Tuesday, September 22, 2020

BAGAI REMBULAN 18

 BAGAI REMBULAN  18

(Tien Kumalasari)

                                         

Anjas berhasil membuntuti­ taksi yang ditumpangi Susan. Agak heran ketika taksi itu berhenti disebuah kantor sebuah perusahaan. Namun ketika Susan turun, dia melihat mobil mamanya dibelakangnya. Susan berdebar. Pasti bakal rame ketika mamanya mengetahui bahwa dia bekerja disini.

“Semoga mama tidak melakukan hal-hal yang memalukan disini,” batin Susan sambil terus melangkah kearah ruang kantornya. Susan duduk dikursinya, berusaha menenangkan batinnya. Melihat perangai mamanya, kemungkinan besar dia akan datang dan membuat gaduh ditempat ini.

“Apa yang harus aku lakukan? Kalaupun aku bersembunyi pasti tetap saja mama akan ribut. Aduuh.. bagaimana ini, pasti mama akan membuat malu.”

Susan tidak segera mengeluarkan laptop kerjanya, kedua tangannya memegangi kepalanya, bertumpu diatas meja. Karena resah ia sampai tak melihat ketika Indra masuk kedalam ruangan.

“Ada apa?” tanya Indra heran.

Susan terkejut. Dengan terburu-buru memperbaiki sikapnya, lalu mengeluarkan laptopnya.

“Ada apa?” tanya Indra lagi.

“Ma’af pak.. ma’af.”

“Katakan ada apa?”

“Sss.. saa.yya sebenarnya.. takut..” katanya terbata.

“Takut apa?”

“Mama...”

“Takut dimarahi mama kamu?”

“Takut mama akan membuat gaduh disini. Dan itu sangat memalukan.”

“Mama kamu mau kemari?”

“Mungkin.. tt..tapi sepertinya.. iya.”

“Ya sudah, biarkan saja, nanti aku yang akan menghadapi dia.” Kata Indra sambil duduk tenang dikursinya, sementara Susan masih saja was-was. Ia tahu watak mamanya yang tidak punya malu, dan itu membuatnya resah sendiri.

“Sudahlah Susan, jangan pikirkan.”

Susan mengangguk, mencoba membuka laptop dan mencari data yang diperlukan. Tapi belum lama ia mencari, tiba-tiba seseorang  nyelonong masuk. Mamanya. Seorang CS mengikutinya dengan wajah kesal.

“Pak Indra, saya baru akan melaporkan kedatangan ibu ini, tapi dia nekat nyelonong masuk,” kata CS tersebut dengan wajah takut.

“Ya, tinggalkan saja,” kata Indra.

Customer servis itu keluar dengan wajah lega.

“Ternyata kamu ada disini Susan?” hardik Lusi tanpa memeperdulkan Indra.

“Ma’af mama, aku kan sudah bilang kalau ingin bekerja.”

“Apa kamu sudah gila? Hari ini tante Diana menunggu, dan tak ada gunanya kamu bekerja!”

“Mama pergilah sendiri.”

“Mana mungkin aku pergi sendiri? Ini adalah pembicaraan tentang kamu. Semua harus ikut. Ayo pergi.”

“Tidak mama.”

“Kamu  mulai berani menentang mama? Apa dia yang mengajari kamu? Laki-laki sombong ini?” kata Lusi sambil menunjuk kearah Indra.

“Bukan mama, ini kemauan aku sendiri. Tolong jangan membuat gaduh disini mama.”

“Tidak, kalau kamu ikut mama sekarang juga.”

“Ma’af mama, Susan tidak mau ikut.”

“Susan !!” Lusi menghardik semakin keras, sambil mendekat kearah Susan, lalu menarik tangan Susan.

“Mamaaaa... aku tidak mau.”

“Kamu harus mau, apa jawabku nanti kalau tante Diana bertanya?”

“Lusi ! Hentikan, dia tidak mau, jadi jangan memaksanya,” tak tahan Indra ikut bicara.

