Thursday, April 21, 2022

ADUHAI AH 04

 

ADUHAI AH  04

(Tien Kumalasari)

 

Hesti masih memegangi dahi Danarto ketika Danis dan Desy masuk ke kamar.

“Panas sekali Mas,” celetuknya khawatir.

Danis yang lebih dulu mendekat, memegangi tangan Danarto, Hesti melepaskan tangannya dan undur beberapa langkah. Danis dan Desy masih memakai pakaian dokter. Jas putih bersih yang memang dipakainya sejak berangkat dari rumah sakit. Hesti memandangnya dan mengira Danarto memang mengundang mereka. Sekilas ditatapnya Desy, dan merasa seperti pernah melihatnya. Tentu saja, baru kemarin dia menyapanya, lalu dia membalikkan tubuh dan mengatakan bahwa dia salah alamat. Pikiran Hesti tak sampai kesana. Barangkali karena penampilannya yang berbeda. Kemarin gadis biasa dan sekarang dokter. Mana mungkin Hesti mengenalinya?.

“Kamu sakit begini, baru bilang sama aku,” kata Danis.

Danarto membuka matanya, dan tersenyum tipis.

“Mana obatku,” bisiknya pelan.

“Tidak disini, aku akan membawamu ke rumah sakit,” tegas Danis yang memegangi lengan Danarto.

“Tidak … “

“Kamu itu dokter tapi bandel ya. Kamu sangat lemah. Kemungkinan kamu tipes.”

Desy hanya berdiri terpaku di belakang Danis. Ia gelisah karena melihat gadis cantik itu masih berada dirumah itu. Berarti …

“Desy, tolong suruh mereka mengambil usungan. Kita harus membawanya sekarang.”

Desy tak menjawab. Ia membalikkan tubuhnya untuk memanggil dua perawat yang memang ikut bersamanya.

“Jangan memaksa, aku tidak apa-apa.”

“Harus dipaksa,” kata Danis.

“Sakit apakah dia, pak dokter?” tanya Hesti.

“Belum tahu, kami masih harus memeriksanya sesampai di rumah sakit,” jawab Danis.

Desy sudah ada dikamar itu lagi, dan Danarto menatapnya lemah.

“Desy ?”

“Ya.”

“Mengapa diam di situ?” tanyanya pelan.

“Aku hanya mengantar Danis,” jawabnya tanpa mendekat, karena dua perawat yang membawa usungan sudah masuk ke dalam kamar.

Mereka mengangkat tubuh Danarto yang semula menolaknya, tapi tak bisa berbuat apa-apa karena tubuhnya sangat lemah.

“Apa dia harus opname?” tanya Hesti yang mengikuti mereka keluar dari kamar.

“Harus kita lihat keadaannya. Mungkin iya. Mbak apanya?” tanya Danis.

“Saya … saya … hanya … hanya … teman.”

“Tinggal disini ?”

“Tidak … saya mau pulang ke … ke tempat kost saya. Saya ditunggu taksi.

“Baiklah, tolong kunci pintu rumahnya, karena rumah ini akan kosong sementara waktu.”

Hesty mengangguk. 

Danarto sudah dimasukkan ke dalam ambulans, lalu Hesti menyerahkan kunci pintu rumah kepada Danis.

“Desy, bawa kunci rumahnya.”

Hesti menyerahkan kunci itu kepada Desy, dan lagi-lagi ia merasa pernah bertemu.

Desy hanya mengangguk, lalu mengikuti Danis masuk ke dalam mobil.

***

Karena khawatir, Hesti memerintahkan kepada pengemudi taksi agar mengikuti ambulans yang membawa Danarto.

Dia harus tahu keadaannya, karena dia sungguh merasa bersalah. Benarkah Danarto sakit karena sambal soto itu, ataukah sambal itu hanya pemicu timbulnya penyakit yang sebelumnya memang sudah ada tapi tidak dirasakannya?.

Sesampai di rumah sakit, dia menunggu di luar ruang UGD, dan duduk dengan gelisah.

Ketika Desy keluar dari ruang UGD, Hesti mendekatinya.

“Dokter …” sapanya.

Desy terkejut, tak mengira Hesti mengikuti sampai ke rumah sakit.

“Anda mengikuti sampai di sini?”

“Ya dok. Saya menghawatirkan keadaannya.”

“Oo… sangat manis terdengarnya,” kata Desy, tapi hanya di dalam hati. Ada rasa aneh melihat seorang gadis lain begitu menghawatirkan Danarto. Pasti ada sesuatu diantara mereka. Desy masih berpikir begitu.

