ADUHAI AH 02
(Tien Kumalasari)
Danarto mendekati teras rumahnya, perlahan, dan ketika
menaikinya, gadis yang semula duduk diam kemudian berdiri. Danarto tak tahu,
siapa gadis itu. Wajahnya cantik, tubuhnya semampai, berpakaian sederhana tapi tampak
manis. Ia tersenyum ke arah Danarto sambil menatapnya lembut. Danarto terpaku
ditempatnya berdiri. Ia terus mengingat-ingat, siapa gadis itu, yang seakan
sudah mengenalinya.
“Mas Danarto,” sapa lembut itu terdengar seperti
menggelitik telinganya.
Danarto menatapnya. Ia belum teringat juga.
“Mas Danarto lupa sama saya? Saya Hesti.” Gadis itu
menerangkan. Sekilas Danarto pernah mendengar nama itu, tapi lupa dimana.
“Hesti Nurani,” lanjutnya.
Danarto masih menatapnya. Celakanya susah sekali
menangkap nama itu datangnya dari mana dan kapan mereka bertemu.
“Ingat bu Sriani?”
Danarto kemudian ingat, sahabat ibunya ketika masih
sekolah dan sering diceritakan padanya. Mereka jarang bertemu karena kemudian
bu Sriani pindah ke Surabaya, lalu bertahun-tahun kemudian juga belum pernah
bertemu lagi. Tapi ketika ibunya meninggal, ia tahu bu Sriani datang melayat.
Tidak lama, kemudian langsung kembali ke Surabaya. Ia bersama … haaa … gadis
ini yang bersama bu Sriani waktu itu. Agak berbeda sih, itu tiga tahun yang lalu,
dan tentunya waktu itu masih seorang gadis kecil.
“Kamu … gadis itu?”
Sekarang senyuman Hesti melebar, merasa lega karena
Danarto mengingatnya.
“Kamu dari Surabaya?”
“Ya, Mas.”
“Sendiri?”
Gadis itu mengangguk. Danarto mempersilakannya duduk,
lalu dia duduk di depannya.
“Ada keperluan di kota ini?”
“Saya diterima kuliah di kota ini.”
“Oh …”
“Ibu menyuruh saya menemui Mas Danar.”
“Mm_maksudnya … mau … tinggal disini ? Tapi aku .. eh
… maaf, aku tidak bisa menerimanya, kan … aku tinggal sendirian disini, jadi …
nggak enak kalau …”
“Iya, saya tahu. Saya tidak ingin tinggal disini, tapi
Mas Danar barangkali … bisa mencarikan tempat kost … yang dekat dengan kampus …
sehingga …”
“Baiklah … baiklah, aku mengerti. Sebentar … aku
buatkan minum,” kata Danarto yang kemudian beranjak membuka pintu rumah,
kemudian masuk ke dalam.
Hesti duduk menunggu. Ia senang bisa bertemu Danarto,
yang kemudian diam-diam dikaguminya.
“Hm, ganteng, berwibawa. Kata ibu dia seorang dokter,
dan ibu juga senang kalau aku bisa berjodoh dengannya. Aduh, itu kan gurauan
ibu ketika aku mau berangkat. Sekarang aku benar-benar sudah bertemu dengannya,
dan dia memang menarik sih. Aduh, malu aku pada diriku sendiri. Nggak pantes
juga cewek naksir cowok duluan. Senang barangkali kalau bisa tinggal
bersamanya. Hiih, ngaco. Itu memalukan, tahu!” batin Hesti yang berkecamuk
memenuhi kepalanya. Tapi lamunan itu terhenti ketika Danarto keluar dengan
membawa botol minuman yang kemudian diletakkan di meja.
“Silakan diminum dulu,” katanya sambil duduk.
“Terima kasih,” jawab Hesti sambil meraih minuman yang
tutupnya sudah dibuka terlebih dulu oleh Danarto.
Danarto tersenyum, melihat gadis itu tampak kehausan.
“Sudah lama menunggu disini?”
“Lumayan, sekitar dua jam.”
“Wah, maaf ya, aku tadi mampir-mampir juga. Mampir ke
masjid, mampir makan. Oh ya, kamu sudah makan?”
“Mm … belum, tapi nggak apa-apa, tadi sudah makan roti
di jalan.”
