SEBUAH JANJI 44
(Tien Kumalasari)
Yanti memasuki rumahnya, mengobrak abrik almari
suaminya, tapi dia tak menemukan sedikitpun barang berharga. Ia menemukan BPKB
mobil, yang dulu memang pernah dilihatnya, dan betul, atas nama suaminya. Yanti
pernah menegurnya dulu. Dan betapa bodohnya dia karena meng ‘iya’ kan setiap
apa yang dikatakan suaminya.
Tapi dia tak menemukan surat perusahaan, yang katanya
juga atas nama dirinya. Ia malah menemukan surat tentang diangkatnya Samadi
menjadi manager perusahaan RIDWAN MULTI UTAMA, bukan sebagai pemilik. Dengan
gemas Yanti meremas surat itu menjadi gumpalan yang kemudian dibuangnya.
“Mengapa membohongi aku Mas? Mengapa? Mana uangku yang
katanya untuk modal? Manaa ? Nyatanya kamu hanya menjadi bawahan, walaupun punya
kedudukan.
Yanti membanting-banting kakinya sambil menangis
meraung-raung.
Ia bahkan tak punya simpanan di bank, karena semuanya
ada di rekening Samadi. Hanya ada uang beberapa ratus ribu di dompetnya. Untuk
apa?
Yanti enggan kembali ke rumah sakit. Paling suaminya
bilang masih enggan bicara karena mulutnya sakit bekas dijahit.
Ia bingung harus berbuat apa. Hatinya diliputi kemarahan.
Lalu dia keluar rumah dengan mobilnya. Tiba-tiba disadarinya, betapa kebaikan
Winarno tak bisa disamakan dengan Samadi. Winarno yang selalu menjaganya, dan
membimbingnya untuk semua perbuatan baik. Sementara Samadi ternyata hanyalah
penipu.
Tak tahu apa yang harus diperbuatnya, akhirnya dia
kembali ke rumah sakit. Walau suaminya tak bisa menjawab, tapi ia akan
menumpahkan kemarahannya di sana. Tapi kemudian Yanti juga berpikir, kalau dia
meninggalkan Samadi, ia akan berbuat apa? Dia tak punya apa-apa, berarti tak
ada jalan lain ia harus bergantung kepada Samadi. Biarlah tidak memiliki
perusahaan, tapi dia bekerja dan mendapat upah. Nyatanya selama berbulan-bulan dia
mendapatkan uang yang lumayan, berarti gaji suaminya lumayan. Tak ada jalan
lain, Yanti terpaksa pasrah. Tapi ia ingin memarahi suaminya terlebih dulu, tak
terima dibodohinya selama ini.
Ketika ia memasuki lobi rumah sakit, tiba-tiba
dilihatnya Seno. Yanti merasa lega, karena dari perusahaan ternyata ada
perhatian kepada suaminya.
“Pak Seno … pak Seno …” Yanti berteriak sambil
mengejar.
Seno berhenti.
“Terima kasih akhirnya ada perhatian untuk suami saya,
pak Seno,” kata Yanti ramah.
“Tapi saya tidak membezoek suami Ibu.”
“Lhoh, tidak? Lha Bapak mau bezoek siapa?”
“Ada karyawan lain yang dirawat di sini, permisi Bu,”
kata Seno sambil melanjutkan langkahnya.”
“Lho, Pak … suami saya kan juga karyawan Bapak?” Yanti
masih mengikutinya.
“Saya minta maaf dulu mengatakan suami saya pemilik
perusahaan, karena memang itulah yang dikatakan dia. Saya sedang kesal karena
dia membohongi saya.”
“Iya Bu, tidak apa-apa.”
Yanti kesal, karena Seno tidak mempedulikannya, dan
terus saja melangkah. Lalu Yanti terkejut, ketika Seno memasuki kamar rawat,
dimana kemarin dia bertemu Bibik sedang keluar dari ruangan itu, dan diakuinya
sebagai anaknya.
