ADUHAI AH 47
(Tien Kumalasari)
“Kamu Mbak Endah bukan?” Hesti mengulangi
panggilannya. Sita dan Sarman hanya mengawasi mereka bergantian, sementara
Sarman mengingat-ingat, Nama itu seperti pernah didengarnya..
“Ngapain kamu ke sini?”
“Aku sakit, kamu tidak dengar tadi?”
“Kamu nanti ketemu sama dokter Desy. Kamu mau berbuat
apa?”
“Dia kan dokter, dan aku orang sakit, perlukah kamu
bertanya?”
Sementara pasien yang tadi sudah keluar. Hesti
memanggil pasien berikutnya.
“Ibu Kartika.”
Seorang pasien masuk.
“Habis ini kamu, dia hanya akan menyerahkan hasil lab
nya,” kata Hesti kepada Endah.
Endah tak menjawab. Ia sebenarnya ragu dan tadi
terlanjur datang. Ia tak mengira bahwa akan bertemu Hesti, dan dokter yang
disambanginya adalah dokter Desy yang pernah difitnahnya. Ia sedang bingung, dan masuk begitu saja saat tahu bahwa ditempat itu ada dokter praktek. Ia ingin mundur, tapi
diurungkannya. Ia ingat sebuah ancaman tentang pencemaran nama baik. Tiba-tiba
dia merasa takut. Ia berdiri dan bermaksud pergi, tapi Hesti menahannya.
“Mau ke mana?”
“Mau keluar sebentar, sambil menunggu pasien tadi.”
Tapi pasien yang baru saja masuk sudah keluar.
“Giliran kamu. Kata Hesti sambil menarik lengan Endah,
diajaknya masuk.”
Kemudian Sarman teringat nama itu, nama yang pernah
menjelekkan nama Desy. Ia bersiap di luar pintu, kalau nanti terjadi apa-apa.
“Kenapa dia?” tanya Desy heran, karena Hesti seperti
memaksa pasien itu masuk.
“Ini orang yang telah menjerumuskan aku Mbak. Juga memfitnah Mbak Desy."
“Apa maksudmu?” tanya Desy sambil menatap pasien bercadar itu lekat.
“Ini penjual gorengan itu."
Desy menatapnya, tapi terhalang oleh cadar yang
menutupi wajahnya. Kepalang tanggung, Endah duduk di kursi di depan Desy.
“Aku minta maaf,” katanya pelan.
Desy masih menatap wajah bercadar itu.
“Aku melakukan banyak kesalahan sama dokter. Aku
menyesal, dan sungguh minta maaf.”
“Hesti, bisa meninggalkan kami?” tiba-tiba Desy
berkata. Hesti ingin menolak, tapi Desy mengisyaratkan dengan tangannya, agar
Hesti harus keluar.
Hesti melangkah keluar dan menutup pintunya.
“Kamu melakukan apa, sehingga harus minta maaf sama
aku?”
“Dokter, saya pernah memfitnah dokter. Saya pernah
sangat membenci dokter.”
“Karena apa?”
“Saya sangat jahat, saya merasa berdosa. Saya dulu pernah menyukai
dokter Danarto.”
“Kamu bisa membuka cadar kamu itu?”
Endah perlahan membuka cadarnya, ada sedikit ngeri melihat
wajah penuh parut itu.
“Apakah itu aku yang melakukannya?” teringat kata Hesti dulu itu.
Endah terdiam.
“Saya minta maaf, saya banyak dosa. Dan Tuhan telah
menghukum saya. Tolong maafkanlah saya.”
“Baiklah, semoga permintaan maaf itu tulus adanya.”
“Sungguh saya minta maaf.”
“Sudah aku maafkan.”
“Terima kasih.”
“Apakah kamu pura-pura mau periksa, hanya untuk minta
maaf?”
“Saya bahkan tidak tahu bahwa yang praktek adalah dokter
Desy.”
“Kamu tidak membaca papan nama di depan itu?”
“Saya tidak mengira, saya memasuki tempat ini hanya
tahu ada dokter berpraktek disini, tapi tidak tahu bahwa dokter Desy adalah
dokter yang saya kenal, dan saya pernah melakukan hal jahat kepadanya,” kata
Endah sambil menunduk.
“Jadi kamu sebenarnya sakit?”
“Saya ingin minta tolong.”
“Baiklah, kamu sakit apa?”
“Saya hamil.”
“Apa? Mengapa periksa ke sini? Aku bukan dokter
kandungan.”