“Dengar Indra, ini bukan urusan kamu, dia anakku.”

“Kalau dirumah dia anakmu, tapi disini dia karyawanku. Aku berhak melindunginya. Jadi hentikan dan tinggalkan tempat ini.”

“Kamu mengusir aku Indra?”

“Ya.” tandas Indra.

“Susan, ikut mama tidak?”

“Tidak mama, ma’af.”

“Ikut tidak ?!” Lusi berteriak.

“Tidak mama.”

“Lusi, segera tinggalkan tempat ini,  karena kamu mengganggu pekerjaan kami.”

“Susan !”

“Apa aku harus memanggil satpam untuk menyeret kamu keluar?”

“Kurangajar kamu Indra !!”

“Satpam !” Indra memanggil melalui intercom.

“Biarkan aku pergi sendiri. Awas Susan, biarpun kamu tidak mau ikut sekarang, tapi kamu tidak akan bisa menolak perjodohan itu,” kata Lusi sambil berlalu, kemudian menutupkan pintunya dengan kasar.

Susan terpaku dikursinya. Air matanya menitik turun.

“Susan, mama kamu sudah pergi. Tenanglah.”

“Ma’afkan saya...” isaknya.

“Sudah, tak ada yang harus dima’afkan. Tenanglah dan lakukan tugas kamu.”

***

“Sudahlah ma, nggak usah marah-marah terus, biar saja sekarang Susan nggak ikut, nanti kalau sa’atnya menikah kita bisa paksa dia. Masa iya akan kabur juga.” Kata Anjas dalam perjalanan mengantarkan mamanya kerumah bu Diana.

“Heran aku sama adikmu. Tadinya sudah bagus nurut, e.. ketika pembicaraan hampir jadi malah menentang seperti itu.”

“Memangnya sejak kapan Susan mulai bekerja?”

“Mama juga nggak tahu, tiap pagi pergi, ternyata bekerja. Bodoh !! Kalau sudah jadi isteri Liando, untuk apa dia bekerja?”

“Mama nanti jangan lupa bilang ya, Liando suruh memberi aku pekerjaan dikantornya.”

“Iya itu pasti, yang penting masalah adikmu ini selesai dulu.”

“Iya, maksudnya nanti sekalian ngomong..”

“Aku heran sama adikmu, dulu sudah nurut kok tiba-tiba mogok.”

“Mungkin karena berkali-kali merasa diacuhin sama Liando. Tapi kan Liando harus nurut juga sama mamanya.”

“Mungkin. Kesel banget aku, masa aku tadi sampai diusir oleh Indra.”

“Coba tadi aku ada, sudah aku hajar pak Indra. “

“Eh, sembarangan. Mana berani kamu sama dia, badannya kekar biar sudah tua. Dulu dia pacar mama, tapi direbut sama Seruni.”

“Mengapa mama biarkan pacar direbut?”

“Mama keburu dinikahkan sama papa kamu, yang ternyata sakit-sakitan. Akhirnya mama kan jadi janda.”

Anjas mengangguk-angguk, menelan saja kebohongan yang dikarang mamanya. Andai Anjas tahu cerita sebenarnya, bahwa Indra juga pernah beberapa kali menghardik mamanya, pasti dia juga akan merasa malu.

Sebuah dering ponsel mamanya terdengar.

“Oh, iya ma’af Ros, aku tidak bisa hari ini... iya.. agak sibuk, ini lho.. baru mau membicarakan so’al pernikahan Susan. Iya.. jangan lupa besok datang ya, kasih tahu ke teman-teman yang lain juga, karena mungkin beberapa hari ini aku akan sibuk mengurus semuanya, maklum, anak perempuanku satu-satunya... iya Ros.. beruntungnya anakku. Ya.. ya.. orang terpandanglah.. waaah.. bahagia dong, pokoknya nanti aku akan minta tolong kamu untuk juga menjadi among tamu. Bener... hahaha..(tertawa ngakak) .. kalau mamanya nggak usah difikirkan.. anaknya dulu aja... ya udah Ros, nih lagi dijalan, nanti aku telpon. Oke Ros.”