“Akan aku pesankan makan ya. Mau makan apa?”
“Jangan merepotkan.”
“Tidak. Akan aku pesankan sebentar. Nasi gudeg ya,
atau nasi liwet?”
“Terserah mas Danar saja,” katanya kemudian, tersipu,
karena sesungguhnya dia memang lapar.
Danar memesankan makanan melalui pesan online,
kemudian dia masuk ke dalam.
“Dia baik banget. Apa aku terlihat lapar ya, sehingga
dia kemudian menawarkan makanan. Memang sih aku lapar, kan sejak siang aku
belum makan?” gumamnya lirih. Ia juga merasa letih. Kemudian disandarkannya
tubuhnya di kursi itu. Hari sudah malam, dan duduk di teras membuatnya ke
dinginan. Angin malam yang menerpa hampir membuatnya menggigil. Ia mengambil
jacket yang ada di dalam tas nya, lalu dipakainya.
Danarto keluar dan tersenyum melihat Hesti sudah
memakai jacket.
“Maaf, ayo masuklah, udara sangat dingin,” katanya
sambil mempersilakan masuk. Hesti mengikutinya.
Rumah itu memang tidak begitu besar. Kamar tamunya
tampak bersih dan rapi. Rupanya walau seorang pria tapi Danarto rajin menata
rumahnya. Diam-diam Hesti mengagumi tatanan ruang tamu itu. Ia melihat ada
bunga mawar dari plastik yang tampak bersih di atas meja kecil di sudut
ruangan. Ada foto Danar bersama ibunya
terpampang di dinding.
“Aku sudah membersihkan kamar itu. Untuk malam ini,
tidurlah disini. Besok aku akan mencarikan tempat kost yang tidak jauh dari
kampus.”
“Terima kasih Mas.”
“Langsung masuk ke kamar saja, barangkali ingin mandi
dan berganti pakaian, sambil menunggu pesanan makanan,” kata Danarto
mempersilakan. Hesti mengikutinya.
Kamar itu kecil. Tapi bersih dan rapi. Ada tempat
tidur agak besar yang sudah dialasi dengan seprei yang tampaknya belum lama di
gelar. Seprei dan sarung bantal berwarna biru muda yang cantik.
“Ini dulu kamar almarhumah ibuku,” kata Danarto
menerangkan.
Hesti mengangguk sambil meletakkan kopor yang
dibawanya disamping tempat tidur.
“Itu kamar mandinya, dan silakan beristirahat dulu,”
kata Danarto sambil keluar dari sana.
Hesti mengangguk. Kalau pantas, ingin rasanya ia minta
agar diijinkan tinggal di rumah ini saja. Tapi kan Danarto keberatan. Pria itu
terlalu santun untuk membiarkan seorang gadis tinggal bersamanya, sementara dia
kan masih bujangan.
***
“Kemana saja kamu tadi?” tanya Desy kepada Tutut,
ketika mereka berdua sudah berada di kamar. Mereka tidur satu kamar. Tutut tak
pernah mau tidur sendiri.
“Beli buku, kemudian aku ditraktir bakso sama mas Sarman.”
“Hm, enaknya. Kenapa aku nggak dibawain?”
“Mbak Desy nggak bilang sih.”
“Kamu juga nggak bilang kalau mau beli bakso.”
“Tiba-tiba saja pengin. Eh, aku yang ngajak, mas
Sarman yang bayarin.”
“Iya dong, malu cowok ditraktir cewek.”
“Iya juga sih.”
“Lain kali kalau ngajakin, kamu bilang dulu, mas kali
ini aku pengin mentraktir, jadi biarkan aku yang bayar ya, gitu lhoh.”
“Memangnya Mbak juga begitu, kalau pengin mentraktir
mas Danar?”
“Ah, mau tahu saja.”
“Yeey, tuh kan, saatnya ditanya nggak mau jawab. Tapi
kalau pacaran sudah lama tuh kan nggak apa-apa ya sesekali mbayarin makan.”
“Siapa yang pacaran?”
“Lha mas Danar itu bukannya pacar Mbak?”
“Bukan."
“Bertahun-tahun bersama, bukan pacaran? Bapak sampai
bertanya tadi, bagaimana hubungan Mbak sama mas Danar.”