“Anda sebetulnya siapa? Saudaranya?”

“Bukan … hanya teman … Oh ya, nama saya Hesti,” kata Hesti memperkenalkan diri.

“O, hanya teman? Teman istimewa rupanya,” kata Desy sambil tersenyum, serasa hanya menggoda saja, tapi sebenarnya dia sedang memancing ujud hubungan mereka.

Hesti tersipu malu. Tuh kan, kenapa wajahnya mendadak memerah dadu?

“Saya baru datang dari Surabaya kemarin. Lalu meminta mas Danar mencarikan tempat kost untuk saya. Baru tadi siang saya pindah ke tempat kost itu, setelah semalam bermalam di rumah mas Danar.”

“O ….”

“Kemarin baik-baik saja, tapi sejak paginya mengeluh sakit perut. Ketika mengantarkan saya ke tempat kost, dia masih mengeluh, setelah sebelum berangkat dia diare.”

Desy hanya mengangguk.

“Tadi saya kembali kesana karena tas saya dan dompet ketinggalan. Tidak mengira dia sakit dan sepertinya parah.”

“Dia sudah ditangani, sebentar lagi akan dibawa ke ruang rawat inap.”

“Bolehkah saya menemuinya?”

“Nanti, setelah di ruang rawat inap,” kata Desy kemudian berlalu.

“Dokter …” panggil Hesti lagi, menghentikan langkah Desy.

“Apakah sakitnya parah?” lanjut Hesti.

“Kita lihat saja nanti. Berdoa saja,” kata Desy yang kali ini benar-benar berlalu, meninggalkan Hesti yang semakin khawatir. Dokter cantik itu sama sekali tak memberinya harapan yang menyenangkan.

Hesti kembali duduk menunggu.

***

“Apa kamar ini terlalu sempit untuk kamu Man?” tanya Tindy ketika Sarman selesai merapikan kamarnya.

“Tidak Bu, kamar ini cukup besar untuk saya. Bahkan ada meja untuk saya belajar yang sama sekali tidak membuat kamar ini sempit.”

“Syukurlah. Aku berharap kamu bisa kerasan tinggal disini, tidak hanya sehari dua hari lalu pulang ke rumah kamu.”

“Perhatian bapak sama Ibu sangat besar untuk saya. Ini sangat berlebihan. Saya tidak tahu mengapa, tapi saya merasa telah mendapatkan orang tua saya kembali,” kata Sarman yang tak urung matanya merebak menahan tangis haru.

“Aku senang kamu menganggap kami adalah orang tua kamu. Pasti sebelumnya kamu merasa sangat kehilangan.”

“Iya. Saya bahkan tidak pernah tahu siapa ayah kandung saya.”

Tindy diam. Bukankah dia sebenarnya tahu? Ingin sekali ia mengatakan yang sebenarnya, tapi Haryo melarangnya.

“Apa ibumu tidak menyimpan fotonya, barangkali bisa untuk kenang-kenangan?”

“Ibu saya terluka hatinya karena ayah saya meninggalkannya begitu saja, saat saya masih dalam kandungan, sehingga dia membuang semua barang yang ada hubungannya dengan ayah saya.”

“Apa kamu juga ikut membencinya?”

Sarman diam. Sungguh dia membencinya. Wajahnya mendadak muram, matanya berkilat, dan ada api kemarahan di sana. Tindy menangkap semua itu dan menemukan jawabannya. Memang benar, Sarman amat membenci ayah kandungnya. Ya Tuhan, bagaimana kalau kemudian dia tahu bahw Haryo lah ayah kandungnya?

“Sarman, betapapun buruknya dia, dia adalah ayah kandung kamu. Darahnya mengalir disepanjang nadimu. Kamu tak bisa mengingkarinya,” kata Tindy lembut.

Sarman mengusap matanya.

“Kamu juga harus tahu, bahwa perjalanan hidup manusia itu sudah digariskan dari Sana,” kata Tindy sambil jarinya menunjuk ke arah atas.

Sarman menatap Tindy lekat-lekat.

“Dan kita juga tak bisa mengingkarinya.”

Lalu Sarman menundukkan wajahnya.

“Kalau kamu benci, kalau kamu marah, mau marah kepada siapa? Kepada nasib? Kepada Allah Yang Maha Kuasa yang membuat hidupmu seperti ini? Sungguh, sebuah perjalanan hidup itu sudah diatur olehNya, Sarman. Kamu tahu itu?”

