DALAM BENING MATAMU 89
DALAM BENING MATAMU 89
(Tien Kumalasari)
Mirna panik kepada petugas hotel dia minta dipanggilkan dokter.
"Ini hari libur bu, kayaknya susah, adanya dirumah sakit, tapi akan kami usahakan," jawab petugas itu."
Mirna berlari kearah kamar, Adhit sudah membaringkan tubuh Anggi di ranjang.Kebetulan ada obat gosok di dalam tasnya. Ia mengambilnya lalu menggosokkannya ketubuh Anggi. Telapak kaki, sepanjang kaki, dada dan perutnya, juga punggungnya. Adhit me mijit-mijit kaki tangannya.
"Anggi... bangun Anggi..." bisiknya dengan panik.
"Terlalu lama menunggu dokter, apa kita bawa saja langsung kerumah sakit?" tanya Mirna.
Tapi tiba-tiba mata Anggi terbuka, dan dengan heran melihat Adhit dan Mirna berdiri didekatnya sambil me mijit-mijit kakinya.
"Dimana ini? Kenapa aku?" bisiknya lemah sambil berusaha bangun.
"Eit... nggak boleh.. nggak boleh.." kata Adhit sambil merebahkan lagi tubuh Anggi.
"Kenapa aku ada disini? "
"Aku menggendong kamu ke kamar, karena kamu pingsan dikursi dekat kolam renang."
"Aku pingsan?"
"Nggak sadar ya? Memang kamu nggak sadar sih...Tuh, wajahmu pucat benar Bagaimana sekarang rasanya? Ke rumah sakit yuk."
"Nggaak.. nggak.. aku nggak apa-apa.. tadi cuma merasa lemas."
"Kamu bawa obatnya? Masih ada kan?"
"Aku lupa mas..."
"Anggi..
"Hanya tinggal untuk sehari ini saja.."
"Kalau begitu lebih baik kita segera pulang," kata Mirna.
"Benar Mirna.. ayo kita berkemas."
"Jangan... jangan mas, aku saja yang pulang sama pak Sarno, biar nanti atau besok pak Sarno menjempyt lagi kemari," kata Anggi.
"Mana ada aturan begitu. Kita berangkat bersama-sama, jadi juga harus pulang bersama-sama," kata Adhit sambil terus memijit kaki Anggi.
Ada rasa senang menghiasi hati Anggi. Ia merasa perhatian Adhit terhadapnya tidak berubah, walau untuk cinta... entahlah.
"Aku merepotkan bukan? Kemarin aku sudah bilang bahwa lebih baik aku nggak usah ikut..."
"Ssst... Anggi, diamlah. Kamu bilang kita ini keluarga, bahagia kita bersama, jadi susah atau sakit juga harus bersama," kata Adhit sambil mengelus kepala Anggi.
"Aku akan menanyakan dulu ke petugas hotel, tadi aku minta mereka mencarikan dokter."
"Sudah nggak usah saja Mirna, kita akan langsung kerumah sakit."
"Jangan mas, pulang saja, obatku masih ada."
"Anggi, jangan bawel !!" kata Adhit sambil memelototi Anggi.
"Baik, kalau begitu kita sudah siap. Mas gendong tante Anggi, aku yang membawa kopornya, aku juga sudah menyuruh pak Sarno untuk bersiap-siap didepan lobi" kata Mirna sambil menarik kopornya menuju pintu. Begitu benar-benar menjadi keluarga, Mirna tak lagi memanggil suaminya dengan sebutan bapak.
"Eeeh... nggak, masa aku digendong? Aku mau jalan sendiri saja," kata Anggi yang kemudian bangkit dan mencoba berdiri. Tapi dirasanya kepalanya berdenyut denyut. Anggi memegangi kepalanya.
"Pusing ?"
" Nggak, aku nggak apa-apa, biar aku jalan sendiri saja."
