Tuesday, February 15, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 40

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  40

(Tien Kumalasari)

 

“Kamu menangis?” lirih Haryo sambil membuka matanya, ketika mendengar isak Desy.

“Sebaiknya Bapak pulang, supaya ada yang merawat Bapak,” Desy terisak.

“Bapak bukan anak kecil. Jangan khawatir. Bapak punya rumah sendiri,” kata Haryo sambil menggenggam erat tangan Desy.

Desy ingin mengatakan sesuatu, tapi Haryo sudah memejamkan matanya kembali. Desy mengusap air matanya.

Danarto mendekat, memegang bahunya lembut.

Desy menatapnya, dengan pandangan penuh terima kasih karena Danarto selalu mendukungnya.

“Mas, kamu pasti capek, pulanglah.”

“Kamu yang harus pulang, biarlah aku yang menunggui Bapak.”

“Mana bisa begitu Mas.”

“Bisa dong Des, ayolah, kamu juga tidak boleh capek.”

“Nggak apa-apa Mas, ini demi Bapak. Saya nggak enak sama kamu, karena terlalu banyak merepotkan kamu.”

“Siapa bilang aku repot. Ini juga demi Bapak … calon … mertua aku,” kata Danarto sambil tersenyum penuh arti.

“Ah ….”

Desy memalingkan pandangan ke arah lain. Lama-lama cara Danarto memandangnya juga membuatnya berdebar aneh. Tapi selalu saja Desy mengatakan, bahwa itu bukan cinta. Perasaan itu sangat menakutkannya, soalnya ia merasa bahwa dari perasan itu pasti akan diteruskan ke arah berkeluarga, yaitu menikah dan seterusnya. Danarto bukannya tak bisa menangkap sikap Desy kepadanya. Dia juga menduga, bahwa kejadian yang dialami orang tuanya lah yang membuatnya ragu mengakui perasaannya kepada dirinya.

“Aku akan bersabar,” kata itu dibisikkannya ke telinga Desy, kemudian dia kembali duduk di sofa, menatap Desy yang masih memegangi tangan ayahnya.

Desy juga bukannya tak mengerti akan kenekatan niat Danarto. Ia tak akan surut walau Desy tak pernah memberinya harapan. 

Agak lama Desy terdiam dalam lamunannya, lalu tiba-tiba Danarto datang dengan membawa makanan.

“Makan dulu Des, sejak pagi kamu belum makan.”

“Kapan kamu beli semua ini Mas?”

“Barusan aku keluar, karena merasa lapar, dan aku yakin bahwa kamu juga pasti lapar.”

Desy melepaskan pegangan ayahnya pelan. Tak bereaksi, berarti Haryo sudah benar-benar tertidur. Desy bangkit ke arah sofa, lalu menikmati makan yang dibawakan Danarto. Sesungguhnya memang mereka lapar. Lalu dimakannya semua yang terhidang dengan lahap.

“Kamu tidak ingin pulang dan mengabarkannya pada Ibu ?”

“Tapi ….”

“Biar aku menunggui Bapak disini.”

“Kasihan kamu dong Mas, kamu kan juga butuh istirahat.”

“Aku bisa tiduran di sofa. Di rumah juga tidak ada yang menunggui aku. Aku juga sendirian, jadi apa bedanya di rumah sama disini ?”

“Kalau begitu nanti setelah makan aku mau menelpon Tutut, biar dia datang kemari. Setelah datang aku mau pulang. Tapi kapan ya hasil MRI itu keluar?”

“Sebentar lagi ada jam visite dokter Winoto, kita akan tahu hasilnya.”

“Aku menunggu dulu saja ya, baru menelpon Tutut.”

“Ya, tapi habiskan dulu makanan kamu.”

***

Tutut sedang sendirian di teras, menunggu kakaknya pulang, karena Desy bilang akan pulang sore. Tapi kemudian terdengar dering panggilan telpon di ponselnya.

“Mbak Desy?” tanya Tutut heran.