“Biasa saja. Kami berteman dekat, jalan bareng, makan
bareng, kerja juga kebetulan satu rumah sakit, tapi bukan pacaran.”
“Aneh.”
“Kok aneh?”
“Mas Danar itu kelihatan banget kalau sangat mencintai
Mbak Desy.”
“Aku belum berani jatuh cinta.”
“Sudah jatuh cinta ‘kali, cuma saja malu mengakui.”
Desy menghela napas panjang. Ia selalu bertanya pada
dirinya, apakah dia mencintai Danarto? Tapi seperti selalu dikatakannya, ia
takut. Bukan takut mengakui,, atau malu, tapi takut benar-benar mencintai.
“Nanti kalau tahu-tahu mas Danar digaet cewek lain,
baru tahu rasa,” kata Tutut sambil memeluk gulingnya.
“Iih, kok nyumpahin sih.”
“Bukan nyumpahin. Hal itu bisa saja terjadi lhoh. Mas
Danar itu kan ganteng, pintar, baik hati. Nggak mungkin dong kalau nggak ada
yang naksir.”
Desy diam. Ia belum bisa membayangkan, bagaimana kalau
Danar benar-benar digaet cewek lain seperti kata adiknya. Mungkin tak peduli,
tapi mungkin juga sakit hati.
“Ketakutan jatuh cinta itu tak beralasan. Jangan
bercermin kepada sesuatu yang Mbak pernah lihat dan yang tidak menyenangkan.
Nasib seseorang itu kan tidak sama. Bisa jadi beruntung, tapi mungkin juga
tidak beruntung. Dikhianati, ditinggal selingkuh.”
“Heeeehhh, cerewet, kamu kok tiba-tiba seperti
nenek-nenek sih. Tahu aja tentang cinta.”
“Barusan baca sebuah novel. Tentang seorang gadis yang
menolak cinta seorang pria, tapi ketika pria tersebut kemudian menikah dengan
gadis lain, dia menyesalinya.”
Desy termenung.
“Jangan pernah meragukan cinta mas Danar. Dia baik kok.
Jangan sampai Mbak menyesalinya.”
Desy menutup matanya sambil membalikkan tubuhnya
membelakangi adiknya. Tutut diam, lama-lama kantuk juga menyergapnya.
***
Hari itu Desy sudah selesai praktek. Saatnya istirahat
dan makan siang, tapi seharian dia tak melihat Danarto. Biasanya Danarto masuk
ke ruangannya lalu mengajaknya makan, tapi sampai lewat jam makan, Danarto
belum tampak juga.
Desy berdiri, lalu melangkah ke ruang Dararto
berpraktek, tapi yang ada diruangannya adalah dokter Danis.
“Danar tidak masuk hari ini, aku yang
menggantikannya,” kata dokter Danis.
“Oh?”
“Dia tidak menelpon kamu?”
Desy menggeleng.
“Sakit barangkali. Tadi dia hanya bilang bahwa aku
diminta menggantikannya.”
“Oh, baiklah. Terima kasih.”
“Mau makan bareng aku?” dokter Danis menawarkan.
“Di kantin?”
“Terserah kamu saja.”
“Baiklah, di kantin saja.”
Lalu keduanya makan berdua di kantin. Tapi selama
makan itu Desy selalu memikirkan Danarto. Desy mencoba menelponnya, tapi tidak
diangkat.
“Benarkah dia sakit?” gumamnya pelan.
“Khawatir ya?” goda dokter Danis.
“Bukan. Kemarin dia baik-baik saja,” tukas Desy.
“Penyakit terkadang datang tanpa permisi. Sekarang
merasa sehat, sorenya jatuh sakit.”
“Iya juga sih.”
“Telpon saja dia.”
“Sudah, tidak diangkat.”
“Kalau begitu ada baiknya di samperin ke rumahnya. Mau
aku antar?”
“Tidak, terima kasih. Gampang, nanti aku mampir ke
sana.”
“Syukurlah.”