Tapi Adhit tak memperdulikan kata-kata Anggi. Dengan sigap digendongnya tubuh Anggi. Anggi yang semula meronta, tiba-tiba merasa nyaman dalam gendongan orang yang dicintainya. Lalu direbahkannya kepalanya didada bidang itu. Angannya serasa terbang, dan pusing yang semula menderanya mendadak hilang entah kemana.
***
Setiba dirumah sakit itu dokter hanya menyarankan untuk beristirahat, dan memberikan obat yang sama. Anggi menolak ketika diminta untuk istirahat dirumah sakit.
"Nggak, aku nggak mau opname lagi. Aku ini kan nggak apa-apa," katanya.
Sesampai dirumah, Mirna merawat Anggi dengan sangat penuh kasih sayang. Sejak menikah ia tak lagi bekerja diluar. Sekarang, ketika Anggi sakit, Mirnalah yang selalu menjaganya, menyiapkan obatnya dan melayaninya ketika Anggi membutuhkan sesuatu.
"Mirna, aku ini kayak orang sakit keras saja, sudahlah, hanya so'al makan saja, aku bisa kok mengambilnya sendiri," katanya.
"Nanti kalau tante sudah benar-benar sehat, tante boleh melakukannya. Sekarang biar Mirna yang melayani tante."
Mirna bahkan menyuruh Adhit tidur dikamar Anggi selama Anggi sakit. Biasanya Anggi menolak, memilih tidur sendiri, tapi tidak kali ini, karena Mirna dan Adhit memaksanya.
Hanya tiga hari Anggi tak kuasa bangun dari ranjang. Malam itu ia menolak ketika Adhit kembali tidur disampignya.
"Mas, sudahlah, aku sudah sehat, lebih baik mas tidur dikamar Mirna," kata Anggi.
"Anggi, kamu ini juga isteri aku, apa tidak boleh aku menjagamu?"
"Aku sudah sehat mas, jangan berlebihan."
"Berlebihan? Apakah berlebihan seorang suami memperhatikan isterinya?"
"Tapi mas kan sudah punya Mirna. Bukankah mas ingin segera punya momongan?"
"Iya, tapi nggak ada bedanya bagi aku, diantara kamu dan Mirna."
"Masa mas, nggak ada bedanya? Aku ini perempuan yang tidak sempurna.. Cintailah mbak Mirna, dan segeralah punya momongan, aku akan belajar merawatnya juga."
"Anggi, apa kamu tau? Aku mencintai Mirna, tapi aku juga mencintai kamu," kata Adhit sambil mengelus kepala Anggi.
Anggi memiringkan tubuhnya, menatap pria ganteng yang terbaring disisinya, yang sedang menatapnya juga dengan pandangan yang menggetarkan. Itu pertama kalinya Anggi mendengar kata cinta dari bibir Adhit.Benarkah Adhit juga mencintainya? Anggi membiarkan Adhit mempermaiankan anak rambut yang tergerai dikeningnya, menikmati kehangatan yang bernama cinta, yang baru saja diucapkan dari bibir priya ganteng yang selalu dipujanya.
"Pasti kamu tidak percaya," bisik Adhit sambil tak henti tangannya bermain-main di keningnya.
"Benar, aku tidak percaya. Yang aku tau adalah bahwa mas menikahi aku karena kasihan pada nasibku."
"Itu tidak benar, perlahan cinta itu tumbuh, dan bermekaran, lebih-lebih ketika aku menyadari betapa luhur dan mulia hatimu. Betapa kamu mencintai aku dan dengan rela mengorbankan perasaanmu,rela berbagi dengan perempuan lain, rela memberikan ranjangmu, rela suamimu mencintai perempuan lain. Itu luar biasa. Kamu adalah bidadari surgaku," bisik Adhit yang kemudian mencium lembut kening Anggi, lalu hidungnya, lalu bibirnya dan semua yang ada pada isterinya.