“Ya Bu,” Sarman menjawab lirih.

“Jangan pernah membenci siapapun, karena rasa benci hanya akan membuat kita sakit. Coba rasakan, ketika kamu merasa marah atau benci, pasti ada sesuatu yang mengganjal di dada kamu. Itu adalah rasa sakit, dan luka. Berbeda kalau kamu tersenyum, gembira, merasa suka apalagi sayang, yang terasa didada hanyalah rasa nyaman. Coba rasakan Sarman.”

Sarman mencoba memahani kata demi kata yang diucapkan oleh Tindy dengan lembut. Ia teringat pada almarhumah ibunya. Sungguh Tindy adalah pengganti ibunya, yang rasa sayangnya juga dia rasakan. Sarman merasa, bahagia memenuhi dadanya. Dan benar, bahagia itu adalah rasa suka, lalu ia tahu, memang benar yang ada hanyalah rasa nyaman.

“Apa kamu bisa menerima apa yang aku katakan?”

Sarman mencoba mengingat-ingat, ketika benci merayapi hatinya, setiap kali mengingat ayahnya yang begitu tega meninggalkan ibunya, dadanya terasa sakit. Iya benar, rasa benci itu menyakiti.

Sarman menghela napas panjang.

“Maafkan aku, kalau aku menyakiti kamu dengan kata-kata tadi.”

“Tidak … tidak Bu … saya merasa sedang bertemu dengan ibu saya. Saya bisa menerima apa yang Ibu katakan. Saya berterima kasih karena Ibu menunjukkan sebuah jalan bagi saya, agar hidup saya juga merasa nyaman. Saya akan mencobanya Bu, saya akan berusaha menghilangkan rasa benci itu. Terima kasih Bu,” kata Sarman yang kemudian berlutut dihadapan Tindy dan terisak di depannya.

“Aku memang Ibumu, anggap saja begitu, karena dalam hidup ini, aku akan merasa bahagia bila bisa membuat orang bahagia.”

Sarman mengusap air matanya, lalu mencium tangan Tindy lama sekali.

***

“Mas Danar, maafkan Hesti ya?” kata Hesti ketika sudah bisa menemui Danarto di kamarnya.

“Mengapa kamu minta maaf?”

“Aku yang mengajak Mas Danar makan soto, sehingga Mas Danar makan sangat banyak sambal, lalu ….”

“Tidak, aku sudah sakit sebelumnya, hanya saja aku tidak merasakannya. Jangan merasa bersalah.”

“Benarkah?”

“Ya, sekarang pulanglah, aku tidak apa-apa.”

“Danar, kamu harus banyak beristirahat," tiba2 Danis memasuki ruang rawat inapnya.

“Mana Desy?”

“Kamu belum ketemu dia?”

“Melihat dia di UGD tadi, belum sempat bicara.”

“Kangen ya?” goda Danis.

“Mana dong.”

“Kamu sakit, kayak anak kecil saja. Baiklah, aku panggilkan, tapi jangan banyak bergerak, kamu terkena tipes,” kata Danis yang kemudian keluar setelah mengangguk sekilas kepada Hesti yang berdiri terpaku didekat ranjang.

“Kamu pulang saja,” kata Danarto kepada Hesti.

“Ya Mas, aku pulang dulu, setidaknya sudah melihat keadaan Mas, besok aku kesini lagi.”

“Tidak usah bolak balik kesini, disini teman-teman aku semua.”

Hesti mengangguk, kemudian beranjak keluar. Ada pertanyaan mengganjal dalam hatinya ketika Danarto menyebut nama Desy dan Danis menggodanya.

“Ada hubungan apa mas Danar sama yang bernama Desy? Pacarnya? Aku kok ya tidak bertanya, apa mas Danar sudah punya pacar apa belum. Bagaimana kalau sudah? Kecewa berat dong aku. Bisakah aku merebut hatinya? Siapakah Desy, aku kok jadi pengin tahu,” kata batin Hesti.

***

“Desy, kamu ngapain di sini?” kata Danis yang melihat Desy duduk di ruang prakteknya, sendiri.

“Ini, lagi … “

“Kamu sama Danar lagi marahan?”

“Eh, nuduh sembarangan. Siapa yang marahan ?”

“Ya sudah kalau enggak, tuh, kamu dicari.”

“Dicari siapa?”

“Danar lah, dari tadi nanyain kamu terus. Heran, pacar sakit bukannya dirawat malah diacuhin.”

“Yee … pacar siapa?”