“Gimana sih ini? Anaknya Bibik … karyawan pak Seno …
aku tidak mengerti.”
Yanti terpaku di tempatnya, lalu dia memasuki kamar
suaminya. Ketika masuk, dilihatnya suaminya tidur sambil memejamkan mata. Wajahnya
masih tampak lebam, ada dua jahitan di bibir dan pipinya. Sedetik ada rasa
kasihan, tapi mengingat dia tertipu olehnya, kemarahannya kembali memuncak.
Sebenarnya dia belum tahu secara pasti, suaminya berantem dengan siapa, dan apa
penyebabnya.
Merasa ada yang mendekatinya, Samadi membuka matanya.
“Yanti?”
“Apa? Kamu tahu nggak, aku sedang marah sama kamu.
Kamu pembohong, penipu.”
“Diamlah … aku sedang tak bisa bicara banyak,” katanya
dengan suara tak jelas karena mulutnya tak bisa terbuka dengan lepas.
“Kamu tidak usah bicara, aku yang akan bicara. Aku
sangat marah sama kamu Mas, kamu tega ya melakukan semua itu? Kamu tega
mempermalukan aku, membohongi aku, dan mengakali uangku dengan pura-pura
mendirikan perusahaan. Ternyata kamu hanyalah karyawan. Aku malu, tahu! Lalu kamu
juga menguasai mobil itu. Kamu beli dengan uangku, tapi kamu namakan pemilik
mobil itu adalah kamu.”
Yanti terus berteriak, Samadi memejamkan matanya,
tubuhnya terasa lemas. Bahkan untuk menutup kedua telinganya saja dia tak mampu,
padahal dia sangat risih mendengar omelan istrinya.
“Diamlah….” Rintihnya.
“Tidak, aku akan bicara sangat banyak, dan aku tak
peduli kalau kamu tak mau mendengarnya. Aku akan menumpahkan kemarahan aku,
jadi suka-suka aku mau ngomong apa!” kata Yanti berteriak.
“Kepalaku pusing,” keluhnya.
“Aku tak peduli, kamu mau pusing atau bahkan pingsan
sekalian. Kamu patut mendapatkannya.”
Ketika itu suster perawat masuk, akan mengukur tensi
sang pasien. Ia mendengar Yanti berteriak-teriak.
“Bu, sebaiknyan ibu bisa menahan diri. Kalau ibu bicara
keras, pasien akan stres, tolonglah Bu, agar suami Ibu segera pulih,” katanya
sambil memasang alat pengukur tensi di lengan Samadi. Yanti terpaksa diam, tapi
berjanji dalam hati, bahwa dia akan mengomel lagi nanti.
***
Sementara itu Barno sedang ditemani Seno. Mereka
sedang menunggu hasil rontgen dan pemeriksaan lain Mereka sedang membicarakan
masalah pekerjaan, karena Seno melihat Barno bisa berbicara lancar, seperti
tidak lagi merasakan ada keluhan. Bahkan Barno tampak bersemangat menceritakan
perihal pekerjaannya di sana. Sebelumnya Seno juga bertanya tentang Samadi dan
istrinya. Tentu saja Barno banyak tahu tentang bu Yanti.
“Bagaimana kalau kamu pindah saja ke sini?” tanya Seno
tiba-tiba.
Barno terkejut.
“Kamu akan menggantikan kedudukan Samadi di sini, apa
kamu bersedia?” tanya Seno lagi, dan ini lebih mengejutkannya. Ia sudah tahu
kalau Samadi memegang pimpinan tertinggi di perusahaan cabang Seno yang baru.
“Tidak Pak, apakah saya akan mampu? Belum lama saya
bekerja, dan saya belum bisa menguasai semuanya.”
“Barno, kamu tidak sendiiri, banyak yang akan
membantu, dan aku juga akan selalu mendampingi kamu dalam setiap kesulitan yang
kamu hadapi.”