“Saya minta tolong, berikan obat untuk menggugurkan
kandungan.”
“Apa?” Desy membelalakkan matanya.
“Saya ke apotik, mau beli obat terlambat datang bulan,
mereka menanyakan apa ada resepnya. Tolong dokter, saya baru terlambat dua
bulan ini.”
“Kamu punya suami? Suami kamu yang menyuruhnya?”
“Tidak.”
“Tidak apa?”
“Tidak punya suami.”
“Ya Tuhan. Kamu sudah melakukan dosa, lalu ingin
menambah dosa yang lain lagi?”
“Tolonglah, saya harus bekerja. Saya hidup sendiri.”
“Dimana orang tua kamu?”
Tiba-tiba Endah menangis terisak.
“Ibu dan adik saya … sudah meninggal karena
kecelakaan.”
“Innalillahi …”
“Sudah lama, dan saya hidup sendiri.”
“Siapa menghamili kamu? Mengapa tidak minta agar dia
bertanggung jawab?”
“Seorang lelaki iseng, saya diperkosa.”
Desy menutup mulutnya. Dia tahu siapa Endah, siapa
ibunya dan siapa adiknya. Karena mereka lah
ayahnya hampir melupakan ibunya dan anak-anaknya. Dan Allah telah
memberi pelajaran atas dosa mereka. Apakah ibu dan anak itu meninggal setelah
sempat bertobat? Desy menyayangkannya. Dan seorang yang tersisa dari mereka
melakukan lagi dosa yang lain. Memfitnah orang, dan sekarang ingin menggugurkan
kandungan.
“Bertobatlah Endah, nanti akan ada jalan terbaik untuk
hidup kamu.”
“Bagaimana saya mengandung tanpa suami?”
“Bayi yang kamu kandung tidak berdosa. Jangan menambah
dosa lagi dengan akan menghabisinya.”
“Jadi, dokter tidak akan memberikan resepnya?”
“Maaf. Aku tidak bisa. Rawat janin itu, apapun caranya.
Satu lagi, bertobatlah. Barangkali apa yang kamu terima saat ini adalah
peringatan dari Allah.”
Endah berdiri, dan mengusap air matanya, kemudian
keluar dari ruangan itu. Sarman menyerobot masuk, menghawatirkan adiknya.
“Desy, kamu tidak apa-apa?”
“Tidak apa-apa Mas. Memangnya kenapa?”
“Bukankah dia wanita jahat yang_”
“Dia hanya datang untuk meminta maaf,” jawabnya sambil
berdiri.
“Sungguh?”
"Iya, ayo masuklah, makan malam di sini ya?” kata Desy,
tapi dia tersenyum ketika melihat Sita ada diluar, duduk di samping Hesti.
“Sita? Bagus kalau begitu, ayo makan di rumah aku
rame-rame,” ajak Desy ramah.
“Tadi Sita hanya ingin ketemu Hesti, menceritakan
tentang pengacara yang sudah menemuinya tadi," kata Sarman.
“Oh, baguslah. Bagaimanapun akan banyak yang bisa
menjadi saksi. Hesti, di dalam masih ada pasien?”
“Tinggal satu, dan tampaknya hampir selesai.”
“Baiklah, ayo masuk ke dalam semuanya. Kalian belum
pernah makan disini bukan? Aku masak enak tadi sore.”
“Kalian masuk saja, aku akan membereskan ruangan dulu,”
kata Hesti.
***
“Aku heran, bagaimana Endah berani datang padahal dia
pernah berbuat jahat sama Mbak Desy,” kata Hesti saat mereka makan.
“Dia sebelumnya tidak tahu bahwa aku yang praktek.”
“Bagaimana mungkin? Aku sudah bilang tadi.”
“Itu sebabnya tadi dia ingin kabur,” sambung Sarman.
“Orang aneh. Sakit apa dia Mbak?”
“Dia hanya minta resep.”
“Kok minta resep? Bagaimana maksudnya?” tanya Danarto.
“Resep untuk obat terlambat datang bulan,” jawab Desy.
“Apa? Dia hamil?”
Desy mengangguk.
“Ya Tuhan,” seru Hesti.
“Kasihan juga dia. Ibu sama adiknya meninggal karena
kecelakaan.”
“Haaa?”
“Ya sudah, memang begitu jalan hidup yang harus mereka
jalani. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
“Mbak berikan resepnya?”
“Ya enggak lah, masa aku mau ikut memikul dosa itu.”
“Kemana laki-laki yang melakukannya?” tanya Danarto.