“Dari siapa ma?”

“Teman mama, tante Ros, itu yang pintar buat roti. Aku sudah menyuruh dia untuk mengabari teman-teman mama yang lain, supaya nanti kalau kelupaan mengundang sudah dikasih tahu dan pasti mereka datang.”

***

Siang itu Susan tampak murung. Ia yakin bahwa nanti sesampai dirumah,  mamanya akan menyemprotnya dengan kata-kata kasar seperti biasanya, atau bahkan lebih kasar karena marah sekali.

Indra yang merasa kasihan mengajaknya makan dirumahnya, tapi Susan merasa sungkan dan menolaknya dengan halus.

“Ma’af bapak, saya makan sendiri saja diwarung.”

“Susan, ayolah, sesekali makan siang dengan masakan rumahan. Bu Indra pasti suka.”

“Saya selalu menyusahkan.”

“Tidak, siapa mengatakan begitu? Ayolah, kamu coba sekali ini, kalau tidak enak, lain kali jangan mau. Oke?”

Karena sungkan Susan akhirnya menurutinya. Umi yang mengajaknya makan siang ditolaknya.

“Hai San? Jangan-jangan bosmu lama-lama suka sama kamu.” Umi menelpon ketika Susan mengikuti Indra ketempat parkiran.

“Jangan gila. Dia laki-laki setengah tua.. dan orang baik.”

“Dia laki-laki kan?”

“Apa maksudmu?”

“Laki-laki tertarik kepada lawan jenis bukan ketika dia masih muda atau ketika dia lajang.”                      

“Jangan macam-macam kamu, ini aku sudah hampir sampai didekat dia.”

“Susan.”

“Daaag Umi...” lalu Susan menutup ponselnya, dan membuka pintu mobil bosnya.

“Temanmu mengajak makan diluar?” tanya Indra ketika menjalankan mobilnya menuju rumah.

“Iya pak, biasanya kami makan bersama.”

“Pacar kamu ?”

“Oh, bukan, dia seorang wanita. Manager HRD dikantornya Liando.”

“Oh, yang dulu mengajak kamu bekerja disana?”

“Ya. Kami bersahabat.”

“Dia pasti kecewa kamu menolak makan siang bersamanya.”

“Tidak, dia mengerti .”

***

Seruni melayani Susan dengan sangat ramah. Hari itu Yayi ke kampus, tapi Naya ada dirumah. Ia ikut makan bersama siang itu, seperti kebiasaan keluarga itu setiap hari, yang ada dirumah akan makan siang bersama ayahnya.

Susan masih tampak kikuk dengan keluarga bahagia itu. Ia selalu merasa minder. Ia tahu mamanya pernah mempermalukan keluarga Indra sa’at dirumah sakit, dan Indra mengata-ngatai mamanya dengan menyakitkan, tapi mamanya merasa seakan tak bersalah. Sungguh Susan merasa rendah diri, sehingga tak berucap apapun kalau mereka tidak bertanya.

“Susan jauh bedanya dengan mamanya sih?” kata Seruni.

Susan hanya tertunduk, menatap nasi dan lauk yang sudah terletak dipiring tapi baru sekali disuapnya.

“Ayo makanlah Susan, jangan sungkan,” sapa Indra.

“Iya, mungkin malu karena Naya menatapnya terus?” seloroh Seruni.

“Enggak kok bu..” kata Naya buru-buru. Naya memang sedikit pemalu, sehingga diapun tak banyak bicara.

Indra dan Seruni tertawa.

“Naya ini pemalu, kalau Susan juga diam, kapan mau bisa berbincang? Ayolah, anak-anak muda pastilah lebih seru kalau berbicara,” kata Indra.

“Benar. Kalau sama ibu dan bapak pasti sungkan dia.”

Naya hanya tersenyum.”