“Kamu lagi dimana?”

“Di teras. Kenapa? Mbak nggak pulang?”

“Kamu sendirian atau ada Ibu disamping kamu?”

“Ibu lagi mandi. Ada apa?”

“Dengar, kamu harus datang ke rumah sakit sekarang.”

“Memangnya ada apa?”

“Bapak ada di rumah sakit.”

“Bapak?” Tutut berteriak.

“Ssst, pelankan suaramu. Aku ingin, ibu jangan tahu  dulu, nanti aku yang akan bilang sama Ibu.”

“Bapak sakit apa?” Tutut merendahkan nada suaranya, dan lebih pelan.

“Kamu datang saja, kamarnya aku kirimkan di WA ya.”

“Terus aku harus bilang apa sama Ibu? Kalau aku pergi kan harus pamit.”

“Bilang saja mau ke rumah teman atau apa. Pokoknya Ibu jangan tahu lebih dulu, kita belum tahu, bagaimana nanti reaksi Ibu.”

“Baiklah, aku segera ke sana.”

“Telpon dari siapa?” tiba-tiba Tindy sudah ada di dekatnya.

“Ini Bu, dari teman. Tutut mau keluar sebentar ya Bu?”

“Kemana? Mau Ibu antar?”

“Nggak usah Bu, Tutut sendiri saja,” kata Tutut sambil berdiri.

“Kemana sih?”

“Cuma ke rumah teman sebentar Bu,” kata Tutut sambil berlalu.

Tindy duduk di teras, dia juga sedang menunggu Desy yang katanya pulang sore. Tak lama kemudian Tutut keluar dan bersiap pergi.

“Tutut bawa mobilnya Mbak Desy ya Bu.”

“Ya, hati-hati.”

“Baik Bu,” Tutut mencium tangan ibunya dan berlalu.

“Bu, kopi hangat, saya taruh disini atau di ruang tengah?” tiba-tiba Simbok keluar membawa nampan berisi secangkir kopi.’

“Disini saja Mbok, sambil menunggu Desy pulang.”

“Baiklah,” Simbok meletakkan cangkir di meja, tapi ketika hendak berlalu, Tindy menahannya.

“Duduklah di sini Mbok, menemani aku.”

Simbok tersenyum, kemudian mengambil kursi kecil yang ada diteras itu, dan duduk di sana.

“Tutut baru saja pergi, dan Desy belum pulang. Rasanya sepi ya Mbok.”

“Iya Bu, itu sebabnya Ibu menyuruh saya menemani bukan?”

“Iya Mbok.”

“Nanti, kalau putri-putri ibu sudah menikah, apalagi. Kan mereka sudah dewasa, kalau di kampungnya Simbok umur seperti non-non cantik itu pasti sudah punya anak semua.”

“Benar. Disini, anak-anak susah disuruh nikah. Desy itu, sudah ada yang mendekati saja, masih susah menerima. Entahlah Mbok, bukankah jodoh itu dari Sana yang menentukannya,” kata Tindy sambil menunjuk ke atas.

“Memang Bu.”

“Dan benar kata Simbok tadi, kalau anak-anak sudah menikah, orang tua akan tinggal sendiri. Itu sudah kodrat dari Allah. Kita hanya bisa mensyukurinya.”

“Sebenarnya, eh maaf ya Bu, saya ini pembantu kok lancang. Nggak jadi Bu.”

“Lho, nggak jadi bagaimana sih Mbok? Kamu mau bicara apa, bicara saja.”

“Takut ibu marah.”

“Tidak Mbok, kita kan keluarga. Simbok boleh kok ngomong apapun yang ada didalam pikiran Simbok. Ayo katakan.”

“Ini … kan … tentang Bapak … “

“Oh, iya, kenapa memangnya?”

“Kalau saja Bapak ada, dan tidak tergoda oleh perempuan itu, pasti Ibu tidak terlalu kesepian, karena ada seseorang yang mendampingi.”

