Friday, July 15, 2022

KEMBANG CANTIKKU 22

 

KEMBANG CANTIKKU  22

(Tien Kumalasari)

 

“Tadi Bapak mengatakan sesuatu …” perawat itu kok ya ngeyel.

“Mengatakan apa, entahlah … kepalaku …” Wahyudi memegangi kepalanya.

“Baiklah, bapak tenang dulu ya, saya akan melaporkannya pada dokter,” kata perawat itu setelah memeriksa tensi Wahyudi.

Ketika kemudian dokter datang dan memeriksa, dia memerintahkan kepada perawat untuk menyuntikkan sesuatu.

“Bapak merasa sangat pusing ya?”

“Ya, Dokter.”

“Apa Bapak mengingat sesuatu?”

“Saya selalu bermimpi tentang sesuatu. Berulang-ulang.”

“Bapak mengingat apa saja dalam mimpi itu?”

“Ada yang saya ingat, tapi lebih sering anak kecil itu, namanya Qila.”

“Hanya itu?”

Wahyudi terdiam.

“Ada yang lain? Maksud saya, nama yang lain? Wajah orang yang lain?”

Wahyudi tampak terdiam.

“Ada, tapi … siapa ya, saya lupa. Pusing setiap kali mencoba mengingatnya.”

“Baiklah, tidak usah terburu-buru. Ada kemajuan … saya berharap Bapak bisa segera mengingat lebih banyak. Saya yakin Bapak akan bisa pulih seperti sedia kala.”

“Terima kasih, dokter.”

“Jangan dipaksa untuk mengingatnya. Berhentilah saat Bapak merasa agak pusing.”

Wahyudi hanya mengangguk. Dan dokter itu kemudian berlalu.

Wahyudi memejamkan matanya, karena tiba-tiba kantuk kembali menyerangnya. Ada yang diingatnya tiba-tiba, seorang gadis bernama Retno. Gadis yang sederhana, tapi cantik. Wahyudi ingat, ia sangat mencintai gadis itu. Rasa cinta itu masih ada. Tapi tidak, ia tak pernah memilikinya. Apa yang terjadi?

Wahyudi mengernyitkan keningnya, lalu memejamkan matanya. Ia tak boleh memaksa untuk mengingat sesuatu. Ingatannya terhenti pada wajah seorang gadis cantik bernama Retno.

“Qila, Retno … “

Lalu ada lagi seorang laki-laki tampan.

“Sapto … Sapto …”

Dan Wahyudi kemudian benar-benar terlelap.

Bahkan ketika Wisnu dan Nano kembali dari mushola, Wahyudi masih tertidur.

"Apakah keadaannya membaik ?” tanya Wisnu dengan perasaan khawatir, karena melihat Wahyudi lebih banyak tidur.

“Entahlah Pak, apa sebaiknya Bapak menemui dokternya saja?”

“Benar, mari kita temui dokternya saja, supaya hati kita tidak was-was seperti ini.”

Tapi mereka lega karena dokter mengatakan bahwa keadaannya semakin membaik. Barangkali ingatannya juga akan lebih baik.

Karena merasa lega, kemudian Wisnu berpamit untuk pulang. Ia mau ke rumah orang tuanya karema Mila ada disana.

“Nano, aku akan memesan dulu makanan untuk kamu, supaya kamu tidak usah pergi kemana-mana.

“Tidak usah Pak, di sini ada kantin dan jajanan di luar juga banyak.

“Baiklah kalau begitu. Aku harus menjemput Mila juga. Jangan lupa kabari aku kalau ada apa-apa.”

“Baiklah, pasti akan saya kabari.

***

Tapi sesampai di rumah, ayahnya telah mencegatnya di teras.

“Anakmu sudah tidur, biarkan saja.”

“Oh, sudah tidur?”

“Kamu duduklah di sini, aku mau bicara.”

Wisnu berhenti melangkah, kemudian duduk di depan ayahnya. Ada rasa tidak enak karena wajah ayahnya tampak sangat serius.

“Apa yang kamu sembunyikan dari bapak?”

“Apa maksud Bapak?”

“Kamu menyembunyikan sesuatu dari bapak bukan?”

“Masalah apa Bapak?”

“Masalah keluarga kamu, rumah tangga kamu, istri kamu.”

Wisnu menghela napas. Wajahnya kembali murung. Ia tidak heran ayahnya mengetahuinya, karena pasti Mila berceloteh dan ayahnya menjadi curiga. Pasti juga ayahnya sudah bertanya pada ibunya, lalu ibunya mengatakan semuanya.