“Makan yang banyak mbak,” hanya itu yang diucapkan Naya, itupun tanpa menatap lawan bicaranya.

“Terimakasih.”

Seruni tersenyum.

“Susan, ini pertama kalinya kamu makan disini, kalau kamu suka, boleh kok setiap hari kemari. Kecuali kalau masakan ibu ini tidak enak,” kata Seruni.

“Oh, enak kok bu, enak sekali. Mama saya tidak pernah memasak, jadi kami seringnya makan diluar. Ternyata makan rumahan itu enak.”

“Karena semua masakan rumahan dimasak dengan bumbu yang berbeda.”

“Berbeda?”

“Ada tambahan bumbu yang luar biasa hebatnya, yaitu kasih sayang.”

Susan mengangkat kepalanya, menatap bu Indra dengan kagum. Ada kasih sayang ditambahkan ke bumbu masakan, itu luar biasa. Bahkan mamanya tak pernah masuk kedapur, walau untuk menggoreng telur ceplok sekalipun,

Susan menelan ludah, bukan menelan makanan yang belum lagi disuapnya. Matanya terus menatap bu Indra, lalu air bening tampak mengambang disana.

“Susan...” kata Seruni iba.

“Makanlah nak, lalu datanglah kemari setiap hari untuk menikmati makanan berbumbu kasih sayang ini.”

Susan mengerjapkan matanya, menahan air matanya agar tak titik lalu membasahi pipinya. Ia mengangguk pelan.

“Mau ya?”

“Kalau tidak merepotkan..”

“Tidak, duuh.. senangnya mendapat seorang anak perempuan lagi. Sayang nggak ada Yayi, kalau ada dia, pasti rame, dia itu cerewet bukan main,” kata Seruni lagi dengan gembira.

“Ayo tambah lagi makanannya,  Susan, jangan sungkan.”

“Jadi, maukah besok makan siang lagi dirumah ini?” tanya Indra.

Susan tersenyum dan mengangguk.

***

Siang itu Lusi harus menunggu karena ternyata bu Diana pergi kontrol kerumah sakit. Simbok yang kesal karena Lusi terus mengomel, memilih meninggalkannya dibelakang. Tapi karena kesal tanpa pelampiasan, Lusi beranjak kebelakang dengan membawa gelas jus yang masih lebih separonya serta menegur simbok.

“Ini gimana ta mbok, aku ini tamu lho, bukan sembarang tamu, aku ini bakal besannya majikan kamu, kok kamu memberi minum seenaknya begini?”

Simbok menghentikan kegiatannya mencuci piring, menatap Lusi dengan heran.

“Maksud ibu bagaimana? Kok simbok dibilang seenaknya?”

“Ini.. coba rasain, masa jus kok kaya begini rasanya, apa nggak dikasih gula? Apa bu Diana kehabisan gula sehingga ini tidak kamu kasih gula?”

“Ya ampun bu, saya minta ma’af kalau ibu suka gula, karena selama ini, ibu Diana kalau minum jus tidak pernah dikasih gula. Murni buahnya, gitu bu.”

“Ya nggak enak ta mbok, jus nggak pake gula.”

“Kata ibu, jus tanpa gula itu lebih sehat.”

“Omong kosong, ini, tambahin gula, atau kalau ada jangan jambu, aku minta lainnya, apel atau anggur, ada nggak?”

“Ada bu, tapi sebentar ya bu, tangan simbok masih kotor kena sabun. Simbok selesaikan dulu sebentar,” kata simbok dengan kesal.

“Ya sudah, tapi nggak pake lama, aku tunggu didepan !” kata Lusi sambil beranjak kedepan. Simbok geleng-geleng kepala.

“Majikan bukan, saudara bukan, kalau memberi perintah seperti yang paling kuasa saja. “

Lusi  duduk didepan Anjas yang memejamkan mata, tidur dengan bersandar disandaran sofa. Terdengar dengkurnya memenuhi ruangan itu.

“Ya ampun Njas, kok ya tidur sih kamu. Malu kalau bu Diana datang, tahu!”