“Sebaiknya Pak Seno memikirkannya lagi. Saya belum
banyak pengalaman, saya takut mengecewakan.”
“Baiklah, sambil menunggu kamu pulih, kita akan
memikirkannya bersama. Tapi aku sudah bilang sama pihak Batam, bahwa kamu tidak
akan kembali ke sana, dan meminta agar mereka segera mencari gantinya.”
“Pak Seno?”
“Kamu tenang saja. Tunggu hasil pemeriksaan kamu, dan
kabari aku. Aku akan menjemput kamu, kalau kamu sudah bisa pulang. Aku harus ke
kantor dan menata kembali semuanya,” kata Seno.
***
“Mbak Sekar sudah masuk kerja ya? Saya kira belum,
jadi saya terlambat menyajikan teh untuk Mbak Sekar,” kata Warjo sambil
meletakkan segelas teh hangat di meja Sekar.
“Tidak apa-apa Jo, aku memang baru masuk hari ini
setelah sehari absen.”
“Saya mendengar banyak orang bercerita tentang kejadian
dua hari yang lalu.”
“Siapa saja yang bercerita?”
“Tadinya pak Sarman, yang tahu ceritanya, lalu ngomong ke salah satu
karyawan, lalu semuanya jadi tahu deh.”
“Apa yang mereka ceritakan?”
“Pak Samadi ternyata jahat. Dan pak Sarman memukuli
kerabat Mbak Sekar karena pak Samadi berteriak pencuri. Padahal pak Samadi
sendiri yang ingin berbuat jahat pada Mbak Sekar.”
Sekar tersenyum.
“Lupakan saja kejadian buruk itu Jo. Untung waktu itu
ada yang menjemputku.”
“Kabarnya dia juga di rawat kan?”
“Iya, tapi mungkin hari ini sudah bisa pulang.”
“Syukurlah. Dan karena kelakuan pak Samadi itu, lalu
pak Seno melarang siapapun membezoeknya di rumah sakit.”
“Sedang apa kamu Jo?”
Warjo terkejut, karena tiba-tiba Seno sudah memasuki
ruangan tanpa diketahuinya.
“Eh, maaf Pak … ini … sedang mengantarkan teh untuk
Mbak Sekar, maaf,” kata Warjo sambil mengundurkan diri.
“Hari ini Barno boleh pulang, aku akan menjemputnya.
Apa kamu mau ikut?”
“Pekerjaan saya masih belum selesai, nanti saya
disuruh lembur lagi,” kata Sekar sambil terus melakukan tugasnya.
“Tidak apa-apa lembur kan? Yang suka mengganggu kamu
sudah tidak ada lho.”
“Mas Seno tuh.”
“Nantinya kamu akan tetap jadi sekretaris di sini.”
Sekar mengerutkan dahinya, menatap Seno dengan
pandangan kesal. Tapi Seno tertawa menanggapinya.
Sekar tambah cemberut, membuat Seno gemas melihatnya.
“Aduhai, kembang cantik yang gagal aku miliki,”
keluhnya dalam hati.
“Mas ingin aku keluar dari sini ya?” ketus Sekar.
“Boleh saja, nanti ijin keluarnya dikasih sama pak
Barno ya.”
Sekar terkejut.
“Apa? Mengapa dia?”
“Karena dia-lah yang akan menjadi pimpinan disini,”
kata Seno dengan tatapan menggoda.
Sekar menatap Seno. Tak percaya. Seno pasti hanya
inggin mengganggunya.
“Aku serius.”
“Bohong. Aku pokoknya tidak mau jadi sekretaris Samadi,”
kesal Sekar.
“Samadi sudah dipecat.”
“Benarkah?”
“Nanti saja bicara lagi, sekarang aku mau ke rumah
sakit. Bibik sudah di sana,” kata Seno sambil membalikkan tubuh dan melenggang
keluar. Sebelum sampai di pintu, ia menoleh ke arah Sekar, meninggalkan
senyuman yang menggoda. Kemudian ia menghilang.