Tindy menghela napas berat.

“Mengapa harus menyesali sesuatu Mbok? Bahwa orang hidup itu harus ikhlas menjalani apapun, itu benar. Karena kalau kita tidak ikhlas, maka hidup kita tidak akan tenteram. Selalu saja diganggu oleh penyesalan demi penyesalan. Alangkah akan tersiksa hidup kita.”

“Ibu itu sangat penyabar dan hebat. Bisa menjalani semuanya dengan sangat baik, bahkan seperti tidak pernah terjadi apapun di keluarga ini, walaupun kemelut datang menerpa.”

“Karena aku memiliki harta yang tidak ternilai Mbok, anak-anakku. Aku kuat karena mereka."

“Iya Bu, itu benar.”

“Aku juga bersyukur memiliki Simbok yang dengan setia ikut membesarkan anak-anakku, bahkan dengan perhatian dan kasih sayang yang sangat besar.”

“Karena Ibu juga memberi perhatian yang sangat besar, kepada Simbok yang hanya orang dusun tanpa derajat, apalagi pangkat.”

“Mbok, derajat itu sama di hadapan Allah. Yang membedakan adalah perilaku kita. Biar punya pangkat setinggi langit kalau perilaku kita nggak bener, derajatnya rendah di hadapan Allah. Tapi budi yang luhur adalah mulia dihadapanNya. Itu sebabnya Simbok aku anggap sebagai keluarga aku, tanpa mengingat Simbok itu siapa dan datang dari mana.”

“Terima kasih banyak ya Bu, Simbok merasa punya keluarga disini.”

Tindy mengangguk dan tersenyum, lalu menyeruput kopi yang dihidangkan Simbok dengan nikmat,

***

“Ada apa? Mana Bapak?” tanya Tutut gugup begitu masuk ke ruang inap ayahnya.

Desy menunjuk ke arah tempat tidur ayahnya, lalu Tutut mendekat pelan.

“Kenapa Bapak? Aduh, wajahnya matang biru begitu. Kecelakaan? Dimana?” tanyanya bertubi-tubi.

“Ssst, pelan sedikit.”

“Kasihan Bapak, kenapa Mbak?”

“Dikeroyok orang di rumah makan.”

“Kenapa? Siapa melakukannya?”

“Nanti aku ceritakan. Bapak sedang tidur, ayo duduk disana.”

Desy mengajak Tutut duduk di sofa, lalu menceritakan semuanya. Wajah Tutut merah padam menahan marah.

“Sudah dilaporkan ke polisi ?”

“Polisi sudah menanganinya dan mencari pelakunya, tapi kita tidak usah memikirkan itu. Yang harus kita pikirkan adalah Bapak.”

“Ajak Bapak pulang,” kata Tutut tandas.

“Aku sudah mengatakan berkali-kali pada Bapak, tapi tampaknya Bapak belum mau.”

“Jadi masih pulang ke rumah perempuan itu?”

“Tampaknya tidak. Bapak bilang punya rumah sendiri.”

“Kalau Bapak sakit, siapa menemaninya?”

“Itulah yang membuatku prihatin.”

“Mengapa Mbak tidak ingin Ibu mendengar tentang Bapak?”

“Bukannya tidak ingin. Aku akan mengatakannya pelan-pelan. Kita belum tahu bagaimana perasaan Ibu terhadap Bapak.”

“Apa Mbak akan pulang?”

“Aku akan pulang, itu sebabnya kamu aku suruh datang kemari.”

“Aku nanti harus tidur di sini?”

“Mas Danarto katanya mau menemani Bapak.”

“Dokter Danarto? Apa dia disini ?”

“Dari tadi siang dia menemani Mbak disini. Sekarang sedang menemui dokter yang menangani Bapak, dan bicara tentang hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan.”

“Kata dokternya bagaimana?”

“Ada sedikit trauma di kepala. Tapi itu tidak berat. Yang agak berat adalah, bahwa kaki bapak yang sebelah kanan tidak bisa digerakkan,”

“Lumpuh ?” Tutut berteriak lagi.