“Tidak tahu, dia diperkosa.”
Hesti menutup mulutnya.
“Bagaimana masakanku? Enakkah?”
Sarman mengacungkan jempolnya.
“Setiap hari aku makan masakan mbak Desy, selalu enak,”
puji Hesti.
“Iya lah, isteriku …” kata Danarto sambil menatap
isterinya mesra.
“Ah …”
***
Hari terus berjalan. Polisi sudah menyita semua barang-barang yang
diperlukan dari rumah Sriani, untuk dijadikan barang bukti di saat persidangan nanti.
Sriani menangis siang dan malam di dalam ruang tahanan, tapi siapa yang peduli?
Sarman sedang mengurus kelanjutan pendidikannya, yang
akan dilakukan di sebuah perguruan tinggi negri di kota itu, dimana dulu Tindy
mengajar. Ia bersungguh-sungguh ingin menekuninya, dan setelah itu akan mencari
pekerjaan, lalu melamar seorang gadis, seperti yang diinginkan ayahnya. Sarman
selalu tertawa mengingat pesan ayahnya itu. Cari pekerjaan kemudian menikahlah.
Begitu mudahnya ayahnya mengatakannya.
Menikah belum terbayang di dalam benaknya, walaupun
ada rasa suka di hatinya terhadap seseorang.
Siang itu dia mampir ke rumah Danarto, karena Hesti
tidak kuliah siang itu. Ia hanya akan membicarakan masalah persidangan nanti,
apabila tiba saatnya. Tapi sesampai di sana, dia mendapati Hesti sedang melamun
di dapur.
“Hei …” sapanya.
“Mas Sarman?”
“Dapur itu tempat orang memasak, bukan melamun, tahu.”
Hesti tersenyum.
“Sebenarnya aku mau memasak, tapi aku kepikiran ibu
terus.”
“Kepikiran bagaimana sih?” tanya Sarman heran.
“Aku ingin menjenguk ibu, bolehkah ?”
“Apa?”
“Ibu pasti sedih. Dikurung di dalam tahanan, tidak
bisa ke mana-mana.”
“Kamu masih memikirkan ibu kamu, sementara ibu kamu
itu telah melakukan hal jahat kepadamu.”
“Hanya kasihan saja. Membayangkan, dia pasti sedih,
tidak bisa kemana-mana.”
“Yang namanya ditahan itu ya tidak akan bisa ke
mana-mana. Semua itu karena dia telah melakukan kejahatan. Mencuri
barang-barang nenek kamu, meminta tanda tangan kamu, dan itu namanya menipu,
menguasai hak yang bukan miliknya.”
“Tapi aku kasihan sama ibu. Dia sudah merawatku dari
kecil, dan menganggap aku sebagai anaknya.”
“Lalu mengapa dia kemudian berbuat jahat sama kamu?
Seorang ibu tidak akan melakukannya. Kalau kamu mengatakan bahwa dia merawatmu
seperti kepada anaknya sendiri, aku yakin itu tidak benar-benar tulus. Ia melakukan
itu ketika ayah kamu masih ada.”
“Iya sih, aku merasakan sikapnya yang agak berbeda
setelah bapak meninggal. Dia sedikit keras, dan suka memaksa. Tapi aku tidak
merasakan hal itu sebagai sikap yang berbeda, karena menurut aku, dia adalah
ibu kandungku.”
“Ya sudah, jangan dipikirkan lagi, Semoga masalah ini
segera selesai.”
“Bolehkah aku menemuinya, walau sebentar saja?” Hesti
masih nekat dengan keinginannya.
“Hesti ?”
“Aku akan ke sana, sebentar saja.”
“Hesti?”
“Besok aku ke Surabaya ya.”
Sarman menghela napas. Bagaimanapun ia tidak tega
membiarkan Hesti pergi seorang diri.
***
Dan esok hari itu, Hesti benar-benar menemui ibunya di
tempat di mana dia ditahan.
Hesti hampir menangis melihat ibunya tampak kurus dan
matanya cekung. Tapi ia menatap tajam ketika melihat Hesti di depannya.
“Apa kamu datang kemari untuk membebaskan aku?”
“Ibu, aku ingin melihat Ibu.”
“Ingin melihatku? Bertepuk tangan melihat penderitaan
orang yang telah merawat kamu sejak bayi? Inikah pembalasanmu? Kamu manusia tak
kenal budi!” hardiknya.
“Bukan begitu Bu, aku kasihan sama Ibu.”