Sekar terpaku di tempat duduknya. Bukan karena
senyuman Seno, tapi mendengar kata-kata Seno bahwa Barno akan ditempatkan di
kantor ini?
“Aku mau … kalau Barno yang akan menjadi atasanku,”
kata Sekar sambil tersenyum, lalu melanjutkan pekerjaannya.
***
Hari itu Yanti kembali ke rumah sakit. Ia merasa tak
perlu membenci suaminya walau telah ditipunya mentah-mentah. Tak ada jalan
lain, hidupnya memang harus bergantung padanya. Biarlah hanya manager atau apa,
yang penting Yanti masih punya sesuatu tempat dia berteduh. Hanya saja dia tak
mau menunggui Samadi di rumah sakit. Ia selalu datang hanya sebentar, kemudian
pulang.
Siang itu ketika dia turun dari mobilnya dan sedang
berjalan ke arah lobi, dilihatnya bibik sedang berjalan bersama seorang laki-laki.
Yanti agak heran, ia seperti mengenal wajah ganteng itu.
“Apakah itu Barno? Kok ganteng banget, dan tampak
berwibawa. Tapi jelas itu bibik. Jadi itu pasti Barno, nah siapa lagi tuh. Ada pak
Seno dibelakangnya? Jadi pak Seno yang menjemput Barno dari rumah sakit? Sakit
apa sih, dan apa hubungannya antara Barno dan pak Seno?”
Yanti tidak mengerti bahwa yang dimaksud karyawan oleh
Seno beberapa hari yang lalu adalah Barno.
Oleh rasa keingin tahuannya, Yanti kemudian kembali ke
mobilnya, lalu mengikuti mobil yang dikemudikan Seno.
Yanti menghentikan mobilnya ketika mobil Seno memasuki
sebuah halaman kecil. Lalu Yanti melihat laki-laki setengah tua yang menyambut
di teras.
“Itu kan mas Winarno? Tampak sehat dia. Jadi rumahnya
ada di sini? Aduh, banyak yang aku tidak mengerti dari keadaan mereka sekarang.
Rumahnya kecil, sederhana, tapi bersih dan rapi,” gumamnya sambil menjalankan
mobilnya menjauh dari sana.
***
Seminggu sudah berlalu, keadaan Samadi semakin membaik,
biarpun bekas-bekas luka masih tampak jelas di wajahnya. Yanti menungguinya. Karena hari itu Samadi
sudah boleh pulang dengan rawat jalan.
“Sebelum pulang, katakan apa yang sebenarnya terjadi.
Kamu belum pernah bicara jelas soal itu.”
“Anak tirimu itu, ternyata bekerja di perusahaan yang
aku pegang.”
“Jangan bicara kalau kamu pemiliknya lagi, pembohong,”
sela Yanti.
“Baiklah, nanti hal itu ada ceritanya sendiri. Kamu
tanya kenapa terjadi perkelahian di kantor itu kan? Nah, saat selesai rapat di
kantor, aku melihat dia sedang lembur. Aku hanya mendekati dan menyapanya, tapi
dia menjawab dengan ketus. Aku sangat marah dan ingin menghajarnya. Tapi
tiba-tiba seorang laki-laki tinggi besar muncul, lalu tanpa bertanya apa-apa
dia menghajarku. Tampaknya dia laki-laki yang memukuli aku saat kamu
mempertemukan aku dengan gadis liar itu untuk pertama kalinya.”
“Lalu, Mas kalah?”
“Aku pingsan dan baru sadar setelah agak lama di rumah
sakit. Nanti aku akan menuntut laki-laki itu. Akan aku laporkan dia ke polisi.”
“Ya Mas, harus itu. Orang memukul seenak sendiri saja.”