Karena Anjas tak bergeming, Lusi berdiri dan menggoyang-goyangkan tubuhnya. Apalagi ia mendengar mobil masuk ke halaman, berarti bu Diana sudah datang.

“Anjas! Bangun, itu tante Diana sudah datang. Malu-maluin saja.”

Anjas membuka matanya dan menguceknya perlahan. Mata merahnya menatap kehalaman, lalu mengikuti mamanya yang berdiri menyambut yang empunya rumah.

“mBakyu, saya sudah dari tadi..” kata Lusi sambil mendekati bu Diana yang di bantu Karjo duduk dikursi rodanya.

“Biar saya yang mendorongnya kedalam Jo,” kata Lusi meminta kepada Karjo agar dia saja yang mendorong bu Diana.

“Jeng sudah lama ya?”

“Tidak tahu kalau mbakyu kontrol kerumah sakit.”

“Janjinya kan kemarin. Kalau hari ini memang jadual saya kontrol jeng.”

“Ma’af mbakyu, kemarin saya ada arisan, jadi baru bisa hari ini.”

“Itu Anjas?” tanya bu Diana ketika sudah santai diruang tamu.”

“Iya mbakyu, Anjas, beri salam untuk tante Diana.”

Anjas berdiri lalu mencium tangan bu Diana.

“Mengapa matamu merah nak? Seperti bangun tidur?”

“Iya tante, ketiduran sebentar,” jawab Anjas tersipu.

“mBoook, mana minuman untuk tamu..?”

Simbok datang dengan membawa nampan berisi dua gelas jus anggur seperti yang diminta Lusi. Dan segelas jus jambu tanpa gula untuk bu Diana.

“Jambu yang untuk aku bukan? Kamu tidak membubuhkan gula bukan?”

“Untuk ibu tanpa gula, untuk bu Lusi dan mas Anjas pake gula.”

“Oh.. padahal lebih sehat kalau tidak pakai gula.”

Simbok menyembunyikan senyumnya, lalu berlalu kebelakang.

“Diminum dulu jeng, Anjas, silahkan.”

Lusi dan Anjas meminum jusnya.

“Saya menunggu kemarin, untuk berbicara dengan jeng Lusi so’al perjodohan itu,” kata bu Diana memulai percakapan.

“Iya mbak, saya juga sudah menunggu, tapi ma’af Susan tidak bisa ikut karena ada keperluan. Hanya Anjas, kan dia juga ingin ketemu Aliando sebenarnya.”

“Ketemu Liando?”

“Ingin minta pekerjaan mbakyu, ya sembaranglah, yang penting ada pekerjaan, daripada bekerja diperusahaan orang lain kan lebih baik ditempat ipar sendiri,” kata Lusi sok yakin.

“Itu wajahmu luka-luka kenapa?”

“Ini...” Anjas ragu menjawab, tapi Lusi segera menyahut.

“Ya ini mbakyu, yang dulu saya bilang, gara-gara membantu temannya yang dikeroyok anak-anak nakal, dia sendiri luka sampai babak belur.”

“O.. itu, tapi saya dengar Anjas mau menculik Dayu..?”

Lusi dan Anjas terkejut bukan alang kepalang.

“Ya ampun mbakyu, banyak orang tidak suka yang memfitnahnya, tapi Anjas mendiamkannya. Itu fitnah mbakyu,” kata Lusi, lupa bahwa Dayu sering ada dirumah itu.

“Baiklah, tidak apa-apa.  Saya kan tidak berkepentingan mengurus so’al itu. Tapi yang penting dari pembicaraan saya ini jeng, setelah saya pikir-pikir, saya kok lebih baik membatalkan dulu perjodohan itu.”

“Apa?” kata Lusi dengan nada tinggi, karena kata-kata itu sama sekali tak diduganya. Ia bahkan sampai berdiri dari kursinya.

***

Besok lagi ya.