“Kamu selalu begitu deh, ya sudah … pacar atau bukan, temuilah dia. Kalau nggak, nanti sakitnya tambah parah lho.”

“Iya, sebentar … “

“Sekarang saja. Ayo, aku sudah berjanji mau memanggil kamu untuk dia.”

“Sudah nggak panas kan?” tanyanya sambil bangkit lalu jalan bersama ke arah ruang rawat Danarto.

“Sudah menurun, setelah diinjeksi tadi. Payah, kenapa bisa kena tipes sih? Makan sembarangan barangkali.”

“Namanya penyakit, suka-suka dia mau hinggap di mana,”  kata Desy seenaknya.

“Kamu bener-benar nggak lagi marahan sama dia?”

“Enggak. Nuduh sembarangan deh.”

“Habis sikap kamu aneh. Dari tadi seperti nggak peduli sama sakitnya dia.”

“Kan sudah ada sahabatnya yang merawatnya dengan baik.”

“Bagaimana dengan pacarnya?”

“Jangan sebut pacar lagi Danis. Kami tidak pacaran.”

Dan ketika Desy masuk ke dalam ruangan, maka Danis meninggalkannya. Tanpa mereka sadari, ternyata Hesti masih ada disekitar tempat itu dan menatapnya.

“Yang namanya Desy itu dokter? Dokter yang tadi? Oh iya, bukankah tadi aku sempat membaca namanya? Tapi aku tak mengira kalau yang dimaksud adalah dokter Desy. Pacarnya?” gumam Hesti sambil beranjak keluar, lalu memanggil taksi.

***

“Ada apa?” tanya Desy sambil duduk ditepi ranjang di mana Danarto berbaring,

“Aku sakit Des … “ katanya pelan.

“Iya aku tahu.”

“Kamu kok nggak peduli sih sama aku?”

“Kan sudah ada yang peduli.”

“Siapa?”

“Yang cantik dan sangat menghawatirkan kamu.”

“Hesti? Dia baru saja datang dua hari lalu. Rumahnya di Surabaya.”

“Iya aku tahu.”

“Dia sudah mengatakannya? Ibunya, dulu teman sekolah ibuku. Sekarang dia kuliah disini, kemarin aku mencari tempat kost didekat kampus dia,” terang Danarto pelan. Tubuhnya masih terasa lemas.

“Ya, aku juga sudah tahu. Dia menginap semalam di rumah kamu kan?”

“Dia datang sudah malam, saat aku pulang setelah mengantar kamu.”

“Dia cantik, dan tampaknya penuh perhatian.”

“Kamu cemburu?”

“Nggaaak, mengapa harus cemburu.”

“Kamu kelihatan nggak suka. Tapi aku senang kamu cemburu, berarti kamu cinta sama aku.”

“Ah ….”

Danarto tersenyum, walau wajahnya masih tampak pucat.

“Jangan pergi … Supaya aku cepat sembuh.”

“Manja.” sungut Desy. Tapi ia merasa iba melihat keadaan Danarto. Wajahnya pucat dan tampak sangat lelah. Ia juga lega karena Danarto masih membutuhkannya.

“Sudah, tidurlah.”

“Jangan tinggalkan aku, ya.”

“Ya.”

Lalu Danarto memejamkan matanya. Desy mulai meraba hatinya. Apa yang terjadi? Nggak mau mengaku cinta, tapi rasa cemburu itu ada.

“Ya Tuhan, benarkah ini cinta?”

***

Desy sampai di rumah ketika hari sudah sore. Ia meninggalkan Danarto saat dilihatnya Danarto sudah tertidur.

Ia melewati kamar Sarman yang terbuka, dan dilihatnya Tutut sedang bertanya-tanya tentang banyak hal. Desy tersenyum, kemudian beranjak ke kamarnya sendiri. Di ruang tengah dilihatnya ayah ibunya sedang duduk bersantai.

“Baru pulang Des ?” tanya ayahnya.

“Iya Pak, Mas Danar dirawat.”

“Lhoh, sakit apa?”

“Sakit perut, sepertinya tipes.”

“Bagaimana keadaannya?” sambung ibunya.

“Tadinya panas tinggi, sore ini sudah agak mendingan.”

“Mudah-mudahan segera sembuh,” kata ayahnya lagi.

“Bu, lihat tuh, Tutut sama Sarman kelihatan rukun sekali," kata Desy sambil tersenyum.

“Iya, Sarman itu kan pintar, kebetulan jurusannya sama, jadi Tutut bisa banyak bertanya.”

