BUAH HATIKU 10
(Tien Kumalasari)
Seruni menatap suaminya tak percaya. Helai-helai rambutnya yang berombak dibiarkannya berterbangan ditiup angin pagi yang segar.
Dilihatnya Indra menatap langit yang mulai cerah, menebarkan warna biru yang menakjubkan. Sesekali mega putih bergumpal lewat.. tersibak oleh angin yang tak hentinya berhembus.
Sesungguhnya Indra terkejut oleh ucapannya sendiri. Tapi bukankah itu ibarat terlepasnya anak panah dari busurnya, dan tak mungkin ditariknya kembali?
"Mas Indra, " lembut Seruni mengucapkan itu. Hatinya sendiri tergetar mendengar Indra mengatakan hal yang sesungguhnya lama ditunggunya.
Beberapa sa'at keduanya terdiam, menata batin mereka yang terguncang.
Tapi tak ada yang harus disesali. Bukankah ucapan terlontar karena niyat?
"Mas Indra, aku senang mas Indra mau melakukannya," bisik Seruni dengan bibir bergetar. Detik itu juga dia harus siap untuk berbagi. Berbagi cinta, berbagi suami.
"Aku sedih harus melakukannya, Seruni," suara Indrapun bergetar.
"Sesuatu yang berat mas, bukan hanya untuk mas, tapi juga untuk aku. Sungguh sebenarnya aku takut kehilangan kamu," kata Seruni sambil menyandarkan kepalanya dipundak suaminya.
"Kamu tidak akan kehilangan aku Seruni, kita akan tetap seperti ini, saling mengasihi dan mencintai, hanya maut yang akan memisahkan kita," lalu keduanya berpelukan erat, seakan tak akan bisa melepasnya lagi.
Matahari mulai melepaskan cahayanya, yang semula masih malu-malu. Daun-daun dihalaman tampak gemerlap oleh embun yang tersentuh cahaya mentari yang mengintip dari celah-celahnya.
Diteras, Surti sedang menyapu, dan mengelap meja kursi sampai berkilat. Ia juga melihat, kedua majikannya berpelukan dibawah pohon mangga, Surti tidak heran. Ia selalu melihat kemesraan keduanya, dimanapun. Ia kemudian masuk kedalam, tanpa ingin mengganggu mereka. Teh hangat dan roti bakar berlapis mentega dan selai blueberry sudah terletak disana.
Lalu ia menyiapkan makan pagi dimeja makan.
"Mas, sudah siang, mas harus mandi dan berangkat ke kantor. Bukankah kemarin mas ingin aku buatkan nasi goreng? Dan telur ceplok, dan ditaburi bawang goreng? Dan kerupuk?"
Indra tak bergeming, masih enggan melepaskan pelukannya.
"Mas, sayangku.. mas tidak akan kekantor? Aku mau buat nasi goreng pesanan mas."
Ketika Indra melepaskan pelukan itu, Seruni melihat air mata membasahi pipi suaminya. Seruni merasa tercekat. Ia yang membuat suaminya bersedih seperti ini. Dengan lembut Seruni mengusap air mata suaminya, sementara air matanya sendiri juga jatuh berderai.
Saling mengusap air mata, mengakhiri adegan memilukan dipagi itu. Mereka masuk kedalam rumah dengan bergandengan tangan. Masuk kedalam kamar masih dengan tangan saling menggenggam erat.
"Mandilah mas, aku akan kedapur."
Tapi Indra menarik isterinya kembali, dan menghabiskan pagi penuh sendu itu bersama-sama, membalutnya dengan cinta yang semoga bisa menyingkirkan sembilu yang mengiris.
***
Seruni sudah mandi dan berbau wangi ketika berkutat didapur. Rambutnya yang basah masih terbalut handuk, tapi dengan cekatan membuat bumbu nasi goreng untuk suaminya.
"Bu, rendang yang semalam sudah Surti panaskan," Surti mengingatkan ketika melihat Seruni bersiap menumis bumbu nasi goreng.
"Iya Surti, nanti aku makan. Nasi goreng ini pesanan pak Indra semalam."
"Oh, ya sudah, saya tata semuanya dimeja. Mau saya bantu membuat nasi gorengnya bu?"
"Tidak Surti, kali ini aku ingin membuat untuk suamiku."
"Baiklah, saya akan mengangkat nasinya sekarang."
***
Seruni memasuki kamar dan melihat suaminya sudah rapi dengan pakaian kerja, tapi duduk termenung ditepi pembaringan. Wajahnya kusut dan seakan tak bersemangat.
