebuah pukulan keras menghantam bahu
Sony. Membuatnya mengaduh lalu dengan terpaksa ia melepaskan dekapannya.
Pratiwi jatuh terguling. Ketika dia bangkit, ia melihat Ardian sudah
mencengkeram kerah baju Sony.
“Hei, apa-apaan kamu?” teriak Sony marah, lalu
berusaha melepaskan cengeraman tangan Ardian. Gagal melepaskan, Sony
mengayunkan sebelah tangannya ke arah wajah Ardian. Namung Ardian bukan laki-laki
biasa. Ia berlatih taekwondo sejak masih SMP dan itu membuatnya tangguh. Sambil
terhuyung dia mengayunkan sebelah kakinya, tepat mengenai kepala Sony, membuat
Sony terjatuh sambil mengaduh.
Tiba-tiba seseorang dengan badan tegap sudah berada
diantara keduanya, lalu menghantam wajah Ardian dengan sebelah tangannya. Tapi
Ardian sudah bersiap. Sebelah kakinya lagi terayun, mengenai leher laki-laki
tegap yang ternyata adalah Marsam.
Sekarang Sony sudah bangkit, dan siap mengeroyok
Ardian.
“Tuan minggir saja, biar saya selesaikan manusia kecil
ini,” kata Marsam sombong.
Tapi sebelum mulutnya berhenti berteriak, sekali lagi
Ardian mengayunkan kakinya, membuat Marsam tersungkur.
Pratiwi ketakutan. Ia heran tak melihat Roy. Apakah
dia sudah tertidur?”
Ia meraba saku bajunya, bermaksud mengambil
ponselnya, Tapi Sony yang menyingkir minggir atas permintaan Marsam bisa
melompat mendekati Pratiwi. Sayangnya Ardian melihat gerakan Sony. Dia
melompat, sambil menghindari terjangan Marsam, lalu menendang Sony, mengenai
dadanya.
Sony kembali terkapar.
“Tiwi, panggil polisi,” perintah Ardian.
Tiba-tiba Sony berteriak.
“Jangan. Kalian hanya salah paham! Aku tak bermaksud
buruk,” teriak Sony sambil memberi isyarat pada Marsam agar berhenti bergerak.
“Kamu tak bermaksud buruk? Mengapa mendekap Pratiwi
dan membuatnya tak bisa bergerak? Apa mau kamu sebenarnya?”
“Dengar, aku hanya ingin bertemu … bu Kasnah …”
“Apa? Mengapa kamu menyakiti Pratiwi?”
“Aku tidak menyakiti, aku mengejar Pratiwi yang tiba-tiba
lari. Aku hanya ingin menenangkannya. Sungguh,” kata Sony yang tak ingin
berurusan dengan polisi.
“Kamu bohong. Pratiwi, kamu mengenalnya?” tanyanya
kemudian kepada Pratiwi yang berdiri dengan dada masih berdebar kencang.
“Ibu pernah memijit dia kemarin malam,” katanya pelan.
“Di rumahnya?”
“Di hotel.”
“Aku hanya ingin agar Pratiwi … eh … bu Kasnah memijit
lagi, tapi tiba-tiba dia lari. Pasti dia mengira aku orang jahat.”
“Ibu saya tidak ingin memijit lagi, jadi jangan lagi
datang kemari,” kata Pratiwi dingin. Ia tak yakin alasan untuk meminta ibunya
memijit, harus disertai dengan menyuruh bu Minar memberi iming-iming uang banyak. Apa
tak ada pemijit lain?
“Saya sangat cocok dengan pijitan bu Kasnah.”
“Ibu saya sudah tua, tidak sanggup memijit lagi,” kata
Pratiwi yang kemudian memasuki halaman rumah keluarga Luminto. Sony
memandangnya heran.
“Siapa sebenarnya laki-laki yang membela Pratiwi, dan
rumah besar mewah itu milik siapa? Kenapa Pratiwi masuk ke situ seperti sudah
biasa?” kata batin Sony.
“Kamu sudah mendengar jawabannya bukan? Sekarang kamu
boleh pergi,” kata Ardian yang kemudian juga membalikkan tubuhnya dan memasuki
halaman rumahnya.
Sony melangkah gontai kembali ke mobilnya, yang masih
diparkir di depan pagar rumah yu Kasnah, Marsam mengikutinya, dan merasa kesal
pada majikannya, yang mengejar anak tukang pijit yang galaknya seperti harimau
habis beranak.
Sony memasuki mobilnya, menyandarkan tubuhnya dengan
lemas.
“Mengapa Tuan bersikap begitu? Banyak sekali perempuan
cantik yang dengan suka rela menyerahkan tubuhnya pada tuan. Bahkan
mengejar-ngejar tuan. Dia hanya seorang gadis sederhana, tak ada
menarik-menariknya,” gerutu Marsam setelah duduk di belakang kemudi dan
menjalankan mobilnya.