Dokter Danis adalah dokter penyakit dalam, seperti
juga Danarto, tapi Danis sudah berkeluarga. Dua tahun lalu dia menikah dan
sudah di karuniai seorang anak. Dulu Danis pernah menyukai Desy, tapi ia
melihat Desy sudah sangat dekat dengan Danarto, jadi dia merasa lebih baik
mundur saja. Lalu dia menemukan seseorang, bukan dokter, tapi kemudian merasa
cocok dan kemudian menikahlah mereka.
“Kapan kalian menikah?” pertanyaan Danis
mengejutkannya.
“Apa?”
“Sudah lama kalian pacaran. Kapan menikah?”
Setiap orang mengira Desy dan Danarto pacaran, tapi
Desy selalu mengingkarinya. Ia tak ingin disebut pacaran.
Karenanya Desy hanya mengangkat bahu mendengar
pertanyaan itu.
“Jangan lama-lama pacaran. Nungguin apa sih? Kalian
sudah sama-sama cocok, serasi. Teman-teman sudah pada menunggu undangan
pernikahan kalian lhoh.”
Desy tersenyum tipis, tapi manis. Dulu Danis sangat
mengagumi senyuman itu.
“Serius Des. Segeralah menikah,” ulang Danis.
“Doakan ya.”
“Pasti aku doakan. Lihatlah aku. Aku sudah punya
seorang anak, dan itu sangat membahagiakan. Anak itu adalah karunia dari sebuah
pernikahan. Kamu harus segera menyusulnya.”
Desy hanya mengangguk-angguk. Begitu selesai makan,
Desy kembali menelponnya, tapi belum
juga Danarto mengangkatnya. Desy mulai merasa gelisah.
Lalu dia merasa heran pada hatinya. Mengapa gelisah
hanya karena tidak tahu apa yang terjadi padanya?
***
Siang itu Sarman datang dan menemui Haryo dan Tindy
yang sedang makan siang bersama. Desy dan Tutut belum pulang.
“Sarman, ayo makan sekalian.”
“Saya nanti saja Bu.”
“Sudah, nanti … nanti … selalu begitu kalau disuruh
makan. Kamu belum makan kan?”
“Ayolah,” kata Haryo memaksa.
Akhirnya Sarman menurut, duduk didepan mereka.
“Kamu tidak kuliah?” tanya Haryo.
“Tidak, saya mengurus rumah, yang kebetulan ada yang
berminat mengontrak.”
“Bagus. Akhirnya kamu mau. Tidak usah mencari harga
tinggi, yang penting ada yang mengontrak, sehingga ada yang merawatnya. Kecuali
itu, rumah disini cukup besar, mengapa kamu tidak mau tinggal disini?” sambung
Haryo.
“Bertahun-tahun aku memintanya, dia tidak mau juga,
sykurlah sekarang kamu bersedia,” sambung Tindy.
“Saya takut lebih menyusahkan.”
“Kamu itu sudah seperti anakku sendiri, jadi jangan
sungkan,” kata Tindy lagi.
“Ya Bu.”
“Oh ya, hari ini Tutut pulang jam dua. Tadi aku janji
mau menjemput dia, tapi karena ada kamu, kamu bisa kan menjemputnya?” tanya
Haryo.
“Iya, dia tidak membawa mobil karena bareng temannya,”
sambung Tindy.
“Baiklah, setelah ini saya akan menjemputnya.”
“Bawa mobilku saja ya Man.”
“Baik pak.”
***
“Mas, ada baiknya kita segera mengatakan pada Sarman,
bahwa Mas adalah ayah kandungnya,” kata Tindy ketika sedang santai diruang
tengah setelah makan.
“Jangan dulu. Kita cari waktu yang tepat,” kata Haryo.
“Kapan waktu yang tepat itu? Kita sudah merawatnya
selama tiga tahunan, dia berhak tahu.”
“Nanti saja setelah selesai kuliah.”
“Kenapa sih Mas.”
“Aku takut dia membenci aku.”
“Masa dia akan membenci ayahnya sendiri?”
“Dia pernah bilang bahwa sangat membenci ayahnya
karena telah meninggalkan ibunya sejak dia masih dalam kandungan.”
“Dia kan sudah dewasa, aku yakin dia akan mengerti.”
Haryo menghela napas berat.
“Ya, tapi nanti dulu, tunggu dia selesai kuliah.”