"Mas, nasi goreng untuk mas sudah siap," kata Seruni sambil berdiri didepan suaminya, memegangi kedua tangan suaminya.
Indra merengkuhnya, dan memeluknya erat.
"Mas Indra, jangan begini dong mas, aku jadi sedih melihat mas."
Indra menarik nafas berat. tapi enggan melepaskan pelukan itu.
"Mas mau kekantor tidak? Ini sudah siang lho, ayolah mas."
Seruni melepaskan pelukan suaminya, lalu menariknya keruang makan. Aroma nasi goreng menyentuh hidungnya, tapi dia duduk dengan tidak bersemangat.
"Ini pesanan mas, masih hangat, ayolah mas.."
Indra menyendok nasi gorengnya, dan memasukkan kemulutnya dengan enggan.
"Masakanku tidak enak ya mas?"
"Enak kok," kata Indra sambil mengunyah makanannya.
"Ini ada rendang yang semalam belum sempat kita makan, mas mau?"
Indra menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ini cukup," katanya sambil terus memakan nasi gorengnya sampai habis. Tapi Seruni tahu, suaminya hanya tak ingin mengecewakannya karena dirinya sudah membuatkan pesanannya.
Lalu ketika Indra sudah berangkat bekerja, Seruni merasa batinnya bagai teriris. Ternyata kesanggupan suaminya untuk memenuhi permintaannya, tidak membuatnya merasa tenang. Seruni masuk kekamarnya dan melepaskan tangisnya disana.
"Aku berdosa ya mas, aku membuat kamu tertekan, aku membuat kamu kecewa, menderita. Ya Tuhan, apa yang harus hamba perbuat? Ternyata ini tidak membuat aku senang dan bahagia. Ini membuat aku justru merasa menderita juga, seperti mas Indra yang mengatakan sanggup, tapi membiarkan luka mencabik-cabik jiwanya."
Seruni masih tetap menangis, ketika Surti mengetuk pintu kamarnya.
"Ibu, tukang sayur sudah datang, ibu mau belanja apa?"
Seruni menghapus air matanya tapi tak bergerak dan masih tergolek diatas ranjang.
"Ibu..."
"Kamu saja yang belanja Sur, aku sedang tidak enak badan."
"Ibu sakit?"
"Tidak, aku tidak apa-apa, belanja saja, .."
"Kemarin ibu ingin sayur bening bukan?"
"Ya Surti, kamu kan sudah tahu apa yang harus kamu beli?"
Terdengar langkah Surti menjauh. Seruni kembali tenggelam dalam kesedihannya. Bagaimanapun ia harus bicara pada Surti.
"Bagaimana aku harus memulainya ya? Surti.. maukah kamu menjadi isteri mas Indra supaya kamu bisa melahirkan keturunan baginya? Masa aku harus ngomong begitu. Kelihatan kejam bukan, meminta menjadi isterinya hanya karena menginginkan keturunan darinya? Jadi bagaimana dong. Surti.. kami sangat menderita, karena sudah sekian tahun belum juga dikaruniai keturunan. Maukah kamu menjadi isteri mas Indra? Hanya sampai kamu mengandung dan melahirkan, setelah itu mas Indra akan menceraikan kamu." Ah, itu kelihatan kejam, seperti habis manis sepah dibuang. Lalu bagaimana?"
Seruni terus berbicara pada dirinya sendiri, ternyata menjalaninya tak semudah mengucapkannya. "Surti tolonglah aku, aku mohon, bersedialah menjadi isteri mas Indra. karena mas Indra ingin memiliki keturunan."
Seruni tiba-tiba merasa pusing. Dipeganginya kepalanya dan berhenti memikirkan apa yang harus dilakukannya.
***
Surti sudah selesai memasak, tapi dilihatnya sang majikan cantik belum keluar dari kamarnya. Jangan-jangan bu Indra sakit. Pikir Surti. Lalu dia menata masakannya dimeja makan, kemudian mengetuk kamarnya.
Seruni menatap kearah pintu. Ia tahu bahwa Surtilah yang mengetuk pintu itu.
"Masuklah Surti."
Surti masuk, melihat majikannya terbaring di ranjang.
"Ibu sakit?"
"Tidak Surti, hanya sedikit pusing."
Surti melihat mata majikannya sembab, tapi ia tak berani menanyakan sebabnya. Surti hanya heran, apa gerangan yang ditangiskan majikannya sementara hidupnya serba berkecukupan, dan bersama suaminya selalu tampak saling menyayangi?