“Iya kan?”

“Pak, sebenarnya bukan karena Wisnu menyembunyikannya pada Bapak. Ada alasan mengapa saya tidak cerita. Saya tidak ingin Bapak ikut sedih, atau prihatin dengan keadaan ini.”

“Mana ada orang tua tidak prihatin ketika melihat rumah tangga anaknya berantakan?”

“Itu yang Wisnu tidak inginkan. Masalah Wisnu, biarlah Wisnu sendiri yang menyelesaikan.”

“Jangan sombong kamu. Jangan merasa bisa mengatasi masalah kamu. Bagaimanapun orang tua pasti akan ikut memikirkannya.”

Wisnu menundukkan wajahnya.

“Karena Wisnu menghawatirkan kesehatan Bapak, apabila Bapak ikut memikirkan masalah Wisnu. Bukan karena Wisnu sombong dan merasa bisa mengatasi masalah Wisnu sendirian. Semua Wisnu lakukan karena Wisnu tidak ingin Bapak dan ibu merasa terbebani.”

Pak Kartiko diam. Tapi tetap ada sisi tidak terima, ketika orang tua tersisihkan, walau oleh masalah yang tidak menyenangkan sekalipun.

“Karena Bapak sudah mengetahuinya, Wisnu akan bilang, bahwa Wisnu akan menceraikan Qila. Besok Wisnu akan mengurus semuanya.”

“Apakah itu satu-satunya jalan, karena istrimu kamu anggap berdosa?”

“Yang jelas Qila tidak mencintai Wisnu, itu sebabnya maka dia melakukannya.”

“Kalian sudah punya anak. Tak bisakah mempertahankan rumah tangga kalian?”

“Qila tidak menginginkannya. Qila tidak berusaha memperbaikinya. Dia pasti senang dengan keputusan saya.”

“Dari mana kamu tahu semua itu? Dia mengatakannya?”

“Tidak secara langsung. Dia tidak menyesalinya, dia tidak meminta maaf walau sudah ketahuan. Ketika Wisnu menjemput Mila, dia bahkan membiarkan seorang lelaki ada di dalam kamarnya.”

“Mengapa dia tidak mencintai kamu?”

Rupanya pak Kartiko masih berharap agar Wisnu kembali bersatu dengan istrinya.

“Bagimana saya tahu?”

“Ada kalanya seorang istri merasa tidak diperhatikan suaminya, kemudian mencari pelampiasan dengan melakukan hal iseng seperti itu.”

“Iseng? Itu sangat aneh. Iseng bermain dengan lelaki lain? Bapak jangan mengira saya kurang memperhatikannya. Saya sangat mencintai Qila, apapun yang dia inginkan selalu Wisnu penuhi. Jadi Bapak harus tahu, bahwa Qila memang punya sifat tidak setia, dan mudah tergiur oleh lelaki yang dianggapnya menarik. Bukankah Wisnu bukan pria menarik? Tidak tampan, bertubuh tambun yang sering tidak disukai wanita. Tapi Wisnu punya harga diri.”

Pak Kartiko terdiam.

“Saya mohon Bapak tidak terlalu memikirkan kehidupan Wisnu. Wisnu memiliki Karmila dan dia adalah hidup Wisnu. Wisnu akan bahagia, saya harap Bapak juga bahagia.”

“Bapak tidak usah memikirkannya. Wisnu bukan anak kecil lagi,” kata bu Kartiko yang tiba-tiba mendekati mereka.

“Apakah kamu akan membawa anakmu pulang?” tanya pak Kartiko pada akhirnya.

“Bagaimana kalau untuk sementara Mila saya titipkan di sini? Karena Wisnu kan harus bekerja, dan lebih baik dia ada dalam pengawasan Bapak dan Ibu.”

“Terserah kamu saja. Bapak senang Mila ada disini.”

“Terima kasih Pak,” kata Wisnu yang merasa lega karena pak Kartiko tidak melanjutkan amarahnya dan seperti tidak terpengaruh akan keadaan rumah tangganya.”

***

Purnomo terjaga ketika matahari sudah naik tinggi. Ia bangkit dari pembaringan, lalu membuka jendela kamarnya, membiarkan angin pagi menyeruak ke dalam kamar. Ia menoleh ke arah pembaringan, dan melihat Qila masih meringkuk di bawah selimut.