“Mas sangat takut dia membenci Mas? Bukankah selama
ini kita telah berbuat baik sama dia, dan membekali hidupnya dengan
menyekolahkannya ke jenjang yang lebih tinggi?”
“Iya.”
“Dia akan mengerti, dan tak mungkin akan membenci
ayahnya yang telah menebus kesalahannya dengan merawatnya sabaik itu.”
“Takutnya, setelah mendengar tentang hal itu,
sementara kuliahnya belum selesai, kemudian dia marah dan mogok tidak mau
melanjutkan kuliahnya, bagaimana?”
Tindy kemudian mengerti. Memang benar, hal itu bisa
saja terjadi.
“Baiklah, kemungkinan di tahun depan dia sudah akan
selesai. Anak itu memang sebenarnya pintar.”
“Benar. Jadi kamu setuju kan, membuka rahasia ini
setelah dia selesai kuliah?”
“Ya, aku bisa mengerti. Baiklah.”
***
“Kok mas Sarman yang jemput aku?” tanya Tutut ketika
melihat Sarman yang menjemputnya.
“Bapak yang meminta aku menjemput. Tidak apa-apa kan?”
“Ya tidak, bagi aku sama saja, yang penting dibawa
pulang.”
“Iya lah, masa aku akan membawa kamu lari?”
Tutut tertawa lebar, kemudian masuk ke dalam mobil.
“Beli rujak dulu yuk,” ajak Tutut.
“Rujak? Kayak orang ngidam deh.”
“Memangnya yang boleh makan rujak cuma orang yang lagi
ngidam?”
“Iya juga sih.”
“Udara sangat panas, enaknya makan rujak.”
“Baiklah, tuan puteri,” kata Sarman bercanda.
“Terima kasih, pangeran …” Tutut balas bercanda.
“Kok pangeran sih?”
“Disamping tuan puteri pastilah pangeran dong, nggak
mungkin tukang kuda.”
“Bisa saja tukang kuda. Tukang kuda yang beruntung,
dan bisa menjatuhkan hati tuan puterinya.”
“Wah, kalau itu adanya di dalam dongeng. Dongeng ibu sebelum
kita tidur. Ya kan?”
“Iya benar. Lalu tukang kuda itu mendapat hukuman dari
raja, karena berani jatuh cinta sama sang tuan puteri.”
“Dan puteri itu melarikan diri karena cintanya
dihalangi oleh ayahandanya.”
Lalu keduanya tertawa terbahak-bahak.
“Kok dongengan kita bisa klop sih.”
“Biasanya begitu alur sebuah dongeng. Lalu tuan puteri
dicolong oleh raksasa, dan raja mengadakan sayembara, siapa yang bisa merebut
kembali akan dinikahkan dengan sang puteri,” kata Sarman.
“Dan tukang kuda lah yang berhasil menyelamatkannya,
lalu keduanya dinikahkan,” sambung Tutut. Lalu keduanya terkekeh bersama,
sampai kemudian sampai di warung tukang rujak yang diinginkan Tutut.
***
Desy berhenti di halaman rumah Danarto dengan hati
berdebar. Mobil Danarto ada di halaman, dan rumahnya terbuka.
“Berarti dia tidak sakit,” gumamnya lega.
Desy terus melangkah mendekati rumah, lalu tiba-tiba
langkahnya terhenti ketika melihat seorang gadis keluar dari pintu.
***
Besok lagi ya.
Naaah...
ReplyDeleteAlhamdulillah,
DeleteMb Iyeng lali karo alu to?
Kita kan teman sekolah
Aku pernah ke rumah njenengan...di Bendan to?
Jeng Iyeeeng... Juaranya
DeleteMtnuwun mbk Tien, Aduhai Ah...
Selamat jeng Iyeng....itu lho ada yang nyapa njenengan.....
DeleteWis ngilang jeng Wiwik beliaunya mungkin asyik baca....
Alhamdulillah .....
ADUHAI ...AH episode_02 sdh tayang, terima kasih bunda Tien Kumalasari.
Salam sehat.
Mbak Wiwik Nur Jannah...yuk WA nan saja ben jelas. Hub aku di 08179226969. Maturnuwun...
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteSami2
DeleteSithik men Nanaaaang, kok ra crigis
Ha ha ha ha,
DeleteRupanya takut kehilangan;
Haryo takut kehilangan anak lanang.