"Saya sudah selesai masak, apakah ibu mau makan sekarang? Atau saya bawa saja makanannya kemari?"
"Tidak Surti, nanti aku keruang makan saja."
"Kalau ibu sakit, maukah dikerokin?"
"Tidak, aku tidak apa-apa, baiklah, aku mau makan sekarang," kata Seruni kemudian turun dari ranjang.
Surti mendahului keruang makan, membuka penutup saji, dan menarik kursi untuk majikannya.
Seruni duduk dan membalikkan piringnya.
"Surti, maukah kamu duduk disini, dan makan bersama aku?"
"Apa? Saya?" Surti terkejut mendengar permintaan majikannya.
"Iya, duduklah didepanku sini."
"Tidak bu, saya nanti saja setelah ibu makan. Saya tidak biasa duduk dikursi bagus."
"Sekarang aku suruh kamu duduk disitu Surti."
Surti mengambil sebuah kursi pendek, dan duduk diruangan itu, agak jauh dari Seruni.
"Gimana kamu itu Sur, disuruh duduk disini bersama aku kok tidak mau."
"Biar saya isini saja, melayani ibu."
Seruni menyendok nasi dan membubuhinya sayur.
"Kurang manis bu? Atau keasinan?"
"Enak Sur.. masakan kamu selalu enak."
"Terimakasih bu."
"Tahu bacemnya juga enak. Lebih enak lagi kalau kamu mau duduk makan bersama aku disini."
"Kalau itu saya yang nggak enak bu. Biasanya saya makan didapur."
"Sebenarnya aku ingin ngomong sama kamu."
"Ya bu, ada apa ?"
"Mm.. kamu sudah punya pacar?"
"Ah, pacar itu apa bu, Surti belum pernah pacaran."
"Tapi kamu sudah pantas punya suami."
Surti hanya tertawa kecil, sambil menunduk tersipu.
Seruni ingin memulai percakapan kearah yang dimaksud, tapi tidak segera bisa melakukannya. Bingung memulainya, dan tak sampai hati mengatakannya.
"Oh iya, obatnya ibu lupa belum Surti siapkan," kata Surti sambil mengambil obat yang selalu diminum Seruni setiap hari. dan disiapkannya sa'at majikannya makan siang.
"Terimakasih Surti. Itu obat penyubur kandungan."
"Oo.."
"Sudah sekian lama, dan sudah berupaya, tapi belum juga diberikan keturunan."
"Ibu masih muda, tetangga Surti di Surabaya, sepuluh tahun menikah baru bisa hamil."
"Masa?"
Tapi Seruni tahu bahwa bapak dan ibu mertuanya sangat mendambakan cucu baginya. Mereka takut kalau tidak akan punya penerus setelah Indra. Dan itulah sebenarnya yang membebani pikirannya selama ini.
"Benar bu, sudah ke dokter, ke dukun.. sepuluh tahun kemudian baru bisa hamil. Sekarang anaknya lima."
"Wah, senangnya..."
Seruni hampir mengutarakan maksudnya ketika tiba-tiba Surti berdiri karena mendengar suara peluit dari cerek perebus air didapur.
Seruni menghela nafas. Susah-susah mengumpulkan keberanian untuk bicara, tiba-tiba keberanian itu kembali padam.
***
Seruni menunggu suaminya pulang dengan gelisah. Ini sudah lewat dari jam kebiasaan dia pulang.
"Kemana ya mas Indra. Jangan-jangan dia marah dan pergi entah kemana," gumam Seruni.
Satu jam, dua jam sudah lewat dari kebiasaan, Seruni berganti pakaian lalu keluar rumah. Ia bermaksud menyusul suaminya ke kantor.
Ia terus berjalan menyusuri hiruk pikuk jalanan sore hari. Tak ada taksi lewat, dan Seruni lupa membawa ponselnya untuk memanggil taksi online.
"Bodohnya aku, mengapa tadi tidak membawa ponselku, gumamnya sambil melongok kekiri kanan jalan, kalau-kalau ada taksi lewat.
Seruni semakin gelisah, ia mempercepat langkahnya, sambil mencari becak.
"Becakpun tak ada. Sial benar sore ini," gumam Seruni sambil mengusap peluh didahinya.