67 comments:

  1. Alhamdulillah.... matur nuwun Mbak Tien ceritanya semakin seru dan selalu membuat penasaran. Lanjut....
    Salam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan sahabat pembaca selalu sehat dan sukses.

    ReplyDelete
  2. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
    Wignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Haryantu Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi ,
    Sastra, Wo Joyo,
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Ema,
    Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
    Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah....
      Yang ditunggu tunggu sudah hadir
      Matur nuwun Ibu Tien,
      Semoga sehat selalu dan tetap semangat.
      Salam seroja (sehat rohani jasmani) dari Cilacap.
      .

      Delete
    2. Selamat malam tetimakadih mbak Tien, ponternya mengaduk emosi pembaca 👍

      Delete
  3. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
    Wignyo, Ops, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Haryantu Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi ,
    Sastra, Wo Joyo,
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Ema,
    Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Jombang,
    Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah BAGAI REMBULAN 18 sudah hadir.
      Matur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
      Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin.
      Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang, juga untuk sahabat-sahabat Kojora Pagi

      Delete
  4. Matur nuwun mbak Tien
    Salam Sehat dari Batang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah BR~18 sudah hadir dan semakin seru... maturnuwun Bu Tien.. salam sehat semangat dari Kartasura..

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah..part 18 hadir lebih awal drpd kemarin. Seru, makin penasaran dgn lanjutannya. Salam sehat utk Mba Tien dan semua pembaca karya2nya..

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah... ceritanya sudah tayang.
    Semoga senantiasa sehat ya Bu Tien.
    Salam dari Bandung (Komariah Prilanawati)

    ReplyDelete
  8. Terima kasih mbak Tien ... Masih sore BR episode 18 sdh terbit.

    Salam kami dari Yogya.

    ReplyDelete
  9. Makasih Bunda untuk cerbungnya, yg pasti selalu menarik dan ditunggu tunggu.
    Sehat selalu dan tetap semangat dalam berkarya.Sukses buat Bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah BR 18 sdh tayang...seru banget syukurlah bu Diana sadar dan bijaksana dgn keputusan besanan dg Lusi...kena batunya deh Lusi yg suka bohong ...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah BR 18 sdh tayang...seru banget syukurlah bu Diana sadar dan bijaksana dgn keputusan besanan dg Lusi...kena batunya deh Lusi yg suka bohong ...

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun... Mbaktien....Smg selalu sehat jasmani rohani ekonimi terus berinspirasi ditunggu karya berikutnya

    ReplyDelete
  13. Bahan koreksi:
    1. Susan tidak segera mengeluarkan laptop kerjanya, kedua tangannya memegangi kepalanya, bertumpu diatas meja. _Karema_ resah ia sampai tak melihat ketika Indra masuk kedalam ruangan.
    # *_Karena_* resah ia.....
    2. “Ternyata kamu ada disini Susan?” hardik Lusi tanpa _memperdulkan Indra._
    # *_memperdulikan Indra_*
    3. Kalau sudah jadi isteri _LIando_, untuk apa dia bekerja?
    # *_Liando,_* untuk apa dia bekerha?
    4. Ia ikut makan bersama siang itu, _sepeerti kebiasaan_ keluarga itu setiap hari,
    yang ada dirumah akan makan siang bersama ayahnya.
    # *_seperti kebiasaan_* keluarga itu setiap......
    5. Mata merahnya _menetap kehalaman,_ lalu mengikuti mamanya yang berdiri menyambut yang empunya rumah.
    # ..... *_menatap kehalaman,_* lalu..........

    Selamat malam, terima kasih bu Tien BR_17 sudah tayang.