Keterlambatan memberitahu?
Haryo nggak pรฉdhรฉ. Kalau Sarman itu darah dagingnya, takut Sarman ngamuk.
La Desy senengnya ngambang kalau ditanya soal hubungannya sama Danarto,
Hari itu rencana mencarikan kos kosan, untuk adik Hesti, dan Danar yang memang berkeinginan menjauh dari kesibukan; mematikan ponselnya, biar tidak mengganggu acara mencarikan tempat kos yang deket kampus.
Nah membuat hati Desy gรชrah apa lagi semalam dikompori Tutut.
Nah lho di rumah Danar ada gadis muda cantik lagi.
Kremut-kremut Karo mrengut, ya udah balik kanan maju jalan gerak!
Wuah Danar mbingungi ..
Tutut ingat cerita anak-anak dongeng sebelum tidur, sampai terlelap, ngebayangin pangeran yang selalu ada untuknya mengawal sang putri, nggak tahu kalau Sarman itu kakaknya.
Kelingan Adhit kelabakan dilarang sama Galang, lha wong Dina itu adiknya.
Sing tuwa waรฉ ndadak pakรฉ menunda-nunda memberi tahu, iya tahunรฉ wis kadung di bacรชm.
Terimakasih Bu Tien,
ADUHAI AH yang kedua sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
sedjahtera dan bahagialah bersama keluarga tercinta
๐๐ป
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteAlhamdulillah Aduhai 2 tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang. Trimakasih bu Tien. Salam aduhai
ReplyDeleteAduhai...selamat malam bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang yg kutunggu tunggu mksh bu Tien smoga sehat sll
ReplyDeleteAlhamdulillah ADUHAI-AH 02 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, AA2 sdh tayang, matur nuwun mb Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu. Aamiin
Yang ditunggu2 telah datang
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bu TIEM
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
ReplyDeleteMksh bu tien ...sehat selalu njih
ReplyDeleteNaahhh.... rame.... terima kasih mbu tien... sehat, semangat Aduhaaai ah....
ReplyDeleteAh Desy kaget ada gadis cantik di rumah Danar,akan masukkah Desy ke rumah Danar atau balik lagi dengan cemburu nya? Besok lagi kita baru tahu ha ha ha Salam Aduhai mbak Tien.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteWow. Jos gandos..makin seru.. mantab.. makasih Bu cantik. Salam sehat selalu dan bahagia bersama keluarga Amin YRA ๐ mr wien
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeletesehat selalu bu Tien
Aduhai ah
....๐
Hemt.....desi pasti akan pergi karena melihat hesti.....
ReplyDeleteTks bu tien salam sehat.... mulai ada riak2 yg mengganggu ketenangan desy
ReplyDeleteMbak Tien sayang, maturnuwun sudah menayangkan AA 02. Hm...belum-belum sudah ada salah paham nih gara-gara Hesti (dulu, ada lagu : Oo...oo Hesti, mengapa wajahmu mirip dia. Dia yang selalu kucinta...๐ต๐ต)
ReplyDeleteBakal seru nih..
Dan, aha...awas tuh, Tutut dan Sarman sebentar lagi terlibat cinta terlarang karena ternyata saudara seayah.
Masya Allah...ide cerita mbak Tien seperti sumber mata air yang tak pernah kering, mengalir terus dan dengan sangat murah hati dibagikan pada kita dan ribuan pembaca di luar pembaca blog ini, dibagikan entah ke berapa grup WA.
Semoga menjadi amal jariyah mbak Tienku sayang...dan yang tega mencurangi seperti yang mengaku sebagai penulis "LASTRI", semoga punya iktikad baik untuk mengakui kesalahannya serta menyelesaikannya dengan cara yang terpuji. Aamiin
Selamat berkarya mbakyuku sayang..
Dia yg meninggalkan aku
DeletePergi entah kemana
Oooh Hesti....kau datang di kala aku rindu
Rindukan belaian masih
Yg kini telah jauh
ADUHAI AH
Alhamdulillah, waduh.. Desy pasti cemburu dan salah paham ada cewek cantik di rumah dr.Danar, terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteAah .. Naah... nan Aduhai .. hehehehe .. trimakasih mbak Tien .. aalam sehat bahagia mulia
ReplyDeleteCerita baru. Semangat baru. Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSemoga Ibu Tien selalu sehat dalam lindungan Allah SWT
ReplyDeleteAduhai ....pasti Aduhai.....bikin penasaran pembaca...