“Aduh, bisakah kamu bicara agak pelan?”

“Itu membuat aku terkejut.”

“Tapi dengan perawatan, ada kemungkinan bisa pulih. Cuma saja untuk beberapa waktu mungkin Bapak tidak akan bisa berjalan dengan normal. Mungkin harus dengan bantuan kursi roda.”

“Ya Tuhan, alangkah kejamnya orang-orang itu.”

“Itu mas Danar sudah kembali,” kata Desy.

“Tutut sudah datang?”

“Iya mas, Mbak Desy meminta aku segera datang. Tidak mengira kondisi Bapak seperti ini.”

“Apa kata dokter Winoto?” tanya Desy.

“Ya seperti tadi ketika beliau datang kemari. Bapak harus dirawat beberapa waktu. Tapi untuk kelumpuhan yang dialami, bisa nanti dirawat jalan. Barangkali memerlukan waktu lebih lama. Besok Bapak harus diperiksa ke dokter mata. Tampaknya ada luka didalam.”

“Ya Tuhan,” rintih Tutut sambil memeluk kakaknya.

“Kamu jangan menampakkan kepanikan kamu dihadapan Bapak. Sekarang aku mau pulang dulu, nanti aku jemput kamu.”

“Baiklah, apakah aku akan bersama kakak ipar di sini?”

Danarto tertawa, tapi Desy melotot menatap adiknya.

“Tuh mas, mengapa mas Danar mau sama gadis galak seperti dia?”

“Tidak, dia tidak galak kalau sama aku.”

“Ya sudah, aku pulang dulu. Kamu bawa mobil?”

“Iya, ini kuncinya.”

“Mas, nitip ya.”

“Iya, nanti kalau kamu sudah kembali, aku pulang sebentar untuk mengambil baju ganti. Aku yang akan tidur di sini.”

“Baiklah, terima kasih banyak ya Mas,” kata Desy sambil berlalu.

Tutut menghampiri ayahnya lagi. Matanya masih terpejam. Tutut meraih tangannya, matanya memerah, lalu ia tak bisa lagi menahan tangisnya. Diciumnya tangan ayahnya pelan.

“Bapak sembuh ya,” bisiknya lirih.

Tapi biarpun lirih, rupanya Haryo mendengarnya. Ia membuka matanya.

“Desy ?”

“Aku Tutut, Pak.”

Haryo menatapnya tajam, barulah dia yakin bahwa yang dihadapannya bukanlah Desy, tapi anak bungsunya. 

“Kamu … disini ?”

“Iya, Mbak Desy baru saja pulang.”

“Pulanglah, nanti kamu capek.”

“Tidak, Tutut akan menunggui Bapak disini.”

“Bapak tidak apa-apa.”

Lalu Haryo memejamkan matanya lagi. Mata yang sebelah kiri tampak agak membengkak, Tutut mengelusnya pelan.

Haryo membuka matanya lagi.

“Sakitkah?”

“Tidak, tidak sakit.”

“Wajah Bapak lebam begini, dan mata bengkak, Bapak bilang tidak sakit?”

“Memang tidak sakit,” lalu Haryo kembali memejamkan matanya.

Tapi Tutut merasa bahwa ayahnya sengaja  menyembunyikan rasa sakitnya.

“Kalau Bapak sudah sembuh, Bapak pulang ke rumah ya?”

Tutut kesal, melihat ayahnya menggelengkan kepalanya. Tapi tampaknya ayahnya belum mau bicara banyak. Tutut tetap menggenggam tangan ayahnya, dan membiarkannya kembali tidur,

***

Ketika Desy sampai di rumah, dilihatnya Ibunya masih duduk di teras, ditemani Simbok.

“Mbak Desy sudah pulang, Simbok ke belakang dulu membuatkan minum ya Bu,” kata Simbok sambil berdiri lalu beranjak ke belakang.