Purnomo tersenyum. Ia hampir tidak percaya, bisa memiliki Qila hanya setelah sehari bertemu. Wanita cantik yang membuatnya tergiur dan terlena, yang sekarang berhasil dimilikinya.

Ia beranjak ke kamar mandi. Dan ketika selesai mandi, dilihatnya Qila menggeliat.

“Uuuh,” lalu ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya.

Purnomo mendekat, kembali menutupkan selimut ke tubuh  Qila, tapi kemudian Qila kembali menyibakkannya.

“Gerah,” bisiknya pelan.

“Kamu mau mandi?”

“Ya sebaiknya aku mandi. Aku juga lapar,” katanya sambil tertawa kecil.

“Kalau begitu mandilah, kita akan keluar dan makan.”

“Kamu sudah mandi?”

“Sudah dong, lihat, aku sudah wangi,”

Qila bangkit, lalu meraih handuk yang sepertinya sudah disiapkan, kemudian berlari kecil ke arah kamar mandi.

Purnomo tersenyum. Kaki jenjang itu tampak seperti kijang, melompat dengan cantiknya, membuat Purnomo merasa gemas.

Kemudian Purnomo membuka almari pakaian, mengambil sebuah celana pendek warna putih, dan kaos oblong berwarna biru. Ia menyisir rambutnya dan merasa bahwa dirinya masih tampak muda.

Ketika Qila keluar dari kamar mandi, ia berdecak kagum melihat penampilan lelaki paruh baya yang dikaguminya itu.

“Kamu gagah sekali.”

“Segeralah berpakaian, dan jangan menggodaku lagi. Bukankah kamu lapar?”

Qila tertawa pelan, kemudian membuka kopor pakaiannya, memilih pakaian yang akan dikenakannya pagi itu, sementara Purnomo keluar untuk menyiapkan mobil.

Sepasang manusia yang dimabuk nikmatnya dunia itu lupa pada yang namanya dosa, karena sang setan terus mengipasinya dengan tepuk tangan dan suka cita.

***

Purnomo sedang mengeluarkan mobil, ketika ponselnya berdering.

“Heru?” sapa Purnomo ketika mengetahui bahwa yang menelpon adalah Heru, anak lelaki satu-satunya.

“Bapak di mana? Kata ibu Bapak pulang kemarin, tapi sampai sekarang belum pulang juga,” kesal Heru.

“Maaf Nak, masih ada urusan, sehingga bapak belum bisa pulang, bahkan hari ini.”

“Yaaa… hari ini belum pulang juga?”

“Mungkin satu atau dua hari lagi.”

“Ya ampun Pak, ibu mau ke rumah nenek hari ini, karena nenek sakit. Maksud ibu, menunggu Bapak dulu, baru berangkat ke sana.”

“Waduh, sayangnya bapak tidak bisa hari ini Nak, bagaimana kalau kamu saja yang mengantarnya?”

“Sebenarnya Heru ada kuliah hari ini.”

“Tolong antarkan ibumu dulu, setelahnya kamu bisa meninggalkannya di rumah nenek. Bapak masih ada urusan sampai lusa.”

“Ibu pasti kecewa.”

“Tidak, ibumu pasti tahu bahwa bapak  banyak urusan.”

“Tapi ini kan hubungannya dengan kesehatan nenek?”

“Baiklah, bilang sama ibu, bapak minta maaf. Nanti kalau urusan selesai, bapak akan menyusul ke Jogya.”

“Kenapa Bapak tidak menelpon ibu sendiri saja?”

“Siapa Mas?” suara Qila yang sudah selesai berpakaian dan mendatanginya menyela pembicaraan itu, tapi Purnomo segera menutup mulutnya dengan jari telunjuk, menyuruh Qila tidak bersuara. Hanya saja sudah terlanjur, Heru mendengarnya.”

“Siapa itu Pak?”

“Siapa? Tidak ada siapa-siapa.”

“Ada suara perempuan.”

“O, itu sekretarisnya rekanan bapak, bukan bicara sama bapak kok.”

“Oo.”

“Bapak tidak ingin menelpon ibumu, karena biasanya ibumu sudah tahu. Tapi sekarang ini, karena ada masalah dengan nenek dan kamu sudah menelpon bapak, ya sudah kamu saja bilang sama ibu, seperti apa yang bapak katakan tadi.”

“Baiklah Pak.”

“Ya sudah, jangan mengganggu bapak lagi, bapak sedang rapat penting.”

Purnomo menutup ponselnya, sementara Qila sudah duduk di samping kemudi sambil tersenyum-senyum.