Terima kasih banyak mbak tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMbak tien paling bisa membuat pembaca bingung. Bakal ada konflik antara danar dgn dessy. Bakal seru nih.
ReplyDeletePuji Tuhan, AA02 sdh tayang tetap bikin penasaran.
ReplyDeleteSemoga Desy tidak emosi apa lagi patah hati setelah melihat Danarto bersama Hesti.
Monggo dilanjut aja ibu Tien, matur nuwun Berkah Dalem.
Aduh... baru no 2 kok sudah seru, jangan jangan antar tutut dan sarman ada rasa ,,,๐ญ๐ญ
ReplyDeleteDuhai ,, ๐ญ๐ญ
Aduh...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
๐๐ฅ๐ก๐๐ฆ๐๐ฎ๐ฅ๐ข๐ฅ๐ฅ๐๐ก...๐๐ฎ๐ฐ๐ฎ๐ง..๐๐๐
ReplyDeleteWahh, perasaan mulai harus siap diaduk-aduk bu Tien. Aduhaii ❤❤
ReplyDeleteAlhamdulillah.matur nuwun cerbungnya zenk Tie..sehat,semangaat,succealues sel
ReplyDeleteZenk Tien
DeleteWaduuh...Hesti yg klr dr rmh tuh...
ReplyDeleteGmn perasaan Desy yaa...
Trimakasih bu Tien..AA02nyaa...
Salam.sehat dan aduhaiii...๐๐น
Alhamdulillah ..trima kasih bu Tien dan Aduh nih cerita ahkir2nya pelakor tp semoga Saja Desy membuka diri u Danarto dan pengalaman liat Hesti ada di rumah Danarto puyeng kan ..di bilangin wah ..hayo yg Ada Danarto nantinya dekat dgn Hesti ..udah ngalah klu PHP trus Desy...lbh muda dan cantik
ReplyDeleteCemburu tuh Desi.Makanya jangan digantung terus Danarnya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Aduhai
Ketika ada gadis lain yg akhirnya menarik hati Danarto jgn salah klubakhirnya berpaling? Ayo Desy klu jodohmu Danarto segera halalkan... Jgn smp Danarto keburu jatuh cinta sm Hesti yg cantik dan terpesona? Bgmn pula dg Tutut d Sarman jgn smp terjd incest? Mgknkah rmh Sarman yg akan dikontrak Danarto utk Hesti? Bener2 Aduhai bikin teka teki. Slm seroja utk mb Tien dan para pctk dmnpun berada๐ค
ReplyDeleteLah Des Des klau sampai Danarto berpaling baru tau rasa kamu.....apa yg menjadi ketakutan mujatuh cinta akan terjadi...trims Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, cerita baru "aduhai ah" makin aduhai saja ...
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
Bahasanya bu Tien heboh loh, kekinian bangetlah
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien yang makin ADUHAI
ReplyDeleteSalam sehat selalu, SELAMAT BERPUASA ROMADHON 1443 H
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien untuk ADUHAAIInya
ReplyDeleteBetul2 aduhai,,, Sarman blm tahu tok kl anaknya Pak Haryo,,,piye,,๐คญ
Salam Sehat wal'afiat semua ya bu Tien ๐ค๐ฅฐ
Aduhai ah! Judulnya unik sangat bun.
ReplyDeleteTerima kasih ceritanya ya bun.
Moga bunda tien beserta keluarga selalu diberikan kesehatan.
Alhamdulillah ADUHAI-AH 02 telah tayang, terima kasih mbak Tien,salam sehat dan bahagia selalu. Aamiin YRA.
ReplyDelete๐๐น๐ฅ๐บ๐ท๐ธ๐ฎ๐ต️๐ป๐ผ๐๐๐๐พ๐ฑ๐ฟ๐☘️๐
ReplyDeleteTerima kasih bunda..Aduhai Ah 02 sdh tayang..slm sht sll dri skbmi๐ฅฐ๐น๐
ReplyDelete