"Ada apa ya mas Indra, hatiku kok tidak enak rasanya. Apakah dia benar-benar marah sama aku, lalu tak mau pulang, Duuh.. aku bingung sendiri. Apakah aku salah kalau aku memikirkan kepentingan mertuaku? Aku sudah berusaha, tak ada hasilnya juga..Maas, dimana kamu mas."
Seruni terus melangkah sambil sesekali mengusap peluh, berbaur dengan air matanya.
Tiba-tiba sebuah klakson mengejutkannya. Rupanya Seruni berjalan terlalu ketengah. Dengan gugup dia melangkah minggir, teringat ketika beberapa waktu yang lalu nyaris tertabrak mobil.
Mobil itu berhenti disampingnya, Seruni tak ingin menengoknya, diusapnya lagi air matanya.
"Kalau berjalan agak minggir ya bu," kata pengemudi itu agak keras. Seruni seperti mengenali suara itu. Ia menoleh dan dilihatnya suaminya tersenyum dibalik kemudi. Seruni menghampiri, dan masuk kedalam mobil, menangis terisak disana.
"Lho, bu Indra mengapa menangis?"
Seruni mencubit lengan suaminya keras sekali.
"Aaauuuw... galak bener?"
"Mas kemana saja, hampir maghrib belum pulang?"
"Ya ampun.. aku menelponmu berkali-kali.."
"Aku akan menyusul kamu ke kantor, tak ada taksi, mau pesen taksi online ponselku ketinggalan."
"Sayangku, cintaku, kekasihku... jadi ini tadi kamu mau menyusul kekantor? Lumayan jauh lho jalan dari rumah sampai kesini."
"Dirumah aku merasa sendirian, kamu nggak pulang-pulang.. aku pikir kamu marah sama aku."
"Tadi aku harus menyelesaikan beberapa proposal yang harus aku pelajari. Aku sadar sudah terlambat pulang, aku menghubungi kamu tapi tak ada yang mengangkatnya."
"Aku duduk didepan menunggu kamu, lalu langsung pergi karena takut kamu nggak mau pulang."
Indra tertawa keras. Seruni menatapnya kesal.
"Rumahku adalah istanaku, disana ada permaisuriku yang sangat aku cintai, bagaimana aku bisa tidak pulang sayang?"
"Aku ketakutan oleh ulahku sendiri."
Tiba-tiba wajah Indra meredup. Teringat usulan Seruni yang sudah disanggupinya.
"Kamu sudah bilang sama dia?"
"Dia siapa?"
"Surti, kecintaan kamu itu."
"Jangan begitu mas, siapa tahu dia bisa membantu kita."
"Ayo kita jalan jalan saja. Kalau pulang hatiku menjadi resah. Eh, kamu belum menjawab pertanyaanku. Sudah ngomong belum?"
"Belum, ternyata tidak mudah mengatakannya."
"Apa harus aku sendiri?"
"Oh, begitu ya, bagus kalau mas mau. Nanti ngomong ya sama Surti."
"Ogah..!"
Seruni tak menjawab.
"Kita jalan-jalan saja ya."
"Ini hampir maghrib."
"Berhenti nanti untuk shalat di masjid.. lalu jalan-jalan.."
"Kemana ?"
"Jalan saja, atau mampir beli es krim kesukaan kamu."
"Tapi mas kan belum mandi?"
"Nggak apa-apa, belum mandi juga kan aku tetap ganteng."
Seruni tersenyum, menoleh kearah suaminya yang memegangi kemudi. Iya sih, siapa bilang suamiku nggak ganteng, bisik batinnya.
"Iya kan? Kamu sudah memandangi aku dan mengakuinya bukan?"
"Ge-er..."
Dan mereka berjalan-jalan. Larut malam baru sampai rumah. Tak perduli Surti cemas menunggu karena Seruni juga tidak mengatakan bahwa dia mau pergi.
***
Malam itu mereka kembali tidak makan malam karena sudah makan diluar. Surti harus mengembalikan semua makanan yang sudah ditata dimeja dan sudah dingin.
Seruni menatap suaminya yang duduk dengan menatap televisi, namun yakinlah bahwa pikirannya tidak tertuju kepada acara yang berlangsung.
"Mas, aku mau bilang ke dia sekarang ya,"
"Terserah kamu saja." kata Indra sambil menghempaskan tubuhnya disofa itu.
"Kelamaan mengotak atik kata, aku jadi merasa semakin tersiksa."
Indra tak menjawab.
"Surti..." panggil Seruni sambil menguatkan hatinya
"Ya bu," jawab Surti dari dalam kamarnya. Tapi sebelum Surti keluar, terdengar ponselnya berdering.