“Kasihan apa maksudmu? Kamu menjebloskan aku ke tempat
ini, dan kamu masih bicara tentang ‘kasihan’?”
“Sebenarnya aku tak ingin harta nenek.”
“Omong kosong apa itu? Tidak ingin, tapi kamu
melaporkan aku. Membuat aku ditangkap polisi, dipermalukan di depan anak
buahku.”
“Ibu melakukannya dengan buruk. Kalau kita bicara
baik-baik, pasti bukan begini ini akhirnya.”
Sarman yang duduk agak jauh merasa kesal dengan sikap
Hesti. Gadis itu merasa kasihan karena mengingat kasih sayang ibu tirinya, tapI
si ibu tiri malah menghardiknya dan menyemburnya dengan kata-kata kotor.
”Diam kamu. Kamu tidak usah berpura-pura baik. Pergilah
kalau kedatangan kamu hanya untuk mengejek aku.”
“Bu, sungguh aku_”
“Hesti, sudahlah, ayo kita pulang,” kata Sarman sambil
menarik tangan Hesti.
“Nah, ini kan penghasutnya?” kata Sriani sambil
menuding ke arah wajah Sarman. Sarman tidak menanggapi, kemudian menarik tangan
Hesti untuk pergi.
Polisi membawa Sriani kembali ke dalam, dengan sumpah
serapah yang membuat merinding siapapun yang mendengarnya.
***
Hesti merasa menyesal karena telah mengasihani ibu
tirinya, sementara ibu tirinya malah menghardiknya dan mengeluarkan kata-kata
kasar.
“Bukankah aku sudah mengatakan bahwa kamu tidak usah
menemuinya?”
“Aku sebenarnya kasihan sama dia.”
“Hatimu terlalu baik. Tapi kamu kan sekarang mengerti,
bahwa ibumu sama sekali tidak menyayangi kamu? Sudah, jangan lagi menangisinya.
Apa tidak sakit hati kamu mendengarkan kata-kata kasarnya?”
Setelah mampir sebentar ke rumah pak RT, yang ternyata
sudah ditemui juga oleh Luki sang pengacara, Sarman mengajak Hesti kembali.
***
Saat itu Tutut sedang mengerjakan skripsi sehingga
tidak bisa setiap hari ke rumah Danis untuk bermain bersama Nara. Tapi
hari itu Tutut menyisihkan sedikit waktunya, karena sudah sangat rindu pada
Nara.
Nara yang melihat kedatangan Tutut melonjak-lonjak
kegirangan. Rupanya dia juga sudah kangen sama ‘teman mainnya’ yang satu itu.
“Buuu..bbuuu … teriaknya.”
“Hiih, kenapa kamu nekat ba bu ba bu sama aku hee? Siapa
mengajari kamu, sayang? ” kata Tutut gemas sambil mendekap dan menciumi Nara.
“Dia tahu Mbak, bahwa Mbak Tutut pantas menjadi ibunya,” goda suster
Murni.
“Iih, suster Murni ikut-ikutan sih?”
“Itu memang benar. Saya ambilkan minum ya?”
“Tidak usah sus, aku hanya sebentar.”
“Mbak Tutut lama tidak kemari. Sibuk ya?”
“Aku sedang mengerjakan skripsi, jadi jarang
keluar. Nanti nggak selesai-selesai. Tapi hari ini nggak tahan lagi, kangen
banget sama Nara.”
“O iya Mbak, semoga cepat selesai ya Mbak.”
“Terima kasih sus.”
“Bbu… buuh..”
“Hei, panggil aku tante.”
“Bbuuu…” kata Nara sambil menepuk wajah Tutut dengan
tangan kecilnya.”
Tutut akhirnya tertawa geli melihat ulah Nara.
Tapi memang dia tak bisa lama-lama. Hanya kira-kira
satu jam kemudian dia pamit. Agak heran juga sudah sesore itu Danis belum juga
pulang. Ada sedikit rasa kecewa yang kemudian ditepiskannya.
“Ngapain kalau tidak ketemu? Kan niatnya hanya ingin
main sama Nara sebentar saja?”
Tutut sudah masuk ke dalam mobilnya ketika dilihatnya
mobil Danis memasuki halaman.
“Hei, mengapa pulang?” kata Danis ketika turun dari
mobilnya dan mendekati Tutut.
“Aku hanya kangen sama Nara.”
“Bukan kangen sama bapaknya Nara.”
“Nggak tuh.” Kata Tutut sambil memeletkan lidahnya.