“Ibu sudah cantik, sudah wangi,” kata Desy sambil mencium pipi Ibunya.

“Dan kamu, bau asem,” canda Tindy.

Desy duduk didekat Ibunya.

“Nggak mau mandi dulu?”

“Nanti dulu, Desy ingin mengatakan sesuatu pada Ibu.”

“Apa tuh ?”

“Bapak sakit,” kata Desy sambil menatap Ibunya.

“Sakit apa? Seperti kata dokter Linda dulu itu ?”

“Di rumah sakit.”

“Oh, parahkah?”

“Agak parah. Bapak terluka karena dikeroyok orang.”

Tindy menatap wajah anaknya. Desy juga menatapnya, ingin melihat bagaimana reaksi Ibunya. Tapi tak tampak ada perubahan apapun di wajah itu. Apakah Ibuku sama sekali tak peduli pada suaminya? Pikir Desy.

“Dirampok ?”

“Tidak.”

Lalu Desy menceritakan kejadiannya sehingga ayahnya dikeroyok di rumah makan itu.

“Bagaimana keadaannya?”

“Kemungkinan kakinya akan lumpuh, ada luka didalam  mata juga,” kata Desy sedih, lalu mengusap air matanya yang menitik.

“Ya Tuhan,” hanya itu yang diucapkan Tindy, kemudian matanya menatap kearah halaman, dimana senja mulai menyapu seluruh alam, memberikan keremangan yang samar. Desy merasa tubuhnya menggigil ketika angin menerpa tubuhnya.

“Bu ….”

Tindy menatap lagi anaknya.

“Bolehkah seandainya Bapak kembali ke rumah ini?” kata Desy hati-hati.

Tindy mengalihkan lagi pandangannya ke arah halaman. Diam, sampai remang kemudian menghilang dan kegelapan terasa seperti mencekam.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

84 comments:

  1. #Duakali.......
    Alhamdulillah MKJ_40 sudah tayang
    Matur nuwun bu Tien..

    ReplyDelete
  2. Trimakasih bu Tien MKJ udah tayang....

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah MKJ~40 telah hadir, maturnuwun bu Tien🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, sdh tayang MKJ nya....makasih Bu Tien.
    Salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  6. Horeeee
    Nomor siji maneh.....
    Matur nuwun bu Tien....
    Lemah teles....
    Tetap semangat....
    Mugi cucunda segera ilang rewele..

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Salam sehat
    Aduhai

    ReplyDelete
  8. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alamdulillah...
      Yang ditunggu tunggu telah hadir
      Matur nuwun bu Tien
      Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
      Salam ADUHAI dr Cilacap..

      Delete
  9. Terima.kasih Bu Tien , ketemu lagi dg MKJ ke 40, semakin seru aja, semoga Bu Tien dan keluarga selalu sehat n tetap semangat, salam aduhai dari Pasuruan

    ReplyDelete
  10. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah akhirnya Desy mengabari Tindy tentang sakitnya bapaknya. Apakah Tindy menerima usulnya Desy bahwa Haryo akan kembali ke rumah dan di rawat? Tindy selain cerdas, penyabar dan tentunya tidak pendendam. Bagaimanapun Haryo adalah suami sah, dan sebagai istri (meski disakiti akibat diselingkuhi berkali kali) hati nuraninya akan berbicara. Ayo Tindy, tengok suamimu dan ajaklah pulang. Karena Haryo akan bersikukuh (gengsinya tinggi) apabila bukan Tindy yang meminta. Salam hangat bu Tien dan salam sehat. Semoga berakhir bahagia. aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah ... yg ditunngu tayang sudah.
    Matur nuwun

    ReplyDelete
  13. Ah.... Menunggu jawaban tindy bikin aq penasaran...
    Sehat selalu Bu Tien.. selalu menunggu ceritanya..😍😍😘

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat, semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  15. Selalu bikin pinisirin deh bu Tien
    ..
    Salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah.. Matur nuwun mbak Tien Cerbung MKJ Eps 40 sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat..