“Galak pula,” lanjutnya karena tuan nya diam tak
bergerak.
“Gadis itu membuat aku penasaran. Apa aku kurang
tampan? Apa aku kurang kaya? Aku rela mengobral uang hanya untuk seorang
pemijit buta, supaya dia tahu bahwa aku banyak uang, supaya dia tahu bahwa aku
laki-laki yang sempurna. Cakap, gagah, banyak uang. Tapi kenapa dia mengacuhkan
aku?” geram Sony sambil mengepalkan tangannya.
“Itu masalah, buat tuan?” kata Marsam yang mulai kesal
dengan kelakuan tuan nya.
“Masalah dong Sam! Kamu bodoh atau apa? Aku tak pernah
ditolak siapapun. Bahkan mereka meminta-minta. Tapi gadis itu menolak dan tak
peduli. Itu yang membuat menjadikan masalah.”
“Besok akan saya carikan gadis yang lebih cantik dan
menarik, dan seksi, dan bisa memuaskan tuan, dan_”
“Diaam!!” potong Sony dengan marah.
“Aku hanya mau Pratiwi. Titik!”
***
Ardian masih menemani Pratiwi di teras rumahnya. Tak
seorangpun di dalam sana yang tahu, apa yang terjadi. Roy juga belum pulang
dari kepergiannya ke luar kota untuk menjalankan tugas dari orang tuanya, demi
bisnis yang dijalaninya.
“Bagaimana asal mulanya kamu mengenal laki-laki itu?”
“Tetangga sebelah meminta ibu saya untuk memijit
tamunya yang menginap di hotel.”
“Lalu kamu mengantarkan ibu kamu?”
“Iya lah Mas, saya mana tega membiarkan ibu pergi
sendiri? Sedangkan ke rumah ini saja saya harus mengantarkannya.”
“Tampaknya laki-laki itu suka sama kamu.”
“Suka yang seperti apa?”
“Bukankah kamu cantik?”
“Saya hanya orang miskin, mana menarik bagi seorang
kaya seperti dia?”
“Lalu apa pendapat kamu ketika mengetahui dia mengejar
sampai ke rumah kamu, yang entah bagaimana caranya dia bisa mengetahuinya.”
“Mungkin pembantunya mengikuti ketika kami pulang naik
taksi.”
“Lalu apa yang terpikir oleh kamu dengan sikapnya itu?”
“Entahlah.”
“Apa dia membayar mahal untuk pijitan ibu kamu?”
“Sangat mahal. Tiga jutaan.”
“Wauuw. Itu fantastis.”
“Saya juga heran atas pemberian itu.”
“Harusnya kamu tertarik dong, dia ingin dipijit lagi,
pasti dia menjanjikan bayaran yang lebih tinggi.”
“Saya justru takut. Itu tidak wajar. Malam itu juga
saya meminta sama ibu agar tidak lagi melakukan pekerjaan memijit.”
“Tapi yu Kasnah masih mau datang kemari.”
“Itu berbeda. Untuk keluarga ini, ibu tak akan
menolaknya. Bayaran yang setinggi langit justru membuat saya curiga.”
“Bagus, Dan rasa takut kamu itu sebenarnya telah
menyelamatkan kamu dari maksud jahatnya. Tak mungkin dia hanya menginginkan pijitan
ibu kamu. Dia pasti menginginkan kamu juga."
Pratiwi menghela napas sedih.
Ia menyesal telah memenuhi perminaan bu Minar yang semula sudah ditolaknya.
Gara-gara bu Margono menagih uang sewa lebih, maka ibunya bersedia memenuhi
permintaan itu.
“Terima kasih sudah menolong
aku,” katanya.
“Kebetulan aku ada di kamar,
lalu ibu Ratna mengatakan kalau kamu baru saja pulang sendiri. Aku keluar untuk
melihat, barangkali kamu masih kelihatan, aku tiba-tiba ingin mengantarkan
kamu. Ternyata kamu butuh pertolongan.”
“Saya sangat bersyukur ada Mas
Ardian.”
“Kalau Roy ada, pasti habis
dia tadi.”
“Memangnya mas Roy ke mana?”
“Tugas, luar kota, mungkin
besok baru kembali.”
Tiba-tiba ponsel Pratiwi
berdering.
“Dari bu Sasmi, pasti mengira
saya sudah di rumah,” katanya sambil tersenyum.
“Ya Bu, saya sudah di depan,”
kata Pratiwi menjawab telpon dari Sasmi.
“Nanti aku akan mengantarkan
kamu sampai ke rumah.”
“Terima kasih Mas,” kata
Pratiwi yang sebenarnya masih takut, jadi tidak menolak tawaran itu.