“Bagaimana kalau dijodohin ?” canda Desy.

“Tidaaak…” seru Haryo dan Tindy hampir bersamaan. Desy terkejut.

***

Besok lagi ya.

57 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah jeng Nani Juara 1 selamat ya...
      Saya baru pulang dari traweh kebetulan hari ini jadwal menerima tamy traweh keliling MUI Kel Antapani Kulon di RW-ku

      Delete
    2. Terima kasih bu Tien Ad..Ah episode 04 sdh tayang.
      Oh iya jeng WILLA L. SULLIVAN BOSTON, sdh berhabung di WAG PCTK mulai hari ini.
      Semoga krasan dan betah dengan kita2 yang di Indonesia.

      Delete
    3. Salem( Boston) Selasa 26 April 2022, salam hangat untuk semua ibu, bapak, penggemar PCTK! Terima kasih bunda Tien saya sudah membaca Aduhai Ah seri 8 pagi ini, selamat malam semua sahabat tetap semangat puasa tinggal berapa hari lagi, salam sehat ya!

      Delete
  2. Alhamdulillah ADUHAI-AH 04 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Terima kasih Bu Tien

    Sudah ada penampakan;

    ADUHAI AH yang ke empat.

    Mudah mudahan ada penjelasan diatas ambulan, agar tidak ada syak wasangka, siapa itu Hesti.

    Hesti Nurani rambutnya ekor-kuda, Anak Bu Sriani, sahabat ibunya Danar yang diterima kuliah di kota ini.

    Hemm cemburu dia, senyum lucu Danarto mengembang..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ha ha ha ha,

      Cengkulêknya..

      Keisengan Desy disambut paduan suara nada Alto dan Tenor dari ortunya, syairnya yang terucap "Tidak.."

      Sik sik sik, åpå kuwi -cêngkulêknya-

      Oo kuwi padha baé; rupanya = jêbulé.


      Nah lho sama sama seirama; penasaran, mengapa tidak boleh, karena Sarman hanya sopir kampus kah?.

      Wah mulai ada pemberontakan di hati para remaja atas nama hak asasi kebebasan berekspresi tentang rasa cinta..

      Iho
      håråtånåyå piyé kuwi hayo,
      sampai kapan mereka berdua di sadarkan hubungan terlarang ini?


      Sekali lagi

      Terimakasih Bu Tien,

      Sehat sehat selalu doaku,
      Sedjahtera dan bahagialah bersama keluarga tercinta
      🙏

      Delete
  4. Alhamdulillah udh tayang , terima kasih Bunda

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sdh tayang ... salam sehat bu Tien

    ReplyDelete
  6. Alhamdullilah AA 04 sdh tayang bund..terima ksih..slm sehat selalu dri skbmi unk bunda sekeluarga🥰💖🙏

    ReplyDelete
  7. Aduhaixa ada muncul lagi hehehe mdh2n anak tirixa p harjo yg 2 org itu ikut nimbrung mesti tambah ramai ya hehehe
    Butien emang amazing tenan

    ReplyDelete
  8. Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah sdh tayang ... salam sehat bu Tien. Kok gak bisa terkirim ya

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillsh
    Sdh hadir
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, maturnuwun bu Tien
    salam sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah ADUHAI-AH 04 telah tayang, terima kasih mbak Tien,salam sehat dan semoga selalu berbahagia bersama keluarga. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah berkunjung.
    Tiidaaakk...., Tentu saja membuat Desy terkejut. Nahh ...beri tahu Tutut bahwa mereka tidak bisa hidup bersama.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH...

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah suwun ibu.
    Mugi Allah tansah paring karaharjan kasarasan dumateng ibu sekeluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  15. Wow.. makin unyu2..top markotop Bu cantik memang aduhai.. salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA 🙏 mr wien

    ReplyDelete
  16. Wah,bisa tidur nyenyak.
    Desy masih malu2 kucing
    Hesti km jangan genit ya.
    Semoga Danar cepat sembuh
    Wah semoga Tutut jangan sampai suka sama Sarman. Sarman sm Hesti aja ya mb Tien
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.. salam kenal bu tien..

    ReplyDelete
  18. Waduuuh...Sarman hrs segra diberitahu klo bapaknya itu Haryo...jgn sampe keburu jatuh hati sm Tutut...

    Desy...akuinaja kata hatimu...cinta itu..😊

    Makasiih bu Tuen AA04nya..
    Memang benar2 aduhaiii...