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah. Makasih bunda ..
    Sehat selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah, tks bu tien mkj sdh tayang makin seruuuu.... salam sehat dan salam.aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, maturnuwun Bu Tien 🙏,salam sehat selalu semangat,dan ADUHAI...

    ReplyDelete
  20. Maturnuwun mbak Tien..MKJ40nya..

    Duuh..kasian jg Haryo..anak2nya masih sayang..tp bapaknya msh berkeras hati..ato krn sdh punya rmh sendiri ya..barangkali kalo Tindy yg mengajak maulah klo ga malu..
    Toh Nina n anak2nya udh ga peduli..

    Sementara Danarto sdh yakin pd Desy..bakal jd istrinya..semogaaa..🤲

    Lanjutnya besok lagiii...

    Salam sehat selalu mbak Tien dan aduhaii bangeet..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah MKJ 40 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  22. Anak" Desy dan Tutut sangat menyayangi kedua ortunya mereka sangat hati" memberi tahu Tindy kl pa Haryo sakit semoga Tindy mau menerima pa Haryo walau dalam keadaan sakit

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ...
    Sehat dan bahagia selalu,Aamiin.

    ReplyDelete
  24. Kasihan Haryo.
    Makasih mba Tien.
    Semoga tetap sehat dan selalu semangat.
    Aduhai....ah..

    ReplyDelete
  25. Mtr nwn mb Tien K,mbrebes mili aku,maca Desi menanyakan-blhkah bpk kembali ke rmh ini,tp kok yach,pedhot tekan sakmono,isoh nunggu ssk,sgg ndalu,slm sht sll..

    ReplyDelete
  26. Ah...dokter nungguin pasien, oo bukan , dokter nungguin bapak camer.
    Terus kembangnya pada kemana nih apa lagi ngumpet takut berurusan dengan polisi.
    Salam sehat penuh semangat AH mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, jumpa lagi bunda Tien, MKJ 40 semakin asyiik,salam sejat selalu dan aduhai ah_..ah_..

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillaah tayang
    Cerita ini untuk dijadikan pelajaran bagi kaum adam. Wahai kaum adam janganlah menDuakan istri walaupun siri Haryo pun hidupnya gak tenang
    Akhirnya itulah... tunggu selanjutna

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah
    Dengan sabaarr selalu.mantengin HP..utk melihat episode besok hari
    Salam sehatv

    ReplyDelete
  30. Terimakasih Bu tin cerbung nya...ga sabar nunggu lanjutan nya....kayak nunggu pacar gitu

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah MKJ40 sdh tayang.
    Apakah Tindy mengijinkan Dessy membawa Haryo pulang atw malah Dessy yg merawat Haryo ke rumah Haryo sendiri.
    terima kasih mbak Tien.
    semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
    Salam Aduhai dr Malang

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun.....

    ReplyDelete
  33. Kalaupun sudah melangkah pantang surut, terus melangkah maju, menoleh hanya sekedar tahu sampai sejauh mana sudah dijalani, kecewa; percuma itu dikenang hanya nambah beban.

    Lihat; yang akhirnya akan menemui putaran waktu dari sendiri ke sendiri lagi kelelahan menempuh perjalanan hidup; menua, tinggal bagaimana menyikapi dan untuk apa semua harus dijalani.

    Nglangut yå Tindy, anak anaknya punya keinginan merawat; orang yang kini sangat menderita, punya rumah sendiri pun juga percuma tanpa ada pengawasan, apalagi perlu terapi agar bisa mendapatkan kesembuhan memadai.

    Kaya kena tulah main api menahun terkena hajar hampir habis; lumayan masih tko, iya juga, rumah Tindy kan dari ortunya, merasa pernah menyakiti hati, nggak kapok juga, kini tambah kecacatan fisik yang menyusahkan aktifitas harian, merasa menumpuk dosa, mungkin itu yang ada dipikiran Haryo enggan kembali.