“Ya sudah, sebaiknya kita pulang, sudah kamu
selesaikan administrasinya?”
“Sudah. Tinggal mendebet kartu ATM yang tadi mas berikan.”
“Kembalikan, mana ATM nya.”
“Untuk aku saja, bukankah ini uangku semua? Aku sudah
tahu pin nya, sehingga aku bisa mengambilnya setiap saat.”
“Itu ATM aku, biarpun kamu yang membawanya, kamu tidak
akan bisa mengambilnya, karena aku baru saja memblokirnya.”
“Apa artinya itu?”
“Untuk pengamanan saja, ayo kita pulang.”
Dan Yanti dengan rasa tidak mengerti menyerahkan kartu
ATM itu dengan wajah masam.
Tapi baru saja mereka mau keluar dari ruangan, ponsel
Samadi berdering, ada pesan singkat yang terkirim, Samadi membacanya.
“Ada apa?”
“Segera setelah membaik aku diminta datang ke kantor,”
kata Samadi.
“Datang saja besok, kalau kamu tak ingin dipecat.”
***
Besok lagi ya
Alhamdulillah SJ_44 malam ini sdh tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, salam sehat dan tetap ADUHAI.....
Yessss juara 1
Wow kakek udah juara lagi
DeleteAsiiikkkk... Makasih Mbak Tien
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteTerima kasih,ibu Tien cantiiik.... Salam sehat sekeluarga, yaa...
DeleteAlhamdulillah SJ 44 sdh hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu...🙏🌹🦋
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu Bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~44 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Nani,.,...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...
Selamat Kakek Habi juara lagi
DeleteSehat selalu yaa..
Matur nuwun mbak Tien-ku, Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteAsyik.. sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien salam Aduhai
Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sampun tayang , smoga jenengan sekwlg sehat² injih, salam kangen dan aduhaai dari Cibubur
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya datang juga....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumala....
Salam sehat selalu sekeluarga....
Aamiin...
Maturnuwun ibuuu....salam kejora
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
ReplyDeleteAlhamdulilah SJ sudah hadir. Semoga semua sehat terutama M Tien biar kita selalu bisa mengikuti kisah2 lewat karyanya. Matur Nuwun M Tien . Robiul Awal 1444 H mubaroq.
ReplyDeleteTerima kasih...... Mantaaappp
ReplyDeleteNah, pas juga dugaanku, Samad diganti Barno. Selamat ya Barno nanti sekretarisnya Sekar.
ReplyDeleteTinggal menunggu nasib Seno, orang baik nasibnya harusnya juga baik. Apa akan mengikuti Wahyudi?
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sudah mendekati ending kah...
Alhamdulilah... Sehat sela:
ReplyDeleteAlhamdulillah salam sehat Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteWah yanti benar2 tertipu sbentar lagi samadi dipecat. Terima kasih bu tien. Selamat malam
ReplyDeleteMudah mudahan cuma dipindahkan saja....ke Batam kaleee.
DeleteWaaah... samadi hrs dipecat pa..
Deletega ush pindah ke Batam..
Bos Seno sdh ga senang dg kelakuannya..
Mula mula sy juga berpendapat demikian, tapi kalimat terakhir berbunyi: "Datang saja besok, kalau tidak ingin dipecat "
DeleteRupanya mengisyaratkan tidak dipecat.
Tapi manut saja kepada yang berhak menentukan.
Alhamdulillah SJ 44 sudah tayang.
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Salam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🤗🥰
ReplyDeleteSenangnya Sekar mau jd sekretarisnya Barno,,,trs Samadi bgm nasibnya bisa - bisa Yanti ngomel setiap saat,,,🤣🤣🤣
Salam sehat wal'afiat bu Tienku 🙏😊
alhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah Sebuah Janji Eps 44 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSemoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Nah bnr kan Barno yg akan menggantikan Samad
ReplyDeleteDan akhirnya Samad di pecat dgn tidak hormat
Yanti gigit jari lagi
Alhamdulillah doa2 kita terkabul mksh bunda Tien yg telah memperhatikan keinginan kita
Sehat selalu doaku bunda ttp semangat dan ADUHAI
Membaca kalimat terakhir: "Datang saja besok, kalau tidak ingin dipecat."