Hati Anggi bergetar, tubuhnya juga bergetar. Ini adalah malam kesekian ketika Adhit mencumbuinya, tapi yang pertama kali dirasakannya dengan cinta yang membara. Aduhai, apakah ini buah dari pengorbananku? Aku tak harus kehilangan cinta, aku bahkan mendapatkannya, bisik batin Anggi sambil menenggelamkan kepalanya didada bidang dan yang terus mengelusnya.
***
Ketika Mirna bangun pagi itu, dan menyiapkan sarapan bagi seisi rumah, dilihatnya Anggi keluar dari kamarnya dengan tubuh wangi.
"Tante sudah mandi? Dengan air hangat bukan?" tanya Mirna khawatir.
"Nggak, dengan air dingin yang sejuk. Aku merasa sehat Mirna, jangan terlalu menghawatirkan aku."
"Syukurlah tante, aku hampir membawakan sarapan untuk tante kedalam kamar."
"Jangan Mirna, aku benar-benar sudah merasa sehat," kata Anggi sambil duduk dimeja dimana Mirna sudah menyiapkan teh hangat disana, dan juga irisan roti bakar kesukaan Adhit.
"Mas Adhit masih tertidur?" tanya Mirna karena tak melihat Adhit keluar bersama Anggi.
"Iya tuh, masih pules kelihatannya."
"Biar Mirna bangunin, katanya mau ke kantor hari ini," kata Mirna yang kemudian menuju kekamar Anggi, dimana tadi Adhit tidur.
"Mas, katanya mau kekantor hari ini," kata Mirna yang kemudian melipat selimut yang tadi terserak dilantai, Ia juga melihat alas tidur yang berantakan, kusut tak beraturan, dan Mirna tak perlu bertanya apa yang terjadi. Ia tau ia harus berbagi, hari-hari dan malam-malamnya, dan juga cinta kasihnya.
Dilihatnya Adhit menggeliat, lalu menampakkan dadanya yang telanjang, kekar berotot, penuh bulu yang membuatnya merinding.
"Mas,"
Adhit membuka matanya dan sedikit terkejut ketika melihat Mirna didekatnya.
"Tante Anggi sudah selesai mandi, dan sedang menunggu mas di ruang tengah."
"Oh, ma'af..."
"Mengapa harus minta ma'af? Mas mandi dulu, biar aku siapkan baju mas untuk ke kantor."
"Bajunya ada disini Mirna, biar aku siapkan," kata Anggi yang tiba-tiba sudah ada dikamar itu.
"Oh ya tante, saya baru mau bertanya dimana mengambil baju-maju kerja mas Adhit.
"Di almari ini, nanti biar yu Supi memindahkannya ke kamar kamu."
"Mengapa harus dipindah tante? Biar disini saja, tak akan ada yang berubah, semua akan seperti semula," tukas Mirna sambil tersenyum.
Adhit melangkah ke kamar mandi, membiarkan kedua isterinya mnyiapkan baju-bajunya. Bahagiakah punya isteri dua? Yang membahagiakan adalah keduanya saling mengasihi dan memperhatikan, dan keduanya sangat dicintainya dan pastinya juga mencintainya.
***
Bulan demi bulan berlalu, kehidupan rumah tangga Adhit begitu tenang dan bahagia. Orang-orang tua mereka merasa, tak ada yang perlu dikhawatirkan pada keluarga muda yang saling mangasihi itu. Mereka selalu ingat kata-kata Anggi, bahwa mereka akan bahagia ber sama-sama/
Anggi benar-benar merasa sehat, barangkali rasa senang dan bahagianya juga menunjang pulihnya kesehatannya. Ia kemudian rajin mengerjakan tugas rumah tangga ber sama-Mirna. Memasak bersama, menyiapkan makan pagi, siang dan malam bersama. Alangkah nyaman hidup rukun itu.