“Sudah siap? Kok senyum-senyum sih?”

“Habis, Mas bilang sedang rapat. Rapat apa coba?” ejeknya.

“Kan sedang ber rapat-rapat sama kamu.” Katanya sambil naik ke belakang kemudi, menstarternya lalu menjalankannya keluar dari halaman rumahnya.

***

Nano sudah sejak tadi terbangun, bahkan sudah mandi dan rapi, ketika mendekat ke arah ranjang Wahyudi.

“Bagaimana keadaanmu?”

Wahyudi menoleh ke arah Nano.

“Kamu ada disini? Aku kenapa?” tanya Wahyudi.

“Kamu di rumah sakit, aku menunggui kamu sejak dua hari lalu.”

“Oh, iya … aku ingat. Kemarin ada dokter datang kemari, dan bertanya-tanya.”

Nano menatap Wahyudi, yang tampak lebih segar. Bengkak diwajahnya sudah tidak kelihatan.

“Dokter bertanya tentang apa?”

“Banyak. Aku lupa. Tapi dia bilang, aku tidak boleh mengingat-ingat apapun, kalau aku merasa pusing.”

“Apa kamu sekarang mengingat sesuatu?”

“Mana dia?” tanya Wahyudi, sambil matanya mencari-cari.

“Siapa yang kamu cari?”

“Kemarin aku juga melihat pak Wisnu.”

“Oh, iya. Memang pak Wisnu juga selalu menunggui kamu. Pulang sebentar, kemudian kembali lagi kemari.”

“Bukankah dia membenciku? Katakan padanya bahwa aku tidak menyukai istrinya,” kata Wahyudi dengan wajah kesal.

“Pak Wisnu sudah tahu.”

“Sudah tahu?”

“Dia menyesal telah membuatmu sakit seperti ini.”

Wahyudi tak menjawab.

Lalu Nano tiba-tiba ingin memperlihatkan gadis berkucir dua yang dipotretnya tiga hari yang lalu.

“Yudi, kamu ingat Qila?”

“Bukankah aku benci dia? Wanita yang tak tahu malu,” jawabnya dengan alis berkerut.

“Bukan bu Qila. Tapi Qila, gadis kecil berkucir dua.”

Tiba-tiba wajah Wahyudi berseri.

“Gadis itu selalu datang dalam mimpiku. Tapi kemarin itu, dia kembali ada dalam mimpiku, tapi tidak sendiri.”

“Tidak sendiri?”

“Bersama siapa?”

“Ada gadis bernama Retno, ada laki-laki bernama Sapto,” katanya lirih, seperti sedang mengingat-ingat.

“Tunggu, aku akan memperlihatkan sesuatu sama kamu,” kata Nano sambil merogoh ponselnya dari dalam saku bajunya.

“Kamu mengenali mereka ini, tidak?” kata Nano setelah membuka ponselnya.

Tiba-tiba Wahyudi terbelalak.

“Ini Qila. Dari mana kamu mendapatkan foto ini?”

“Kebetulan  mereka lewat, lalu aku memotretnya. Yang dua ini, kamu kenal tidak?”

“Ini … “ Wahyudi kembali mengingat-ingat.

“Ini kan … mas Sapto?”

“Kalau ini ?” katanya sambil menunjuk kearah wanita yang mengikuti dari belakang.

“Nggak jelas, nggak tahu aku …”

“Kamu ingat mereka? Qila dan yang kamu panggil mas Sapto?”

Wahyudi menggeleng. Aku hanya kenal mereka dari dalam mimpi aku,” keluhnya.

Nano terdiam. Barangkali harus pelan-pelan. Tapi ada harapan besar di hati Nano, karena Wahyudi sudah  selangkah lebih maju. Ia bersyukur, Wahyudi bukan hanya dirawat karena luka-lukanya, tapi sekaligus bisa sedikit membuka tabir yang melingkupi ingatannya.

***

Sebuah mobil berhenti di halaman rumah Purnomo, dan seorang pemuda tampan turun dari sana. Ia heran melihat pintu rumah ayahnya tidak terkunci.

“Apa rumah ini sedang dibersihkan?” gumam anak muda yang ternyata adalah Heru.

Ia datang untuk menjemput ayahnya, karena sakit neneknya semakin parah, bahkan harus dibawa ke rumah sakit. Ponsel Purnomo susah dihubungi, sehingga Heru memutuskan untuk menjemput ayahnya di rumah barunya, yang biasanya dipergunakan oleh ayahnya untuk menginap, setiap kali ia mengurus bisnisnya.