    ReplyDelete
  14. seruuu....keren. apalagi yg narasi Lusi nelpon temennya

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah Bagai Rembulan 18 sudah hadir
    Jadi penasaran...
    Terimakasih bu Tien Cerbung nya...
    Salam sehat dan hangat dari Purworejo

    ReplyDelete
  16. Pak Indra baik banget yaa..
    Maturnuwun bu Tien,salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  17. Matur nuwun Bu Tien, cerbungnya all Kurindukan

    ReplyDelete
  18. Waduh.. jangan2 nanti Naya malah jadian sama Susan. Tetap ruwet dong kalo Lusi ada ditengah keluarga Indra. Semoga Lusi bisa sadar dan merubah sikapnya utk menjadi manusia yg lebih santun.
    Terima kasih Mbak Tien.. ditunggu lanjutNnya. Salam seroja dari Semarang.

    ReplyDelete
  19. Langsung dua jilid. Akhirnya naya ada jln kenal susan. Trims bu tien. Lusi mudah2an dibuat cerita sama sardiman, "bapaknya adit" Gimana bu tien?

    ReplyDelete
  20. Wah tambah seru ni.bu Diana rencanannya membatalkan perjodohannya.baguslah.mksh Bu Tien SMG ibu sehat dll penggemar setia hartiwi DS jkrt.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah BR 18 sdh tayang. Suwun mbakayu
    Salam, smg sehat bahagia sll

    ReplyDelete
  22. Selamat malam mbak Tien...
    Maturnuwun BR18...makin seruuu...tetep aja kesel am lusi...

    Salam sehat dari bandung..

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah BR 19 sdh hadir makin seru ni cerita nya,salam sehat selalu buat mb Tien

    ReplyDelete
  24. Terima kasih Bunda Tien,, semoga Bunda sehat selalu & tetap semangat Aamiin 😍😍😍

    ReplyDelete
  25. Maturnuwun mbak Tien, BR 18 sudah muncul. Senang sekali, bu Diana membatalkan perjodohan Aliando-Susan. Penasaran seperti apa ya reaksi Lusi?
    Semoga lancar dalam berkarya ya mbak Tien..banyak yang menanti tulisan mbakyu.
    Salsm sehat dan sukses dari Iyeng Sri Setiawati di Semarang

    ReplyDelete
  26. Alhamndulillah.... Terimakasih mbak tien

    ReplyDelete
  27. Akirnya batal jg perjodohan Susan dan Liando,semoga Lusi tidak berulah macam2 pd keluarga bu Diana dan kel Pak Indra.
    Tambah seru nih mbak Tien.
    Tks salam sehat2 selalu mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  28. terima kasih bunda tien BR18sudah hadir,ceritanya sungguh makin seruu aja...terima kasih sekali lagi bunda...semoga bunda tien selalu diberi kesehatan,juga kepada semua penggemar,Amiin....assalamualikum semuanya...

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah Bagai Rembulan 18 sdh tayang
    Akhirnya Bu Diana membatalkan perjodohan Liando dg Susan
    Semoga Susan mendapat jodoh yg terbaik, tp bkn dg Naya.
    Terima kasih Mbak Tien, semoga sehat dan sukses selalu.
    Salam hangat dari Bekasi

    ReplyDelete
  30. Lusi terlalu pede.. lupa klu perilakunya yg menjdkan org lain tdk suka... Kasihan Susan pasti jd sasaran amarah nya.. ditunggu lanjutannya mb Tien...slm seroja..

    ReplyDelete
  31. Yeaayyy Bu Diana kereeeenn.. Tapi lebih keren lagi Mb Tien.. Hihihi

    Sehat2 ya Mbaa...🙏

    ReplyDelete
  32. Akankah bu Lusi pingsan...
    Atau meledak ledak.....
    Salam sehat selalu mbak Tien.

    ReplyDelete
  33. Waah makin seru bu...
    Ga sabar nunggu kelanjutannya.

    Salam sehat tuk ibu n klg

    ReplyDelete
  34. Ceritanya semakin seru...
    Salam sehat kagem ibu Tien.
    Dari maSam Mataram-NTB.