    Tindy pun mungkin juga, seperti yang pernah terucap; biarkan saja dianya yang nggak niat mau kembali, mbok ya sudah jor kan saja, semua sudah seperti angannya dan mendapatkannya.

    ADUHAI

    Desy, ibumu itu piawai menguasai diri, seperti apa yang sebenarnya ada dihati ibumu susah terdeteksi, cuma tadi waktu bicara sama Simbok, juga tidak ada jawaban; benci apa rindu, kamu belum memahaminya.

    Berani dan tulus nggak Haryo minta maaf sama Tindy, selama ini selalu tidak jujur.
    Syukur kalau itu diungkapkan waktu ibumu bezuk.
    Kemungkinan ibumu langsung bilang sama Haryo; kalau kemauan anak anaknya mau merawat dirumah dan menyetujui, itu yang diharapkan Haryo( kementhusé bapak mu Des ).

    Yang jelas Danarto semakin didepan mengutarakan isi hatinya.



    Terimakasih Bu Tien

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta 🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaa.. nuwun Nanang yang tidak kementhus
      Aamiin doanya
      ADUHAI AH

      Delete
  34. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  35. Salam SeRoJa & doa yang terbaik u/Mbak Tien.tetap Semangat 💚 Maturnuwun .Aamiin Yaa Robb

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah MKI ke 40 dah tayang
    Terimakasih bunda Tien, semoga bunda selalu sehat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  37. Trimakasih bu Tien. Semoga bu Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  38. Terimakasih bu Tien. MKJ nya betul2 seru tambah penasaran saja.
    Semoga ibu sekeluarga sehat dan berbahagia selalu , aamiin.

    ReplyDelete
  39. Luka hati Bu tindy udah terlalu dalam MB Desy TDK segampang itu memaafkan Haryo....mungkin itu karmanya Haryo....trims Bu Tien udah menghibur...sehat selalu Bu tien

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah ,Bu Tien ...trimakasih nih ..apa bu Tindy akan trima pak Haryo yg sdh lumpuh yg menyakitkan hati juga buat lelah😢🙏🤲

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk MKJnya
    Seperti nya akhir yg bahagia,,, ADUHAAII sekali

    Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
    Semoga cucu semakin sehat wal'afiat ya
    Aamiin Ya Rabbal'Alamiin 🙏🤗💖

    ReplyDelete
  42. Menyimak episode 40 ikut baper
    Bu Tien emang ahlinya tuk mengaduk aduk hati penggemarnya
    Saat Tutut menggenggam tangan bapaknya, benerann saya ikut menitikkan air mata
    Dalam hati mungkin Haryo juga ingin plg tapi malu..
    Karena nurunkan ego juga gengsi itu emang sulit
    Segra sembuh p. Haryo....
    Dan kembalilah pada keluargamu
    Moga Tindy mau memaafkan dan menerima suaminya kembali.

    Trimakasih bu Tien
    Hiburan yg sll kunanti
    Moga bu Tien sekeluarga sehat sll
    Salam dari Bojonegoro

    ReplyDelete
  43. Assalamualaikum wr wb. Mhn maaf Bu Tien, dalam episode 40 ini, saya tdk berkomentar, terbawa alur ceritanya. Sambil menunggu episode berikutnya, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede....

    ReplyDelete
  44. Ahhh...
    Ngirimnya dobel
    Saking semangatnya lama ndak komem

    ReplyDelete
  45. Cerita sdh mulai sedih
    Maturnuwun, mb Tien
    Telat komen hp eror
    Salam Sehat nan Aduhai
    Yuli Semarang

    ReplyDelete
  46. Woow....sdh seri 41..
    Hampir sebulan gak sowan dimari ngikuti cerita pak Haryo, b Tindy dll...
    Jadinya agak ngelembur juga bacanya.... hehehe...
    Salam sehat penuh semangat dari Rewwin, bu Tien...🌿

    ReplyDelete