"Sebentar bu, saya menerima telpon dulu," kata Surti sambil melongok keruang tengah.
***
besok lagi ya
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Anton,Hadi, Pri ,Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Yowa, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Yustikno, Wedeye, Tauchidm, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, RAHF Colection,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Ungaran..
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah... matur nuwun Mbak Tien walaupun hari minggu tetap tayang, ceritanya semakin menggelitik dan tambah penasaran. Lanjut.....
DeleteSalam dari Pangkalpinang semoga Mbak Tien dan pembaca yg setia selalu sehat.
Alhamdulillah Buah Hatiku 10 sudah tayang.
DeleteMatur nuwun sanget mbak Tien Kumalasari, semoga mBak Tien tetap sehat, bahagia, sejahtera dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Aamiin Yaa Robbal Aalamiin
Salam hangat dan salam SEROJA dari Karang Tengah Tangerang.
Hallow mbak Tien...... matur nuwun udh disapaπ€ππ
DeleteWhuaaaaaah...... jadi inget kisah nabi Ibrahim dan Sarah... krn keikhlasan Sarah berbagi suami demi memperoleh keturunan..... beliau merelakan Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar yg notabene adalah pembantu setianya maka Allah memberinya anugerah kehamilan diluar akal sehat manusia bhb keadaan Sarah yg sdh berusia lanjut tp apabila Allah berkehendak... apapun bisa terjadi... Kun Fayakun!!
Klu benar mbak Tien terinspirasi dg kisah ini... tentunya nti Indra bakal punya anak laki2 sekaligus 2 .... st dr Seruni dan yg stnya lg dr Surti..... duuuh bahagianya pak&bu Prasojo..... heheheeeee jd kepo.com niiie
Semoga makin banyak idea yg muncul mewarnai cerbung BUAH HATIKU ini mbak.... yg tentunya bs membuat hati para fansnya porak poranda..sedih,marah,nyesek,gregetan,gemesπ
Doaku selalu utk kesehatan dan kebahagiaan mbak Tien sekeluarga.... Salam sayang dr Surabaya π€ππππ
Hallo juga mba. pasti selalu bikin penasaran, lanjuut mba. Salam sehat selalu
DeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 :
ReplyDeleteWignyo, Ops, Kakek Habi, Anton,Hadi, Pri ,Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bmbang Waspodo, Yowa, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Yustikno, Wedeye, Tauchidm, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, RAHF Colection,
Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman,
Hallow Pejaten, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Ungaran..
Salam hangat dari Solo Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamin atas semua harap dan do'a.
Alhamdulillah, trimakasih Bu Tien.. Salam sehat bahagia dr Madiun yg sllu setia hadir.
DeleteHadir bu tien ..terimakasih bu..
ReplyDeleteMatur nuwum... Bu tien
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien...
ReplyDeleteBikin deg2an....
Salam sehat dan semangat dr Sragen
Maturnuwun Bu Tien... Kartasura hadir..
ReplyDeleteMalam itu #meeka# kembali tidak makan malam karena sudah makan diluar.
ReplyDelete#mereka#
Jgn2 itu telp dr Lusi? Smg Seruni tdk jd mengatakan keinginan menyunting Surti utk suaminya... Slm seroja utk mb Tien dan kita semua..aamiin yra...
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien,,, πππ
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBesok lagi ya .... dan seruni tidak jadi melamar surti. Karena surti terima telpon dr susi, eh lusi. Smoga.
ReplyDeleteWaduh jd jantungan...mb tien jgn biarkan seruni membagi suaminya...jd mewek aku...rumah tangga baik2 ntar jd bubrah
ReplyDeleteAlhamdulillah Buah Hatiku sdh hadir. Suwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat sll dr Bekasi
Jangan sampai nyesal lho Seruni...Lanjut mba . Makasih mba Tien
ReplyDeleteSeruni yang mau ngomong, kenapa jadi saya yang mules?
ReplyDeleteSuper ki
ReplyDeleteAlhamndulillah.... Terimakasih mbak Tien
ReplyDeleteBagus banget ceritanya,dan banyak hikmah yg bs diambil
Maturnuwun mbak Tien
ReplyDeleteSalam sehat dari Batang
Makasih mb Tien bikin penasaran terus ni,nunggu episud lanjutnya
ReplyDeleteSelamat malam Bu Tien , smga sekel sllu sehat2 , matur nuwun Buah Hatiku 10 , slmt beristrhat Bu. salam.
ReplyDelete