“Aduh, sayang sekali baru bisa pulang.”
“Tumben sore pulangnya?”
“Ada pasien harus dioperasi.”
“Oh, sakit apa?”
“Ingin menggugurkan kandungan dengan membayar tukang
pijit, rahimnya luka dan harus diangkat.”
“Ya ampun…”
***
besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteYes... Matur nuwun Mbak Tien
DeleteTerima kasih Bunda Tien Kumalasari, salam sehat dari jauh, semoga Bundaku sukses selalu Aamiin ya Allah 🙏🙏🙏
DeleteHore Juara, 👍👍👍👍
Delete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien...🙏🙏
Alhamdulillah......
DeleteLho rak tenan yang duduk di barisan depan sdh ngantri...ikut mensupport Hesti.....
Yuk kita support Hesti dengan ikut menghadiri sidang perdana....
Tuh bu Iyeng sdh duduk dideretan depan...... Didampingi jeng Wiwik dan jeng Iin, terus diblkgnya ada jeng Nani....pa Latief,by Ira dll
Kakek mau jadi saksi ya?
DeleteIya..... mendampingi admin WAG PCTK....
DeleteYeiy om kakek aku pendukung Tutut. Bu Tien jadiin Tutut ma Danis ya!
DeleteTrims Bu Tien
ReplyDeletealhamdulillah...
ReplyDeleteAsyik sudah tayang
ReplyDeletematur nuwun bun ...
ReplyDeleteYessssd
ReplyDeleteAlhamdulillah.maturnuwun Mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteakhirnya yg ditunggu hadir....suwun bunda Tien...smg sehat sll..
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul.
Terima kasih bu Tien
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah ADUHAI-AH 47 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
ReplyDeleteMendekati akhir cerita rasanya, semua makin jelas nasibnya.
Mbak Iin, mbak Ira, sambalnya mau diapain...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.
Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdullilah AA 47@ sdh tayang, terima kasih mbak Tien, sehat selalu dan selamat berbahagia bersama keluarga
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien
ReplyDeleteApakah Endah yg habis dioperasi...
sehat2 selalu Bunda Tien...salam aduhaiii
"Desy menutup mulut nya. Dia tahu siapa desy dan siapa ibu dan adik nya.. "
ReplyDeleteBunda... Kalimat "dia tahu siapa desy" tuh apa bukan nya endah ya seharusny?? Maksudnya, apakah kalimatnya tidak salah??
"Desy menutup mulutnya. Dia tahu siapa endah dan siapa ibu dan adiknya."
Apa kalimatnya tidak seperti ini ya?
Benar. Terima kasih koreksinya.
DeleteSalam hangat buat ibu Iphee.
Terinakasih cerbungnya bunda Tien Semoga bunda Tien selalu sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta aamiin
ReplyDeleteYes yes yesss👍👍⚘
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteSuwun ibu
𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐧𝐲𝐚𝐭𝐚 𝐄𝐧𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐠𝐮𝐠𝐮𝐫𝐥𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮𝐢 𝐝𝐮𝐤𝐮𝐧...?? 𝐃𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐩𝐚𝐤𝐬𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐤𝐞 𝐑𝐒 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐞𝐧𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐚𝐫𝐚𝐡𝐚𝐧...𝐤𝐞𝐛𝐞𝐭𝐮𝐥𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐧𝐢𝐬 𝐬𝐞𝐝𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐮𝐠𝐚𝐬 𝐬𝐞𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐡𝐫𝐬 𝐦𝐞𝐥𝐚𝐤𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐨𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦𝐧𝐲𝐚 𝐠𝐮𝐧𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐞𝐧𝐭𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐝𝐚𝐫𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐬𝐛..𝐀𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐨𝐩𝐞𝐫𝐚𝐬𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐞𝐫𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥..?? 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐛𝐞𝐬𝐨𝐤..
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧..🙏🙏🙏
Alhamdulillah AA 47 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu selalu sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Aduh, Endah nekat...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Trims Bu Tien,..sehat selalu Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun buTien yg makin ADUHAI
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien . .
ReplyDeleteSll sehat dan bahagia . .
Semakin penasaran nunggu lanjutannya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Salam sehat selalu.
Aduhai.. Ah
Wah wah ..Endah kali ya ..yg mau menggugurkan ...terima kasih bu Tien..sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMemang Aduhai Ah bu Tien jd penasaran
Salam sehat wal'afiat ya bu Tien
Terima ksih bunda..slm sht sll🙏🌹🌹
ReplyDelete