    Salam sehat selaku n aduhaii..🙏🌹

    ReplyDelete
  19. Eaaa.a.hampir kecolongan ...seperti kisah dian suka sama dina ya ..hehe...
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  20. 𝐓𝐡𝐚𝐧𝐤𝐬 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐞𝐩𝐬 4 𝐬𝐝𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐭𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡 𝐚𝐬𝐲𝐢𝐢𝐤 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐜𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚..𝐥𝐢𝐤𝐮² 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 & 𝐓𝐢𝐧𝐝𝐲.

    ReplyDelete
  21. Terima kasih banyak mbak tien, semoga mbak tien sehat selalu.
    Sarman dan tutut tanpa sadar sedang menempuh jalan yg sangat berbahaya. Mudah²an mereka segera menyadari.

    ReplyDelete
  22. Semoga sakitnya Danar merupakan cara mendekatkan Desy dgnnya, sehingga keduanya menyatakan siap jadi pacar dan bahkan sbg suami isteri...

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah terimakasih mbak Tien salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun bunda Tien Aduhai 4 sdh hadir....asyik Desy cemburu tanda ada cinta..

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah......ADUHAI AH 4 dah tayang

    Mksh bu Tien...
    Heeeem....Desi cemburu ni yee

    ReplyDelete
  26. Desy cem cem nih wah pasti deh makanya hrs tenan cinta ma dr Danarto.Tutut ma Sarman dasar Desy jail ya pasti Tindy ma Haryo bersamaan bicaranya la se darah gak blh nikah bahaya deh

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah,matur nuwun bu Tien 🤗💖
    Memang Aduhaaii ah ,,cirinya Desy

    Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien

    ReplyDelete
  28. Bu Tien paling pinter bikin gemess. Ahh aduhaii❤❤

    Makasih bu Tien👍💗

    ReplyDelete
  29. Horeeee.... ternyata sdh tayang
    Rapell...3 episode
    Cerita yg menarik...
    Ahh... Aduhaiii 😁
    Salam sehat kagem mbak Tien 🥰

    ReplyDelete
  30. Ah..ah...ah...terus sih Desy
    Trimakasih bu Tien salam sehat selalu .

    ReplyDelete
  31. Desy desy klau cinta bilang aja cinta sama danar...nunggu opo meneh to des des....opo nunggu danarto di ambil orang hehehe
    ....tarima bu tien

    ReplyDelete
  32. Semakin menarik...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, suwun Bu Tien....salam sehat selalu....😊🙏🙏

    ReplyDelete
  34. Desy loving you what can i do best.. itu yg pernah aq baca? Knp mengingkari hati nurani? Nti ketika Danarto melabuhkan hati ke Hesti hatimu sakit... Rasa cemburu itu dtg... Segeralah kalian resmikan hub...sdh ckp lama Danarto menunggu. Benar kata Danie...apalg yg ditunggu? Sdh sm2 mapan... Biarlah Hesti mencr arjunanua? Siapa tahu berjodoh dg Sarman? Sptnya rmh Sarman yg dikontrak Desy... Semoga. Tutut akan ketemu jodohnya nti. Slm seroja mb Tien demikian pula utk para pctk🤗

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yeiy... Tau aja nebak alur cerita bu Tien. Beliau paling hobi bisa ngaduk-aduk perasaan loh... Ah.

      Delete
  35. Alhamdulilah.. yang selalu dinanti tayang, mksh bunda Tien salam sehat selalu dan ah..ah..ah aduhai maaf terbalik..😊😊

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah ADUHAI AH 04 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu
    Salam sehat dan ADUHAI AH

    ReplyDelete
  37. Terima kasih bu Tien, AA04 sdh hadir, Tindi dan Haryo kompak banget bilang tidaaak nya.. bikin Desy curiga..

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah ADUHAI AH 04 sdh hadir
    Matursuwun Bu Tien, semoga sehat selalu
    Salam sehat dan selalu .... ADUHAI AH

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, salam sehat bu Tien
    Aduhhaiii....sungguh manis sekali ceritanya ....

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  41. Alhamdulilah , teria kasih bu tien....salam sehat

    ReplyDelete
  42. Assalamualaikum wr wb. Ya, Desy tentu saja terkejut, krn tdk tahu asal muasal Sarman. Maka sebaiknya pak Haryo sgr memberitahu Sarman, siapa sebenarnya. Maturnuwun mbak Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  43. Hadeh...
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  44. Sehat ibu Tien blm tayang ya ...apa libur

    ReplyDelete