***
“Mengapa tadi mas Ardian
mengantarkan kita sampai rumah sih Wi? Kan rumah kita dekat,” kata yu Kasnah
begitu Pratiwi menutup pintu rumah.
“Mas Ardian sedang iseng,
pengin jalan-jalan, jadi sekalian mengantarkan kita,” jawab Pratiwi yang tak
ingin mengatakan apa yang terjadi. Khawatir ibunya merasa cemas.
“Tadi itu sepertinya dia hanya
sendiri, biasanya sama mas Roy.”
“Mas Roy sedang tugas keluar
kota.”
“O, pantesan pengin
jalan-jalan. Rupanya sedang kesepian nggak ada adiknya.”
“Iya barangkali. Sekarang ibu
istirahat, dan tidur ya.”
“Ya, ini uangnya dari bu
Sasmi, simpan saja.”
“Iya Bu. Pratiwi belum mau
tidur, mau menghitung uang buat belanja besok. Tadi kan Tiwi tidak pulang,
menunggu ibu di teras.”
“Bu Sasmi mengira kamu sudah
pulang duluan, makanya dia menelpon.”
“Iya Bu, ayo Tiwi antar ke
kamar mandi dulu, lalu ibu istirahat ya.”
Pratiwi mengerjakan
pekerjaannya sambil selalu memikirkan ulah Sony yang nekat ingin memaksa
ibunya.
***
Sony duduk di sofa kamar hotel, wajahnya muram. Dia tak pernah gagal
mencapai keinginannya, dan kegagalannya mendekati Pratiwi membuatnya kesal dan
uring-uringan. Ia tak peduli ketika Marsam membelikan makanan karena dia tak
ingin makan sejak pagi.
“Dari pagi tuan belum makan.
Kalau sakit bagaimana?”
“Sekarang ini aku sudah sakit,”
katanya kesal.
“Mengapa hanya kegagalan
mendekati seorang gadis lugu yang_”
“Jangan bilang 'yang tak ada
menarik-menariknya'! Awas kamu!” kata Sony memotong ucapan Marsam yang tak selesai
dikatakannya.
“Banyak gadis cantik. Oh ya,
mengapa tuan tidak tertarik sama neng Ratih?”
“Apa katamu? Ayah Ratih itu
sahabat ayahku. Mampus aku kalau sampai berani mengganggunya. Ratih dan
saudara-saudaranya sudah seperti saudara bagiku.”
“Tapi dia kan cantik …”
“Diam! Kamu tidak mendengar
apa yang aku katakan?”
“Nanti saya akan mencari yang
lebih menarik.”
“Hentikan kata-kata kamu! Kamu
sudah mengatakannya kemarin dan aku tidak tertarik. Mengapa masih mengulangnya?”
Tiba-tiba terdengar ketukan di
pintu. Serta merta Marsam berteriak
“Masuk!”
Lalu seorang gadis cantik
berpakaian minim masuk ke dalam, sambil membawa nampan berisi makanan dan
minuman. Ia mendekati meja sofa, dan meletakkan nampan itu sambil membungkukkan
badannya berlama-lama. Ia yakin Sony akan tertarik, dan akan menyuruhnya duduk
mendekat, seperti yang telah dilakukannya beberapa malam yang lalu.
Tapi tiba-tiba Sony menendang
meja itu dengan keras, dan membuat isinya berhamburan.
“Tuan!” pekik gadis itu.
Bukannya menjauh, ia malah mendekat, karena dari Marsam dia tahu Sony sedang
kesal dan pasti butuh hiburan. Tapi Sony menampar pipinya keras, membuat gadis
itu jatuh terduduk.
“Marsam!! Bawa kuntilanak ini
keluaarr!”
Gadis itu memegangi pipinya
yang kemerahan, nyaris menangis. Marsam segera menuntunnya keluar.
Sony pun keluar dari kamar,
setelah Marsam meminta kepada pelayan hotel untuk membersihkan makanan yang tumpah.
Sony duduk di loby hotel,
mencari akal, bagaimana caranya bisa mendekati Pratiwi. Tiba-tiba dia teringat
janjinya kepada Ratih. Ia harus mengantar Ratih ke tempat kawannya yang katanya
seorang penjual sayur.
Sony masuk kembali ke kamar,
mengambil kunci mobil, lalu pergi begitu saja.
***
“Ibu, Ratih mau pergi sebentar
ya.”
“Kuliah?” tanya sang ibu.
“Tidak, mau main ke rumah
Pratiwi.”
“Bukankah dia jualan di pasar?”
“Tidak di pasar, tapi di depan
rumahnya.”
“Baiklah, suruh sopir
mengantarnya.”
“Tidak usah, Ratih bawa mobil
sendiri saja.”