Tapi pagi itu Anggi heran, karea Mirna belum bangun padahal biasanya selalu bangun lebih dulu. Anggi ingin mengetuk pintunya tapi sungkan, karena Adhit juga ada didalamnya. Akhirnya dengan dibantu yu Supi Anggi membuat teh hangat dan sarapan untuk semuanya. Sekarang bu Broto tak pernah lagi mengurus dapur, kecuali cucu-cucu menantunya menanyakan sesuatu. Kedua isteri Adhit sudah pintar mengurus rumah tangga, dan bu Broto selalu dilarang mengerjakan apapun.
"Eyang itu harus dilayani, bukan melayani. Jadi duduklah saja dan biarkan kami mengerjakan semuanya, kata Anggi dan Mirna.
"Mirna mana? Kok kamu sendirian didapur?"
"Belum keluar dari tadi eyang, barangkali tidur kemalaman.Eyang duduk saja disana, biar Anggi bawa sarapannya ke meja."
"Kelihatannya Mirna masuk angin, tolong berikan air hangat Anggi," tiba-tiba suara Adhit mengejutkan mereka.
"Ya ampun, masuk angin? Biar Anggi bawa teh hangatnya ke kamar," seru Anggi yang segera mengambil cawan berisi teh hangat, lalu dibawanya ke kamar Mirna.
Dilihatnya Mirna masih terbaring, sambil memegangi kepalanya.
"Mirna, kamu sakit?"
"Nggak tau tante, kepala Mirna pusing sekali, dan mual sedari tadi," jawab Mirna sambil berusaha bangun.
"Sudah, tiduran saja, ini tante bawakan teh hangat, minumlah biar perutmu terasa lebih nyaman."
"Terimakasih tante, saya merepotkan bukan?"
"Nggak Mirna, dulu ketika aku sakit, kamu melakukan lebih dari ini. Ayo minumlah, ini ada sedotan, minumlah sambil tiduran."
Mirna meneguk teh hangatnya, tapi tiba-tiba perutnya terasa mual. Ia bangun dan lari kekamar mandi, lalu muntah-muntah disana.
"Ya ampun Mirna..." kata Anggi yang kemudian mengejarnya ke kamar mandi. Dipijitnya tengkuk Mirna , sampai dia selesai memuntahkan semua isi perutnya di kloset.
"Ma'af tante," kata Mirna.
"Sudah, tiduran saja dulu, biar ini aku yang membersihkan."
Mirna kembali tertidur, sedikit sungkan melihat Anggi membersihkan kotoran di kamar mandi itu.
"Mas Adhit harus membawa kamu ke dokter," kata Anggi sambil menggosok perut Mirna dengan minyak kayu putih.
"Bagaimana?" tanya Adhit yang tiba-tiba masuk.
"Mas harus membawanya ke dokter," kata Anggi.
"Tapi pagi ini ada meeting di kantor, aku kensel saja lebih dulu."
"Kalau begitu biar aku saja yang mengantarnya mas," kata Anggi.
"Kamu? Baiklah, nanti biar pak Sarno mengantar kalian. Kalau ada apa-apa kabari aku ya."
***
Ketika mau berangkat ke rumah sakit itu, mendadak Ananda rewel minta ikut. Semenjak menjadi keluarga, setiap pagi Mirna menggendong Ananda, mengajaknya jalan-jalan. Mungkin di kebun, atau bahkan diajaknya keluar rumah, belanja atau hanya sekedar jalan-jalan saja. Memang ada sedikit perbedaan antara Anggi dan Mirna dalam mengasuh anak, Mirna kelihatan lebih luwes dan Ananda suka padanya.
Pak Sarno sudah menunggu didepan, dan Anggi sudah menggandeng Mirna menuju mobil. Melihat Ananda menangis, Mirna tak sampai hati. Ia berhenti dan kedua tangannya siap menggendong Ananda. Tapi tiba-tiba Anggi mencegahnya.
"Awas Mirna, jangan gendong Ananda dulu, kamu harus hati-hati."
"Tapi kalau hanya menggendong saja kan nggak apa-apa tante, pusingnya sudah sedikit berkurang. Mungkin dengan digendong sebentar saja tangisnya akan berhenti."