    ReplyDelete
  35. Trima kasih MB Tien, ceritanya makin seru. Bu Lusi mesti ngamuk2 nih, ga jadi besanan dg Bu Diana. Tak tunggu ngamuknya Bu Lusi😃😃. Salam buat MB Tien dari Jogja🙋

    ReplyDelete
  36. Terima kasih mbak Tien, sehat selalu ya.
    Salam Dewi Purworejo

    ReplyDelete
  37. syukurin...mkanya jangan terlalu percaya diri...ups jd kebawa emosi...😁
    lanjut bu Tien...makin seruuu

    ReplyDelete
  38. Salam sehat buat semuanya .....

    Sangat setuju, Naya dengan Susan. adit dengan Yayi, Aliando dengan Dayu. Sardiman sudah puas bisa melihat anaknya tumbuh dewasa ....saat terakhir menjelang wafat dia bisa memeluk anaknya, Surti dan mas Tikno akhirnya berterus terang.

    Susan akhirnya menyadari kesalahannya dan menerima Naya sebagai mantunya. Indra dan Seruni jadi besan.

    Bu Diana damai dan bahagia bermenantukan Dayu.

    Mereka bisa melupakan semua dendam yang ada ....sejuk dan teduh BAGAI REMBULAN yang menyinari dunia tanpa pilih kasih ......he he he mendahului ceriteranya mbak Tien ....

    Mbak Darmi pelan² dilupakan, cuma ada yang mengganjal.....nama Yayi yang sebenarnya siapa ya ....

    Nuwun mbak Tien .....

    ReplyDelete
  39. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  40. suwun mba tien.....puassss hatiku mendengar bu diana menolak perjodohan....rasain lusi...gemes aku

    ReplyDelete
  41. sya jga ska bwat cerpen ma cerbung mbk Tien.mgkin bsa sharing buat nmbah pngalaman.

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah, mtur swun Bun...
    Salam sehat...

    ReplyDelete
  43. Lusi tu kok ga punya hipertensi ya..mbok punya biar dengar ditolak perjodohannya terus pingsan biar Anjas bingung..semangat dan sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  44. Kapok kamu Lusiii😂😂 ..semaput sehat ya mb Tien...salam dr Yulie Sleman

    ReplyDelete
  45. Kapokmu Lusiii😁😁😁

    Salam sehat utk mbak Tien...
    Lanjuuttt...seruu

    ReplyDelete
  46. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah semoga benar batal perjodohan nya.... Ditunggu kelanjutannya b Tien. ... Salam sehT dr jogja

    ReplyDelete
  48. Mtnuwun mbk Tien,sdh diabsen....
    Sangat menghibur kita semua,ditunggu kelanjutannya...Smg mbk Tien selalu sehat dan semangaaaaat....

    ReplyDelete
  49. Susan memang gadis yg baik...tp kok gmn ya kalo nantinya jadian dg Naya ..sptnya gak rela....biarkan Susan mdpt laki2 yg baik tp bkn Naya dan Naya mdpt
    gadis yg baik tp bukan susan

    ReplyDelete
  50. Sugeng sonten mbak Tien...salam sehat bahagia ....🙏🙏Kawulo aliit dari temanggung..

    ReplyDelete
  51. Selamat malam mb Tien... semoga mb Tien & kelg sehat & tetap semangat dlm berkarya. Salam kami dari Bali.

    ReplyDelete
  52. Hehehe...koyo ngenteni jamurr..ing mongso ke tigo...😂😂😂. Maaf njih mbak Tien 🙏🙏. Penisirin Estu.

    ReplyDelete
  53. Mbak Tien masih harus mikir ceritanya

    Masih enakan yg nunggu ya mbk Tien?😁😀

    ReplyDelete
  54. Mata mulai ngantuk,dr tadi ngintip BR 19 terus, kok blm muncul jg ya mbak Tien? Heee teman2 di group sdh pd gemboran mana BR 19 nya? Sabar ya saya mau merem dulu haaa.
    Salam sehat2 buat mbak Tien dr Tegal.

    ReplyDelete
  55. Izin promo ya Admin^^
    bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
    mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
    mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik dan menguras emosi
    ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))

    ReplyDelete