Tak tampak ada mobil di halaman itu, berarti ayahnya sedang pergi. Heru langsung masuk ke rumah, bahkan ia tanpa ragu masuk ke dalam kamar ayahnya.

Betapa terkejutnya ketika ia melihat seorang wanita tergolek pulas di atas ranjang.

***

Besok lagi ya.

 

36 comments:

  1. Yessss....
    Aku juara..... Mosok kok Sragen terus sekarang gantian Antapani, dong.

    Matur nuwun bu Tien, sugeng dalu.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Keterbukaan
      Biar jelas ya dibuktikan, iya ini lagi musim tranparansi dan keterbukaan, seperti biasa kalau mau maju ya di tingkatkan baik pesonanya dan juga kemampuannya, biar nggak jadul² amat.
      Lho ketahuan lagi, apes elo Qila baru agak tenang menyamankan diri, pakai dan sekitarnya enggak, boleh deh, kaya maping aja.
      Kemaren cepat tanggap gitu lho, iya ya candak kulak kaya kredit di kecamatan.
      Nggak tau lah, namanya juga cita cita nggak kesampaian ya evaluasi lagi tå, kan sekretaris rekanan rékiri ok lah, samber gelap juga nggak pa², lha itu yang blangkonan aja bilang akan memberi satu permintaan. Wow jin blangkon ya.
      Tapi ini biasanya kabur nggak tau mau lari kemana, kan keren keluar arena sambil menyeret travel bag kaya lolos dari ajang pencarian bakat gitu.
      Pakai di taboki nggak, kan kemaren sudah dapat; sampai mimisen, la yang ditabok mulut kok mimisen, yå tambah ndowèr tå yå.

      Ini juga Wahyudi tambah keterangan, kaya habis hujan aja.
      Mulai ada tanda-tanda ngumpuli yang bisa diingat, daripada massa lalunya.
      Memang itu di têkênkên bila pusing jangan memaksa mengingat ingat dulu ada yang dirindukan, beberapa nama sudah terucap termasuk statusnya.
      Itu di sosmed mana pasang statusnya.?!
      Aduan Mila pada kakeknya sudah jelas kini diberi penjelasan Wisnu.
      Masih beberapa hari lagi mesti tidur di sal dulu, biar nanti kalau sudah nggak begitu pusing, baru bisa pulang.
      Ini baru sibuk ndaftar siapa² yang sudah tercatat di ingatan Wahyudi.
      Buat kalau pulang sambil belajar mengingat walau sebagian tercatat beserta statusnya.
      Kuotanya ada nggak



      Terimakasih Bu Tien,
      Kembang cantikku yang ke dua puluh dua sudah tayang,
      Sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
      🙏

      Delete
  4. Alhamdulillah. Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien.

    ReplyDelete
  5. Makasih bu Tien KC 22 dah tayang
    Aduhaii

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Yg ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, matur nwn bu Tien, salam sehat dan Aduhaii..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 22 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. sampun tayang, matur nuwun Bunda Tien, mugi tansah sehat² kemawon ,nggih Bun

    ReplyDelete
  10. Secercah harspan untuk Wahyudi...

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah KC 22 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Purnomo juga makin gila, jadi gila ketemu gila, kloplah.
    Berita baiknya Wahyudi ada kemajuan.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  13. Luar biasa kakek Habi.....


    Terima kasih Mbu Tien....

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah KC 22 telah hadir.
    Matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien sayang 😘❤❤

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, terima kasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga KC 22 hadir menghibur kami para penggandrungnya.

    Sepandai pandai membungkus bau busuk, akhirnya tercium juga.
    Skandal Purnama dgn Qila ternyata terbongkar juga oleh anak sendiri.

    Semoga Wahyudi cepat sehat dan kembali bahagia.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien Kumalasari, cerbung Kembang Cantikku Episode 22 sudah hadir menghibur.
    Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  18. Ceritanya bagus...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. Matur nuwun mbak Tien, kc22 telah tayang, selalu menunggu kelanjutannya. Salam aduhai.🙏

    ReplyDelete
  20. Ketahuan kelakuan Purnomo
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Terima msih bunda KC nya..slm sht sll dri 🙏🥰

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah ...wah wah baca pagi malah kaget ..emang Qila wanita jahat dah lah jgn kamu masuk ke RT Wisnu ..Heru anak dr bp Purnomo ahkirnya tau wah wah bahayaaa🤲🙏🙏😡😡

    ReplyDelete