“Hati-hati,” pesan sang ibu
sambil masuk ke dalam rumah.
Tapi belum sampai Ratih
menghampiri mobilnya, tiba-tiba Sony datang.
“Mau ke mana? Bukankah aku
sudah berjanji mau mengantarkan kamu jalan-jalan?”
“Baiklah kalau begitu, aku
bilang sama ibu dulu.”
***
“Sebenarnya aku sedang kesal,
tapi setelah bersama kamu, aku merasa sedikit terhibur,” kata Sony dalam
perjalanan mengantarkan Ratih.
“Kenapa?”
“Biasa, yang terjadi, tidak
sesuai dengan harapan.”
“Soal pekerjaan jangan
dibawa-bawa saat kamu sedang berada di luar.”
“Bukan pekerjaan. Tapi
sudahlah, kamu tidak akan mengerti. Di mana rumah teman kamu?”
“Perempatan di depan, belok
kiri.”
Sony berdebar, karena jalan
yang dilalui mengarah ke arah rumah yu Kasnah.
Ia bertambah berdebar ketika
Ratih memintanya berhenti di depan sebuah gang kecil. Itu kan gang menuju rumah
Pratiwi?
“Rumahnya masuk, tapi sampai
di sini saja, nggak usah masuk,” kata Ratih sambil turun.
“Aku ikut saja,” kata Sony.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMakasih mbak Tien
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku,SB11 tayang.
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~11 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Tks bunda Toen selalu hadir dlm rinduku..
DeleteCerbungnya tambah seruuu
Salam Aduhai dari Sukabumi ππ₯°
Alhamdulillah...
ReplyDeleteSTBk 11 sudah tayang...
Maturnuwun bu Tien.
Sugeng nDalu, salam sehat selalu...
Terima kasih...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 11 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeletePratiwi sdh dtg
Matur nuwun bu
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah.. Setangkai Bungaku 11 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteRupanya ada kesempatan Sony mendekati Pratiwi. Wah gimana ya sikap Pratiwi, kan ada Ratih.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun bunda Tien..π
ReplyDeleteTernyata ada kesempatan Sony mendekati Pratiwi. Bagaimana ya sikap Pratiwi, kan ada Ratih.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Siapa yg paling kuat chemistrinya ya pak Latief? hehe... π€π€
DeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Terima ksih bunda..slmshtsll unk bundaππ₯°πΉ
ReplyDeleteAlhamdulilah , terima kasih bu tien sb sdh tayang ...wah cari penyakit nih si sony ....salam sehat bu tien
ReplyDeleteHadeeh Sony mulai beraksi tuh
ReplyDeleteMoga Pratiwi ttp teguh pendirian jgn sampai tergoda rayuan gombalnya
Sptnya aman seh krn posisi drmhnya tp jgn sungkan ma Ratih kata kan apa adanya
Sptnya makin seru aj deh bunda Tien pdhl msh bbrp episode udah bikin kelo aj
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteIh Sony jadi ngikut maen sama Ratih ya, mulai ada grengseng nich, tuh nggak boleh ikut masuk; maksa lagi, untung udah duluan tau kemaren mereka pergi bareng, benerkan datang sama cowok nya, ah ini jadi nyambut nya Ratih nggak greget seperti biasanya, dan juga seperti acuh sama cowok Ratih gitu, jaga jarak aja, lagian merasa beda kelas, iya kalau terus bener bener nggak apa apa kalau cuma buat iseng repot.
ReplyDeleteArdian cerita nggak ya sama Roy, geli aja si Roy yang getol sampai mulai mikir mikir, eh ternyata ada lagi Bondan juga interes juga sama Pratiwi.
Sony termasuk pendatang baru, ini lebih kentara kasar, kaya mau nelan gitu menurut Ardian.
Pratiwi beruntung gadis pekerja keras, tanpa polesan aja cantik.
Tapi tetep Ardian yang jadi pilihan, kaya kata Ratih yang digoda Bondan kakaknya.
Jangan jangan Bondan jadi kepingin kerja di bisnis bapaknya jadi nggak jauh-jauhan, sambil ngajak Ratih untuk biar deketan sama Pratiwi.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke-sebelas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Kok Sony masih mau ke sana?
ReplyDeleteApakah ia tidak takut dihajar Ardian dan Roy?
Terima kasih Mbak Tien?...
Matur nuwun mbak Tien, Alhamdulillah episode 11 sudah tayang. Sugeng dalu lan malem minggon..
ReplyDeleteTerima kasih ..sony laki2 buaya amit.. salam aduhai u bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu tien
ReplyDeleteSeruu nih.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu aduhai
Tks bunda Tien..
ReplyDeletecerbu gnya sdh tayang..
Salam sehat selalu.. πππΉ❤️
Matur nuwun Bu Tien......
ReplyDelete