"Tapi aku khawatir Mirna, jangan-jangan kamu hamil," kata Anggi mengejutkan Mirna, sementara Adinda sudah menangis semakin keras.
"Hamil, tante?"
"Kemungkinannya, tapi aku berharap begitu. Jadi jangan dulu menggendong Ananda, Ananda itu badannya besar, bobotnya mantap. Kalau ada apa-apa dengan kandunganmu bagaimana?"
"Ya Tuhan, benarkah ?"
"Ananda, ikut sama bude Anggi saja ya? Ayuuk..." kata Anggi sambil mengacungkan kedua tangannya. Tapi Ananda menolaknya.
"Yah, dia memang kurang dekat sama aku," keluh Anggi.
"mBak, tolong ajak Ananda menjauh dulu ya, kami mau ke dokter," kata Mirna kepada perawat yang mengasuh Ananda.
Anggi segera menggandeng Mirna menuju mobil, sementara Ananda menangis semakin keras.
Benarkah Mirna hamil?
***
besok lagi ya
Habisssss..
ReplyDeleteAlhamdulillah..bisa harmonies Dan Anggi jadi sehat.
ReplyDeleteAlhamdulillah.. smg mirna hamil π
ReplyDeleteHebat bu Tien bisa buat polygami jadi sesuatu yang bagus. Walau kalau saya mah gak sanggup... ππ
ReplyDeleteAlhamd sptnya Mirna hamil... smg dg pernyataan cinta Adhit menjd obat yg mujarab bagi kesembuhan Anggi dan smg bc ada mujizat dariNya Anggi menyusul hamil juga.. Smg
ReplyDeleteTrimakasih ...
ReplyDeleteHebat mba Tien ...meng aduk2 perasaan pembaca. Maunya sih ada part 90 utk mlm mingguan ini... Mengharap.com πππ
ReplyDeleteHebat mba Tien ...meng aduk2 perasaan pembaca. Maunya sih ada part 90 utk mlm mingguan ini... Mengharap.com πππ
ReplyDeleteMalam mingguannya kosong deh blm ada kiriman lanjutan dari mba Tien
ReplyDeleteSemakin seru ikut bahagia membacanya
ReplyDeleteAnggi ..... Wanita penghuni syirga, semoga semyanya bahagia
ReplyDeleteAku suka tks mbak Tien, ceritanya tidak bertele2
ReplyDeleteAduh komen apa yaa...pokonya bikin penasaran
ReplyDeleteSambungannya di tunggu yaaπ
Hebat..
ReplyDeleteMirna punya anak yg juga sangat disayang Anggi dan Adhit..
Sayang usia Mirna gak panjang..
Tapi anak itu jadi gantinya yg benar2 menyatukan kasih sayang Adhit pada Anggi..
Salut...., cerita poligami yg d kemas apik, berharap semua berakhir dg bahagia
ReplyDeletepoligami. baguuuuuuus. rumah tangganya sacses yg poligami mereka bidadati surga . aku mah belum bisa .
ReplyDeleteKok banyak kata2 yg kurang nyambung (atau salah cetak) saya bukan ahli bahasa tp kurang nyaman membacanya.
ReplyDeletePasti ada mujizat buat anggi , walo manusia menyatakan tak mungkin hamil jika Allah berkehendak tak ada yg takmungkin
ReplyDeleteCeritanya aduhai...dtggu part selanjutnya mb tien
ReplyDeleteMb tien...hari ini kok g ada kiriman episode 90..penasaran nih kelanjutannya...
ReplyDeleteMirna akhirnya hamil dan melahirkan anak. Anaknya dsayang oleh semuanya.. Namun Anggi hanya bisa menikmati sesaat saja, penyakitnya telah merenggut nyawanya..
ReplyDeletePengenny Mirna lahirin anak tapi gak panjang umur yg ngerawat anak nya Anggi yg berbahagia bersama sang suami
ReplyDeleteNumpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*