DeleteTampaknya tidak dipecat , tapi mungkin dimutasi atau diturunkan pangkatnya.
Kalimat terakhir itu..
Deletesebuah harapan yanti yg khawatir dg karakter samadi yg sdh jd suaminya... takut dipecat.
tp kenyataannya bgmn?
tambah penasaran kan..
tunggu nanti mlm ya pak Latif..
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteMengikuti mobil Seno mengantar Barno kembali kerumah ya Yan.
ReplyDeleteAsyikan rumah mungil penataan asri bikin betah dirumah.
Mau nuntut penganiayaan ya Samadi, nggak ngerti dia semua sudah diunggah sama Seno; jadi di group wa kantor baru sudah tahu semua kalau Samadi nggak bermoral, gimana istri sendiri aja dibohongi, apalagi masalah pekerjaan maen manipulasi, bisa terjadi tuh, tergusur deh sama Barno si anak singkong.
Sudahlah mau apalagi Yan kamu kan memang harus terima rongsokan bekas temanmu, apapun alasanmu nyatanya kamu pandai juga berkelit didepan temanmu, terima aja daripada teriak teriak kaya orang gila, belajar sabar, mending kamu ada yang ngopèni, umur sudah cukup, kan maumu mau maen mobil mobilan, tuh udah dapat.
Tapi memang cita citamu bakal terjadi; Samadi di pecat kan, apalagi laporan luar kota kemaren banyak kejanggalan pengeluaran.
Rêmukan éntuk remukan éh såpå ngerti jadi bisa saling menyesuaikan berdua, jadi kuat bersama
Terimakasih Bu Tien
Sebuah janji yang ke empat puluh empat sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dlm lindungan Allah SWT
ReplyDelete
Terima kasih, bu Tien...sdh dikoreksi yg terpotong tadi.🙏😀
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeletePeristiwa demi peristiwa ujian hidup Sekar Barno ternyata jalan menuju sukses...
ReplyDeleteSamadi- Yanti sedang ngunduh wohing pakarti ( memetik buah perbuatannya)
Makanya kalau bertindak dipikir dulu, bohong, nyeleweng, mau perkosa, dsb.
Samadi bilang ATM diblokir mungkin memang sdh diblokir perusahaan.
Semoga ada pendatang baru yg nantinya cocok dgn Seno.
Tambah penasaran, monggo dilanjut.
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Alhamdulillah Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteBarno jadi pimpinan sekar jadi istrinya, seno ketemu dg perempuan baik baik, yanti gila setelah dicerai oleh Samadi.
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu. Aduhai
Alhamdulillah, matursuwun eSJe 44 nya bu Tien....salam sehat selalu
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien...doa terbaik untuk Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien...
Semoga sehat dan bahagia selalu..
Aamiin
Matur nuwun bu Tien...
ReplyDeleteSalam sehat senantiasa...
Makasih bu Tien...tambah geremes samadi pembohong tenan waduh mobil di jual aja dan dimana taruh sertifikat rumah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien salam sehat selalu.
ReplyDeleteBarno dan Sekar bersatu karena sebuah janji pakWinarno. Lalu Seno dengan siapa ya?
Samad dipecat Yanti hancur.....
Mbak Ika mungkin punya calon untuk Seno....usul mbak Tien saja...
DeleteKalau kelamaan bisa seperti Wahyudi loh.
terima ksih bunda SJ 44..bhgi Sekar adalah bagianya Barno jg..tpiio gmn dgn Seno y smg ending semua bahagia..slm sht dan Aduhaai bunda dri skbmi🙏🥰🌹
ReplyDelete